Page30: Persuade Taehyun

Hacker
Please Subscribe to read the full chapter

Waktuku berada di sekolah ini tidak lama lagi dicap sebagai murid teladan—atau mungkin gelarku itu telah dicoret—aku harus lebih serius mulai sekarang. Contohnya memperbaiki nilai-nilaiku yang turun.

Bomi bilang itu pertanda baik, apa mungkin itu akan menuntunku selangkah demi selangkah kembali pada masa-masa menyenangkan yang pernah terjadi? Aku tidak tahu. Sesuatu dalam diriku merasa ketakutan hanya untuk membayangkan hal seperti itu.

Apa semuanya bisa kembali lagi seperti biasa? Kenangan masa lalu menghambatku pada hal-hal baru? Tentu saja. Tapi... kenapa yang dikatakan Bomi begitu membuatku terlalu banyak menaruh harapan. Dia memberikanku sebuah ramalan atau saran? Baiklah terserah. Aku tidak tahu apa-apa tentang hal itu.

"Theyo, apa Taehyun masih di kamarnya? Kita akan makan malam."

Aku menoleh sekilas ke arah ibu yang sedang mencuci sayuran, kemudian meletakkan buku-buku pelajaran dan sendok es krim di tanganku. "Akan kupanggil." ucapku lalu mulai beranjak.

Sebenarnya tidak ada niatku untuk berjalan dan berdiri di depan pintu kamar Taehyun, lalu mengetuk pintunya dan mengatakan: 'Oppa, ayo makan malam'. Bahkan kalau aku berteriak dari lantai bawah saja dia langsung keluar dari kamarnya. Tapi, setelah pulang kerja tadi dia tidak ada menoleh sekali pun padaku. Apa itu karena tadi pagi? Aku bukannya peduli, hanya saja ada hal yang ingin kutanyakan padanya.

Tangan kananku perlahan mengetuk pintu setelah menyusun kejadian dan segala kemungkinan yang akan terjadi. Dari luar sini kamarnya tidak terdengar apa pun, mungkin dia merenung atau bermain dengan laptopnya. Kebetulan sekali jika ia sedang memainkan laptopnya.

"Taehyun, aku masuk." Kataku, bahkan tidak peduli formal atau tidak. Setidaknya, ayah dan ibu tidak mendengarnya.

Kemudian tanganku beralih menekan knop pintunya ke bawah. Pintu terbuka dan aku langsung melihatnya sedang bermain dengan benda kesayangannya itu di atas kasur. Dia mungkin lebih sayang laptopnya daripada aku. Kamarnya yang terang dengan dinding berwarna biru laut ini masih sama saja sejak dua tahun lalu, karena aku jarang mau masuk ke kamarnya. Aku terus menggumamku saat mengedarkan pandanganku ke seluruh isi kamarnya setelah itu kembali menoleh pada Taehyun.

Pandangannya teralihkan dan ia menatapku dengan sebelah sudut bibir yang terangkat. "Kau memerlukan sesuatu?"

Tidak juga sih. "A-aku hanya..." ya ampun, mana dialog yang kupersiapkan tadi?

"Kemarilah." dia menepuk ruang kosong di sebelahnya. Aku masih merasa ragu untuk melangkah. Bukannya aku hanya tinggal memberitahukan tujuan utamaku kemari?

Berdiskusi lama dengan diri sendiri, kakiku kemudian melangkah ke arah Taehyun. Aku ikut naik dan duduk di sebelahnya. Begitu aku duduk baru dia kembali mengalihkan tatapannya kembali pada layar laptop.

Kulihat dia sedang membuka website-nya. "Ada SNS atau Instagram, kenapa kau—"

"Aku tidak ingin membahas itu sekarang." potong Taehyun membuatku bungkam. Jadi aku diam beberapa saat memperhatikan apa yang ia lakukan.

"Tadi pagi—"

"Tunggu," Taehyun kembali memotong perkataanku. Menekan tombol enter kemudian ia menghela nafas panjang. Ia memutar posisi duduknya. Menatap mataku. Begitu jelas kalau dia menatapnya terlalu dalam. "Kau... menyukai salah satu di antara Hacker itu?"

Wha—baiklah, bagaimana bisa ia tahu? Terbaca? Mereka memberitahukannya?

"Kenapa?" tanyanya lagi seakan-akan aku sudah menjawab 'ya'.

Tapi aku terdiam lagi.

"Dia Luhan 'kan?"

Oh, . Did he just read my mind or something?

"How could you know—"

"Menurutmu bagaimana? Tentu saja aku bisa tahu. Dari pertama, bagaimana dia ingin kau menjadi Ace-nya. Hanya katakan padaku, kenapa harus Hacker?"

"Aku juga tidak tahu kenapa aku menyukai orang tolol itu!" aku berteriak tidak terlalu kuat. Setidaknya agar ia tahu kalau aku kesal dia terus saja memotong perkataanku untuk ketiga kalinya. Bukan hanya dia yang ingin didengarkan di sini. Aku juga. "Kau tidak tahu apa-apa tentang hal seperti ini." ucapku kesal benar-benar menyindir bagaimana kehidupannya sehari-hari yang penuh kepalsuan di belakang orang-orang.

"Theyo," dia memejamkan matanya dengan helaan nafas. Terdengar letih. Tapi kenapa kami jadi bertengkar? "Bisakah kita bicara baik-baik dan jangan berteriak di depan wajahku?" tanyanya begitu ia membuka mata dan menatap mataku yang sekarang terheran-heran ditambah tautan kedua alisku. "Sekarang aku tahu kenapa matamu sembab kemarin malam. Dan aku yakin, bukan hanya hari itu kau menangis."

Sekarang aku benar-benar yakin kalau dia telah memonitoriku di suatu tempat. Perkataannya akan menjurus lebih dalam. Membuat sebuah tekanan yang harus memaksaku menghentikan getaran pada jari-jari tangan dan bibir. "Lalu, kau tahu bagaimana akhirnya 'kan?"

"Jangan bilang kau mau aku menon-aktifkan akun mereka seperti waktu itu." ucapnya terus menebak-nebak isi pikiranku. Sialnya semua itu benar. "Lagi."

Aku menghela nafas setidaknya sedikit usaha untuk mengulur waktu. Menyusun deretan jawaban yang cocok untuk kujawab pada pertanyaannya yang nyatanya asal menebak itu. "Bagaimana... aku menyukainya dan kalau dia menjadi seperti itu mustahil dia akan tetap menyukaiku." aku mulai menggigiti bibir bawahku kuat. Menatap ke arah layar laptopnya yang masih menampilkan website-nya. "Aku menginginkannya untuk tetap bisa bersama denganku. Apa kau tidak kasihan denganku atau pun dia?"

"Kasihan karena dia menjadi Hacker?"

Tidak ada hal lain yang terlintas. Kepalaku pun otomatis mengangguk.

Tapi, tiba-tiba saja Taehyun terkekeh mengejek dengan tatapan menganggap pernyataanku adalah sebuah lelucon. "Kalau kau tahu saja, aku juga kasihan pada Luhan," Taehyun membuatku mengernyit tak mengerti. "Tidak," ralatnya tetap menatap mataku. "Aku kasihan pada mereka semua."

Akh tidak mengerti ke arah mana pembicaraan ini berlalu.

"Kau pura-pura tidak tahu atau apa?" Taehyun bertanya membuat ekspresiku berfikir keras semakin kentara. Apa maksud dari perkataannya aku tidak menangkap apa pun sama sekali. "Dari awal alasanku menjadikan mereka Hacker itu ada, Theyo. Kau pikir aku langsung menjadikan mereka semua Hacker?" tanyanya lagi, berusaha menjawab pertanyaannya sendiri. "Sehun, hanya karena klub dance ia diusir, konyol memang. Baekhyun dan Suho, kasus mereka sama, anak hubungan tidak sah. Kris, kecelakaan. Dyo, kebakaran rumah, keluarganya tidak ada. Chen, kau tahu? Anak ini pernah hampir melompat dari atas gedung sekolahnya, ya, untung dia masih bisa kuselamatkan saat aku menyetujui akunnya. Jadi saat itu ia tidak merasakan apa pun lagi, dan niatnya bunuh diri hilang."

"Kenapa dia ingin... bunuh diri?" aku bertanya memotong apa yang sekarang ia jelaskan. Wajahnya tidak terlihat kesal karena kukira dia memang berniat menjelaskannya padaku.

"Kau pikir hidup tanpa orang tua, sendirian, di Seoul, mudah? Tch, dia memang satu dari ratusan orang yang berniat bunuh diri. Dirinya saja yang sedang beruntung saat itu." jawabnya terdengar bangga atas apa tindakan yang ia lakukan. Dia sungguh menganggap remeh nyawa seseorang.

"Bagaimana dengan sisanya?"

"Ah, kukira mereka pernah bercerita padamu." ujar Taehyun lalu merubah posisi duduknya. Bersandar pada dashboard kasur sambil menekuk sebelah kakinya. Mereka memang pernah cerita. Dan suatu hal ajaib kalau ternyata Taehyun benar-benar tahu seperti apa kehidupan mereka. "Lay, anak itu sangat kasihan. Dia ditelantarkan. Yang bernama Tao juga sama. Kai, Chanyeol, kejadian yang mereka berdua alami hampir sama dengan Sehun. Pembangkang. Tidak mau hidupnya diatur. Akhirnya diusir. Semacam itulah. Dan terakhir, Luhan," Taehyun menatap mataku semakin serius. "Dia tidak pernah cerita?" tanyanya memastikan. Tentu saja aku ingat. Saat dia bercerita padaku. Saat itu, astaga, apa yang aku coba ingat? Semuanya terekam jelas. Dia menangis lalu memelukku dari belakang.

"Dia pernah ceritakan semuanya padaku."

"Ow, kurasa diantara mereka semua... dia yang paling kasihan." Taehyun mengangkat sebelah sudut bibirnya. Matanya memperhatikan ekspresiku yang perlahan berubah. Benar-benar berubah. "Malam natal? Berita korban kecelakaan pesawat?"

"Taehyun, kau tidak perlu menyebutkannya!" ventakku tiba-tiba saja merasa kesal. Apalagi mendengar nada ia berbicara begitu enteng. Apa ia pikir ini candaan?

"Baik, maafkan aku. Jadi intinya, kau tahu 'kan? Mereka tidak akan mau kembali menjadi manusia biasa. Biarkan saja mereka dipermainkan benar-benar seperti boneka, ironisnya, ternyata mereka itu beruntung. Dan aku yakin sekali, mereka pasti pernah bilang sesuatu padamu tentang kembali menjadi Hacker. Iya 'kan?"

Ya, Taehyun. Terserah. "Jadi, kalau mereka kembali—"

"Mereka mau apa? Tentu saja tidak ada. Mereka menjalani kehidupan Hacker jauh lebih baik ketimbang menjadi manusia biasa seperti kita."

"Manusia biasa? Kita?" tanyaku tak percaya, menatap dir

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Riaa_Osehhlovu #1
Chapter 48: Antara ecxited sama sedih tokoh utamanya ganti :')
Tapi tetep bakal nunggu sekuelnya koks
ChanCartSoo #2
Chapter 48: Save offline nya di disable ama authornya


Bgst
ChanCartSoo #3
Chapter 48: Q suka lah ni cerite
zaa29b_byeol
#4
Chapter 47: Ini aku belum baca ya? Ah bodo amat. Bagus, bloom! Great one!
crunchymiki
#5
Chapter 47: ane nyengir-nyengir sendiri bacanya anjjayyy >\\\\<
alterallegra #6
Chapter 47: Wow.. Great ff Story i have read ever..
Jongin-ahh #7
Chapter 47: Endingnya gantung bgt gitu authornim T.T
Jongin-ahh #8
Chapter 47: Gue senyum2 sendiri baca ini T.T lebih sweet dr es krimnya theyo ini mah:3
Jongin-ahh #9
Chapter 44: Gue baca dari awal masa T.T chapter ini menggemaskan ><
keyhobbs
#10
Chapter 47: wwoahh!!!author jjang! Gmana bisa endingnya sekeren ini, ya ampun, dan Taehyun akhirnya sama Dara yeyy!! Terus terus Theyo sama Luhan, awalnya aku lebih suka kalo Theyo sama Baek tpi pas baca scene yg mereka jadian jadi ikutan seneng juga, jdinya bingung-_- sebenernya aku suka Theyo-Luhan atau Baek-yo hihi, tpi y sudahlah ya, yg penting pada akhirnya semuanya bahagia,hihi!