The Past

Bodyguard
Please Subscribe to read the full chapter

Krystal mengerjap pelan. Dia yakin benar bahwa yang tengah mendekap tubuh anak perempuan yang dilihatnya tadi memang sang ibu, Jessica. Gadis itu perlahan mendekat. Menajamkan penglihatan untuk mencari pembenaran.

 

Benar saja, itu memang sang ibu. Dan berada dalam dekapannya terasa tidak asing. Karena Krystal menyadari bahwa itu adalah dirinya sendiri.

.

.

.

 

Seorang anak perempuan tampak merengut. Pandangan matanya lurus mengarah pada sang ayah dan juga ibu yang berbincang si depan sana. Anak berusia enam tahun itu mendengus kesal. Dia merasa bosan. Sudah lebih dari sejam dia diabaikan sendiri di sini. Duduk bersama dengan para tamu lainnya yang mengenakan pakaian serba hitam. Seperti yang dikenakannya sekarang ini.

Sekadar informasi, ini adalah acara pemakaman salah seorang kenalan dari orang tua si anak perempuan. Bukan sebatas kenalan sebenarnya, melainkan sahabat karib. Begitu si anak perempuan sekeluarga tiba di Seoul kemarin, mereka diberi kabar duka ini. Membuat mereka semua harus menghadiri acara pemakaman yang sedikit membosankan. Sebenarnya si anak perempuan tidak harus ikut. Dia bisa tinggal di rumah, tetapi  dia tidak mau. Dia baru berada di Seoul belum ada dua hari, tentu tidak berani jika harus ditinggal di rumah seorang diri.

Waktu terus berjalan. Perasaan bosan semakin mendominasi. Hingga membuat si anak perempuan berpikiran untuk berkeliling. Untuk menghilangkan penat, toh dia tidak akan pergi terlalu jauh. Jadi, si anak perempuan segera beranjak. Menyusuri taman yang ada di dekat rumah duka dengan langkah ringan. Sesekali anak perempuan itu menghirup udara banyak-banyak. Mencoba berelaksasi dengan menampung oksigen sebanyak-banyaknya dalam alveolus.

Si anak perempuan masih melangkah dengan ringan, hingga kedua netranya menangkap objek yang begitu menarik perhatian. Di depan sana, di bawah pohon besar ada seorang anak lelaki, seusia dengannya, tengah meringkuk. Pandangannya terkesan kosong dan raut wajahnya menggambarkan kesedihan yang mendalam.

Merasa penasaran, anak perempuan itu melangkah mendekat. Secara perlahan hingga langkahnya sama sekali tidak terdengar. Semakin mendekat, dirinya bisa melihat dengan jelas anak lelaki yang meringkuk tadi. Anak lelaki itu memiliki kulit yang begitu bersih. Surai legamnya tampak teracak karena ulah angin. Untuk sesaat si anak perempuan tertegun. Entah mengapa sosok anak lelaki di depannya itu tampak memukau.

 

“Eomma jahat,” samar suara anak lelaki itu terdengar. “Eomma jahat karena telah meninggalkan aku dan appa,” katanya lagi.

 

“Appa juga jahat karena tidak bisa menyelamatkan eomma,” kini si anak lelaki balik menyalahkan ayahnya. “Tidak ada yang menyayangiku. Semuanya jahat.”

 

“Hei!”

 

Anak lelaki yang tengah meringkuk segera mendongak. Kelopak matanya mengerjap pelan untuk mempertajam penglihatannya yang sedikit kabur karena lapisan air mata. Perlahan netranya menangkap satu sosok yang tengah berdiri di hadapannya. Seorang anak perempuan dengan dress hitam selutut.

 

“Kau tidak boleh mengatakan kalau eomma dan appa-mu jahat. Itu tidak baik,” kata anak perempuan itu.

 

Si anak lelaki menghela napas sebentar. Entah mengapa rasa kesal menyeruak dalam batinnya. Anak perempuan yang sok tahu ini benar-benar mengganggunya. Dengan segera dia berdiri. Menatap tajam si anak perempuan dengan kedua mata elangnya. “Aku mengatakan apapun, itu bukan urusanmu. Pergi sana!” usirnya.

 

Bukannya pergi si anak perempuan justru melangkah semakin mendekat. Dia tersenyum begitu manis hingga membuat si anak lelaki tertegun sesaat. Kelopak matanya kembali mengerjap saat si anak perempuan menyentuh pipinya. Mengusap air mata yang masih tertinggal di sana. “Kau menangis?”

 

Si anak lelaki terkesiap. Dia segera menepis tangan si anak perempuan. Tatapannya semakin menajam. Menurutnya anak perempuan yang ada di hadapannya ini sudah terlampau banyak ikut campur.

 

“Aku tidak menangis,” elaknya.

 

“Bohong.”

 

“Aku tidak berbohong.”

 

Si anak perempuan kembali tersenyum. “Jangan benci, eomma-mu,” katanya. “Dia meninggalkanmu mungkin karena amat sayang padamu,” tambahnya lagi.

 

Si anak lelaki memalingkan muka. Mencoba tidak terpengaruh dengan senyum dan perkataan si anak perempuan. “Kalau dia menyayangiku, maka dia tidak akan meninggalkanku.”

 

“Kurasa eomma-mu juga tidak ingin pergi, tetapi waktunya untuk bersamamu sudah habis. Kurasa juga dia amat menyayangimu. Tidak ada seorang ibupun yang tidak menyayangi anaknya.”

 

“Kau tidak sendiri, banyak orang yang membutuhkanmu, dan mereka menyayangimu, termasuk appa-mu.” Anak perempuan itu berucap sambil berjinjit dan mengelus puncak kepalanya. Dia tersenyum, dengan senyum yang kelewat manis.

 

“Sehunnie?”

 

Anak lelaki itu terkesiap saat namanya dipanggil. Dia segera menoleh. Di sana sang ayah tengah mencarinya dengan raut yang terbilang cemas. Sedikit banyak membuat si anak lelaki merasa bersalah. Dia boleh masih marah kepada sang ayah, tetapi tidak juga dengan membuat sang ayah cemas. Karena itu dia segera berlari dan menghampiri sang ayah. Mengabaikan anak perempuan yang menatap sosoknya yang menjauh dengan kedua sudut bibir yang terangkat.

 

“Soojungie?”

 

Si anak perempuan berbalik. Sudah ada sang ibu tercinta mendekat ke arahnya. “Kau ke mana saja? Eomma mencarimu. Ayo pulang!”

 

Si anak perempuan hanya mengangguk. Tangan kecilnya meraih tangan sang ibu lantas mengikuti langkahnya untuk pergi dari rumah duka. Sebelum melangkah terlalu jauh, dia sempat mencuri pandang ke arah anak lelaki tadi.

 

“Sehunnie?” gumamnya pelan. “Semoga kita bertemu lagi, Sehunnie.”

.

.

.

.

.

“Kau dari mana saja, Oh Sehun? Appa mengkhawatirkanmu.”

 

Sehun hanya menunjuk satu pohon di belakang tubuhnya. “Aku di sana bersama seorang anak perempuan,” katanya. Sang ayah memandang ke tempat yang ditunjuk putranya itu. Namun, dirinya tidak menemukan siapapun. “Tidak ada siapa-siapa di sana.”

 

Sehun mengernyit. Dia segera berbalik. Dan benar, anak perempuan tadi sudah tidak ada di tempatnya. Sehun segera mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru. Berharap bisa menemukan sosok anak perempuan yang telah menghiurnya tadi. Sayang, Sehun tidak menemukannya.

 

Anak lelaki itu menghela napas panjang. Dia bahkan belum mengucapkan maaf karena berlaku kasar. Juga belum mengucapkan terima kasih kepadanya. Huh, semoga Sehun dapat bertemu dengannya lagi. Karena Sehun berhutang banyak dengan anak perempuan itu.

 

O0O

 

Yang Krystal tahu saat ini, anak perempuan itu bernama Soojung. Anak perempuan yang selalu muncul di mimpinya akhir-akhir ini. Anak perempuan yang begitu mirip dengannya. Anak perempuan yang ternyata adalah diri Krystal sendiri.

 

Krystal Jung adalah Jung Soojung.

.

.

.

Soojung memandangi bangunan di hadapannya dengan seulas senyum lebar. Ini hari pertamanya dia bersekolah. Hari pertamanya menjadi siswa di sekolah dasar. Soojung benar-benar manantikan hari ini meskipun dia terlihat gugup. Bukan pertama kali Soojung bersekolah. Ingat, dia sudah melewati taman kanak-kanak untuk sampai di level sekolah dasar. Hanya saja yang membuatnya jauh lebih gugup adalah karena ini adalah Seoul, bukan California tempatnya tinggal dulu.

 

“Eomma, apakah aku akan mendapatkan teman di sini?”

 

Sang ibu tersenyum sembari mengusap puncak kepala Soojung. “Tentu saja. Soojungie-nya eomma dan appa ‘kan cantik, juga pintar. Pasti banyak yang akan berteman denganmu.”

 

Soojung mengangguk setuju. Benar, dulu dia mudah mendapat teman di California pasti mudah juga mendapatkan teman di sini. Apalagi di sini Soojung menamukan banyak anak yang serupa dengan dirinya.

Soojung pun melangkah dengan riang selepas berpamitan dengan sang ibu. Anak perempuan itu segera memasuki ruang kelas dan mengikuti serangkaian kegiatan perkenalan siswa baru. Soojung senang di hari pertamanya bersekolah kali ini. Terlebih dirinya telah menemukan banyak teman baru. Suatu kebahagian tersendiri bagi diri Soojung.

 

Namun di balik kegembiraannya, ada yang menarik minat dan perhatian Soojung. Di sudut kelas ada seorang anak lelaki yang duduk sendiri. seingat Soojung tadi, tidak ada siapapun yang mendekatinya. “Hei, kalian sudah bekenalan dengan anak yang duduk di belakang situ?” tanya Soojung kepada teman yang duduk di sebelahnya.

 

“Ah, dia,” ucap teman Soojung. “Jangan dekat-dekat dengan dia, Soojung. Dia mengerikan. Kau tidak lihat tatapan matanya? Seperti penyihir.”

 

Soojung memperhatikan baik-baik. Memang benar jika anak lelaki yang dimaksudnya tadi memiliki pandangan yang tajam. Namun, Soojung melihat satu hal yang lain. Ada soroh kesepian dan kesedihan di sana. Membuat hati kecilnya bersimpati kepada anak itu.

 

“Kudengar lagi, dia itu pembawa sial.” Entah mengapa Soojung tidak menyukai istilah yang digunakan rekan-rekannya. Tidak ada istilah pembawa sial. Kata ibu Soojung, semua anak itu memiliki keberuntungan. Tidak ada yang membawa kesialan bagi orang lain.

 

“Kudengar, saat taman kanak-kanak dulu dia mengalami kecelakaan mobil. Appa dan Eomma-nya meninggal, tapi dia selamat. Apa itu yang dimaksud dengan pemawa sial?” sahut yang lainnya.

Soojung mengernyit. Tampak tidak setuju dengan perkataan teman-temannya. “Jangan berkata yang bukan-bukan. Lihat aku akan mencoba berteman dengannya.”

 

Soojung melangkah mendekati anak lelaki yang duduk di sudut belakang kelas. Mengabaikan peringatan seluruh teman-temannya. Terserah jika mereka tidak mau berteman dengan Soojung lagi nantinya. Soojung hanya tidak tega membiarkan satu anak terasingkan. Apalagi kata ibunya, Soojung tidak boleh mengabaikan teman, siapapun dan bagaimanapu orangnya.

 

“Kau sendirian?”

                  

Anak lelaki yang tengah menopang dagu itu menoleh cepat. Keningnya mengerut sejenak. Seperti menggali ingatannya akan Soojung. Membuat Soojung tersenyum melihatnya. Anak lelaki ini tampak lucu ketika tengah berpikir.

 

“Namaku, Jung Soojung. Kamu?”

 

Soojung memberanikan diri untuk mengulurkan tangannya. Mengajak si anak lelaki berkenalan. Namun, uluran tangannya tak kunjung direspon. Kelihatannya dia ragu untuk berkenalan dengan Soojung. Mungkin karena Soojung adalah satu-satunya yang menawarkan pertemanan kepadanya. Bisa jadi.

 

“Hei, jika ada teman yang mau berkenalan, kau harus membalasnya,” Soojung tampak lelah menunggu. Akhirnya dia sedikit memaksa.. “Jadi, namamu?”

 

“Myungsoo,” jawab Myungsoo ragu. “Kim Myungsoo.”

 

Soojung tersenyum ketika Myungsoo menyambut uluran tangannya. “Myung-ah, ayo berteman!”

 

O0O

 

Soojung menjadi teman satu-satunya Kim Myungsoo. Anak perempuan itu bahkan bersedia berpindah ke sebelah bangku Myungsoo untuk menemani anak lelaki itu. Membuatnya juga ikut sedikit terasingkan di kelas. Bukan apa-apa, sebenarnya Soojung masih berhubungan baik dengan yang lainnya. Namun, tidak dengan Myungsoo. Anak lelaki itu mengabaikan semua anak yang berniat mendekatinya. Dia bahkan terlalu memproteksi Soojung sebagai miliknya seorang. Membuat semua anak yang berteman dengan Soojung merasa segan.

Soojung menyadari kejanggalan itu, tentu saja. Mendadak semua teman-temannya menjauh perlahan. Membuat anak perempuan itu sedikit tidak enak hati. Namun, mau bagaimana lagi. Dia juga tidak mungkin menjauhi Myungsoo. Terlebih Myungsoo begitu tergantung kepadanya. Soojung juga menyukai Myungsoo. Anak lelaki berlesung pipit itu selalu baik dan manis ketika bersamanya. Myungsoo juga memiliki sejuta obrolan penuh keseruan. Sehingga Soojung tidak pernah merasa bosan walalu hanya berteman dengan Myungsoo seorang.

Akan tetapi yang namanya hanya memiliki seorang teman, akan sedikit memberikan dampak negatif sewaktu-waktu. Seperti saat ini, Myungsoo tidak masuk sekolah karena demam. Membuat Soojung menghabiskan waktunya seorang diri. Soojung mencoba untuk berbaur dengan yang lain. Sayang, mereka tidak menerima Soojung begitu saja. Mungkin karena Soojung tampak hanya akrab dengan Myungsoo saja akhir-akhir ini. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk menghabiskan waktu istirahat di tempat lain. Di satu tempat yang dirasa sepi dan bebas gangguan dari siapapun. Di atap sekolah.

Soojung melangkah hati-hati ke atap sekolah sembari membawa bekal makan siangnya. Kedua sudut bibirnya terangkat, memunculkan seulas senyum saat angin sepoi mulai menerpa kulit wajahnya. Soojung memejamkan mata sejenak. menarik napas dalam guna mengisi pasokan oksigen yang dibutuhkan paru-parunya. Ini semacam kesempurnaan hidup, batin Soojung.

Soojung kembali membuka mata dan melangkah kembali. Berniat bersandar pada dinding pembatas rooftop dan menyantap makan siangnya. Namun, baru beberapa langkah, Soojung berhenti. Anak perempuan itu mengerjap saat meihat satu sosok di sana tengah memperhatikan langit biru. Meski sosoknya hanya terlihat dari belakang, tetapi Soojung merasa mengenalinya.

 

Sosok itu tampak tidak asing.

 

“Sehunnie?”

 

Anak lelaki yang tengah berdiri membelakanginya segera berbalik. Dan ketika melihat wajah anak lealaki itu Soojung tersenyum. Tebakannya tepat. Itu adalah anak lelaki yang ditemui Soojung di acara pemakaman tempo lalu.

 

“Kau?”

 

“Masih ingat aku, Sehunnie?”

 

Sehun mengerutkan hidungnya. Merasa aneh karena Soojung memanggilnya dengan sebutan Sehunnie. Sebutan yang hanya diberikan oleh sang ibu, sang ayah, dan satu orang lainnya yang merupakan sepupu Sehun. “Kau anak perempuan cerewet yang waktu itu?”

 

Soojung mendengus saat Sehun menyebutkan julukannya. Soojung kesal dia merasa cerewet. Dia hanya lebih banyak bicara ketimbang yang lainnya. “Jadi, kau bersekolah di sini juga? Mengejutkan,” Soojung mencoba memperbaiki s

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
lee-jungjung
I will update,,, hmmm wednesday or thursday maybe,,, so stay here.. ^^ gomawo

Comments

You must be logged in to comment
LizziEverdeen
#1
Chapter 77: ahhh great job, author! i would like to hit like to every single chapter if i can.
ah, senangnya ff ini berakhir bahagia. suka banget sama ff ini dari awal. gimana para bodyguard itu nunjukin rasa sukanya ke Krystal dengan lucu. and bahkan setelah 10 tahun, merek masih suka godain Krystal.
sedangkan buat SeStal? ah, manisnya. pokoknya mereka berdua manis banget, aku bener2 baper bacanya.
ini happy ending gak cuma buat Krystal aja. all of the character have their happy ending. para bodyguard, seulgi, myungsoo, SeStal, Sulli.
ah jadi kepanjangan hehe, intinya ini ff bagus banget. thank you for writing this! this is truly a beautiful story! :)))))
EXO__CY #2
Bagus nih kalo dibuat drama :) ceritanya keren
Fx_exo
#3
Can u please write an English version to this story? It seems really good and I really want to read it.
soojungie123 #4
Chapter 77: Sestal Forever Kibarkan bendera sestall
anna28fx #5
Chapter 77: Best sangat la cerita ni!!!!!
Zeeveria #6
Chapter 77: Tolong bikinin epilognya dong. Biar gak ganjel gitu. Please ya, buatin epilognya thor..
icejuvenileyo #7
Chapter 77: Ahirnya end. Tapi ko sedih yaaah pengen tetep ada ff ini pengen tetep baca hal yang lucu ngeselin manis dri cerita ini. Makasih udah bikin happy ending. Aku sukaaa dari pertama baca sampai end semua pas. Cariin jodoh juga untuk 5 bodyguard yang lain haha. Sukses terus author
trsndewi
#8
Chapter 77: Finally endingㅠㅠ this is so beautiful:') cinta sehun akhirnya kesampean wkwk
Cara sehun nge lamar ituuu please sweet tapi lucu banget!! Good job author!
SamanthaJ #9
Chapter 76: request gue waktu di wattpad terkabul
kyuhyun12 #10
Chapter 76: Dr sehun :D