Been Through

Kai, Sang Pejuang Cinta

 

Suasana dalam bus sekolah sunyi. Udah nggak ada yang ngobrol lagi. Ada yang tidur, ada yang sibuk dengan ponselnya, ada yang mendengarkan lagu pake earphone, dan ada juga yang bengong.

Kalau Kai, sedang memandang nanar ke luar jendela. Dia masih kepikiran dengan kejadian barusan di lapangan. Hatinya terasa berat, penuh dengan penyesalan.

SMA 1 akhirnya kalah setelah bermain dengan sepuluh pemain, gara-gara satu gol tunggal yang diceploskan oleh kapten tim SMA 2 di menit-menit akhir pertandingan. Kai memang nggak liat langsung sih, karena setelah diusir ke luar lapangan dia langsung meratapi nasib di ruang ganti.

Setelah pertandingan usai, Kai langsung minta maaf kepada rekan setimnya. Mereka sih bilang sih nggak apa-apa, tapi tetep aja Kai merasa bersalah. Baginya, kartu merah yang dia terima ikut memberikan andil bagi kekalahan tim SMA 1. Pak Hyukjae sendiri minta anak asuhnya buat beres-beres dan langsung balik ke sekolah. Beliau bilang diskusi dilakukan di ruang ganti mereka saja di SMA 1.

Kai juga udah minta maaf secara gentleman sama Sehun. Dia menghampiri sendiri si Sehun untuk minta maaf dan memberi selamat. Dimaafin sih, tapi Kai tau Sehun masih menyimpan dendam dan nggak maafin dia dengan tulus. Bodo amat, yang penting Kai udah minta maaf. Dia sih aslinya nggak nyesel udah mukul Sehun, karena emang tuh anak songong pantes dikasih pelajaran. Jujur aja, ada rasa puas di hati Kai setelah nonjok Sehun. Tapi demi nilai sportivitas dan persahabatan yang terkandung dalam olahraga, mau nggak mau Kai pun minta maaf di depan banyak orang. Bahkan tadi mereka pura-pura pelukan biarpun awkward banget. Nggak lagi-lagi deh Kai meluk Sehun.

Tapi ya gitu, kini rasa bersalah muncul kalo inget wajah lesu teman-temannya setelah kalah dan gagal jadi juara. Kai menghembuskan nafas berat dan berniat minta maaf lagi ke rekan-rekannya.

 

***

 

Begitu tiba di SMA 1 yang udah sepi dan mulai menggelap, anggota tim bola langsung berjalan ke ruang ganti dekat lapangan tempat latihan. Meskipun nggak ada semangat, mereka tetep kompak dan langsung duduk di kursi panjang yang tersedia di ruang ganti, menunggu apa yang mau dibicarakan oleh Pak Hyukjae.

Pak Hyukjae masuk terakhir dan menutup pintu. Entah kenapa, Kai lumayan nervous juga menunggu kata-kata Pak Hyukjae. Beliau meskipun guru yang masih muda tapi penuh wibawa dan jadi panutan tim bola.

Pak Hyukjae berdiri di depan murid-muridnya dan langsung mengutarakan apa yang ingin dikatakannya.

"Saya berterima kasih sekali buat performa terbaik, antusiasme, dan semangat yang sudah kalian berikan sepanjang kompetisi berlangsung, baik saat latihan dan pertandingan. Walaupun kita belum bisa meraih hasil maksimal tapi saya benar-benar bangga dengan kalian semua, tanpa terkecuali.

Buat saya pribadi, pertandingan kalian di babak semifinal adalah yang terbaik yang pernah saya tonton sepanjang sejarah saya jadi guru dan dipercaya sebagai pelatih kepala tim bola. Untuk itu sekali lagi terima kasih.

Tapi sayang performa bagus di babak semifinal, tidak terulang saat final. Sebagai pelatih saya benar-benar minta maaf karena gagal memberikan arahan, taktik, dan memacu semangat kalian." Pak Hyukjae membungkuk beberapa detik yang membuat Kai dan teman-temannya ikut membungkuk juga.

Pak Hyukjae lalu melanjutkan kata-katanya.

"Saya tidak menyalahkan kalian. Karena kalian sudah berusaha. Jujur saja, tim SMA 2 juga bermain buruk tadi, tidak seperti biasanya. Hanya saja keberuntungan kali ini lebih berpihak kepada tim tuan rumah. Jadi kalian nggak boleh berlarut-larut dalam kegagalan hari ini. Kekalahan itu hal biasa. Jangan menyalahkan faktor non teknis dalam kekalahan ini. Ini juga bisa jadi pelajaran agar kita bisa punya jiwa besar dan mengakui keunggulan orang lain. Jadikan ini motivasi dan semangat buat latihan dan kompetisi berikutnya. Mari kita bersama-sama mengevaluasi dan membenahi apa yang kurang dalam tim kita."

Pak Hyukjae berhenti sejenak dan tersenyum. Senyum tulus penuh kebanggan kepada para siswanya.

"Buat Kai. Saya kecewa sama kamu. Kai kami yang biasanya tenang dan berwibawa, entah kenapa tadi kok tidak bisa menahan emosinya. Saya jadi kamu pasti juga jengkel ditempel ketat terus dan dijatuhkan dengan sengaja begitu, tapi saya tadinya percaya kamu bisa tetap sabar, sayangnya kamu gagal dalam pengendalian emosi. Tapi ingat, jangan menyalahkan dirimu karena kita kalah. Kekalahan ini sama sekali bukan karena kamu. Saya berpesan, tolong jangan ulangi lagi.

Yang lain juga begitu. Saya akan kecewa sekali kalau ada yang merasa kekalahan ini karena Kai dikeluarkan dari pertandingan. Ini kekalahan tim. Dari awal kita sudah bermain kurang bagus. Biarpun Kai tidak dapat kartu merah, tim kita juga tetap sulit menang.

Satu lagi yang sudah jadi perjanjian kita. Kai, karena kartu merah yang kamu dapat barusan, saat kompetisi berikutnya atau kalau ada pertandingan persahabatan, kamu dilarang bermain selama tiga kali berturut-turut sebagai hukumannya. Mengerti dan bisa diterima?" Pak Hyukjae menatap langsung kepada Kai.

"Mengerti, Pak!" Sahut Kai lantang.

"Bagus. Saya tau kalian capek. Jadi saya akhiri sampai di sini. Kita ketemu lagi di latihan berikutnya seperti biasa. Oke?"

"Siap, Pak!" Jawab tim bola SMA 1, kompak dan serempak.

Pak Hyukjae lalu memeluk muridnya satu per satu dengan penuh kebanggaan. Saat mau memeluk Kai, beliau tersenyum sebentar lalu memeluk sambil menepuk punggung Kai. "Tetap semangat ya. Kamu kebanggaan Bapak," bisik Pak Hyukjae membuat Kai cuma mengangguk dan menahan air mata haru agar tidak menetes di pipinya.

Setelah itu, Kai berpelukan dengan rekan setimnya satu-satu. Sekali lagi dalam setiap pelukan dia minta maaf dan hampir nggak bisa menahan tangis tiap kali dengar teman-temannya malah ngasih semangat dan kata-kata supportif untuknya. Kai merasa nggak salah udah masuk tim bola, karena dia punya teman-teman yang hebat.

Minseok yang terakhir memeluk Kai. Mereka berdua pun berpelukan beberapa detik. Minseok berulang kali menepuk pundak Kai.

"Gue tau lo udah dari dulu pengen nonjok Sehun. Puas sekarang kan?" Tanya Minseok sambil mencolek lengan Kai dan ketawa.

Kai ketawa juga. "Tau aja lo."

"Tapi emang dia layak ditonjok kok."

"Nah kan, bukan gue aja yang mikir gitu." Kata Kai bikin Minseok makin ngakak.

Kai mengambil seragam di dalam loker dan menunggu giliran mandi. Dia ngambil ponselnya dan mendesah pelan karena mati dan dia lupa bawa charger. Tapi ya sudahlah, lagian dia juga nggak mau menghubungi siapa-siapa dulu. Karena biarpun udah agak plong, tapi Kai butuh sendiri buat introspeksi. Kai pun lalu duduk di lantai sambil nyender di loker, sampai tiba waktunya giliran mandi.

Saat Kai berdiri di bawah shower dengan air dingin mengguyur seluruh tubuhnya, dia berharap segala rasa penyeselan ikut hilang juga. Kai pun berlama-lama saat mengeramasi rambutnya yang tadi penuh keringat. Dia juga menikmati momen saat sabun cair berada di tubuhnya. Begitu selesai mandi, Kai merasa begitu fresh tapi tetap ada rasa yang mengganjal di hati.

Ia keluar kamar mandi hanya pakai handuk dan melihat tinggal tiga temannya yang tersisa di ruang ganti, salah satunya Minseok.

"Kai, kita duluan ya? Nggak apa-apa kan lo yang ngunci?" Tanya Minseok.

"Nggak apa-apa. Biasanya juga gitu kan? Hati-hati kalian."

"Siap, Bro. Lo juga nanti hati-hati." Kata Minseok.

"Wokeh."

Minseok dkk keluar ruang ganti. Kai pun lalu segera memakai seragamnya dengan santai, dengan sebelumnya pakai deodoran yang tersimpan di loker. Dia pun menikmati kesendirian di ruang ganti. Saat menyisir rambut dan pakai sepatu pun juga santai. Sambil sesekali tetap menghela nafas berat.

Kai mengambil kunci ruang ganti setelah mematikan semua lampu. Begitu keluar, dia mengunci pintu salah satu ruangan favoritnya di sekolah itu.

"Jongin."

Kai tersentak dan langsung balik badan. Kai nggak bisa menggambarkan perasaannya saat melihat Borin hanya beberapa langkah di hadapannya.

"Sorry kalo gue ke sini ganggu lo. Uhm...gue cuma khawatir aja." Kata Borin, pelan.

Kai terdiam. Matanya memandang langsung ke mata Borin. Hatinya terasa mengganjal mendadak  meleleh.

Dengan perasaan cinta, sayang, dan terima kasih yang tak terhingga, Kai berjalan ke arah Borin tanpa mengalihkan pandangan sedikit pun. Kai juga merasa dia mendapat kepercayaan diri dan keberanian tinggi.

Saat tepat di hadapan gadis yang disayanginya, Kai memegang pipi Borin dan mengangkat wajahnya sedikit. Kai lalu menundukkan dan memiringkan wajahnya sendiri.

Dan Kai lalu mencium bibir Borin.


Aku akan terbiasa, seperti saat aku terkena flu
Begitupun saat aku melewati kegelapan yang mengganggu ini

Aku harus bertahan
Ini akan berlalu, ini akan berlalu
Akan berlalu dalam satu detik
Ini akan berlalu, ini akan berlalu
Ini akan segera berlalu

Aku sadar, bangkit lagi, dan melupakannya
Mulai sekarang, rasa sakit hanyalah sekelebat hujan

Di atas langit mendung, pasti ada cahaya yang lebih terang
Yang akan bersinar setelah awan terbuka

Kau bersinar seperti bintang
Kau menerangi hatiku
Menyinariku di penghujung hari yang sulit ini
Ini belum berakhir
Akan ada hari yang lebih gelap
Di penghujung hari itu
Kau akan menyinariku seperti sekarang

Awan mendung menutupi cerahnya cahaya matahari
Kau akan menyinariku selamanya
Dengan udara hangat yang lembut
Tetaplah seperti ini, di tempat ini

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment