Beautiful

Kai, Sang Pejuang Cinta

Bkb8bcZCEAAGoA5?format=jpg

 

Para peserta final Olimpiade Science beregu sedang foto bersama setelah pembagian hadiah. Kai dan Bu Haneul menunggu di depan ruangan. Tapi Kai tetap memperhatikan Borin meskipun di luar. Dia rasanya nggak tega aja lihat Borin yang kayaknya kecewa.

Borin bersama Sunyoung dan Somin keluar ruangan, berjalan menuju Kai dan Bu Haneul yang menunggu mereka. Bu Haneul langsung memeluk Borin dkk secara bergantian. Beliau mengucapkan terima kasih karena mereka sudah memberikan yang terbaik buat sekolah. Kai tersenyum melihat momen ini.

Setelah Borin dipeluk oleh Bu Haneul, dia melihat ke arah Kai yang langsung memberinya senyuman. Kai berjalan pelan mendekati Borin untuk memberikan kata-kata semangat. Tapi dia kalah cepat sama Somin.

"Gue perlu bicara sama lo berdua," kata Somin kepada Borin dan Sunyoung, dengan nada dan ekspresi serius.

Tanpa mempedulikan Kai dan Bu Haneul yang agak kaget dengan keseriusan Somin, yang langsung menarik Borin dan Sunyoung buat jalan mengikuti dia. Kai memandang ketiganya. Pengen rasanya dia ikut, karena mendadak merasa khawatir dengan Borin. Tapi niat Kai itu sirna saat dia melihat Suho diiringi Mino dan Bu Gukjoo. Senyum Kai merekah melihat medali emas yang dipakai Suho.

"Woohoo. That's my man!" Kai berjalan ke arah Suho dan membuka tangannya lebar-lebar untuk memberikan selamat.

Suho menyambut pelukan Kai, Keduanya saling menepuk punggung masing-masing sambil ketawa bahagia.

"Gimana Borin?" Tanya Suho setelah melepas pelukan Kai.

Kebahagiaan di wajah Kai sedikit meredup, "Cuma perak. Joohyun yang dapat emas."

"Serius? Ya kok..." Suho kelihatan kaget.

"Harusnya lo seneng dong." Kai menggoda.

"Nggak lah. Beda urusan. Harus tetap profesional kalo urusan olimpiade," kata Suho sok bijak.

Kai ngakak, kemudian menunjuk ke arah Joohyun bersama teman-temannya. "Udah sana kasih selamat buat pujaan hati dulu."

Suho juga ikutan melihat ke arah Joohyun. "Oke bentar ya hehe."

Kai tersenyum melihat Suho yang lari ke arah Joohyun. Dia lalu merasa ponsel di saku jas seragamnya bergetar. Pesan dari Sunyoung.

Kai ke greenhouse belakang perpustakaan yang depan gedung ruangan olimpiade tadi. Buruan!!

Pesan Sunyoung agak bikin bingung. Kai mengangkat alis dan nggak tau kenapa hatinya jadi makin khawatir rasanya. Setelah paham maksud pesan yang diterimanya, dia lalu bersiap mau lari ke tempat yang barusan dibilangin Sunyoung.

"Mau ke mana kamu, Kai?" Tanya Bu Haneul.

"Oh ini, Bu, mau nyari Borin sama yang lain." Jawab Kai.

"Oh ya udah. Sekalian suruh mereka ngumpul di parkir ya udah mendung nih. Saya mau ke ruang panitia dulu buat ikut penutupan." Kata Bu Haneul.

"Siap, Bu!"

Kai langsung lari keluar gedung tempat Olimpiade berlangsung. Di depan gedung ini memang ada perpustakaan. Tanpa pikir panjang Kai langsung menyeberang ke arah perpustakaan. Setelah sampai, Kai jalan cepat menuju greenhouse yang kata Sunyoung ada di belakang perpustakaan. Kai jadi mikir kenapa tuh cewek bertiga ke sana, padahal asli sepi banget.

Ketika mau sampai di ujung belakang perpustakaan, Kai mendengar suara lantang dari Somin yang bikin dia berhenti jalan.

"Lo sadar nggak sih kalo ini salah lo? Kalo udah tau jawabannya spektrin, kenapa nggak jawab langsung aja sih? Gara-gara lo terlalu mikir betul apa nggak kita jadi gagal dapet emas. Coba lo jawab aja tadi, taun terakhir gue di SMA kan pasti dapet emas. Ini semua salah lo, Borin!" Teriak Somin, sambil terisak.

Hati Kai mendadak sakit rasanya denger apa yang dibilang Somin buat Borin. Dia langsung jalan lagi menuju belakang gedung perpustakaan buat menghentikan semua kata-kata penuh amarah Somin buat Borin. Ketika sampai, Kai melihat punggung Borin dan Somin yang berlari setelah menumpahkan kekesalan buat Borin. Sunyoung, satu-satunya yang melihat kedatangan Kai, terlihat lega melihat Kai udah tiba. 

Borin mau mengejar Somin, tapi dicegah Sunyoung. "Lo sini aja. Biar gue yang nenangin Somin. Kalo lo yang ngejar, takutnya malah tambah emosi dia."

Sunyoung lalu mengangguk pada Kai memberi kode buat nenangin Borin. Mengerti maksud Sunyoung, Kai ikutan ngangguk. Sunyoung lalu buru-buru lari mengejar Somin, meninggalkan Borin yang masih nggak sadar kalau ada Kai di belakangnya.

Kai memandang Borin dari belakang. Entah kenapa, Kai merasa kalau Borin kelihatan begitu rapuh dan lemah. Meski nggak bisa melihat ekspresi Borin, Kai yakin pasti Borin sedang nggak seceria biasanya. Kai merasa sedih melihat Borin yang seperti ini.

Tanpa pikir panjang, Kai memeluk Borin dari belakang. Tangan kananya merangku pundak Borin. Sedangkan tangan kirinya memeluk pinggang Borin.

Borin tubuhnya langsung kaku, kaget tiba-tiba ada yang meluk dari belakang. Ya jelas kagetlah, suasana sepi mendadak ada yang meluk, siapa yang nggak creepy?

"Ini gue," bisik Kai, lembut, waktu sadar Borin syok dengan pelukannya barusan.

Mendengar suara Kai, Borin menghembuskan nafas lega dan tubuhnya kembali rileks. Selama beberapa menit, mereka berdua terdiam, tetap dengan posisi yan sama, Borin di pelukan Kai. Kai sengaja biarin Borin tenggelam dengan rasa gundahnya. Dengan pelukan ini dia berharap bisa bikin Borin sedikit tenang.

Sampai akhirnya Borin berkata lirih.

"Maaf."

Kai mengernyitkan dahi. Diputarnya tubuh Borin pelan biar bisa berhadapan dengan Borin. Tangannya yang tadi melingkar di bahu dan pinggang si gadis, kini memegang pundak Borin. Dia menundukkan kepala, agar wajahnya bisa sejajar dengan wajah Borin.

Kai langsung menatap mata Borin. "Maaf buat apa?"

Borin diem sebentar. "Maaf gagal dapat emas. Maaf udah bikin lo kecewa."

"Gue nggak kecewa."

"Tapi gue kecewa dan bikin Somin unnie sedih gara-gara tadi nggak pede jawab, padahal jawaban gue bener. Nyesel banget kan. Kalo gue duluan yang mencet bel pasti kita dapet emas." Kata Borin, kayak nahan biar nggak nangis.

Kai jadi makin nggak tega lihat Borin memelas gini. "Itu namanya kalian belum beruntung. Emang udah rejekinya SMA 3 berarti. Nyesel wajar, kecewa wajar, tapi nyalahin orang lain itu egois namanya. Kenapa dia yang udah kelas dua belas malah nggak tau soal spektrin? Ini lomba, kalah menang udah biasa, kalo marah gitu nggak sportif namanya, apalagi sampe nyalahin temen."

"Tapi ini taun terakhir dia di SMA. Gue ngerti kenapa Somin unnie marah. Karena gue juga nyesel banget."

Kai menghembuskan nafas, mencoba jadi yang tenang dalam pembicaraan ini. "Sekarang gini deh. Coba Somin yang ada di posisi lo. Dia yang punya jawaban spektrin tapi nggak pede jawab. Apa lo bakal marah kayak dia tadi?" Kai berhenti sejenak, sebelum lanjut ngomong. "Gue yakin lo nggak bakal marah, biarpun lo kecewa. Karena gue tau lo kayak gimana."

Borin diem, seperti mikir maksud omongan Kai barusan. Mereka cuma berpandangan selama beberapa saat. Kai lagi-lagi menghembuskan nafas panjang.

Kai bicara lagi, kali dengan nada lembut, "Ya udahlah, gue yakin sekarang Somin juga pasti lagi nyesel dan nggak enak banget abis marah-marah sama lo. Jadi lo santai aja ya," katanya sambil membelai rambut Borin.

Suara petir terdengar. Kai mendongak ke atas dan melihat langit makin mendung. Seperti otomatis, tangan kanan Kai yang tadi di pundak Borin, perlahan turun dan menggenggam tangan si gadis. "Balik yuk. Yang lain pasti udah nunggu kita di parkiran." 

Kai membalikkan badan dan menarik tangan Borin. Tapi Borin tak bergerak.

"Jongin," panggil Borin, pelan, tapi cukup buat Kai denger suara lembutnya.

Kai merasa Borin menarik tangannya, dia pun menoleh dan disambut dengan tatapan mata Borin. "Ada apa?"

Borin nggak langsung jawab. Tapi kata-kata Borin selanjutnya sukses bikin jantung Kai rasanya berhenti berdetak.

"Cium gue plis. Buat gue lupa sama ini semua."

 

 

Di antara rambut lembutmu
Matamu bersinar padaku layaknya cahaya bintang

Kau datang padaku pada akhir hari yang berat
Doa putus asa seorang anak kecil telah terkabul
Tanpa warna, aroma atau suara, kau merasuk ke dalam hatiku
Seperti warna yang jernih setelah hujan
Kau menyerupai kesegaran itu, dewiku

Sebuah bunga terbang kelangit, bunga musim semi
Kau tak bisa menghentikannya, sudah diputuskan sejak awal
Hatiku ditarik olehmu
Saat napasmu menyentuhku, aromamu mewarnaiku

Beautiful beautiful
Gerakan tubuhmu menyerupai kelopak bunga
Oh kamu begitu indah
Aku khawatir bahwa dirimu akan patah
Oh kamu begitu indah
Hingga aku bahkan tak bisa memeluk semua yang ku inginkan
Oh kamu begitu indah
Cinta yang mempesona

Beautiful beautiful
Bukalah pintu surganya
Oh kamu begitu indah
Mataku basah, penuh dengan sukacita, sorak-sorai pun meledak
Oh kamu begitu indah
Membuatku sejenak lupa akan waktu, mari kita pergi ke Eden
Oh kamu begitu indah
Aku senantiasa memimpikanmu

Kata-katamu berubah menjadi angin dan berputar di sekitarku
Bisikanmu yang menggelitik, mencabik segalanya seperti angin puyuh
Hatiku tidak bisa tenang
Ketika namaku menyentuh bibirmu
Aku dulu tak berarti, namun kini aku menjadi spesial

Langit adalah warna laut, dirasuki cahaya matahari yang keemasan
Kau tak tahu kapan itu akan datang, cinta seperti matahari yang terbenam
Menyebar diam-diam
Meski dirimu adalah warna yang berbeda
aku akan menjadi warna di duniamu

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment