27 September 2013

Krystal memasang kembali earphone ketelinganya, setelah dia melewatkan satu buah lagu dalam playlistnya. Sebuah lagu yang entah kenapa tidak akan pernah dia coba hapus, bukan karena alasan dia menyukai penyanyinya. Namun lebih karena siapa orang yang menyukai lagu itu. Kim Jongin. Sebuah nama itu kembali muncul kedalam ingatannya.

Bukannya dia sudah melupakan siapa laki-laki itu, tapi dia menolak lupa untuk mengingatnya. Karena bahkan hanya mengingat namamu membuatku perih seperti ini. Krystal mengusap air matanya yang perlahan menyeruak dari kantung matanya. “Babo… Dia sudah bahagia, Jung Soojung!” dia berujar marah pada dirinya sendiri.

Sebuah bis berhenti didepannya. Bis hijau nomor 07 yang selalu ditunggunya dan selalu dia gunakan. Dia menyapa supir bis dengan senyuman, lalu mentap kartu berlangganannya dan memilih duduk dispot yang sama seperti biasanya. Bangku dipojok kiri selalu tersedia kosong untuknya. Entahlah, dia tidak juga punya alasan yang logis kenapa kursi itu selalu kosong. Bukan hanya satu kursi, namun dua kursi.

Kalau mau mengingat masa lalunya kembali, kursi itu dulunya selalu dia isi bersama Kim Jongin. Jongin selalu punya waktu menemaninya naik bus kerumahnya, meskipun dia tau arah rumah Jongin sangatlah berlawanan dengannya. Tapi Jongin selalu memaksa untuk mengantarnya seberapapun deras hujan yang turun, seberapa lebat salju menerpa, Jongin selalu mengikutinya.

Krystal tersenyum kearah penumpang yang menggeser posisi duduknya agar Krystal bisa melewatinya. Krystal mengambil kursi disebelah jendela sehingga menyisakan bangku kosong diantaranya dengan penumpang itu. Krystal memilih mengabaikan laki-laki itu, pemandangan diluar jendela lebih menarik baginya.

Lelaki itu berdeham, “Maaf, boleh bertanya?” ujar lelaki itu sambil menyentuh bahu Krystal. Krystal menoleh dan melepaskan earphone yang menyumbat telinganya. “Ne?”

“Maaf, saya ingin ke daerah Chaengi-do.. ini pertama kalinya saya ke Seoul. Apakah benar menggunakan bis ini?” tanyanya. Krystal memandangnya kemudian tersenyum sumringah. “Ah, nanti anda bisa turun di 4 halte pemberhentian setelah saya turun. Anda mau ke perumahannya?” Tanya Krystal. Lelaki itu mengangguk lalu tersenyum.

“Khamsahamnida… ummm…”

“Krystal. Nama saya Krystal.”

“Ah, Khamsahamnida Krystal-ssi.”

“Gwaenchanayo.. kebetulan aku tahu saja. Dari mana asal anda?”

“Daegu. Saya dari Daegu.”

“Ah.. Guraeyo…. Semoga sukses.. umm…”

“Suho. Saya Kim Suho.” Jawab lelaki itu sambil mengulurkan tangannya. Krystal menjabat tangan itu. Hawa hangat menyergap tubuh Krystal. Aneh, aku seperti mengenali mata itu.

***

Sepeninggal Krystal, Suho membuka ponselnya. Mencari-cari sebuah foto yang disimpannya baik-baik. “Aku sudah berani bertemu dengannya, Jongin-ah. Dia terlihat bahagia meskipun tidak. Aku tau dia rapuh seperti katamu. Aku melihatnya begitu sendu. Kau benar, sayapnya patah karenamu. Dan dia terlihat tertatih-atih selama dua tahun ini.” Ujarnya pelan. Perlahan air matanya turun, namun dengan cepat dia menghapusnya.

***

3 Oktober 2013

“Krystal!!!” Seorang pria bertubuh jangkung memanggil Krystal dari kejauhan. Krystal memutar badannya menghadapi tubuh jangkung yang berlari kearahnya. Senyumnya melebar, seseorang yang dia kenal sejak lama. “Oppa…” panggilnya. Lelaki itu berhenti di jarak kurang dari 3 meter tempat Krystal lalu merentangkan tangannya. Krystal tampak tersenyum kemudian berlari memeluknya.

“Uri oppaaa…” ujar Krystal begitu dalam pelukan lelaki itu. “Aku tahu kau akan merindukanku.” Ujar lelaki itu. Krystal melepaskan pelukannya. Lalu kemudian dia sudah memukul-mukul dada lelaki itu dengan keras.

“Ya!!! Kang Minhyuk.. bagaimana kau meninggalkan aku sendirian bertahun-tahun. Dan baru kembali setelah 4 tahun kemudian. Aku hampir lupa punya kakak sepertimu.” Ujar Krystal sambil terus memukuli lelaki yang bernama Kang Minhyuk. Minhyuk hanya terkekeh lalu menangkap dua kepalan tangan Krystal. Dan kembali memeluk Krystal.

“Mian.. semuanya sedang kacau. Kakek tidak ingin aku kembali kesini sebenarnya. Tapi aku memaksanya.” Jelasnya. Diciumnya puncak kepala Krystal. Krystal tersenyum meskipun matanya sedikit berkaca-kaca, dia sudah lupa rasanya kehangatan pelukan Minhyuk ataupun laki-laki yang terakhir memeluknya, Kim Jongin.

“Aku mendengar semuanya. Kau baik-baik saja? Maaf tidak ada disampingmu disaat dia pergi. Maaf.” Ujar Minhyuk lirih ditelinga Krystal. Krystal membenamkan wajahnya dibahu bidang Minhyuk, menumpahkan segenap tangisan yang tersimpan selama dua tahun terakhir. Tangisan yang mati-matian dia sembunyikan dari siapapun, agar menunjukkan dia kuat dan punya dua kaki yang mampu menopangnya.

“Kim Jongin, adalah lelaki terbrengsek yang aku kenal. 4 tahun lalu aku menitipkanmu padanya, tapi dia malah meninggalkan dongsaeng kesayanganku dalam kesendiriannya. Gwaenchana… gwaenchana… aku disini bersamamu sekarang. Gwaencana.” Ujar Minhyuk menenangkan isakan Krystal yang tak bersuara. Minhyuk mempererat pelukannya dan berkali-kali mengusap rambut hitam panjang Krystal.

Perlu sepuluh menit untuk membiarkan Krystal menenangkan dirinya. Dan Minhyuk masih berdiri dan memeluk Krystal.

“Oppa… belikan aku es krim, eoh?” ujar Krystal menyudahi tangisannya. Minhyuk tampak tersenyum, “Vanilla Ice Cream kesukaanmu? Dilaksanakan. Ayo.” Jawab Minhyuk sambil menggenggam kuat jemari-jemari mungil Krystal.