Page43: Ah, love.

Hacker
Please Subscribe to read the full chapter

Seminggu.

Baru masuk satu hari Baekhyun sudah tidak pernah kelihatan lagi batang hidungnya. Ibu juga bilang kalau dia juga tidak datang bekerja dan menyertakan alasan sakit. Dan dua hari lalu saat mengunjungi kafenya aku malah diintrogasi oleh Kris dan Chanyeol.

Demi apa pun aku tidak tahu apa-apa. Kenapa mereka jadi menyalahkan aku? Luhan dan Sehun saja yang normal karena dia hanya kelihatan baik-baik saja kalau Baekhyun demam. Setelah semua kekejaman yang mereka lakukan, untungnya hari Minggu kemarin aku masih sempat bersepeda jalan-jalan makan es krim bertiga dengan Sehun dan Luhan.

Memang kalau dipikir-pikir aku juga tidak  akan mungkin tahu apa penyebabnya. Waktu mereka mengunjungi Baekhyun di rumahnya Kris bercerita ia malah ditarik oleh penjaga di sana dengan alasan tuan mudanya tidak mau menemui siapa-siapa dan dia masih sakit.

Mereka mengajakku mengunjungi Baekhyun juga, namun seminggu ini aku sibuk menemani dan membantu Taehyun di sebuah yayasan berisi orang-orang tua. Walaupun ada temannya yang penulis itu tetap saja aku ikut dengan Taehyun.

Bicara tentang mereka aku masih belum tahu perkembangan hubungan keduanya. Yang jelas aku hanya berharap yang baik-baik. Semoga saja Taehyun sadar betapa Dara menyukainya. Tapi aku hanya bisa berharap saja.

Di hari Senin ini, kurasa aku tidak perlu menemui Taehyun karena dia bilang hari ini dirinya sudah berada di rumah dan kembali dari yayasan lebih cepat. Membereskan buku-bukuku, aku lalu berjalan keluar kelas dengan santai. Dari arah belakang terdengar suara langkah dan orang yang memanggilku. Karena tahu itu siapa jadi aku sengaja tidak menyahut.

Buk!

"Hey!"

Kukutuk Hanbin jika ia tahu betapa sakitnya pundakku saat ia menepuknya dengan tangannya yang besar itu! Suara tepukkannya pun seperti suara tinjuan.

Aku hanya diam saat tahu kami mulai berjalan beriringan menyusuri koridor. Aku jadi bahan apalagi sekarang? Kalau mereka nekat menghampiriku dengan cara 'seramah' itu aku tahu pasti ada maksud terselubungnya. Kusadari bahwa kami berjalan bertiga, lengkap dengan anak buah Hanbin yang tinggi itu yang bernama Jung Chanwoo di sisi kiriku. Ini semakin menyebalkan karena aku pasti terlihat semakin kecil berdiri di antara mereka berdua.

"Hey, pulang sendirian?" tanya Hanbin tak tahu betapa bodohnya pertanyaan itu dan betapa sia-sianya kubiarkan masuk ke dalam telingaku apalagi jika aku menjawabnya.

"Ya, Hanbin. Sendirian." jawabku. Kepasrahan terdengar begitu kentara dalam nada bicaraku namun orang seperti mereka jelas sangat sulit untuk menyadari penderitaan orang sepertiku. Daripada Hanbin melanjutkan basa basinya aku lalu memotong rencana basa basinya itu yang baru akan keluar dengan bertanya maksud mereka. "Kalian berdua butuh apa?"

"Ohh, itu, ya, ada." Hanbin terdengar berkata sambil mengangguk. Kalau ia ingin aku membeli sesuatu sayang aku punya rencana makan es krim. "Jadi begini..." kalimatnya tak kunjung selesai, aku yakin ini pasti sebuah permintaan. "Besok lalu besoknya lagi dan besoknya lagi itu adalah hari Kamis... dan itu adalah hari... ulang tahun Chanwoo..."

Yep. Itu undangan ulang tahun.

"Dia mengadakannya di rumahnya. Datang, ya?" tutup Hanbin dan dia membuatku terpikirkan sesuatu. Ada Chanwoo di sini kenapa bukan Chanwoo yang bicara? Ah, terserahlah. Bodohnya aku ingin mempermasalahkan hal itu dalam pikiranku.

Undangan ulang tahun lagi... Aku kembali memikirkan kemungkinan yang akan terjadi jika aku ikut ke pesta ulang tahun adik kelas. Tidak pernah aku ikut acara asing seperti itu. Namun setelah ikut pesta ulang tahun Hanbin rasanya pesta ulang tahun itu menyenangkan.

"Ulang tahun keberapa?" tanyaku.

"Ketujuh belas. Karena itu sweet seventeen-ku jadi orang tuaku merayakannya secara terbuka. Nuna orang pertama yang kuharapkan hadir." jelas Chanwoo entah kenapa saat ia mengatakan itu seakan-akan aku adalah orang penting.

"Tadi saat kau mengajak Irene kau juga bilang dia adalah orang pertama yang kau harapkan untuk hadir. Kau juga mengatakan hal yang sama pada Luna dan Victoria. Sialan, kau mengincar kakak kelas yang cantik-cantik."

Mendengar Hanbin aku jadi memutar bola mataku. Astaga, percaya sekali aku ini adalah orang penting.

"Tapi kalian semua adalah orang penting yang kuharapkan untuk hadir, hyung." Chanwoo merengek, aku sempat tidak percaya kalau dia sudah berumur 17 tahun besok.

"Tapi list orang yang kau undang sudah keterlaluan." balas Hanbin. Sementara aku sudah mau sampai ke parkiran dan mereka masih memilih bertengkar? Yang benar saja. Ada baiknya kalau kuabaikan kehadiran kedua orang ini. Kalau begini aku makin ragu ingin ikut ke acara ulang tahunnya.

"Bisa tidak sih, diam saja? Kalau tidak besok perjanjian kita batal. Hyung, kau tidak boleh berjualan di pesta ulang tahunku!"

"Hey kenapa kau bawa-bawa kontrak kita sampai kemari? Aku sudah rela menahan malu saat undanganmu ditolak Yoona."

"Nah, itu dia guna perjanjian kita, hyung. Aku saja belum mendengar dari nuna ini apa dia mau datang atau tidak?"

Saat perhatian mereka berdua kembali padaku, aku memasang wajah yang menunjukkan betapa sialnya kebagian jatah mendengarkan perdebatan mereka, menambah kotoran telinga sekaligus hampir membuat polusi suara di sekitarku. Tiga kesialan sekaligus.

"Silahkan menyingkir, aku ingin pulang." gerutuku menunggu mereka menyingkir dari jalanku, bersiap-siap mengayuh dengan kekuatan penuh apabila mereka memilih untuk mencegatku di sini.

"Theyo, kau setuju tidak datang ke pesta ulang tahun Chanwoo? Akan ada banyak keuntungan jika kau datang membawa pasangan." bujuk rayu Hanbin malah membuatku ingin menolak undangan itu. Iming-iming macam apa itu? Ugh, aku harus bersiap menerima undangan lagi untuk besok.

"Lalu apa salahnya kalau aku datang sendirian?" tanyaku dan ekspresi kedua manusia dihadapanku nampak berubah.

"Kebanyakan yang diundang Chanwoo datang berpasang-pasangan. Ya, kalau sendiri sih tidak apa-apa. Aku juga sendiri." Hanbin lalu tersenyum, aku jadi bergidik sebagai gerakan refleks.

Saat menatap Chanwoo keputusanku sudah bulat tidak ingin ikut ke pestanya tapi wajah pemuda ini terlalu kasihan untuk kutolak dan masalahnya apa peduliku kalau dia sakit hati aku menolak undangan yang susah payah ia sampaikan secara langsung ini.

Dan tiba-tiba saja ponselku bergetar, jarang-jarang ada yang mau meneleponku jam pulang sekolah dan aku tidak kenal nomor orang ini saat aku memandangi layar ponsel itu ragu untuk menjawab. Dengan posisi masih memegang stang sepeda dan kedua orang yang nampaknya belum menyelesaikan urusan denganku itu tidak beranjak pergi, aku mengangkat teleponku.

"Theyo!" —aku tidak siap dengan teriakan itu! Keparat siapa saja kau yang berada di ujung telepon ini! Untung aku buru-buru menjauhkan layar ponselnya.

"Dasar tolol," aku bergumam di telepon setelah mendekatkan kembali ponselku ke telinga. Hanbin dan Chanwoo cuma memasang wajah pahit sambil melirik satu sama lain. Tenang, tidak akan ada kata kasar yang keluar untuk kalian berdua selama kalian tidak menjadi sosok hama.

"Kau menyebutku tolol?! Apa yang kau lakukan pada Baekhyun sampai dia menangis saat kutelepon!"

Jadi ini Chanyeol. Kenapa aku tidak mengenali suaranya?

"Kau sudah tanya padanya apa ini berhubungan denganku?" aku bertanya pelan dan lembut. Kuharap pemuda ini dapat tenang dan tidak membuatku kesal.

"Sejarahnya selama ini Baekhyun memang selalu demam karena kau, Theyo!"

Aku menggertakkan gigi, memejamkan mata, sepeda yang kutahan sengaja kujatuhkan karena tak tahukah dia betapa bencinya aku jika ia mengungkit hal itu? Dengan mudahnya melimpahkan kesalahan seseorang padaku. Hanbin dan Chanwoo yang melihatku kesal tiba-tiba tersentak, masih nekat menungguku selesai untuk mendengar jawaban undangannya. Dengan baik hatinya Chanwoo lalu memarkirkan kembali sepedaku.

Oke, Chanyeol. Aku hanya akan membuatmu senang. "Kau mau aku melakukan apa?"

"Coba saja kau datangi dia karena dia saja tidak mau aku datang ke rumahnya." kata ajaibku adalah dengan memenuhi apa yang orang mau. Lihat, Chanyeol berhenti berteriak.

"Alamat?"

"Aku tidak begitu ingat, nanti aku kirimkan lewat SMS."

Telepon kumatikan secara sepihak. Kuhela nafas panjang akibat cobaan yang kuterima setelah aku punya kepercayaan. Tidak ada guna aku pergi ke tempat ibadah dengan Taehyun semalam.

"Nuna..." suara Chanwoo menyadarkanku atas keberadaan mereka berdua. Aku mengangkat telapak tangan untuk mem-pause-nya saat aku menerima SMS alamat Baekhyun dari Chanyeol.

Sial, rumah anak itu jauh. Aku hanya bawa sepeda sementara jika diukur jarak sekolah ke rumah Baekhyun akan membuatku mampus di tengah jalan.

"Sebentar." aku menelepon nomor Chanyeol balik. Baru dering pertama teleponnya sudah diangkat. Dia benar-benar serius soal aku dan Baekhyun.

"Ya? Ada apa?"

Ada apa dia tanya? "Apa kau tahu seberapa jauh rumah Baekhyun?"

"Tidak tahu. Tapi kalau kau—"

"Kalau kau mau aku datang kirim orang mengantarku! Dan tolong jangan suruh Luhan!"

"Kenapa?" tanya Chanyeol heran.

"Ya jelas karena nanti kami berdua berakhir makan es krim sampai mati, Chanyeol!"

Tidak ada guna. Aku menggertakkan gigi sebal, mematikan telepon selanjutnya men-dial nomor Kris. Berkat mereka aku menjadi pengguna ponsel yang aktif lagi.

"Ayolah, nuna akan datang 'kan?"

"Sabar, Chanwoo." protesku sambil menunggu teleponku diangkat.

"Nuna adalah special guess. Aku cuma mengundang lima puluh orang dan lima special guess."

Special guess pantatku. "Jam berapa acaranya?" lebih baik kalau kedua orang ini cepat pergi bagus kuiyakan saja lalu jika sudah hari H aku bisa memberi seribu alasan jika nantinya aku benar-benar tak mau datang.

Ribuan kilauan nampak langsung menyinari wajah mereka berdua. Aku ingin saja tertawa tiap kali ada wajah moment di sini. Entah kenapa mereka diciptakan untuk bisa membuat ekspresi dungu begitu. Untung aku tidak pernah berekspresi berlebihan.

"Oke... Jadi acara jam tujuh malam. Tidak ada dress code dan jika membawa pasangan pakai baju serasi, oke? Alamat akan kusampaikan melalui instagramku: jungchanw00. Followback, ya."

"Ya, Chanwoo, ya." jawabku lalu mereka berdua bergegas pergi meninggalkanku sendirian.

"Siapa Chanwoo?" tiba-tiba suara di ujung telepon membuatku mengernyitkan dahi. Ini bukan Kris.

"Luhan? Mana Kris?"

"Siapa Chanwoo?"

Kenapa dia aneh begini sih? Apa perlu Luhan tahu Chanwoo adalah adik kelasku dan dia berteman dengan Hanbin lalu Kamis adalah ulang tahunnya yang ketujuh belas diadakan di rumahnya dan aku diundang secara langsung. Aku harus menjelaskan panjang lebar begitu?

"Luhan, berikan ponsel Kris padanya."

"Kris sedang bekerja jadi aku yang pegang ponselnya selama—"

Jerk.

Aku mematikan teleponnya sebelum mulutku sempat berteriak kasar di telepon. Datang ke rumah Baekhyun. it. I don't give a damn about him so whatever! Forget about religion and now I'm back being an Atheis. everything!

Ponselku lagi-lagi bergetar. Ada SMS dari Luhan dan Chanyeol.

 

061xxx;

Aku mengirim Sehun. Puas? Kalau aku tidak punya hutang menjaga shift Baekhyun sudah kuculik kau.

Luhan;

Kau di mana? Apa kau di Dokgo?

 

Selesai membacanya aku mencabut baterai ponselku, memasukkannya ke dalam tas dan kembali naik ke atas sepeda, mengayuh sekencang mungkin karena aku hanya akan membeli es krim dan makan sendirian hingga perutku meledak. Titik!

***

Ketenanganku hanya berlangsung hingga mangkuk kedua es krimku. Karena dari pintu kafe pria pucat dengan rambut hitam membawa helm nampak linglung mencari keberadaanku. Pura-pura tak melihat, aku kembali menghabiskan sisa-sisa terakhir cairan es krim di mangkukku.

Nampaknya Sehun sudah melihat batang hidungku karena sekarang langkah lari seseorang menghampiri mejaku.

"Theyo, aku keliling mencarimu di sekolahmu!" dia protes dan aku tidak peduli.

"Lalu?"

"Kenapa teleponmu mati?" karena lebih baik jika aku membiarkan benda itu terbungkus tak bernyawa di kolong kasur.

"Habis baterai." aku tak mau susah-susah berkata-kata. Mengemut sendok es krimku, aku tidak memberi sinyal pada Sehun kalau aku ingin pergi dari tempat ini. Malah aku memandangi plang menu di meja kasir.

"Kalau begitu tolonglah aku," Sehun memilih mengambil tempat duduk dihadapanku, ia nampak kasihan. Tapi aku masih belum puas karena seorang pelayan lalu menghampiriku setelah aku menatapnya begitu saja. "Nyawaku terancam oleh Chanyeol."

"Aku mau menu baru es krim Black & White kalian, dua porsi sedang." sementara Sehun sibuk memohon, pelayan itu sudah pergi dengan pesananku.

"Kau memesan lagi?"

Aku bersandar pada kursi yang empuk ini, duduk dengan anggun dan menanggapi wajah Sehun yang semakin pucat dengan santai.

"Tenang Sehun, aku mentraktirmu es krim setelah itu kita pergi, oke?"

"Tapi Chanyeol—" kenapa anak ini takut dengan si dungu besar itu sih?

"Ketakutanmu tak berdasar. Oke? Apa Chanyeol mau membunuhmu karena tidak memaksaku ke rumah Baekhyun lebih cepat?"

"T-tidak sih. Benar juga. Tapi tadi kau bilang jangan bawa Luhan 'kan? Nyatanya dia sedang dalam perjalanan kemari,"

"Lalu?" aku menautkan alis, setelah kupikir-pikir lagi mungkin demam Baekhyun ada kaitannya dengan Luhan yang menyukaiku.

"Luhan katanya juga sedang dalam perjalanan ke Dokgo mengendarai mobil Suho. Sialan, aku tidak tahu dia bisa menyetir."

Baekhyun sialan. Bisa-bisanya menarik kami semua dalam dunianya yang penuh drama. Aku pun buru-buru berdiri dan mengeluarkan dompetku. Jika masalah Baekhyun tidak kun

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Riaa_Osehhlovu #1
Chapter 48: Antara ecxited sama sedih tokoh utamanya ganti :')
Tapi tetep bakal nunggu sekuelnya koks
ChanCartSoo #2
Chapter 48: Save offline nya di disable ama authornya


Bgst
ChanCartSoo #3
Chapter 48: Q suka lah ni cerite
zaa29b_byeol
#4
Chapter 47: Ini aku belum baca ya? Ah bodo amat. Bagus, bloom! Great one!
crunchymiki
#5
Chapter 47: ane nyengir-nyengir sendiri bacanya anjjayyy >\\\\<
alterallegra #6
Chapter 47: Wow.. Great ff Story i have read ever..
Jongin-ahh #7
Chapter 47: Endingnya gantung bgt gitu authornim T.T
Jongin-ahh #8
Chapter 47: Gue senyum2 sendiri baca ini T.T lebih sweet dr es krimnya theyo ini mah:3
Jongin-ahh #9
Chapter 44: Gue baca dari awal masa T.T chapter ini menggemaskan ><
keyhobbs
#10
Chapter 47: wwoahh!!!author jjang! Gmana bisa endingnya sekeren ini, ya ampun, dan Taehyun akhirnya sama Dara yeyy!! Terus terus Theyo sama Luhan, awalnya aku lebih suka kalo Theyo sama Baek tpi pas baca scene yg mereka jadian jadi ikutan seneng juga, jdinya bingung-_- sebenernya aku suka Theyo-Luhan atau Baek-yo hihi, tpi y sudahlah ya, yg penting pada akhirnya semuanya bahagia,hihi!