Thunder

Kai, Sang Pejuang Cinta

 

"Latihan hari ini sampai di sini. SMA 1, semangat!!!" Pelatih bola tim SMA 1 mengobarkan semangat para siswanya yang jelas kelihatan lelah setelah menjalani latihan fisik, strategi, dribbling, dan penalty kick.

Para siswa terlihat menghembuskan nafas lega dengan keringat bercucuran. Tapi mereka masih sempat tos untuk saling memberi semangat. Terutama Kai, sang kapten, yang menepuk punggung temannya satu-satu untuk memberi tahu kalau mereka telah latihan dengan baik meski harus merelakan libur Sabtu untuk ekskul bola yang segera ikut kompetisi.

Kai langsung buru-buru menuju ruang ganti. Setelah sampai, dia langsung mengambil handuk, sabun cair, dan sampo. Kai biasanya duduk-duduk dulu di ruang ganti menunggu keringat kering sambil ngobrol atau bercanda sama rekan setim, tapi dia mau kencan jadi langsung menuju kamar mandi di ruang ganti itu.

Lima belas menit kemudian, Kai keluar dari shower, dengan plastic bag berisi jersey bola kotor dan peralatan mandi tadi. Kai cuma pakai handuk yang menutupi tubuhnya dari pinggang sampai betis. Rambutnya masih basah bikin dia kelihatan so fresh. Kai buka loker, ngambil deodoran dan parfum yang selalu dipakainya setelah mandi dan sebelum pakai baju. Setelah itu ia mengambil outfit of the day buat kencannya.

Kai memandang penampakannya di cermin besar yang ada di ruang ganti. Hoodie putih, jaket hitam, celana jeans biru dan sepatu Nike black & white. Rambutnya yang masih basah udah disisir rapi. Setelah yakin ganteng, Kai ngambil dompet dan hp-nya, yang langsung ditaruh di saku jaket. Seragam bola yang kotor biar dibawa sekalian habis latihan besok. Bau asam biarin deh, yang penting Kai mau kencan santai dan nggak ribet dengan ransel.

"Guys, gue duluan!" Kai pamit sama teman-teman yang masih duduk-duduk.

"Buru-buru banget bro?" Salah satu temannya tanya.

"Ada acara. Sampai jumpa besok semua!"

Kai berjalan menuju halte sambil siul-siul. Sumpah nggak tahu kenapa Kai merasa langit ikut mendukung kencannya, cerah bersinar banget. Dengan dua tangan di saku jaket, siulan Kai tambah keras waktu sampai di halte. Nggak perlu nunggu lama, bus yang mau mengantarkannya menemui tuan putri di Stadion Olympic pun telah tiba. 

Kai duduk di bangku penumpang belakang pak sopir yang sedang bekerja. Beberapa menit kemudian hape-nya bergetar. Dan seperti yang diduga, ada pesan dari Borin. Senyum langsung otomatis muncul di wajah gantengnya.

 

Kai kemudian melotot saat lihat baterainya tinggal 1% mau wafat. Kemarin malam sebelum tidur dia lupa ngecharge dan tadi pagi bangun kesiangan. Dan tadi kenapa pas latihan dia nggak ngecharge hape di ruang ganti sih? Kai pun langsung cepat-cepat balas pesan Borin.

Kai baru mau kirim pesan balasannya, tapi hapenya udah mati. Ingin Kai berkata kasar, tapi nggak enak sama orang-orang di dekatnya. Jadinya dia cuma mencoba menenangkan hati dan bepositive thinking. Kalau hapenya mati, jadi nanti dia nggak bakal diganggu pesan dan panggiln yang nggak perlu, so bisa konsen sepenuhnya sama Borin. Tiba-tiba Kai bertanya-tanya, Borin pakai baju apa ya? Borin dandan nggak ya mau ketemu Kai? Kira-kira Borin deg-degan juga nggak ya? Apa nanti Kai pegang tangannya Borin pas nonton UMF? Dan pikiran-pikiran itu sukses bikin Kai merasa jadi orang paling bahagia di dalam bus.

 

***

 

Setelah turun dari bus, Kai melihat sudah banyak orang, ya iyalah Kai emang yang mau nonton UMF cuma lo sama Borin doang? Emang lo siapa? 

Dentuman musik sudah terdengar dari dalam stadion, bikin Kai nggak sadar jalan menuju Olympic Park sambil ngangguk-angguk. Saat hampir sampai di tugu Olympic, tempat janjiannya sama Borin, ternyata si cantik belum tiba. Kai melirik jam tangannya, pukul 4 kurang 2 menit. Ehm paling nggak sebagai cowok dia nggak telat dan katanya udah wajar kan kalo cowok nunggu cewek agak lama pas kencan? Dan gara-gara kata kencan terbersit lagi di pikirannya, Kai jadi senyum-senyum sendiri (lagi).

Kai lalu memutuskan menunggu di bawah tugu Olympic, tapi baru mau melangkah, dia melihat sosok yang dikenalnya berjalan dari arah stadion. Seulgi, jalan sendiri pelan-pelan sambil megang perutnya. Karena nggak mau Seulgi lihat dia juga ada di situ, Kai pun berniat mau sembunyi. Tapi lagi-lagi Kai terhenti waktu lihat Seulgi jatuh dan kayaknya kesakitan. Orang-orang di sekitar langsung berkerumun karena kaget ada yang tiba-tiba jatuh. Sebagai seorang teman yang punya hati nurani, Kai pun langsung lari ke tempat orang-orang yang lagi mengelilingi Seulgi.

Kai langsung jongkok di hadapan mantan teman sekelasnya di kelas XI itu. "Seulgi? Lo kenapa?" 

Seulgi mengangkat wajahnya yang astaga pucat banget. Meski begitu, dia terlihat tersenyum bahagia waktu lihat Kai. "Kai? Lo di sini?"

"Lo nggak apa-apa? Apanya yang sakit?" Kata Kai sambil membantu Seulgi berdiri.

Orang-orang yang tadi berkerumun, langsung hilang satu-satu, karena merasa cewek yang jatuh tadi sudah ada temannya yang menolong. Padahal aslinya Kai maunya mereka bantu juga lah dikit-dikit.

Seulgi berdiri dengan lemah. "Sakit perut banget, kayaknya maag gue kambuh. Kai bisa tolong anterin ke depan, cariin taxi?"

Kai langsung mengangguk, nggak tega juga lihat Seulgi yang biasanya terkenal ceria jadi lemes gini. Kai lalu memapah Seulgi jalan menuju area luar stadion. Tangan kanannya melingkar erat di pundak Seulgi, takut yang lagi sakit jatuh. Kai sesekali melirik cewek di sampingnya yang memegang perut sambil meringis.

"Aack!" Teriakan Seulgi yang mengandung kesakitan terdengar ketika hampir sampai di bagian luar area stadion. Ia juga langsung berhenti.

Kai jelas langsung panik. "Kenapa? Tambah sakit ya?" Kai bingung soalnya dia nggak lihat ada bangku di sekitaran situ. "Apa kita panggil ambulans aja, Seul?"

Seulgi diam, sambil menggigit bibir bawahnya menahan sakit. Tiba-tiba dia memegang tangan kiri Kai dengan erat. Setelah itu, Seulgi menyandarkan kepalanya di dada Kai, bikin yang disandarin agak-agak syok. Apalagi setelah itu, Seulgi melingkarkan tangannya di pinggang Kai. Singkatnya, Seulgi meluk Kai erat-erat, seolah dengan begitu rasa sakit di perutnya bisa berkurang.

Kai cuma bisa membelalakkan mata. Orang-orang yang lewat di dekat mereka, pada merhatiin Kai dan Seulgi yang mungkin menurut mereka sedang berpelukan di depan umum. Kai pengen melepaskan tangan Seulgi di pinggangnya, tapi tiba-tiba dia dengar isakan menahan sakit. Kai jadi nggak tega lagi. Karena bingung harus apa, Kai akhirnya menepuk-nepuk punggung Seulgi dengan lembut tapi kikuk.

Entah berapa lama mereka berdiri berpelukan, sampai akhirnya Seulgi menarik badannya dari Kai. Wajahnya masih pucat saat mendongak menatap Kai.

"Ayo lanjut jalan lagi, Kai," kata Seulgi, nyaris tak terdengar soalnya pelan banget.

Kai cuma ngangguk, lalu merangkul pundak Seulgi lagi, memapahnya sampai halte. Kai lalu mendudukkan Seulgi di halte dan dia langsung berdiri di pinggir jalan, cari taksi. Tapi karena ramai, taksinya dari tadi penuh terus. 

Entah berapa lama dan berapa taksi yang nggak mau berhenti, Kai lalu menghampiri Seulgi buat minjem hapenya, mau telepon armada taksi. Begonya Kai baru kepikiran sekarang, kenapa nggak dari tadi dia inget. Seulgi menyuruh Kai ngambil hape di tasnya. Tanpa menunggu lama, dia menelepon taksi dan memberi lokasi mereka di mana. 

Saat menutup panggilan ke armada taxi, Kai melihat jam di hape Seulgi 4:45. Dan Kai langsung ingat tujuan sebenarnya kenapa dia ke Stadion Olympic. Kai pengen rasanya lari, tapi Seulgi.... Kai rasanya pengen teriak. Apalagi ternyata, taksinya lima menit kemudian juga nggak datang-datang. Dan Seulgi yang lemas, menyandarkan kepalanya di bahu Kai. Kai aslinya merasa nggak nyaman, tapi dia nggak mungkin kan melarang Seulgi di kondisi begini?

Untungnya tak berapa lama kemudian, taksi yang ditunggu pun datang. Kai sekali lagi memapah Seulgi sampai dia masuk ke dalam taksi.

"Makasih ya Kai. Maaf ngerepotin." Kata Seulgi.

"Nggak apa-apa. Get well soon ya." 

Seulgi mengangguk dan Kai langsung menutup pintu taksi. Kai menarik nafas lega. 

Borin. Nama itu memenuhi otaknya. Kai langsung lari menuju arah stadion. Tapi sebelum masuk, pandangannya tertuju ke food truck yang jual bubble tea. Kai tiba-tiba dapat ide buat beliin Borin minuman sebagai ucapan maaf karena mungkin sekarang dia lagi menunggu. 

Kai pun antri di belakang 7 orang yang juga mau beli bubble tea. Untungnya sih, para penjualnya sigap, jadi nggak perlu waktu lama udah giliran Kai, yang langsung mesen 2 rasa cokelat. Beberapa menit bubble tea cokelat pesenan Kai pun siap.

Senyum mengembang lagi di wajah Kai saat ia kembali memasuki area stadion dengan dua cup bubble tea cokelat di tangan. Kai ngebayangin pasti Borin nanti manyun dan marah-marah cute karena udah nunggu. Anehnya, Kai malah udah nggak sabar liat manyunnya Borin yang cute itu.

Kai udah memasuki area Olympic Park dan seketika langkahnya terhenti dan senyumnya menghilang. Sekitar dua puluh meter di depannya, Borin berdiri menundukkan kepala. Borin memakai dress bunga-bunga selutut dengan cardigan warna pink. Rambutnya diikat di bagian tengah. Borin juga pakai sling bag dan flatshoes warna putih. Tapi yang membuat senyum Kai hilang bukan Borin yang tetap terlihat cantik meski tampak samping dan dilihat dari jarak 20 meter. Borin nggak sendiri. Di depannya ada cowok lain, yang dikenal Kai. Oh Sehun.

Hati Kai makin mendidih saat Sehun terlihat membelai rambut Borin dan bicara sesuatu. Apa-apaan ini? Kenapa ada Sehun? Kenapa Borin bisa sama Sehun? Kai merasa ini nggak bisa dibiarkan lagi.

Dengan emosi, Kai langsung membuang dua cup bubble tea di tangannya di tempat sampah yang nggak jauh darinya. Ia bersiap memberi Sehun pelajaran. Tapi ketika ia siap melangkah, Kai merasa hatinya seperti hancur berkeping-keping. Sehun menarik Borin ke pelukannya. Sehun lalu membelai rambut dan punggung Borin sambil berbisik di telinganya. Tapi yang paling bikin Kai makin hancur adalah kenapa Borin nggak nolak dipeluk Sehun? Apalagi setelah itu, Kai melihat tangan Borin terlihat memegang erat pinggang Sehun, seakan hidupnya bergantung di situ.

Sehun lalu mendorong tubuh Borin. Ia menunduk agar kepalanya sejajar dengan Borin. Entah apa yang dikatakan Sehun, Borin mengangguk. Sehun lalu mengajak Borin berjalan ke arah stadion tempat venue UMF sesungguhnya. Sehun pun memegang pinggang Borin saat mereka jalan berdua dengan tak ada jarak di antara mereka.

Kai terpaku. Badannya terasa lemas. Pikirannya blank. Jantungnya serasa baru terhantam beban puluhan ton. Rasanya oksigen di sekitarnya juga habis. 

Kai lalu teringat pesan Borin. 'Jongin, mendadak ada hal penting. Gue agak telat gpp ya? Maap bgt ya kalo nanti lo nunggu agak lama'.

Kai tersenyum sinis. Jadi hal penting itu Sehun? Dan hanya karena Kai menghilang bentar, Borin lebih milih jalan dengan Sehun daripada nunggu dia? Kai tertawa karena merasa udah jadi orang paling bodoh di dunia, karena dia sudah membayangkan hal-hal indah yang kini hanya angan-angan belaka.

Kai menyisir rambutnya pakai jari dengan frustrasi. Tiba-tiba dia merasa Stadion Olympic jadi tempat paling menyedihkan. Senyum di wajah orang-orang yang berlalu lalang di sekitarnya serasa mengolok-olok Kai. Mendadak Kai merasa marah dengan semuanya. 

Kai pun berbalik arah dan ingin segera enyah dari sana.

 

 

Aku mabuk kepayang dalam kebahagiaan yang bersinar terang dalam sekejap

Aku pasti tergoda sesaat dalam cahaya kenangan

Saat kau sudah berada di tempat yang tak bisa ku raih

Kau bersinar dalam waktu singkat seperti kilat

Kau terangi dunia sesaat

Kau seakan menunjukkan kalau seluruh dunia adalah milikku

Tapi kemudian kau pergi

Aku terlambat seperti petir

Aku mencarimu

Aku memanggilmu dengan suara yang telah berlalu

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment