Page16: Liar?

Hacker
Please Subscribe to read the full chapter

—3rd POV—

Rumah yang mereka tempati terasa sunyi. Keheningan mendominasi segalanya. Termasuk Kai dan Kyungsoo yang tertidur dalam posisi terduduk di atas sofa. Entah bagaimana mereka bisa berakhir saling bersandar satu sama lain di sana. Televisi menayangkan siaran dari channel Fox. Beberapa piring kotor, gelas, dan aroma tumisan bawang putih bahkan masih tercium. Mereka hanya makan berdua sementara yang lain sibuk dengan kegiatan mereka.

Beberapa dari mereka mengeluh karena untuk pertama kalinya mereka merasa mengantuk.

"Kamar... dua? Atau tiga?"

Di tengah keheningan itu, Luhan berjalan menaiki tangga perlahan. Menahan beban berat di punggungnya sambil satu persatu ia melewati anak tangga. Tidak mengambil atau mengalihkan perhatian pada Kai dan Kyungsoo di sofa.

Otaknya tengah bernegosiasi, mengingat-ingat kembali. Memilih angka dan tujuan ke mana kakinya akan melangkah ke salah satu pintu kamar—yang mana itu tidak akan berhasil.

Ingatannya memang sama sekali tidak bekerja dengan baik. Sehingga semena-mena ia sendiri yang memutuskan masuk ke kamar kedua. Ia menemukan seseorang tengah berbaring di atas kasur dengan sprei putih dalam posisi tengkurap. Ia memendam wajahnya di bantal dan kedua tangan terletak di balik bantalnya. Dan membuat Luhan berpikir dari kejauhan itu adalah Sehun.

Ia tidak tahu apakah benar ia, Theyo, dan Sehun benar sekamar. Tapi menurutnya, Sehun juga seharusnya bukan di kamar 2. Dan terserah, Theyo dan Sehun lebih baik dari pada Theyo akan satu kamar dengan Baekhyun. Karena ia teman yang lebih dekat jadi ia tidak perlu khawatir jika nantinya terjadi kejadian atau hal-hal tak diinginkan lainnya.

Dan ia pun akhirnya ingat bahwa seharusnya ia, Theyo, dan Baekhyun ada di kamar yang sama. Tepatnya di kamar 3. Kata kuncinya adalah alasan kenapa Theyo nekat pergi ke luar rumah tanpa tujuan, ya karena habis bad mood tahu kalau Baekhyun juga kedapatan nomor 3.

Ketika Luhan mendekat, ia kemudian berdiri di sisi kasur dan menyekat tenggorokannya. "Ehm. Hey?" dehemnya tenang. Ia hanya mendengar Theyo mengeluarkan igauan dari punggungnya. Gadis yang meringkukkan wajahnya sisi leher Luhan ini sama sekali tidak merubah posisinya. "Sudah sampai." ucapnya.

"Turunkan saja aku..." ia merasa tergelitik ketika mendengar suara yang teredam dari lehernya. Membuatnya hanya merinding geli dengan getaran suara dan nada bicara itu. Ia kemudian kembali berusaha berpikir cara apa yang harus ia kenakan untuk menurunkan gadis ini. Dan setelah berpikir ia kembali berpikir bahwa ada baiknya terus bersama gadis ini. Lihat, dia terus-terusan bekerja keras menggunakan otaknya.

Sedetik kemudian, Luhan memutar tubuhnya, membelakangi kasur lalu sedikit menekuk lututnya dan mulai melepaskan tangan yang melingkar di lehernya lalu perlahan menjatuhkannya ke kasur. Setelah itu, ia mengatur posisi kaki dan membenahi rok sekolahnya yang terangkat ke atas. Yah, bagaimanapun itu ia harus membuat semua terlihat normal saat Theyo bangun dam yang penting ia bisa kembali berdiri dengan tegak sekarang.

Begitu punggungnya bebas, helaan nafas panjang segera keluar. Lega. Kurang lebih sepuluh detik ia memerhatikan raut wajah penuh kedamaian gadis yang sekarang tertidur itu. Tangannya lurus di sebelah kedua pahanya. Jelas ia terlihat lebih damai kalau tertidur. Terlihat tidak menjengkelkan dan tidak ada aura komunis yang selalu terasa ketika ia akan mengintimidasi orang yang lebih bodoh darinya. Dan... tentu, dia terlihat lebih kalem dan manis. Wajahnya hampir pucat. Bahkan setara dengan Sehun jika ia membandingkannya sekarang.

Untuk beberapa alasan, kemudian Luhan mengalihkan pandangannya. Sudah lupa tentang eluhan kelaparan dari gadis ini. Ia lalu keluar dari kamar ini dan kembali menutupnya perlahan. Ketika sudah menutup pintu, Luhan berjalan ke arah kamar 1, dia mendapati Xiumin, dan Tao di atas kasur, sedangkan Chen di atas selimut tebal di lantai. Setelah itu, ia juga mengintip siapa orang yang sedang berada di dalam kamar 3. Chanyeol tergeletak di lantai, sementara Baekhyun bersandar pada dashboard kasur dengan kamus di tangannya. Menyadari kehadiran seseorang, Baekhyun lalu menoleh.

"Siapa itu?" tanyanya tetap dalam posisinya. Luhan pun membuka pintunya sedikit lebih lebar dan masih berdiri di tempatnya. "Oh, kau." gumam Baekhyun kembali menatap kamusnya. Luhan hanya memutar bola matanya melihat respon Baekhyun. Dia hanya ingin melihat isi kamar ini saja, setelah itu ia akan ke kamar 4—sampai Baekhyun tiba-tiba berseru. "Hey!"

Tangan yang masih memegang knop pintu membuat Luhan kembali membukanya dengan malas. "Huh?"

Baekhyun mengerjap beberapa kali. Kamusnya masih dalam posisi terbuka lalu ia menutupnya. Bibirnya gemetar ketika ia ingin mengatakan sesuatu pada Luhan. "A-aku," Luhan yang menatap Baekhyun kemudian mengernyit sedalam mungkin. Sesuatu dalam pikirannya menyebutkan bahwa lawan bicaranya sedang luar biasa gugup.

"Haaah..." ketika Luhan kembali memutar bola matanya dan menekan knop pintu ke bawah—ia hendak menutup kembali pintu tapi Baekhyun kembali berseru memanggilnya.

Ia sudah tidak di depan pintu lagi.

"K-kau sendirian?!" panggilnya. Ia mengubah posisinya dan berteriak kembali ke arah pintu ketika punggungnya tidak lagi menyentuh dashboard. "H-hey! Luhan!" ia juga kembali mengerjap dengan bodohnya sampai merasa mood-nya berubah. Baekhyun membanting kamus di tangannya ke arah meja telepon di sebelah kasur. Setelah itu kembali bersandar dan ia mengacak-acak rambut coklatnya. "Bodoh!"

Di sisi lain, Luhan masih mengernyit ketika ia mengingat tingkah Baekhyun. Baekhyun gugup. Seorang Baekhyun dengan tumpukan kaset Drama dan kamus kotornya gugup karena apa?

"Whatever." gumamnya pada diri sendiri ketika ia sampai di kamar 4. Ia melihat Lay dan Suho. Suho duduk di kursi sedang menulis sesuatu di atas kertas. Tidak mengambil sedikit pun perhatian pada siapa yang sedang membuka pintu kamarnya, sedangkan Lay yang berbaring di kasur lalu mengangkat kepalanya beberapa centi untuk melihat lebih jelas wajah Luhan.

"Luhan?"

"Kelihatannya kalian tenang sekali." kata Luhan berkomentar.

Lay kembali menjatuhkan kepalanya. Ia kemudian menjawab, "Ya. Ada yang aneh. Tao, dan Sehun mengeluh mengantuk pada Kris. Mungkin terjadi sesuatu pada website itu. Karena tidak ada sinyal tidak mungkin aku bisa mengetahui sesuatu."

Luhan mengangguk perlahan. "Ya. Jadi, kau juga?"

"Tidak tahu." jawabnya mencibir seraya menggeleng. Dan Luhan masih berdiri di sana. "Terserahlah, yang penting aku suka di sini. Dan... kau tidak berniat mengganti seragam sekolahmu?" tanya Lay lalu menatap Luhan yang masih berdiri di dekat pintu.

"Ah, kau mengingatkanku. Oke." Luhan mengangkat sebelah alisnya. Masih mengunci tatapannya pada Lay yang terdiam agak lama. "Aku akan menggantinya,"

"Ya. Terserahlah."

"Hmm." Luhan kembali menutup pintu. Ia kemudian menghela nafas panjang. Kini ia menuruni tangga menuju kamar 5.

Sebelumnya ia sempat menoleh ke arah Kai dan Kyungsoo di atas sofa. Posisi mereka tidak berubah sama sekali—seingatnya.

"Kris?" Luhan membuka pintu lalu masuk. Ia menoleh mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan berwarna coklat ini. Tidak ada Kris. Kalau ada, mungkin ia akan berteriak menyuruh keluar siapa saja yang masuk ke kamar—

"Ouch!"

"Astaga!" Luhan terkejut melihat Kris tiba-tiba saja muncul dihadapannya dan terjatuh ke lantai. Kris kemudian berdiri dan menepuk membersihkan debu di bokongnya.

"Apa yang kau lakukan di kamar... ku?" tanyanya dengan nada curiga dan masih terlihat kesakitan.

"Apa yang kau bawa? Dari mana kau?" Kris memutar bola matanya ketika Luhan balik bertanya padanya. Apa dia lupa Luhan itu bagaimana?

"Ah, aku pergi kembali karena kupikir, Teddy masih mengawasi kita, bukan?"

"Apa?"

Kris terdiam menatap Luhan. Ia kembali memutar bola matanya jengkel. "Tidak ada gunanya bicara padamu." ucap Kris frontal-frontal saja lalu membawa dua koper besar tadi ke sisi kasurnya.

"Ah, baiklah, aku bisa merekam pembicaraan kita di ponselku, Kris." Luhan mengikuti Kris lalu duduk di sebelah pemuda tinggi itu di atas kasur. Kemudian ia mengeluarkan ponselnya. Masih tersisa banyak baterai karena ia tidak menggunakannya untuk hal lain selain internet dan beberapa instrumen lagu dari banyak tokoh terkanal. Sedikit banyak ia memiliki 10 buah lagu di ponselnya dan masing-masing sudah didengar ribuan kali. Baru-baru ini ia juga mengunduh beberapa instrumen classic—Antonio Vivaldi dan Sebastian Bach.

"Jadi, mana Acemu?" tanya Kris memulai pembicaraan.

Luhan mengernyit, mengingat-ingat kejadian satu jam lalu. "Aceku?"

"Iya, bodoh. Kita bisa memanfaatkan atau berbuat sesuatu atau menjadikannya bahan eksperimen, bukan? Kalau begitu sia-sia kau mendapatkannya." jawab Kris setelah ia terkekeh dengan sebelah sudut bibir terangkat. Sementang ia orang yang pintar, caranya memperlakukan orang yang 'tidak pintar' hampir sama dengan Theyo.

"Aku meninggalkannya. Dan... entahlah Kris, aku tidak merasakan apapun setelah memiliki Ace. Aku tidak tahu, apa yang akan terjadi setelah aku memiliki Ace. Kukira sama saja." ucap Luhan tanpa menatap Kris. Kris lalu mengangguk.

"Tujuan kita menjadi Hacker, memang untuk mendapatkan Ace, bukan? Kita bisa melakukan sesuatu dari Ace itu untuk kepentingan kita. Lalu, apa yang bisa dilakukan Ace itu? Kuharap jawabanmu ada."

"Ya, jika aku memanggil namanya, otomatis dia akan menghampiriku. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi misalnya aku berada di Seoul dan dia di sini, lalu aku memanggilnya. Dan—"

"Maksudmu, dia akan tetap menghampirimu walau seperti itu? Bahkan hanya dengan menyebut namanya?" tanya Kris memotong pembicaraan Luhan. Luhan pun mengangguk perlahan. Ia kemudian kembali melanjutkan penjelasannya. 

"Aku bisa melakukan sesuatu padanya, tetapi hal itu berbentuk seperti sebuah penyiksaan." kali ini ketika Luhan menatap Kris, raut wajahnya berubah horor. "Aku bisa membuatnya tidak bisa berjalan ketika aku berkata padanya, kau tidak memiliki kaki. Bagaimana jika aku berkata, dia tidak bisa bernafas?"

"Itu... kejam. Tapi, bukankah itu juga sedikit menegangkan? Kau tahulah, menyiksa orang. Itu sangat bagus menurutku jika bisa dilakukan di dunia nyata selain pada game," ucap Kris memberikan pendapatnya. Luhan menggeleng perlahan. Tatapannya masih horor dan ekspresinya sama sekali tidak berubah.

"Dalam bentuk penyiksaan, tapi tidak untuk mengendalikan tindakan atau perasaannya. Dia digunakan untuk disiksa saja? Bagaimana menurutmu, Kris?"

Kris terdiam memikirkan jawabannya. Matanya yang mengarah pada Luhan terlihat bingung. Dia terus menyusun jawaban dan pendapat yang tepat yang bisa diutarakannya.

"Dengar, Teddy menciptakan Hacker untuk mempermainkannya. Lalu Hacker mencari Ace untuk mempermainkannya juga. Kita gunakan teori kekanak-anakkan Teddy. Tujuan sebenarnya dia hanya untuk bersenang-senang. Tidak ada hal lain yang ia inginkan selain memuaskan dirinya sendiri.

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Riaa_Osehhlovu #1
Chapter 48: Antara ecxited sama sedih tokoh utamanya ganti :')
Tapi tetep bakal nunggu sekuelnya koks
ChanCartSoo #2
Chapter 48: Save offline nya di disable ama authornya


Bgst
ChanCartSoo #3
Chapter 48: Q suka lah ni cerite
zaa29b_byeol
#4
Chapter 47: Ini aku belum baca ya? Ah bodo amat. Bagus, bloom! Great one!
crunchymiki
#5
Chapter 47: ane nyengir-nyengir sendiri bacanya anjjayyy >\\\\<
alterallegra #6
Chapter 47: Wow.. Great ff Story i have read ever..
Jongin-ahh #7
Chapter 47: Endingnya gantung bgt gitu authornim T.T
Jongin-ahh #8
Chapter 47: Gue senyum2 sendiri baca ini T.T lebih sweet dr es krimnya theyo ini mah:3
Jongin-ahh #9
Chapter 44: Gue baca dari awal masa T.T chapter ini menggemaskan ><
keyhobbs
#10
Chapter 47: wwoahh!!!author jjang! Gmana bisa endingnya sekeren ini, ya ampun, dan Taehyun akhirnya sama Dara yeyy!! Terus terus Theyo sama Luhan, awalnya aku lebih suka kalo Theyo sama Baek tpi pas baca scene yg mereka jadian jadi ikutan seneng juga, jdinya bingung-_- sebenernya aku suka Theyo-Luhan atau Baek-yo hihi, tpi y sudahlah ya, yg penting pada akhirnya semuanya bahagia,hihi!