Page42: Let's Be True

Hacker
Please Subscribe to read the full chapter

Suasana penuh kejutan tak terelakkan. Tatapan kecewa terus melayang ke arah mereka berlima seiring dengan langkah kaki Theyo dan kedua orang tuanya mendekat.

Baekhyun yang paling lama ditatap oleh gadis dengan matanya yang sembab, hanya dengan itu nyali sekaligus cuatan rasa bersalah langsung memenuhi isi kepalanya yang memang sudah penuh itu.

Kris, Baekhyun, Sehun, Theyo, dan kedua orang tuanya lalu masuk ke ruang kerja ibunya yang terletak di sebelah dapur. Merasa tercekik akibat membiarkan kesunyian yang memenuhi ruangan tersebut.

"Katakan. Jelaskan pada mereka." untuk pertama kalinya, setelah sekian lama tak mendengar bagaimana itu nada bicara tersadis yang pernah masuk ke telinga Kris dan temannya, akhirnya mereka kembali mendengar nada itu keluar dari bibir Theyo yang lengannya ditahan oleh ayahnya sendiri.

Tanyakan padanya kenapa ketika sambil mengatakan hal itu dia menatap Baekhyun?

"Ahjumma, semua yang ia katakan padamu," Kris berjuang penuh membalas tatapan berkaca-kaca dari orang tua di hadapannya. Tak sempat menarik nafas, ia langsung melanjutkan, "...dia mengatakan kebenaran."

"Jelaskan padaku, jelaskan padaku bagaimana agar aku percaya pada hal seperti itu," ibunya nampak semakin tak kuasa menahan tangisan. Berharap betul dirinya salah besar dalam membuat kesimpulan pada anaknya namun hal tak logis seperti yang mereka katakan, jujur saja, bagaimana mereka dapat membuatnya berharap kalau semua yang Theyo katakan memang benar adanya?

Kris mengeluarkan ponsel, beberapa gambar terpampang di sana menampakkan beberapa jepretan pemandangan dan foto mereka yang terlihat diambil secara diam-diam. Dari siapa ia mendapatkan gambar itu jika bukan dari Lay dan Kyungsoo?

Helaan nafas keluar disertai tangisan kala ibu jari wanita tua itu menggeser beberapa gambar pada ponsel Kris. Dikembalikannya ponsel itu segera dan ia menarik lengan anaknya. Seketika dekapan hangat langsung menjalari tubuh keduanya lengkap dengan permintaan maaf penuh penyesalan yang tulus. Sementara sang ayah mengelusi bahu putrinya ikut merasa bersalah mengenai hal yang membuat anaknya merasa kecewa pada perlakuan mereka.

Tahu ia juga pantas merasa bersalah, Baekhyun menggertakan giginya dan mengalihkan pandangan, dari awal bawaannya memang adalah menangis. Mereka bertiga yang berada di sana sudah tahu kalau sesaat lagi takkan ada kata termaafkan yang akan mereka dapat. Sehingga Baekhyun dan dua temannya yang lain hanya dapat geming menunggu detik yang berdenging menyatakan keputusannya sesaat lagi.

"Kami sungguh meminta maaf. Apa yang kau dengar memang tak bisa dipercaya tapi memang itu kejadian sebenarnya," Baekhyun menangis, melepas topinya dan menggenggam benda itu erat-erat. Tak lain kalau Kris dan Sehun ikut merasakan hal yang sama namun mereka hanya meneteskan air mata tanpa sesenggukan berlebihan sepertinya. "Maaf membuatmu berpikir demikian mengenai anakmu," imbuhnya. Sang ahjumma melepas pelukan dari anaknya, menghampiri Baekhyun yang berada dua langkah di depan perlahan. Ia meraih dan mengusap sisi kepalanya lembut. Yang mana itu hanya memperburuk keadaan Baekhyun yang langsung terbawa suasana drama akibat rindu kasih sayang orang tuanya sendiri.

"Kalian penuh dengan kejutan," ucapnya pelan. Kris dan Sehun memaksakan sebuah senyuman padanya.

"Kau tidak memecat kami karena hal ini 'kan?" Sehun bertanya takut-takut. Dan ia makin gusar kala melihat respon dari orang ditanya hanya menatapinya lalu menatap Kris cukup lama.

Dan helaan nafasnya keluar disertai sebuah senyuman lemah. Sekelebat rasa kecewa dan perasaan lainnya menjadi satu, membawa ia pada pemikiran positif mana yang patut ia ambil dari kejadian ini. Sehingga memutuskan untuk menimpali senyuman itu dengan berkata, "Kembali bekerja."

***

Ayah Theyo sudah pergi dari kafe untuk kembali ke kantornya. Meninggalkan Theyo yang memang tidak berminat pada tumpangan pulang dengan sang ayah. Ia keluar bersamaan dengan Kris, Sehun, dan Baekhyun dari ruangan ibunya. Arah bola matanya terus terpusat pada lantai, menunjukkan pada ketiga pemuda tersebut kalau ia sama sekali tidak berniat membalas satu pun dari tatapan yang mengarah padanya saat ini.

"Kita harus bicara," ucap Kris tiba-tiba.

Theyo pikir Kris tidak punya nyali untuk mengatakan hal itu padanya, namun melihat langkah besar pemuda tinggi itu yang memberi sinyal untuknya agar mengikuti, Theyo malah makin dibuat terkejut. Terpaksa mengikutinya karena dari awal jika sudah seperti ini kasus yang ia alami akibat mereka, pembicaraan apa pun itu takkan mau ia memberi secuil pun nafasnya terbuang untuk itu.

Pintu ruang ganti terbuka, sekarang Theyo masih berada dengan orang yang sama. Berdiri dengan kedua tangan berada di samping pahanya, ia berniat memulai dengan perasaannya yang sudah tidak karuan harus berbuat apa pada mereka.

"I really doesn't give a about things you'll try to explain."

Menghela nafas, Kris selalu beranggapan kalau Theyo selalu baik dalam memulai pembicaraan yang akan membuat orang di sekitarnya tak dapat menaruh harapan.

"Jika kau tidak mau kami menjelaskan, setidaknya tolong bersedia memaafkan kami. Jika semua yang kau inginkan adalah kami sungguh enyah dari kehidupanmu kami bisa melakukannya, tapi jangan biarkan kami dihantui rasa bersalah padamu," tutur Kris masih frustasi ingin menebak apa yang akan gadis di hadapan mereka ini lakukan.

"Kenapa kau berkata seakan-akan aku yang jahat di sini?" baru Theyo menaikkan arah bola mata pada Kris. Membuat mereka hening akibat nada bicara tersebut.

"Aku tahu kau tidak mungkin mau menginginkan keberadaan kami setelah kejadian ini," balas Kris.

"Kalau aku memang tidak mau, bukan kalian yang akan berusaha enyah dari hadapanku sekarang, akulah yang harusnya mengenyahkan kalian jika kau bicara mengenai diri kalian yang tidak akan muncul lagi di kehidupanku." benar. Semua yang dikatakannya benar. "Apa yang kau pikirkan saat mengatakan hal itu, Kris? Sama seperti Luhan, apa kau sudah mempersiapkan dialog itu sejak tahu kejadian ini?"

"Kau benar... Kalau begitu lakukanlah,"

Perkataan yang terlontar kembali dari Kris malah balik membuat dia sakit hati. Masih merasa kecewa pada orang tuanya, sekarang mereka ikut membuat ia merasa tidak diinginkan dan bertanya dalam hati apa mereka sama sekali tidak mau berusaha agar membujuknya dengan sesuatu? Apa benar mereka sungguh menyimpulkan kalau ia takkan memaafkan mereka? Ia saja harus berusaha sendirian mencari keberadaan mereka tetapi mereka langsung beranggapan kalau dia tidak mungkin menerima permintaan maaf dan malah jadi membuatnya merasa terusir.

"Kalian sungguh mau aku melakukan itu?" Theyo bertanya, suaranya kembali parau. "Jika pada akhirnya aku hanya akan melakukan hal itu, tidak akan dari awal aku bersedia mengemis pada ibuku agar aku bisa kemari dan menunjukkan padanya kalau aku memang masih waras. Atau tidak mungkin aku mau mengikutimu kemari agar kita dapat bicara. Kalau dari awal aku memang akan berakhir di rumah sakit jiwa di situlah kalian boleh berpikir kalau aku memang tak lagi menginkan kehadiran kalian."

"Mana kami tahu kau akan—"

"Diam!" Baekhyun memotong perkataan Kris. Dia berjalan dengan cepat menghampiri Theyo dan mencengkeram bahu gadis itu. "Jangan dengar omongannya. Apa pun yang terjadi, mau kau memaafkan kami atau tidak, aku dan Sehun takkan mau pergi lagi, aku juga takkan pergi lagi," dimulai Baekhyun dan dialog dramanya. Ditatapnya lekat-lekat tatapan kecewa bercampur kebencian itu. Merasa patut mendapatkannya dan berharap Theyo dapat tahu, mengerti segala hal dan maksud dari hal singkat yang dikatakannya. "Kau tentu masih ingat satu hal, aku masih menyimpan permintaan yang harus kau kabulkan."

"Apa yang kau inginkan dariku agar aku mengabulkannya?" Theyo bertanya geram. Tidak tahu kenapa Baekhyun masih sempat membahas itu di saat dirinya masih merasa kesal.

"Permintaanku adalah, maafkan aku, maafkan kami semua. Kau mau mengabulkannya?"

Theyo diam. Merasa kalau Baekhyun tidak perlu mengatakan permintaannya untuk itu karena ia memang akan memaafkannya, tapi tidak jika kenyataannya adalah seperti yang Kris katakan. Ia sungguh merasa tersakiti di sini.

"I'm tired of this," Theyo mengalihkan pandangan, masih membiarkan telapak Baekhyun berada pada kedua sisi bahunya. "Asal kalian tahu kalau aku baru mengetahuinya pagi ini," akunya. Emosi yang ada dalam pikirannya perlahan turun menjadi kepalan erat pada kedua tangannya. "Aku memang kesal, aku marah dan kecewa pada kalian yang ternyata tahu bagaimana keadaanku selama ini namun memilih mengabaikannya. Tapi aku tahu kalau itu hanya akan berlangsung singkat. Jika bertemu kalian, aku hanya mengharapkan kalian meminta maaf padaku, dan aku ingin tahu apa kalian menyesal melakukan itu tapi kenapa kalian malah berkata agar aku atau kalian lebih baik pergi? Bukannya kalian sudah bukan lagi Hacker lantas di mana perasaan kalian?" dan pada akhirnya ia adalah satu-satunya orang yang menjelaskan semuanya pada mereka.

Baekhyun yang tidak tahan melihat gadis itu berusaha menahan tangisannya menggertakan gigi kesal. Kedua kalinya menginginkan bila ia dan tangannya dapat memeluk, membiarkan gadis itu menangis seperti terakhir kali ia menangis akibat merasa dibohongi dan dikhianati. Tanpa ragu ia melakukannya. Dan di luar ekspetasi tidak ada perlawanan saat ia membiarkan gadis dengan tinggi hampir sejajar dengannya itu mulai menangis dan balas memeluk dirinya. Baekhyun sampai tidak tahu ia harus tersenyum atau merasa sedih.

"Aku berusaha menemukan kalian, dan kalian sudah berada di sini. Tapi Kris berkata kalau sebaiknya kalian pergi. Bukankah sebagai teman kalian itu bodoh?"

"Satu-satunya alasan kenapa kami belum mau menemuimu karena saat itu semua hal sangatlah berantakan. Kami berusaha menata hidup baru lebih dulu agar nantinya ketika berhadapan denganmu bukanlah sama seperti saat kau pertama kali melihat kami." Sehun menjelaskan, merasa sedikit lega pada beberapa hal yang baru saja ia ketahui. Sepenuhnya Sehun setuju pada setiap kata yang diakui gadis itu.

Walaupun pada akhirnya akan sama saja, Theyo mencoba mengerti. Setiap permasalahan mereka yang kadang tak pernah bisa dicernanya. Ia akan membiarkan semua itu tidak lagi menjadi masalah.

Namun satu hal, ia ingin tahu ke mana orang yang benar-benar ia cari. Tidak bertanya karena Kris yang kemudian menjelaskan di mana pemuda tersebut saat ini. Menjelaskan apa yang dilakukannya di sana dan mengapa.

Theyo juga membiarkan itu untuk tidak jadi masalah, karena dua hari kemudian mereka pasti akan bertemu.

Keduanya sama-sama menunggu, untuk itu ia sendiri tahu apa yang akan menjadi tanggapan saat pemuda cantik itu akan datang menemuinya.

.

.

.

.

***

—Theyo's POV—

Ini adalah hari Senin, empat hari setelah kejadian tersebut. Dan empat hariku yang merasa dibohongi karena tak mendapat kabar apa pun dari Kris yang katanya sudah menelepon Luhan atau mengirimnya SMS. Dua hari lalu yang katanya Luhan akan datang aku pergi ke kafe pulang sekolah. Tidak ada tanda-tanda kehidupan mahluk astral tersebut jadi aku memilih pulang saja. Sebenarnya aku mau-mau saja ditawari makan minum gratis di sana, tapi, salahkan mereka yang sama sekali tidak menyelipkan menu dengan bahan dasar es krim. Jadi selepas pamit dengan ibu untuk pulang ke rumah, aku berbohong dan malah mampir ke kafe favoritku.

Nahas, saat aku sampai mereka sedang mengadakan acara ulang tahun besar-besaran sehingga pelanggan umum dilarang masuk. Kupikir ini adalah akibat aku yang berbohong pada ibu.

Aku dan Kris sempat bertukar nomor telepon, hanya untuk memberitahu jika ia sudah mendapat balasan dari Luhan. Aku sendiri tidak mau nomor Luhan yang sudah punya ponsel baru karena percuma saja nantinya.

Kalau memang aku masih harus menunggu sampai besok, lebih baik sepulang sekolah ini aku pergi melihat Taehyun.

Bicara mengenai pria itu, kemarin aku mengunjunginya yang masih dirawat untuk istirahat. Namun polisi Park berkata pada Taehyun yang dua hari lalu baru terbangun dari komanya agar dia dapat menjalani hukuman atas kecelakaan itu dimulai dari hari Senin ini. Jadi dari pada karatan menunggu sesuatu yang tidak jelas kabarnya aku memilih mencari kegiatan lain. Mungkin menemaninya melakukan pelayanan masyarakat merupakan sebuah ide bagus. Namun, bisa kembali dijahili Taehyun adalah satu-satunya hal yang sekarang kuinginkan.

Lagipula waktu yang bagus, karena akan menghadapi berbagai ujian jadi baru-baru ini kegiatan ekskul tidak seaktif minggu-minggu yang lalu. Hanya jadwalnya yang dikurangi sehingga waktu pulang jadi lebih cepat.

Seperti hari ini, pulang sekolah dan bimbel aku memang masih ada pertemuan dengan guru les bahasa Perancisku. Terhitung baru sepuluh kali pertemuan jadi jika Sir mengajakku bicara dengan bahasa itu sedikit-sedikit aku tidak perlu lagi membuka-buka kamus.

Menunggu guru les pertama datang, aku menoleh ke jam tangan baru yang kubeli dari Hanbin. Itu demi menyenangkan hatinya yang waktu itu sempat kubentak. Tidak biasanya Mr. Lee terlambat begini lama. Sudah hampir lima belas menit dan dia belum datang juga.

Suasana kelas pun menjadi lebih liar karena berpikir mungkin telah terjadi kemalangan yang mengakibatkan Mr. Lee tak dapat hadir ke kelas. Aku menghela nafas panjang, kembali fokus ke luar jendela dan termenung sebentar. Tidak mengacuhkan Victoria yang sedang bahagia karena tahu-tahu kemarin Nickhun minta balikkan dengannya.

Rasa bosan pun tiba-tiba menjalari tubuh. Jadi aku memutuskan untuk meletakkan kepalaku di atas meja dan begitu rasa kantuk tak wajar datang padaku, aku malah ikutan berharap kalau Mr. Lee sungguhan tidak datang ke kelas hari ini.

"Okay class,"

. Doaku malah kebalikannya. Guru itu datang tepat di saat pikiranku akan tertidur di alam lain. Dan ke mana desahan kecewa penghuni kelas yang harusnya terdengar sekarang? Namun aku malah mendengar pekikan senang yang cuma berhasil membuat telingaku gatal. "Tolong, perhatikannya ke depan,"

Maaf, Mr. Lee. Aku hanya ingin memerhatikan materi pelajaran yang kau bawa. Bukan keributan ini.

"Kita punya murid baru, seperti yang kalian lihat,"

ASTAGA! Apa itu berarti aku akan punya pasangan teman sebangku lagi?! Hell no!

"Dia pindah kemari sebab keinginannya sendiri,"

Keinginan sendiri kau bilang? Dia pasti anak bermasalah. Apa kelas 3-1 nampak seperti kelas buangan? Kenapa anak baru yang masuk harus menjadi bagian dari deretan absensi kami?

Baik aku sudah pasrah. Aku menggertakkan gigi kesal, lalu mulai memasang earphone diam-diam. Terserah murid baru itu mau bermasalah atau tidak, hanya saja siapa saja tolong kabulkan permintaanku. Semoga dia orang yang pintar.

"Baik, selamat pagi teman-teman!!!"

Wait... Suara seruan ini mirip dengan seseorang. Namun karena tidak mau peduli aku kembali fokus pada alunan piano Beethoven.

"PAGIII!!!!"

"Sepertinya mereka semua sudah kenal semua padaku, benar atau tidak?"

Sorakan YA keluar dari

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Riaa_Osehhlovu #1
Chapter 48: Antara ecxited sama sedih tokoh utamanya ganti :')
Tapi tetep bakal nunggu sekuelnya koks
ChanCartSoo #2
Chapter 48: Save offline nya di disable ama authornya


Bgst
ChanCartSoo #3
Chapter 48: Q suka lah ni cerite
zaa29b_byeol
#4
Chapter 47: Ini aku belum baca ya? Ah bodo amat. Bagus, bloom! Great one!
crunchymiki
#5
Chapter 47: ane nyengir-nyengir sendiri bacanya anjjayyy >\\\\<
alterallegra #6
Chapter 47: Wow.. Great ff Story i have read ever..
Jongin-ahh #7
Chapter 47: Endingnya gantung bgt gitu authornim T.T
Jongin-ahh #8
Chapter 47: Gue senyum2 sendiri baca ini T.T lebih sweet dr es krimnya theyo ini mah:3
Jongin-ahh #9
Chapter 44: Gue baca dari awal masa T.T chapter ini menggemaskan ><
keyhobbs
#10
Chapter 47: wwoahh!!!author jjang! Gmana bisa endingnya sekeren ini, ya ampun, dan Taehyun akhirnya sama Dara yeyy!! Terus terus Theyo sama Luhan, awalnya aku lebih suka kalo Theyo sama Baek tpi pas baca scene yg mereka jadian jadi ikutan seneng juga, jdinya bingung-_- sebenernya aku suka Theyo-Luhan atau Baek-yo hihi, tpi y sudahlah ya, yg penting pada akhirnya semuanya bahagia,hihi!