Page13: Kidnapped

Hacker
Please Subscribe to read the full chapter

—Theyo's POV—

Aku sudah cukup banyak tahu mengenai Hacker. Akun mereka. Website itu. Hampir semuanya. Namun yang masih harus aku ketahui adalah mengenai pencipta website itu. Taehyun. Anak itu mustahil menciptakan hal seperti ini. Bahkan dia tidak memiliki akun media sosial apapun. Kadang kalau menggunakan internet pun dia masih bertanya padaku. Ini terlalu aneh.

Mereka berempat, Suho, Sehun, Baekstard, dan orang yang berada di sebelah Baekstard, menjawabku dengan sangat detail. Baekstard itu sungguh membuatku jengkel. Dia menjawabku dengan nada menyebalkan.

Aku tahu, perkataan Luhan mengenai Taehyun tidak mungkin itu adalah karangannya. Tapi pertanyaan dan ancaman apa yang dikatakan Taehyun padanya itu sangat penting sekarang. Aku benci orang pelupa. Lagipula, saat dia berkata padaku bahwa orang yang mengajaknya bicara waktu di sekolah itu bukan Taehyun aku tidak percaya. Aku hanya mengangguk saja karena aku tahu dia berbohong. Banyak sekali kebohongannya dan aku tahu apa-apa saja itu. Pertama dia bilang dia tidak kenal Taehyun. Lalu saat di kafe dia bilang dia kenal karena mereka pernah bertemu dan mereka bicara. Mereka bertemu lima hari lalu dan saat itu Taehyun datang ke sekolah. Dan tadi, dia bilang mungkin dia salah orang atau mungkin itu orang yang mirip Taehyun.

Dia pikir aku bodoh? Kalau dia sadar bahwa dirinya pelupa, untuk apa ia menipu orang sepertiku?

Memang aku hanya mengabaikannya saja dan tidak berniat menghakiminya karena berbohong, tapi kalau semua itu kulakukan aku tahu akan sia-sia. Si bodoh ini 'kan keras kepala. Apalagi dia menjengkelkan. Aku memang tidak mau mempermasalahkan hal-hal yang sudah lalu sih. Yah, setidaknya dia tampan. Dan... teman-temannya ini juga. Walau di sini, kategori tampan bagiku adalah yang seperti Kris dan Tao. Aku tahu nama mereka semua ketika Sehun menjelaskannya padaku. Tapi aku tidak tahu yang mana orangnya. Di sebelahku ada Suho, lalu Sehun, dan... ugh, Baekstard. Di sebelahnya, pemuda tinggi dengan bibir tipis, lingkaran hitam di matanya, itu Tao. Lalu di sofa tunggal yang satu lagi, itu Kris, lalu pemuda tinggi dengan telinga lebar itu Chanyeol. Lalu dua orang di sebelahnya aku tidak tahu mungkin salah satu dari mereka bernama Chen dan Baekstard sempat menyebut-nyebut Kkamjong. Pasti untuk pemuda tan yang sedang menyeringai ke arahku itu sekarang. Ish. Di sofa yang ada di depanku, ada dua orang, yang satu bermata bulat seperti burung hantu—duh, tatapan matanya, aku tidak tahu siapa nama pemuda itu dan di sebelahnya berpipi chubby dan mata sipit, Xiumin. Di sofa yang ada di sebelah Luhan, ada seseorang, kurasa dia yang bernama Lay. Lay? Nama makanan ringan kesukaan Ayah. Ha.

"Kau tahu siapa nama asli Teddy?"

"Nama asli Teddy? Kenapa kau bertanya padaku?"

Aku mengernyitkan dahi setelah menatap Luhan dengan ekspresi bodohnya. Atas dasar apa kalau dia begitu yakin aku tahu nama asli Teddy. Setidaknya dia bertanya pada yang lain terlebih dahulu.

"Ini," Luhan lalu menunjukkan layar ponselnya padaku. Lantas aku memerhatikan apa yang tertera di sana.

Begitu sampai pada kalimat terakhir. Aku terhenyak. Mengedipkan mataku beberapa kali lalu kembali menatap Luhan. Seseorang yang berada di sofa di sebelah Luhan pun bertanya mengenai apa yang kubaca tadi.

Namun aku menggeleng perlahan dan memejamkan mata. Kembali pada posisiku. Sebagai orang yang sama sekali harus menyangkal sesuatu yang menurutku tidak bisa diterima oleh akal sehatku ini. Menjadi orang lain bila sudah ada sesuatu yang mengusikku melebihi ambang batas yang bisa kutolerir. Aku yang selama ini selalu menerima kemudahan di sekitarku benar-benar layaknya seorang yang lemah sekarang. Bukan berarti aku tidak pernah mengalami masa-masa sulit, aku pernah mengalami masa-masa yang lebih sulit lagi ketika aku harus terima di paksa ibu dan ayah ikut bimbingan belajar ini dan itu di berbagai tempat sejak aku SMP. Bahkan aku pernah harus memperbaiki tulisanku yang jelek dengan menyalin kembali isi sebuah novel. Aku harus terima pergi ke sekolah jalan kaki sejak nilai olahragaku merah. Aku melalui semuanya sampai aku kebal dengan semua itu sekarang. Sampai aku hampir berpikir kalau belajar adalah kebiasaanku dan berteman adalah hal konyol. Sampai aku berpikir kalau dengan otak pintar aku sudah memiliki semuanya. Tidak pernah diajarkan bagaimana itu menghadapi sebuah masalah kecuali menghadapi ujian sekolah. Mengambil keputusan untuk kebaikan diri sendiri saja tidak bisa jadi cocok aku dibilang pengecut. Ibu yang selalu mengurungku di kamar dan tak pernah peduli pada apa yang kualami di luar sekolah tak tahu seegois apa diriku ini pada orang-orang di sekitarku. Aku tidak bisa mengerti orang lain dan hanya ingin orang mengerti apa yang kualami. Aku bisa mengalami kasus depresi kapan saja. Apa yang harus kulakukan untuk menghadapi semua ini sekarang? APA?!

"What's wrong?"

Aku dapat mendengar dengan jelas suara Suho di sebelahku. Aku tidak berani mengatakan apapun. Bagaimana ini? Kalau Teddy bilang bahwa aku tahu nama aslinya, nama siapa yang akan terlintas di otakku selain nama Taehyun. Atau, nama ayah? Itu bodoh. Hanya Taehyun yang terlintas di pikiranku.

"Jadi? Siapa?"

Suara Luhan membuat jantungku berhenti berdetak beberapa saat. Lidahku kelu untuk menjawab apapun pertanyaan yang mereka ajukan. Aku harus menjawab Taehyun?

"Mungkin... Hyunjae? Kau tahu 'kan teman sekelas kita itu?" jawabku tak tahu telah bersikap bodoh. Menimbulkan kecurigaan secara otomatis.

"Kau pandai berbohong. Aku akan mengetikkan alamat rumah ini,"

"Luhan!"

"Hey, apa yang sedang kalian permasalahkan? Kenapa kalian tidak memberitahu kami?" Chanyeol bertanya ke arahku dan Luhan. Segera mata kami berdua beralih menatapnya.

"Aku akan memberitahukan alamat rumah ini. Aku penasaran siapa yang akan datang!" Kali ini Luhan yang balas menyahut lebih keras. Aku semakin panik. Lantas tidak bisa menyembunyikan ekspresi panikku ini. Apa? Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana kalau Taehyun yang akan benar-benar datang? Apa yang akan terjadi?

"Ya. Ketik." Kris berkata dengan tenangnya. Aku lalu berdiri dari tempat dudukku dan segera menoleh ke arah Kris. Lihat apa yang harus kau bayar atas rasa penasaranmu yang tak berdasar itu Nam Theyo. Lihat yang terjadi dari apa yang dilakukan anak kurang perhatian seperti dirimu!

"Hey! A-aku... Maksudku, bagaimana kalau dia benar-benar oppa-ku? Apa yang akan kalian lakukan?!"

"Kami tidak akan melakukan apapun Nam Theyo, bisakah kau tidak panik begitu?"

"Luhan, jangan bilang kau sudah—"

"Aku sudah memberitahukannya,"

Luhan mengangkat tangannya untuk menunjukkan layar ponselnya padaku karena aku tengah berdiri. Tanpa banyak bicara lagi aku lantas merebut ponselnya dan mulai membaca apa yang ia ketik di situ.

 

@hacker7

Distrik Cheonsam. Kompleks Cheondae-gu nomor 20 (20.25)

 

"Kau..."

"Kira-kira setengah jam lagi dia akan sampai. Tapi, kalau dia memgebut, sepuluh menit itu paling cepat," Chanyeol bersuara tanpa diundang.

"Memang Teddy bawa mobil?" tanya Baekstard menoleh ke arah Chanyeol dan dia hanya mengendikkan bahu.

Tentu saja ia tidak tahu karena belum tentu itu Taehyun. Kalau ia tahu Taehyun membawa mobil, itu sudah cukup untuk membuktikan kalau dia juga pernah melihat Taehyun.

Aku pun mengembalikan ponsel Luhan padanya. Namun Sehun segera menariknya sebelum benda itu sampai ke tangan Luhan. Aku menghela nafas seberat mungkin setelah itu kembali duduk. Sama sekali tidak berniat memikirkan hal lain selain... siapa orang yang akan datang ke rumah ini dan apa yang akan terjadi.

Tidak mungkin Taehyun yang akan muncul. Aku berani bertaruh.

Apa yang akan terjadi kalau yang datang benar-benar Taehyun? Dia akan menekan bel rumah ini? Dia akan membunyikan klakson mobilnya? Lalu, salah satu dari mereka membukakan pagar dan membiarkan mobil Taehyun terparkir di depan. Pintu terbuka lalu dia akan masuk. Dia berjalan kemari dan melihatku di sini.

Ironis sekali. Dia bersenang-senang dengan bersikap seperti anak-anak untuk kesenangannya sendiri. Adiknya sendiri?

Apa maunya sampai ia harus berbuat seperti itu?

***

5 menit...

5 menit 10 detik...

5 menit 11 detik...

Dalam pikiranku aku terus menghitung jarum detik yang bergerak. Mataku tak lepas dari jam besar yang ada di sudut ruangan. Salah satu interior klasik yang sering kulihat di acara televisi dan majalah furnitur kayu milik ibu. Aku tidak lagi menghiraukan suara ribut Sehun dan teman-temannya yang sedang berbicara. Rasanya jarum detik itu terus berdentang di telingaku dengan volume terkuat.

10 menit...

10 menit 1 detik...

Tiiiiin!!!

Tiba-tiba saja, semuanya hening. Saling bertatapan satu sama lain lalu berdiri dari tempat duduk mereka. Aku membeku ditempat. Kepalaku terkunci tidak dapat menoleh ke belakang. Menoleh ke luar ruang televisi, yaitu arah pintu rumah ini.

Klakson mobil itu membuatku terdiam.

"Semuanya ke kamar Kai. Biar Luhan yang membuka pintunya. Setelah melihat keadaan kita tunggu apa yang akan terjadi,"

Kris menjelaskan rencana mereka lalu semuanya segera berjalan ke arah kamar Kai sambil berargumen panjang pada lawan bicara masing-masing.

"Aku akan membukakan pagarnya,"

"Luhan!" aku berdiri dan menoleh ke arahnya. Tak bisa berbuat apapun sendirian sekarang seperi orang kehilangan harapan. Berharap bisa bergantung pada orang tak berperasaan yang tidak dapat dimintai bantuan yang berguna sama sekali.

Luhan membalikkan tubuhnya, menatapku lalu berkata, "Itu 'kan oppa-mu,"

Dia memang tidak berperasaan. Iblis mana yang merasuki mereka semua?

"Kau duduk saja dan tunggu. Merepotkan."

Apa dia bilang padaku? Merepotkan? Karena tak mampu berkata-kata aku jadi terdiam dengan pikiran sendiri yang hampir overdosis bahan masalah. Mereka semua sudah pergi. Masuk ke kamar Kai dan Luhan berlari ke arah pintu rumah untuk segera membukanya. Lututku lemas, berdiri di sini sendirian dengan pandangan yang buram berair setelah menyisir rambut ke belakang menggunakan tanganku geram dan letih berpikir.

"Taehyun..." kusebut orang paling berharga bagiku itu di dunia ini. Kusebut orang yang membuatku tak bisa menyukai orang lain itu perlahan keluar dari bibirku. Kusebut dia yang tidak lagi menganggapku apa-apa sekarang itu untuk meminta bantuan.

Seketika, rasanya aku sedang memikul beban batu yang sangat berat di dalam tas sekolahku. Berat sekali. Bahkan ingin menunduk pun rasanya berat sekali. Melangkah untuk kembali duduk pun rasanya berat sekali.

Semoga saja itu bukan Taehyun. Ulangku dalam hati layaknya mantra.

Cukup lama aku menunggu Luhan kembali, aku tidak berubah posisi. Dari sini aku bisa mendengar suara beberapa langkah kaki. Berarti mereka akan segera kembali. Mungkin sekarang mereka berdua ada depan pintu rumah ini. Jadi aku berjalan keluar ruang televisi untuk menghadap pintu.

Benar saja, pintu rumah ini lalu terbuka. Membuatku mengangkat kepala dan menghela nafas panjang.

Aku harus bereaksi seperti apa? Aku akan bertindak seperti apa? Ketika benar Taehyun berada di depanku. Ketika aku menatap matanya. Ketika dia membalas tatapan mataku seperti biasanya. Atau, ketika dia akan menyapaku?

"Theyo,"

Dia tersenyum ringan. Namun cukup untuk membuat matanya menyipit. Dia mengenakan mantel biru tua yang hangat. Celana kerja dan kemeja kerja.

Untuk pertama kalinya dia kembali menyapaku setelah hampir seminggu bahkan dia membisu di depanku.

Jadi benar dia...

"Ya... Taehyun,"

 

 

—Luhan's POV—

Theyo tersenyum merasa kalah, ia membalas senyuman saudara laki-lakinya. Dia kembali pada ekspresi datarnya, sayang, akting yang buruk membuat apa yang ia rasakan sekarang semakin kentara jelas pada ekspresinya. "Jadi kau Teddy?" tanyanya. Hampir terdengar putus asa.

Taehyun tidak bereaksi apapun dan rupanya Taehyun tidak datang sendirian. Dia membawa seorang gadis bersamanya. Aku tidak kenal siapa gadis yang sekarang terengah-engah tak sanggup berdiri ini. Dia berada di belakangku dengan wajah pucat. Rambut panjangnya terlihat lengket dan sedikit kusut. Ada noda darah di tangan dan kakinya. Yang lebih parah lagi di dada sebelah kiri tempat jantungnya. Ia terus bernafas melalui mulutnya seperti akan mati. Sesaat kemudian, akhirnya ia terjatuh ke lantai dengan tubuh gemetar.

Kami bertiga segera meno

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Riaa_Osehhlovu #1
Chapter 48: Antara ecxited sama sedih tokoh utamanya ganti :')
Tapi tetep bakal nunggu sekuelnya koks
ChanCartSoo #2
Chapter 48: Save offline nya di disable ama authornya


Bgst
ChanCartSoo #3
Chapter 48: Q suka lah ni cerite
zaa29b_byeol
#4
Chapter 47: Ini aku belum baca ya? Ah bodo amat. Bagus, bloom! Great one!
crunchymiki
#5
Chapter 47: ane nyengir-nyengir sendiri bacanya anjjayyy >\\\\<
alterallegra #6
Chapter 47: Wow.. Great ff Story i have read ever..
Jongin-ahh #7
Chapter 47: Endingnya gantung bgt gitu authornim T.T
Jongin-ahh #8
Chapter 47: Gue senyum2 sendiri baca ini T.T lebih sweet dr es krimnya theyo ini mah:3
Jongin-ahh #9
Chapter 44: Gue baca dari awal masa T.T chapter ini menggemaskan ><
keyhobbs
#10
Chapter 47: wwoahh!!!author jjang! Gmana bisa endingnya sekeren ini, ya ampun, dan Taehyun akhirnya sama Dara yeyy!! Terus terus Theyo sama Luhan, awalnya aku lebih suka kalo Theyo sama Baek tpi pas baca scene yg mereka jadian jadi ikutan seneng juga, jdinya bingung-_- sebenernya aku suka Theyo-Luhan atau Baek-yo hihi, tpi y sudahlah ya, yg penting pada akhirnya semuanya bahagia,hihi!