Page24: Thinking Out Loud

Hacker
Please Subscribe to read the full chapter

So honey now,

Take me into your loving arms

Kiss me under the light of a thousand stars

Place your head on my beating heart

I'm thinking out loud

 

That maybe we found love right where we are

 

—3rd POV—

Dalam perjalan pergi maupun pulang, mereka tidak menemukan tanda-tanda apa pun yang nampaknya dapat membahayakan nyawa mereka. Persepsi sampai pada kalau Teddy benar-benar sudah melenyapkan Ace yang satu itu. Mereka tidak peduli selama mereka tahu kejadian hari ini banyak membantu rasa cemas mereka berkurang.

Sehari setelah kejadian itu, bukan hanya Luhan yang melihat perubahan sikap Theyo di depan mereka. Rasa janggal ketika harus mengetahui sekarang Theyolah yang melendot pada Luhan di mana pun dan kapan pun. Bahkan memaksa pemuda itu sekamar dengannya untuk berada di lantai.

Luhan cuma dengan senang hati menerima hal itu.

Sore yang nampak seperti fajar hari ini, gadis itu berada di beranda rumah berdua dengan Luhan. Duduk bersantai pada dua kursi yang berhadap-hadapan sambil bercerita berbagai macam topik. Luhan sebagai orang yang mencoba jadi pengertian, tidak mau mengungkit kejadian kemarin atau dirinya akan bernasib sama dengan Lay yang malah membuat Theyo akhir-akhir ini bersikap kasar padanya. Untuk perumpamaan, sama layaknya perlakuan Theyo saat baru pertama kali kenal Luhan.

Sementara itu di tempat lain, Baekhyun dan partner in crime-nya, Sehun, masih menyimpulkan kalau Theyo sama sekali belum mendengarkan rekaman mengenai pembicaraan mereka berdua. Itu membuat Baekhyun sama sekali tak bisa tenang. Demamnya tak kunjung mereda dan rasa kasihan membuat Sehun yakin kalau Baekhyun benar membutuhkan pertolongan.

Berada di kamar 3 berdua dengan Baekhyun yang masih dikompres, Sehun mengacak rambut frustasi. Baekhyun bahkan tidak sanggup lagi bicara selain menggumam panjang bak rengekan anak kecil dengan tubuhnya yang masih meriang.

"Hanya menghapus rekamannya 'kan, Baek?"

Baekhyun mengangguk lemah, semakin mengeratkan kain yang menyelimutinya agar dirinya tidak bergetar akibat hawa yang terlalu dingin.

"Tapi dia tidak akan mendengarkannya," ucap Sehun lagi.

Baekhyun membuka matanya paksa, semua yang ia lakukan membutuhkan kekuatan lebih akibat ketidaksanggupan menggerakan bagian tubuhnya secara leluasa. "Tapi..." bibirnya pun terlihat tidak sanggup mengatakan sepatah dua kata lagi. "...dia masih berpikir... kalau kita berdua..." tak mau melanjutkan kalimatnya, melihat kerutan dahi Sehun yang nampak menunggu ia selesai membuat Baekhyun pasrah. "...gay,"

Mengerti betul maksud ucapan Baekhyun, Sehun menghela nafas panjang. Kepalanya dianggukan sekali dan ia mulai beranjak dari kamar itu.

Di balik jendela yang mengarah pada beranda, dilihatnya kedua orang yang hampir jadi pasangan itu sekarang sedang berdiri bersandar pada pembatas sambil memandangi pemandangan di depan mereka dari lantai atas ini. Berbincang sebentar kemudian tertawa. Setelah itu kembali melanjutkan pembicaraan seakan-akan dunia milik berdua.

Tak berniat mengganggunya, Sehun membalikkan tubuh dan pergi dari sana.

"Jam berapa sih ini?"

Luhan merogoh kantung celananya, ponselnya yang tak jadi dijadikan bahan ganti rugi Theyo sekarang kelihatan seperti sedia kala. Membuka kunci layar, Luhan teringat sesuatu, "Ini jam Korea," ucapnya mengunci kembali layar ponselnya.

"Kau ini gimana sih? Dirubah dong," omel Theyo menyenggol bahu Luhan kuat. Selanjutnya, kejadian yang tak terduga terjadi.

Ponsel itu lepas dari tangannya dan jatuh ke bawah. Mulut Theyo tak dapat menyembunyikan keterkejutan. Rahangnya jatuh entah kenapa, sementara Luhan masih terpana pada ponsel yang entah masih bernyawa atau tidak itu.

"A-aku tidak se-sengaja," mencoba membela diri, Luhan tetap diam di tempatnya tanpa niat menanggapi Theyo sekarang. Takut terjadi apa-apa, Theyo buru-buru menyelamatkan diri dari TKP dan berseru, "Selamat sore!"

Masih agak terpana, Luhan kemudian mengernyit, ikut membalikan tubuhnya dan pergi dari sana. Ia sama sekali tidak marah. Walau tahu ponsel penting, mengetahui fakta kalau Theyo akan berhutang padanya itu lebih baik.

***

Hampir satu jam setelah ia selesai mandi. Theyo benar-benar lelah dan membuatnya hampir tertidur di dalam bath up. Ia sama sekali tidak berniat keluar menghadap Luhan. Ketika ia keluar dari kamar mandi, semuanya terdengar sepi. Theyo melihat televisi yang menyala dan hanya Lay yang menonton. Jadi ia berjalan ke arah tangga sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk yang menggantung di leher. Secara kebetulan Luhan baru saja keluar dari kamar Kris dan mengagetkan gadis itu.

"Hey, kau sudah selesai mandi?"

"Astaga!"

"Kau seperti baru melihat hantu,"

Theyo memaksakan sebuah senyuman dari salah satu sudut bibirnya, kenapa Luhan terlihat seperti tidak ada kejadian?

"Ponselmu? Gimana?"

"Kubuang,"

"Buang?" ulang Theyo karena dia pikir anak di hadapannya sudah gila. "Aku akan menggantinya,"

"Tidak perlu," entah kenapa itu membuat Theyo menghela nafas lega. "Aku bisa beli lagi,." katanya sambil menepuk dada. "Oh, kau sudah makan malam?"

"Belum,"

"Bagus. Karena Dyo memasakanmu makan malam~" Luhan mengeluarkan nyanyian, memutar bahu Theyo dan mendorong gadis itu untuk masuk ke dapur. Susah payah ia ikut menarikan kursinya juga. Dan dia pun ikut menarik kursi di sebelah Theyo setelah menyeduh sesuatu terdengar dari suara sendoknya yang beradu dengan gelas. Ia duduk tanpa menimbulkan suara di sana namun menimbulkan hawa aneh yang mulai berputar-putar di atas kepala manakala ia hanya diam di kursinya.

Tapi siapa yang peduli? Gadis itu hanya akan makan sambil berusaha tidak mengindahkan kehadiran Luhan di sebelahnya karena masih agak merasa bersalah tentang ponselnya. Kini ia mendengar suaranya meletakkan gelasnya itu. Masih bersisa setengah gelas.

Luhan lalu melipat sebelah tangannya di atas meja dan membiarkan sebelah lagi tertahan menopang dagunya. Ia mulai memerhatikan gadis itu makan dengan tenang. Ia tidak tahu kenapa.

Akan tetapi, tiba-tiba saja Theyo meletakkan sendoknya dan menoleh ke arah Luhan, membuatnya sedikit terkejut ketika Theyo mulai memarahinya dengan dingin. "Demi apa pun kau bisa memandangi sesuatu yang lebih pantas dipandangi daripada orang makan."

"Maaf." Luhan menjawab lalu tersenyum membuat matanya menyipit.

Theyo memutar bola matanya, rasa kesal secara otomatis muncul dengan jawaban Luhan yang terdengar bloon. Gadis itu kembali menyendokkan makanannya, perasaan risih mengetahui kini ia masih diperhatikan membuat ia kembali meletakkan sendoknya kasar dan menatap Luhan dongkol. "Luhaaan?"

Pria itu tersenyum, "Ya?"

Theyo memejamkan matanya erat-erat, lalu menghela nafas panjang berharap dapat sedikit kesabaran, selanjutnya ia membuka mata dan kembali makan dengan perasaan aneh.

"Kau cantik juga kalau sedang makan."

Dan saat itu juga Theyo menyemburkan makanan di mulutnya, "Uhuk! Uhuk! Uhuk!"—diikuti suara batuk akibat tersedak sendiri, ia pun menepuk-nepuk dadanya penuh perjuangan. "A-a-ir bodoh! Uhuk! Uhuk!"

Luhan segera memberikannya gelas susu yang ia minum tadi. "Ini." tanpa banyak bicara gadis itu langsung meminumnya sampai habis dan kejadian selanjutnya ia membanting gelas itu menatap Luhan setajam benda apapun itu yang paling tajam yang ada di dunia ini. Lihat apa yang terjadi kalau ia memiliki agama nantinya.

"Ini, terakhir kalinya," menunjuk wajah Luhan dengan telunjuknya, ia mendesis penuh ancaman pada bocah sialan itu, "Jangan ganggu aku makan,"

"Kenapa tidak boleh?" Luhan menaikkan sebelah alis. Namun Theyo mengambil itu sebagai sinyal menantang.

Oh, kalau ia tetap menjawab dengan nada menyebalkan ia bersumpah akan memasukkan sendok makan ini sepenuhnya ke mulut Luhan. Apa ia benar-benar menganggap masalah tadi angin lalu sementara di sini ia sensi sendiri karena Luhan cuma menggodanya?

"Karena..."

"Ya?"

"...itu menggangguku, Luhan. Mengerti?"

"Aku mengerti." jawab Luhan mengangguk-anggukan kepala dengan mata terpejam.

"Kalau kau mengerti lalu?"

"Begitulah."

"Kau main-main?"

Luhan mendekatkan wajahnya membuat kedua ujung hidung mereka hampir bersentuhan. Tindakannya membuat Theyo terkejut memundurkan kepalanya tetapi Luhan tetap mendekat. Baru membuka mulutnya beberapa milimeter udara yang keluar dari mulut Luhan bahkan membias bibirnya dengan sangat jelas. Itu membuat Luhan langsung teringat bagaimana rasanya Nuttela dari bibir di depannya ini. Ia tidak akan pernah lupa karena itu terasa manis dan lembut di bibirnya. Dan sepertinya bukan hanya dia yang teringat kejadian pagi itu... Gadis itu berdebar-debar. Sangat berdebar. "...tidak." lalu didapatinya Luhan tersenyum. Kembali memundurkan kepalanya dan senyuman itu tidak segera hilang dari bibirnya.

Darah mengalir ke pipi gadis tersebut, mereka memanas saat tahu kalau ia lagi-lagi merasa aneh pada jantungnya sendiri yang lagi menggila di sana. Tapi siapa yang menyangka Luhan tiba-tiba berdiri dari posisinya dan menepuk kepalanya pelan.

"Baiklah. Aku takkan mengganggumu lagi. Selesai makan, sisir rambutmu. Hm?"

"T-tentu." jawabnya menghindari tatapan Luhan dan kembali menghabiskan makan malamnya. Panas di pipinya semakin menjadi karena sadar ia kedengaran gugup.

Begitu Luhan keluar dari dapur, Theyo menghembuskan nafasnya lega. Benar-benar lega. Ada apa dengannya? Ia pikir mungkin ini waktunya ia pergi ke psikolog atau semacamnya. Karena untuk pertama kali dalam tujuh belas tahun hidupnya, ia merasakan fantasi seperti ini bila itu dengan Luhan.

Dan ia tidak menyukainya. Sehingga ia pun menepuk-nepuk pipinya kuat. Ia bersumpah hal ini akan terus ia lakukan sampai wajah Luhan hilang dari pikirannya. Ini membuatnya sama sekali tidak nyaman.

Karena ia sama sekali tidak tahu apa yang baru saja terjadi.

 

—Theyo's POV—

Selesai menyikat gigiku, aku lalu berjalan keluar dari kamar mandi seperti seekor siput. Lelet sekali, ditambah aku menyeret kakiku di lantai. Jujur saja, ini efek kejadian memalukan tadi. Apa yang bisa dibilang memalukan? Itu menggelikan. Kau tahu, jantungku terus menimbulkan bunyi 'dag', 'dig', 'dug', 'dag', 'dig', 'dug' ketika wajah Lu— jangan! Jangan sebut namanya lagi! Atau bunyi detakan jantung tak stabil itu akan berubah menjadi suara ledakkan. Aku berada dalam bahaya. Ada apa denganku? Bagaimana bisa ada hal seperti itu? "Stop beating like that!" ucapku berbisik pada diri sendiri sambil menepuk-nepuk dadaku disertai helaa

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Riaa_Osehhlovu #1
Chapter 48: Antara ecxited sama sedih tokoh utamanya ganti :')
Tapi tetep bakal nunggu sekuelnya koks
ChanCartSoo #2
Chapter 48: Save offline nya di disable ama authornya


Bgst
ChanCartSoo #3
Chapter 48: Q suka lah ni cerite
zaa29b_byeol
#4
Chapter 47: Ini aku belum baca ya? Ah bodo amat. Bagus, bloom! Great one!
crunchymiki
#5
Chapter 47: ane nyengir-nyengir sendiri bacanya anjjayyy >\\\\<
alterallegra #6
Chapter 47: Wow.. Great ff Story i have read ever..
Jongin-ahh #7
Chapter 47: Endingnya gantung bgt gitu authornim T.T
Jongin-ahh #8
Chapter 47: Gue senyum2 sendiri baca ini T.T lebih sweet dr es krimnya theyo ini mah:3
Jongin-ahh #9
Chapter 44: Gue baca dari awal masa T.T chapter ini menggemaskan ><
keyhobbs
#10
Chapter 47: wwoahh!!!author jjang! Gmana bisa endingnya sekeren ini, ya ampun, dan Taehyun akhirnya sama Dara yeyy!! Terus terus Theyo sama Luhan, awalnya aku lebih suka kalo Theyo sama Baek tpi pas baca scene yg mereka jadian jadi ikutan seneng juga, jdinya bingung-_- sebenernya aku suka Theyo-Luhan atau Baek-yo hihi, tpi y sudahlah ya, yg penting pada akhirnya semuanya bahagia,hihi!