Page36: Confused

Hacker
Please Subscribe to read the full chapter

—Theyo's POV—

Siapa yang mau datang ke kafe itu lagi? Aku? Buruk! Ibu terlihat menyembunyikan sesuatu dan aku tidak tahu apa itu dan aku juga tidak berniat ingin tahu.

Aku menggerutu kesal sendiri sambil menoleh keluar jendela bis. Aku benar-benar pulang sendirian sambil memikirkan kenyataan bahwa aku bohong kalau aku merasa diikuti hanya saja aku mau tahu apa reaksi ibu apa akan tetap tak peduli atau tidak. Dan karena, saat aku, Luna, dan Victoria membeli kado untuk Hanbin mereka bercerita sepertinya ada yang mengikutiku dan mungkin itu adik kelas yang menjadi fans, sebelum mereka menyebutkan kata adik kelas aku malah terlintas teman-teman lamaku itu. Aku tidak merasa diikuti, mungkin akan semakin merasa kalau aku terus mengingatnya. Karena aku merasa tidak aman hanya saja... terserahlah, ibu bilang itu hanya hayalan dan ada baiknya aku percaya agar kepalaku tidak meledak dalam beberapa jam ke depan.

Aku sudah tidak mau tahu menahu lagi soal Hacker dan website itu, tapi kenapa aku merasa seakan-akan mereka yang kuanggap menghilang itu masih berada di sekitarku? Aku terlalu banyak berhayal dan bermimpi akhir-akhir ini bertemu mereka. Aku lebih banyak memakan es krim sekarang dan berat badanku bahkan tetap di angka yang sama. Bahkan Victoria bilang aku semakin kurus. Ini benar-benar menyebalkan. Saat mereka menghilang apa mereka tetap harus menghantuiku dengan masalah yang membuatku harus menaruh kesalahan ini pada mereka?

Terserah.

Walaupun punya teman aku tahu aku tidak butuh mereka sepenuhnya.

Padahal aku sendiri yang bilang mau berubah dan berteman. Jika masalahnya serumit ini, hanya membuatku semakin ingin sendirian dan menjauh dari teman-teman di kelasku. Aku jadi merasa harus kembali bersikap biasa. Aku mau tidak ada orang yang akan meneriakan namaku lalu berlari ke mejaku memaksa sesuatu. Mengajakku makan siang bersama di saat aku mau mendengarkan musik dengan santai di perpustakaan. Aku tidak memberikan kado, aku yang biasanya mendapat kado walau bukan hari ulang tahunku. Aku tidak mengajak orang atau diajak. Aku hanya mau hal lama tak wajar yang bagiku itu wajar. Aku jadi tidak mau lagi pergi ke acara seperti itu lagi walau tidak ada ruginya buatku.

Yang kutahu aku hanya mau sendiri. Ide bagus meminta ibu atau ayah mengunciku di kamar. Atau lebih baik aku berdoa agar Taehyun cepat sadar.

Taehyun... harusnya dia yang mengembalikan semua ini. Dasar. Membuatku menderita saja.

***

Esoknya, aku pulang sekolah dengan sepeda kumbang norak yang kutitip pada anak kantin, maaf, Jinyoung maksudku. Ini masih sore sekitar pukul empat.

Sesekali aku menoleh saat akan berbelok hanya untuk memastikan, tidak pernah benar-benar ada orang yang mengikutiku. Memang kalau di sekolah biasanya ada saja sih.

Rasanya lebih nyaman naik sepeda. Perasaanku lebih ringan, tapi lelah juga. Rumahku benar-benar masih jauh. Angin sore agak membuatku lebih semangat mengayuh sepeda. Melewati sebuah apotek, aku baru ingat hari ini aku berencana akan ke rumah sakit menjenguk Taehyun lagi.

"."

Jadi sebelum aku salah jalan segera aku membelokkan sepeda karena kulihat jalanan yang menjadi jalurku sepi kendaraan. Tapi aku malah berakhir dengan—

"Aaaaa!!!"

Efek suara tabrakan hilang begitu saja saat rasanya aku mau berakhir terbaring dalam keaadan seperti ini menunggu seseorang ada yang menolong. Dadaku terasa bergemuruh, kukira aku akan mengalami kecelakaan lagi. Kepalaku berdenyut nyeri, kakiku sepertinya terluka, cobaan apa ini...

"A-a-ahh... kakiku..." sialnya, memang tidak ada yang mau menolong walau aku meringis dengan mata terpejam namun dan aku juga tidak terlalu berharap. Dan sepertinya sepedaku baik-baik saja. Aku berniat bangun namun terhenti saat mendengar suara bisik-bisik mengenai keaadan konyolku saat ini. Kepalaku yang nyeri tidak membantuku untuk memilih beranjak bangkit lebih cepat.

"Bagaimana ini? Dia tidak bergerak."

Aku semakin terdiam saat kira-kira dalam radius dua meter ada seorang pemuda berbisik kembali pada temannya. Aku malah jadi lupa juga untuk bangun karena merasa familiar dengan suara pemuda ini.

"Aku tidak tahu kenapa dia berbelok tiba-tiba menabrak pembatas jalan langsung pingsan."

W-what the...

"Mau bagaimana lagi? Kita saja yang tolong!"

Tunggu—tunggu—tunggu!

"Yak! Kalau dia bangun? Mati kita!"

Apa ini? Ini mimpi 'kan? Katakan padaku ini mimpi. Suara cadel itu, suara kewanitaan itu. Penguntit, aku benar-benar dikuntit?!

"Tidak, kan sudah kubilang padamu dia dalam kondisi lemah."

"Tapi, kalau dia..."

"Sudahlah, hyung. Ini darurat, pakai maskermu."

"Baik. Biarkan aku menggendongnya, kau bawa sepedanya."

"Ya."

Suara langkah sepatu menuju ke arahku. Aku menunggu. Aku belum bisa membuka mata. Aku masih berpura-pura. Aku merasakan kedua pemuda itu sudah berada di dekatku.

Debaran jantung di balik sekat milikku semakin menjadi, pemikiran di dalam otak terasa bercampur aduk. Aku berkeringat dingin. Kuharap itu bukan orang yang kukenal. Ada apa ini, aku masih berhayal? Konyol. Jelas-jelas aku mendengar suara kendaraan dan beberapa manusia. Bahkan ada suara anjing menggonggong.

Aliran darahku mengalir lebih cepat, terasa seperti itu tapi yang benar saja, saat ini sebuah tangan berniat menarik tubuhku duduk untuk diangkat. Siapa dia? Aku masih memejamkan mata dengan paksa dan membuat tubuhku dalam keadaan terkulai lemas. Saat aku sudah merasa tubuhku terangkat, dalam hitungan detik, mataku terbuka. Penasaran setengah mati dengan sosok yang terasa pendek mengangkat tubuhku.

"Kita bawa dia ke—" perkataannya terhenti saat matanya mendapati aku menatapnya. Aku langsung melakukan eye contact dengan pemuda bermasker dengan mata sipit yang menggendongku beberapa saat. Seketika saja, terjadi perubahan drastis pada diameter bola matanya. Ia melotot kaget termasuk aku yang menganga dalam gendongan tubuhnya, merasa kenal dengan sorot mata itu. Aku tidak akan lupa.

Ya! Mata sipit itu!

Apalagi ketika aku mendengar suara jeritan wanita yang keluar dari mulutnya.

"AAAAAA!!!!"

Byun Baekhyun.

Sial.

Adegan selanjutnya adalah ketika di mana aku tidak sadarkan diri dan terdengar efek suara sesuatu menghantam sesuatu. Bukan dijatuhkan.

Aku dibanting!

Dan aku tidak tahu lagi apa yang terjadi.

***

Aku terbangun dengan kepala yang terasa pusing sa

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Riaa_Osehhlovu #1
Chapter 48: Antara ecxited sama sedih tokoh utamanya ganti :')
Tapi tetep bakal nunggu sekuelnya koks
ChanCartSoo #2
Chapter 48: Save offline nya di disable ama authornya


Bgst
ChanCartSoo #3
Chapter 48: Q suka lah ni cerite
zaa29b_byeol
#4
Chapter 47: Ini aku belum baca ya? Ah bodo amat. Bagus, bloom! Great one!
crunchymiki
#5
Chapter 47: ane nyengir-nyengir sendiri bacanya anjjayyy >\\\\<
alterallegra #6
Chapter 47: Wow.. Great ff Story i have read ever..
Jongin-ahh #7
Chapter 47: Endingnya gantung bgt gitu authornim T.T
Jongin-ahh #8
Chapter 47: Gue senyum2 sendiri baca ini T.T lebih sweet dr es krimnya theyo ini mah:3
Jongin-ahh #9
Chapter 44: Gue baca dari awal masa T.T chapter ini menggemaskan ><
keyhobbs
#10
Chapter 47: wwoahh!!!author jjang! Gmana bisa endingnya sekeren ini, ya ampun, dan Taehyun akhirnya sama Dara yeyy!! Terus terus Theyo sama Luhan, awalnya aku lebih suka kalo Theyo sama Baek tpi pas baca scene yg mereka jadian jadi ikutan seneng juga, jdinya bingung-_- sebenernya aku suka Theyo-Luhan atau Baek-yo hihi, tpi y sudahlah ya, yg penting pada akhirnya semuanya bahagia,hihi!