Page40: Unsettled Time

Hacker
Please Subscribe to read the full chapter

—Theyo's POV—

Angin sore kali ini berhembus kencang, aku menikmatinya dalam perjalanan pulang dengan mobil ayah. Ia sempat mengomel takut aku masuk angin namun aku tidak peduli pada sifat anehnya yang sok perhatian mau aku sakit atau tidak. Mataku masih terasa sembab. Entah besok sudah tidak kelihatan atau tidak aku harap Luna atau Victoria tidak heboh ketika melihat mataku.

Begitu sampai rumah, aku hanya berpikir untuk merebahkan diriku di atas kasur, ingin sekali berjalan sebentar ke kamar mandi untuk membasuh wajahku namun lantai yang dingin sama sekali tidak membantu niatku untuk melakukan hal tersebut.

Saat berjalan menuju kamarku, aku yang melewati kamar Taehyun terdiam sebentar di depan pintu kamarnya. Sedangkan aku cuma butuh waktu tiga minggu untuk sadar kenapa ia lama sekali. Dalam gumamanku dan perasaanku yang berkecamuk kesal, marah, dan sedih, hampir tidak dapat terasa lagi. Jadi sebelum aku sempat mengambil langkah untuk membuka pintu kamarnya aku langsung beranjak dari situ. Pura-pura tidak mendengar ketika ibu memanggilku untuk segera mandi.

Helaan nafas yang lega dan lelah keluar bersamaan, aku akhirnya dapat berada di antara bantal kesayanganku dan kasur empuk ini. Dan langit-langit kamar berwarna putih yang mulai ditinggali oleh sarang laba-laba membuktikan kalau aku sudah berminggu-minggu tidak membersihkan kamarku.

Tiba-tiba saja aku teralihkan oleh ponsel yang tergeletak kasihan di nakas yang ada di sebelah kasurku. Untukku yang berniat mengambil ponsel itu butuh waktu untuk berpikir dua kali karena entah kenapa kemalasan agaknya secara tiba-tiba muncul dan membuatku terlalu sulit menggerakkan tubuh bahkan tanganku sendiri. Pada akhirnya susah payah aku memiringkan tubuh dan tangan kanan meraih ponselku. Setelah berada dalam genggaman, aku juga bingung sendiri apa yang mau aku lakukan pada benda ini. Kepalaku masih agak berdenyut nyeri setelah dibanting tadi.

Dan entah kenapa aku terkekeh sendiri mengingat apa segitu lemahnya aku sampai bisa langsung pingsan ketika tubuhku dibanting. Tapi serius itu lebih dari sakit sampai sebelum aku pergi ke sebuah pusaran gelap tak sadarkan diri kupikir aku sudah mati di tempat. Sambil berpikir banyak hal rupanya aku sudah menemukan ibu jariku menekan sebuah aplikasi satu-satunya sosial media yang aku punya. Kalian juga tahu apa itu. Iseng-iseng aku menekan tombol tengah yang ada saat membuka aplikasinya. Tidak ada salahnya mengirim satu gambar setelah hampir meninggalkan akun ini dalam keadaan karatan.

Aku mengambil gambar jendela kamarku. Langit sore yang terpampang di luar jendela lalu di layar ponselku membuatku tersenyum sendiri walau kadang kalau aku memfoto pemandangan ada saja yang berkomentar kalau aku memang payah dalam hal itu. Siapa lagi kalau bukan Mino atau Seunghoon beserta temannya yang sering ribut di kolom komentarku. Pernah pula mereka membahas acara ulang tahun Jinwoo dan mengucapkannya dengan berkomentar pada postinganku.

Menjepret gambarnya, di sana aku hanya menaruh caption: Tidak ada es krim hari ini.

Selesai me-loading aku menutup aplikasi itu dan mengunci layarnya lagi. Mengembalikan ke tempat benda itu semula saja kemalasan tak wajarku lagi-lagi muncul. Jadi aku hanya menggenggam benda itu dan memejamkan mata bersiap untuk mengarungi dunia lainnya ketika berada dalam alam bawah sadar. Sebelum sempat terlelap, kenapa aku jadi ingat sesuatu yang menjengkelkan saat aku berusaha untuk tidur?

Menahan senyuman menyedihkan dari kedua sudut bibirku, malah helaan nafas yang keluar dengan beratnya.

Aku kembali membuka mata dan rupanya benar-benar tak dapat tidur. Pemikiran untuk mandi merupakan satu-satunya cara agar nanti diriku mudah terlelap. Tidak bisa dipungkiri bagaimana telapak kakiku mulai merinding membayangkan akan menginjak lantai dingin kamar mandi.

 

 

—3rd POV—

Lagi-lagi saat akan melakukan pergantian shift, Sehun dan Baekhyun terlambat. Memang sih hanya beberapa menit namun tidak bisa menghilangkan wajah curiga Kris yang sedang melipat tangannya di depan dada dengan mata memicing ke arah mereka berdua di ruang ganti.

Kris lalu berdehem, dua orang lain yang ada di sana sudah was-was dengan gerak gerik tak bisa ditebak miliknya.

"Kalian berdua tidak berusaha menyembunyikan sebuah hubungan terlarang 'kan?"

"Yak!" Baekhyun merespon cepat dengan melibaskan apron yang baru akan ia pakai itu ke wajah Kris ganas.

"Ih, aku cuma bercanda, lho tapi sepertinya ada yang serius menanggapi leluconku." Kris menyeringai menjengkelkan, kepalan tangan Baekhyun yang tidak ada pengaruh apa pun untuk menghilangkan seringaian itu berubah menjadi helaan nafas saat ia sendiri mulai berjongkok sambil menyembunyikan wajahnya dan menghela nafas panjang. "Heh, kau bawa perasaan sekali sih?" komentar Kris membuat Baekhyun bergeming di tempatnya. Sementara Sehun yang sudah selesai pura-pura tidak terlibat dan meninggalkan mereka berdua di ruangan itu. Kris sempat ingin menyusul langkah Sehun namun suara serak Baekhyun berhasil menarik niatnya tadi.

"Theyo masuk rumah sakit lagi."

Kris hanya bisa merespon dengan sahutan kata apa yang otomatis keluar dari mulutnya.

"Aku mau kau mendengarkan sesuatu." kali ini pemuda mungil itu berdiri dan memberikan ponselnya pada Kris yang sempat terdiam tidak menggerakkan tangan untuk menerima benda itu. "Dengar rekaman suaranya baik-baik." Mmngakhiri perkataannya, Baekhyun meraih telapak tangan Kris untuk memberikan ponselnya lalu keluar dari ruangan itu sambil memasang topi dan apronnya kilat. Membiarkan Kris terdiam di sana tanpa bisa berkomentar lagi. Memandang ponsel Baekhyun di tangannya dengan tatapan kosong namun selanjutnya ia mulai membuka kunci layar ponsel itu.

"Ke mana ahjumma?" Chanyeol berbisik menghampiri Baekhyun yang baru saja sampai pada posisinya. Baekhyun yang tahu jawabannya cuma diam memasang wajah malas dengan bibir manyun yang entah kenapa membuat Chanyeol hampir menggunakan tangannya untuk menepuk bibir itu. "Ah, aku ini straight, Baekhyun. Kalau kau menggemaskan begitu mungkin bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan."

"Aku mencium bau kebohongan~" tiba-tiba saja Sehun menyambung.

"Lalu?" tanya Baekhyun tak berubah posisi. Seakan keberadaan si pucat Sehun adalah angin lalu—tapi saat Chanyeol memberi death glare padanya kurasa sosok pemuda itu lebih buruk dari pada angin.

"Kau bahkan menggemaskan dalam kategori pria. Bagaimana kalau kau ikut audisi pencarian bakat?" jawab Chanyeol kali ini melipat tangannya, menautkan alis menatap Baekhyun lekat.

Baekhyun sendiri masih memasang wajah malas, meniup poni lalu, "Oh." memberikan salah satu respon paling menjengkelkan di dunia.

"Jaga sikap. Ada pelanggan datang." Chanyeol berbisik menggoda Baekhyun, kemudian beranjak menenteng nampan yang ia pegang bersamanya. Namun peringatan itu tidak membuat Baekhyun mengubah ekspresi malas dirinya saat dua orang siswi berseragam Daewoon menuju ke arahnya dengan riang gembira. Berita tentang kafe Theyo yang memiliki ikon kafe pemuda menggemaskan itu terus tersebar dari mulut ke mulut bahkan sosial media. Walau kabar seperti itu pernah sampai ke telinga Theyo, bahkan saat Luna dan Victoria sedang makan siang dengannya. Ia tidak pernah begitu tertarik datang kesana karena kafe es krim andalan favoritnya jauh lebih menarik—selain karena tentunya ia bisa pulang telat daripada kalau berada di kafe sendiri, bisa jadi ia diusir pergi.

"Oppa~" sapa siswi Daewoon itu bersamaan. Namun segera hilang aura bersahabat itu saat Baekhyun hanya memberi ekspresi memelasnya. Lagi-lagi mereka yang datang. Batinnya bosan.

Dengan nada bicara hampir tak kedengaran, mata sayu, menopang dagunya, Baekhyun menyambut kedua pelanggan itu dengan kata sambutan andalannya, "Selamat datang, selamat malam, aku tidak tahu kalian mau pesan apa jadi katakan apa yang ingin kalian pesan agar ke depannya nama kafe ini bisa berubah."

Salah satu dari mereka mengerutkan kening bingung. "Ada apa denganmu, Baekhyun-oppa?" Tentu saja, karena biasanya ia menyambut mereka dengan senyum ceria dan nada riang tapi hari ini?

"Aku baik-baik saja jadi katakan apa yang mau kalian pesan." jawab Baekhyun. Tetap seperti terakhir kali ia bicara.

"Tapi, oppa, sepertinya kau sakit." siswi yang satunya mengangguk mengiyakan dengan wajah cemas.

"Kalian benar, aku sakit. Jadi apa kalian mau membiarkan aku menderita menunggu kalian mengatakan apa yang ingin kalian pesan? EH?"

Sehun yang berada di sebelah Chanyeol memperhatikan cara Baekhyun melayani pelanggan mereka dengan ekspresi yang sama, hanya saja pemikiran mereka mengenai apa yang terjadi pada Baekhyun itu yang berbeda. Tapi tidak ada yang berani menanyakan hal itu, mungkin bukannya tidak berani, hanya saja Baekhyun jika sudah seperti itu, salah satu tanda-tanda jika sebentar lagi pasti dia akan demam. Chanyeol sendiri yang juga khawatir tidak berniat memaksa Baekhyun membeberkan kenapa ia lemas begitu.

***

Seperti de javu melihat sekarang, seseorang berada di kamarnya sendirian, mengepak pakaiannya tanpa ekspresi namun dengan pikiran yang menumpuk tak karuan, yang ia tahu, tiga hari lagi dirinya akan kembali ke negara—yang bukan tempat asalnya.

Bukan ia tidak betah berada di rumah bibinya, entah kenapa semua terasa begitu asing di sini, tidak ada orang tuanya, tidak ada orang yang begitu ia kenal. Tidak ada orang yang benar-benar bisa membuatnya tidak sekalipun berhenti memikirkan bagaimana kabar Theyo. Walau ia sudah bertanya pada Kris—satu-satunya orang yang dapat dipercaya ia hanya mendapat balasan: Segeralah pulang dan kau akan tahu.

Itupun pesannya beberapa minggu lalu atau lebih tepatnya dua hari setelah ia sampai kemari. Namun beberapa kali hanya Lay dan anak itu saja yang menanyakan kabarnya.

Entahlah, ia pikir mereka benar-benar tidak menginginkan keberadaannya makanya saat ingin kembali ini dia sengaja tidak memberi kabar. Di sini pun begitu, hanya neneknya yang merasa bahagia melihat ia kembali, persoalan orang tuanya antara saudara mereka yang tidak bisa ia mengerti menjadi alasan ia menyimpulkan kalau memang ia sengaja tidak dicari lagi saat berada di Korea oleh paman dan bibinya. Membiarkan begitu saja seorang nenek pikun yang selalu menanyakan ke mana cucunya pergi.

"Luhan,"

Karena agak terkejut neneknya tiba-tiba masuk, Luhan buru-buru merubah ekspresinya dan tersenyum ramah. "Ada apa?" tanyanya menghentikan apa yang lakukan selama sesaat sampai neneknya duduk di kasur di sebelahnya dengan gerakan yang begitu perlahan.

"Oh iya, tetangga kita, Cheng Xiao, dia bilang suruh nenek bilang padamu kalau dia ingin mengajakmu keliling Beijing lagi! Gadis cantik itu tak salah lagi, dia menyukaimu, sayang."

"Kemarin nenek juga bilang begitu. Nenek tidak menyampaikan padanya kalau aku harus berkemas untuk ke Korea? Kau curang," Luhan terkekeh. Sementara wajah neneknya menjadi cemberut.

"Apa yang akan kau lakukan di sana? Berita di televisi bilang kalau Korea Utara akan mengirimkan percobaan nuklir mereka ke Korea Selatan!"

"Benarkah? Aku sama sekali tidak tahu. Kenapa nenek baru beritahu sekarang?" jawab Luhan syok lalu neneknya menepuk bahu Luhan tanpa tahu pemuda itu hanya mencoba untuk menyenangi wanita tua itu.

"Itu dia, bodoh. Tidak usah pergi ke sana, ya? Siapa yang akan kau temui di sana kalau bukan SNSD hah?"

"Tentu saja, aku akan bertemu mereka di sana. Nenek cemburu pada mereka 'kan?~"

"Cheng Xiao yang akan cemburu. Untuk apa nenek cemburu pada mereka? Saat tua nanti wajahnya akan sama sepertiku,"

Luhan dan neneknya berakhir dengan suara tawa yang keluar bersamaan. Walaupun bercanda, sebenarnya bagi Luhan, pertanyaan neneknya itu begitu sulit untuk dijawab. Ia ingin menemui siapa di sana, ia saja masih ragu memikirkan jawabannya sendiri, bahkan terkadang ia melontarkan pertanyaan itu pada dirinya sendiri. Theyo? Teman-temannya? Entahlah, jawaban yang yang selalu sama dalam hatinya itu tidak pernah membuatnya mengangguk pasti dan yakin atas apa yang akan ia lakukan tiga hari lagi.

Ketika suara tawa mereka mereda, neneknya kemudian bertanya, "Kau bisa melanjutkan sekolah di sini. Ada paman... bibi... sepupumu... di mana kau akan tinggal jika kembali ke Korea?"

Semua pertanyaan yang tidak pernah ingin ia dengar tidak bisa terelakkan lagi, sekarang ia benar-benar mendengarnya dengan jelas. Membuat otaknya yang lamban itu seakan berada dalam arena pacuan kuda, terperas habis padahal ia sendiri tahu apa jawaban nekatnya yang dapat ia berikan. Kali ini ia sama sekali tidak bisa menanggapinya dengan sebuah candaan.

"Luhan," suara tenang neneknya kembali membuat ia yang hampir membiarkan dirinya sendiri terhanyut dalam beban pikiran sendiri tersentak. Ekspresi yang jelas menggamba

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Riaa_Osehhlovu #1
Chapter 48: Antara ecxited sama sedih tokoh utamanya ganti :')
Tapi tetep bakal nunggu sekuelnya koks
ChanCartSoo #2
Chapter 48: Save offline nya di disable ama authornya


Bgst
ChanCartSoo #3
Chapter 48: Q suka lah ni cerite
zaa29b_byeol
#4
Chapter 47: Ini aku belum baca ya? Ah bodo amat. Bagus, bloom! Great one!
crunchymiki
#5
Chapter 47: ane nyengir-nyengir sendiri bacanya anjjayyy >\\\\<
alterallegra #6
Chapter 47: Wow.. Great ff Story i have read ever..
Jongin-ahh #7
Chapter 47: Endingnya gantung bgt gitu authornim T.T
Jongin-ahh #8
Chapter 47: Gue senyum2 sendiri baca ini T.T lebih sweet dr es krimnya theyo ini mah:3
Jongin-ahh #9
Chapter 44: Gue baca dari awal masa T.T chapter ini menggemaskan ><
keyhobbs
#10
Chapter 47: wwoahh!!!author jjang! Gmana bisa endingnya sekeren ini, ya ampun, dan Taehyun akhirnya sama Dara yeyy!! Terus terus Theyo sama Luhan, awalnya aku lebih suka kalo Theyo sama Baek tpi pas baca scene yg mereka jadian jadi ikutan seneng juga, jdinya bingung-_- sebenernya aku suka Theyo-Luhan atau Baek-yo hihi, tpi y sudahlah ya, yg penting pada akhirnya semuanya bahagia,hihi!