Kematian Wanita Bergincu Merah

NICE GUY FF - After The Ending
Eun Gi tak tahu sudah berapa lama ia terlelap. Rasanya ganjil, perutnya yang berat dan tendangan-tendangan kasar dari bayinya masih dapat membuatnya terlelap. Wanita itu menatap ke sekitar kamarnya dengan tatapan asing. Kedua tangannya mengerat bawah perutnya yang seolah-olah ingin tumpah. Ia bangun dari tidur panjangnya. Matanya mengerjap menangkup cahaya matahari yang mengintip dari celah sempit jendela yang entah mengapa, tak Ma Roo buka. Ngomong-ngomong soal Ma Roo. Eun Gi jadi penasaran dimana pria itu berada. Rumah ini mendadak menjadi terlalu hening. Aish, perutnya kontraksi lagi. Eun Gi bangkit, tertatih menuju pintu. Ia berhenti sejenak di depan cermin yang kosong. Ada perasaan asing. Bagaimana mungkin tak ada bayangan dirinya di sana. Kening Eun Gi mengernyit. Belum sempat ia bereaksi, tali plasenta yang mengikat dua janin di dalam perutnya terasa dihentak dengan kekuatan luar biasa. Seketika, wanita berhidung mancung itu terhuyung nyaris jatuh. "Aaaarrrgghhh...." Ia mengerang kepayahan. Sekujur tubuhnya gemetar. Basah. Eun Gi menunduk melihat lantai yang dibanjiri oleh cairan aneh berwarna putih. "Apa ini?" Ia menelan ludahnya dengan was-was. Tangannya meraba cairan itu. Baiklah, Eun Gi tidak bodoh, ia tahu darimana asalnya. "MA ROO...." Nama itu keluar secara spontan dari bibirnya yang pucat. "AAARRRGHH.. MA ROO... TOLONG AKU!!!" teriak Eun Gi panik. Ia merangkak di atas lantai yang licin dan agak berlendir. Rasa sakit di pangkal pahanya membuatnya terengah sesekali. Wanita itu mencoba meraih pintu secepat mungkin, namun ia tak sanggup, kamarnya tiba-tiba terasa sangat lebar. "MA ROO.... AAARRRGHHH...." Pekik Eun Gi menahan sakit. Posisinya masih sama, merangkak hampir merayap di atas lantai nan dingin. Perutnya yang besar dan seolah dipenuhi oleh ranjau itu tak henti menggerus kesadarannya dengan rasa sakit. Bayi-bayinya ingin berlomba ingin keluar. Kepala-kepala lembut mereka susul menyusul dan merobek celah kakinya yang berlumuran darah. Eun Gi diserang dingin, bulu kuduknya meremang dihantam rasa sakit yang mengakar dari rahimnya. Ia tak sanggup lagi, dengan tak sabaran, ia menarik raganya menuju pintu. Sial! Terkunci? Eun Gi bingung sendiri. Kenapa terkunci pikirnya. Kenapa Ma Roo menguncinya? "MA ROO!!! TOLONG AKU!!! SIAPAPUN!!! AAARRRRGGGHHHH...." Teriaknya sembari memukul-mukul pintu sekuat tenaga. Tapi tetap saja, tak ada jawaban. Eun Gi tak kuat, ia tak yakin sanggup bertahan. Ditekannya perut buncitnya kuat-kuat, berharap dengan bodoh jika ini akan membantu bayi-bayinya keluar. Sayangnya tidak, semakin ia mendorong isi perutnya, semakin rasa sakit itu meremas tubuhnya. "AAARRRGHHHH.... MA ROO!!! BRENGSEK BUKA PINTUNYA!!!" maki Eun Gi menahan tangis. "Bangunlah! Bangunlah!" suara itu melemparkan Eun Gi kembali ke dunia nyata. Wanita itu membuka matanya dengan terengah, peluhnya berceceran mengotori seprei. Siapapun itu yang telah membangunkannya, Eun Gi sangat berterima kasih. Dengan reflek ia memeluk bahu kecil yang telah menggoncang mimpi buruknya. Tak ada kata yang meluncur dari bibir pucatnya kecuali perasaan lega karena yang dialaminya barusan hanya mimpi. "Bibi kenapa?" suara kecil itu menyadarkan Eun Gi sekali lagi. Ia melepaskan pelukannya dan mendapati Jong Hyun. Wajah kecilnya terlihat bingung dan takut-takut. Sontak, Eun Gi menatap ke sekitar dengan gugup. "Kenapa kau ada di sini?" tanya Eun Gi tak nyaman. "Aku mendengar bibi berteriak dan aku takut terjadi sesuatu pada adik bayinya, jadi...." "Dimana yang lain?" potong Eun Gi agak emosi. "Keluar," jawab Jong Hyun takut-takut. "Keluar?" pekik Eun Gi tak habis pikir. Amarahnya mendidih untuk suatu alasan yang tak bisa ia jelaskan. "Bibi berkeringat banyak, apa adik bayinya nakal?" tanya Jong Hyun polos. Ia mencoba menyentuh perut besar Eun Gi namun tangannya keburu ditepis. "Tidak apa-apa!" Eun Gi menjawab cepat. Ia memalingkan wajahnya, mengatur napasnya yang masih terengah. "Pergilah!" perintah Eun Gi. Jong Hyun mundur pelahan, ia berbalik dan keluar. "Jangan tutup pintunya!" Seru Eun Gi saat jemari kecil Jong Hyun menyentuh kenop pintu. ~oOo~ Ma Roo sedang berjalan menyusuri lorong Rumah Sakit saat handphonenya berbunyi. "KAU DIMANA?" Pertanyaan itu menyapanya dengan tak sabaran. "Rumah Sakit," jawab Ma Roo tenang. "Ada apa sayang?" tanyanya. "Sedang apa disana?" Eun Gi balik bertanya, dari nada bicaranya, Ma Roo tahu istrinya sedang kesal. "Apa terjadi sesuatu di rumah? Kau terdengar...." "Sedang apa di sana? Cepatlah pulang!" Tiba-tiba terdengar bunyi gelas pecah dari luar, Eun Gi menjauhkan teleponnya sesaat. Ia memicing penasaran. "Eun Gi?" "Ah ya," "Ada apa? Aku mendengar bunyi yang cukup keras, kau baik-baik saja?" "Aku tidak baik-baik saja tanpamu, tapi bunyi itu bukan berasal dariku. Cepatlah pulang! Aku takut sendirian," pinta Eun Gi sebelum menutup teleponnya. "Sendirian?" Tuuuttt... tuuuttt... Ma Roo mendesah, menatap layar ponselnya yang menunjukkan jika Eun Gi telah mengakhiri perbincangan mereka. "Sendirian? Dimana Choco?" gumam Ma Roo. ~oOo~ Eun Gi menarik kedua tungkai kakinya keluar dari kamar. Ia malas sebenarnya, ditambah perutnya ini sama sekali tidak nyaman untuk diajak berjalan-jalan. Ia ingin tiduran memeluk bantal sampai Ma Roo datang tapi suara keras itu mengusiknya. Setelah perjalanan dari kamar di lantai bawah ke ruang keluarga – yang rasanya melelahkan, wanita itu akhirnya sampai. Sepihan kaca berserakan di dekat sebuah bingkai foto. "Apa yang kau lakukan?" teriak Eun Gi. Ia mendelik melihat foto pernikahannya hancur menumbuk lantai. Jong Hyun – anak lelaki kecil itu mendongak. Ia yang tengah memunguti serpihan kaca mendadak tersentak karena kaget. Jarinya tergores. "Aku... tidak sengaja," Ucapnya pelan. Ia gemetar ketakutan karena sorot mata Eun Gi yang menyeramkan. Eun Gi terdiam, mematung menahan kesal, ia ingin marah tapi ekspresi Jong Hyun malah membuatnya merasa bersalah. "AAIIISSSHH... DIMANA YANG LAIN??? BAGAIMANA BISA MEREKA MENINGGALKAN SEORANG ANAK KECIL BERSAMA WANITA HAMIL SENDIRIAN???" teriak Eun Gi marah. Perutnya menegang, pinggangnya terasa kencang karena lonjakan emosi di dalam dirinya. "Aaarrghhh...." Eun Gi mencengkeram pegangan kursi, ia duduk dengan perlahan. "Maafkan aku...." Seru Jong Hyun menahan tangis, ia masih sibuk memunguti serpihan kaca. Eun Gi mendesah, anak sekecil itu, ia teringat Eun Suk di masa lalu. Dan matanya menangkap sesuatu, darah! Ada darah yang mengalir di salah satu ruas jemari Jong Hyun. "Tanganmu berdarah?" tanya Eun Gi cemas. Akhirnya, atas perintah Eun Gi, anak laki-laki kecil nan malang itu berdiri, meninggalkan serpihan kaca yang tak seharusnya menjadi sebuah masalah besar. Ia duduk di sisi Eun Gi setelah terlebih dulu mengambil kotak P3K di laci. Eun Gi meraih tangan mungilnya yang menjulur gemetaran. Dingin. Jemari anak ini terasa dingin. Rasa iba menjalar dan menjerang Eun Gi secepat kilatan petir. "Aku pasti membuatmu ketakutan," kalimat itu meluncur dari mulut Eun Gi. Jong Hyun mengangguk pelan sembari meringis menahan perih karena telunjuk kirinya kini dikucuri Eun Gi dengan cairan anti septik. "Maaf ya," bisik Eun Gi. Ia mengusap luka Jong Hyun dan membebatnya dengan plester luka. Terdengar bunyi kerucuk dari perut Jong Hyun. Keduanya berpandangan. Ada senyum kecil di ujung bibir Eun Gi. "kau lapar?" tanyanya, dan Jong Hyun mengangguk, masih dengan canggung dan takut-takut. ~oOo~ Ma Roo menghentikan mobilnya di lampu merah. Hari ini setelah dari Rumah Sakit, ia pergi ke pangkalan Taksi untuk mengambil Handphone Eun Gi yang tertinggal saat reuni. Cuaca terlihat jauh lebih baik, salju belum turun kembali meski Desember telah datang. Diliriknya sebuah amplop cokelat di kursi, di samping kanannya. Hari ini ia sudah melakukan tes DNA dan amplop itu akan ditukar dengan hasil tes, dalam dua minggu ke depan. Jantung Ma Roo berdegub kencang, bagaimana jika Jong Hyun benar-benar anaknya? Ma Roo menurunkan jendela mobilnya, merasakan hembusan udara Seoul yang beberapa hari ini terasa menyesakkan. Sejak Jong Hyun dan Jang Mi datang ke hidupnya, ia tak bisa menikmati kata 'Ayah'. Panggilan itu selalu mengingatkannya pada isi surat Jang Mi. Bagaimana bisa Jang Mi meninggalkan anak itu dan menghilang begitu saja? Pikir Ma Roo. Lampu lalu lintas berganti warna. Ma Roo menekan pedal gasnya kembali dan melaju perlahan membelah jalan raya. Tiba-tiba teleponnya berbunyi, sebuah nama tertera di sana. Kang Choco – adik semata wayangnya. "Halo?" Ma Roo menekan tombol pada headshet bluetoothnya. "Kak?" suara Choco menyapa dengan ekspresi tak wajar. Kening Ma Roo mengerut curiga. Ia mengurangi kecepatannya. "Apa terjadi sesuatu pada Eun Gi?" tanyanya khawatir. "Ha? Tidak! Hanya saja, aku akan pulang terlambat, ada acara di sekolah Seul Gi. Jae Gil Oppa juga sepertinya akan lembur, jadi aku menghubungimu supaya bisa pulang cepat karena tidak ada yang menjaga Kak Eun Gi dan Jong Hyun di rumah," terang Choco. "Kau meninggalkan mereka berdua?" ~oOo~ Jang Mi menaruh barang belanjaannya di atas meja kasir dengan gugup. Tangannya gemetar dan pandangan matanya melirik ke segala arah. "Ada yang ingin dibeli lagi Nyonya?" tanya si kasir ramah. Jang Mi menggeleng tak wajar, ia cepat-cepat meyerahkan kartu kreditnya dan bergegas pergi begitu kasir menyerahkan barang-barang yang ia beli. "Terima kasih," ucap si kasir pada punggung Jang Mi yang secepat kilat menghilang di balik pintu supermarket. Sesekali Jang Mi berhenti, memastikan jika tak ada yang menguntitnya. Ia berbelok dengan cepat di sebuah persimpangan dan masuk ke dalam sebuah villa. Sudah beberapa hari ini ia berada di sana, mengurung diri, menyembunyikan keberadaannya dari seorang pria – mantan suaminya. Ada alasan kenapa ia bermain 'hide and seek' seperti ini. Ia tak mau kehilangan Jong Hyun. Sebagai seorang pecandu alkohol, Jang Mi akan kehilangan hak asuh atas anaknya tersebut dan inilah alasan ia menyembunyikan diri. Ia akan tetap berada di sana sampai terapinya menunjukkan hasil yang baik. Dengan begitu, hak asuh tak akan jatuh ke tangan si pria tengik yang ia rasa terus memata-matainya belakangan ini. Tapi dugaan Jang Mi salah, tak ada yang membuntutinya, sebab saat ia membuka pintu, pria itu, si brengsek bermarga Kim itu sudah duduk menantinya bersama sebuah cerutu dan asbak di ruang tamu. "010101? Bagaimana bisa kau belum mengganti paswordnya?" William Kim tersenyum dengan nada mengejek. Ia menaruh cerutunya dan berdiri seolah menyambut kedatangan Jang Mi. "Dimana kau sembunyikan anakku?" tanya William tanpa berbasa-basi. ~oOo~ "Eun Gi? Sayang?" Ma Roo membuka pintu rumah dengan tergesa. Ia menarik dua kakinya cepat, hingga nyaris menginjak serpihan kaca yang masih berserakan di ruang tamu. Apa yang terjadi di sini? Ia melangkah lebih jauh dan kecemasannya lenyap saat mendapati Eun Gi tengah menemani Jong Hyun makan siang di dapur. "Kau dari planet mana? Apa ini pertama kalinya makan ramen?" tanya Eun Gi heran. "Aku hanya boleh makan ramen sebulan sekali oleh Ibu," jawab Jong Hyun polos. Eun Gi mengangguk datar. "Apa ini ramen pertamamu bulan ini?" "Ini yang kedua sebenarnya," "Oh...." Hening sejenak. "Kurasa ibumu akan marah jika tahu," seru Eun Gi datar. Jong Hyun terdiam, menghentikan makannya, "Ibu tidak akan marah, dia meninggalkanku, jadi dia pasti tidak perduli lagi," ucap Jong Hyun pelan. Giliran Eun Gi yang terdiam. Matanya berkaca-kaca. Sejak kapan ia jadi mudah terharu begini, pikirnya. Hamil mungkin sudah membuat banyak hormonnya berubah. "Makan yang banyak!" seru Eun Gi sembari menuangkan air untuk Jong Hyun. Ma Roo mendekat, ia menatap Eun Gi dengan senyuman haru. "Kau sudah pulang?" "Hmm..." ~oOo~ "Jadi hasilnya akan keluar dua minggu lagi?" Eun Gi meletakkan surat dalam amplop cokelat yang baru selesai dibacanya ke atas meja. "Saat itu pasti bayi-bayi kita sudah lahir, bagaimana perasaanmu?" "Aku gugup, sangat gugup," jawab Ma Roo pelan. "Kau menginginkannya?" "Siapa? Bayi-bayi kita? Tentu saja," "Bukan, maksudku Jong Hyun," "Jong Hyun?" "Ya, seandainya dia bukan anakmu, apa kau akan membiarkannya berada di sini?" "Aku belum memutuskannya, aku terlalu sibuk dengan hal lain, jadi belum mencoba mencari tahu kerabat terdekat Jang Mi atau siapapun yang bisa merawat anak itu," "Setelah menghabiskan waktu bersamanya hari ini, kurasa dia anak yang manis dan aku merasa dia bukan ancaman, kehadirannya tidak membuatku merasa aneh atau terintimidasi. Kurasa naluri keibuanku keluar," Eun Gi mengelus pelan perutnya. Ma Roo menatap tak percaya. "Kau kaget? Aku bisa melihat jika kau kaget," Eun Gi tersenyum. "Aku juga tahu kau pasti segera pulang karena takut aku menjahati Jong Hyunkan?" sindir Eun Gi. Ma Roo tergelak kecil, "Sejak kapan kau punya ilmu cenayang?" "Ah, sial! Ternyata kau benar-benar mengira aku sejahat itu!" Eun Gi mencubit lengan Ma Roo. "Apa aku salah?" "Tidak sama sekali, sebenarnya hari ini aku sempat berteriak padanya," "Karena foto itu?" "Hmm...." "Wah, kau benar-benar jahat Seo Eun Gi," goda Ma Roo sok terpukau. "Kau sudah jatuh ke pelukan wanita jahat sepertiku, Ma Roo!" Eun Gi mencoba menakut-nakuti. Ma Roo tersenyum dan memeluknya, "Aku tidak jatuh tapi sengaja melemparkan diriku," bisiknya. Hari beranjak cepat, seharian ini Ma Roo dan Eun Gi mengasuh Jong Hyun bersama. Mereka bermain bola di halaman sementara Eun Gi duduk santai menikmati suasana sore yang menjelang. Ia tak menceritakan mimpinya pada Ma Roo, ia merasa tak perlu menceritakannya. Handphone Eun Gi bergetar, sebuah panggilan masuk. Eun Gi mengangkatnya diam-diam. Selang, setelah nyaris 5 menit berbicara, ia menutup perbincangannya. Sorot matanya mendadak menajam, ia menatap ke arah Jong Hyun dengan tatapan nan misterius. ~oOo~ Seperti ucapan Choco di telepon, ia, Seul Gi dan Jae Gil baru sampai rumah sekitar pukul 9 malam. Mereka langsung masuk ke dalam kamar untuk istirahat. Jong Hyun tidur di kamar atas, sementara Eun Gi dan Ma Roo menempati kamar baru di bawah tangga – sebuah kamar yang sengaja Jae Gil buat untuk tamu atau kerabat jauh yang ingin menginap. Ma Roo sedang memijat kaki-kaki Eun Gi yang katanya sakit dan memang agak membengkak. "Apa kita perlu ke rumah sakit sekarang?" tanya Ma Roo pada Eun Gi yang sedari tadi diam memikirkan sesuatu. "Hmm," sahut Eun Gi sekenanya. "Ayo berkemas kalau begitu!" perintah Ma Roo. "Ha? Mau kemana?" Eun Gi menatap bingung. "Ke Rumah Sakit! Kau diam saja daritadi, pasti sedang menahan sakitkan?" "Tidak! Masih belum, memang pinggangku terasa kaku tapi belum waktunya, lagipula aku benci terkurung di rumah sakit," "Lalu kenapa diam saja? Apa yang kau pikirkan?" "Nama anak-anak kita, aku baru sadar kita belum membuatnya," ucap Eun Gi. Ma Roo mengangguk, ia tersenyum kecil, baru menyadari jika mereka belum memikirkan satu nama pun. ~oOo~ Jang Mi membuka botol obat penenangnya dengan tak sabaran, ia lantas meneguk dua pil sekaligus. Hari ini pikirannya kacau, mantan suaminya sudah mengetahui dimana keberadaannya, pria itu bahkan mengancam untuk melakukan hal gila jika hak asuh Jong Hyun tak diserahkan kepadanya. Batas waktunya adalah malam ini, yang artinya Jang Mi harus menyerahkan Jong Hyun padanya besok. Jarum jam menunjukkan pukul 11 lebih 30 menit, 30 menit lagi akan tepat tengah malam. Merasa putus asa, Jang Mi akhirnya meneguk sebotol alkohol yang sebenarnya sangat dihindarinya. Dengan agak mabuk, wanita berkuku merah itu mengetik sebuah pesan di layar handphonenya. Ia mengirim tombol send dan nan jauh di sana, di sebuah kamar, pesan itu sampai kepada pemiliknya. Eun Gi yang memang susah tidur saat malam, mengerjap, meraih handphone Ma Roo yang berbunyi dan menganggunya. Sebuah pesan dari nomor tak dikenal. "Ma Roo, kita harus bicara. Aku menunggumu besok pagi di Villa no. 1221, daerah Cheongnam," – Jang Mi. Sorot mata Eun Gi menajam seketika. Ia menghapus pesan itu setelah mencatat alamatnya di sebuah kertas. Percakapannya sore ini dengan salah satu kaki tangannya di Tae San terngiang kembali dalam ingatannya. Menurut data dan informasi yang digali oleh informannya itu, Jang Mi pernah menikah dengan seorang pria bernama William Kim. Dan dari data tanggal kelahiran Jong Hyun, jelas sekali ia bukan anak Ma Roo. Wanita itu sudah hamil saat ia bertemu dengan Ma Roo. "Ada apa?" Ma Roo menggeliat, ia terbangun dan merasa heran karena Eun Gi sedang memegang handphonenya. "Alarmmu berbunyi, kau lupa mematikannya," jawab Eun Gi seraya tersenyum. Ia meletakkan handphone itu ke meja dan berbaring kembali di sisi Ma Roo. ~oOo~ Cheongnam, pukul 10 lewat 20 menit. Ma Roo menekan pedal gasnya sedalam mungkin, tak jarang ia menyalip beberapa kendaraan yang menghalangi jalannya. Tepat di depan sebuah jalanan nan sepi, di depan sebuah Villa bernomor 1221, ia berhenti, melepas sabuk pengamannya dan melompat keluar secepat mungkin. Napasnya menderu, detak jantungnya terpompa naik dan turun, peluhnya deras membanjir. Ia membuka pintu Villa yang tak terkunci itu dan mendapati pemandangan yang seolah menggiringnya dalam déjà vu. Eun Gi, wanita itu duduk gemetaran dengan kedua tangan berlumuran darah. Sementara di hadapannya, Jang Mi terkapar tak berdaya. Wanita bergincu merah itu sekarat. ~oOo~ Dan faktanya, Ini gila, aku tahu ini gila tapi aku bosan dengan cerita nan datar, di samping itu, sekarang lagi ikutin drama REMEMBER dan aku tergerak aja bikin alur berdarah-darah. Actually, ada gambaran terpisah tentang kisah sepasang suami istri yang ingin lepas dari tuduhan pembunuhan terlepas dari siapapun yang salah. Aku ingin membuatnya rumit tapi aku sadar, ini bagian dari alur NICE GUY, jadi kusimpan alur rumitnya untuk proyek lainnya. Eun Gi juga lagi hamil, kasian kalau terlalu rempong. Hahai... Akankah Ma Roo mengorbankan dirinya sekali lagi seperti saat ia melindungi Jae Hee dahulu kala? Apa yang terjadi pada Jang Mi sebenarnya? Next chapter akan kuungkap. Dan kelahiran si kembar akan cukup dramatis.
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Methaalana
Si Maroo berasa sialan banget ah! Cekaka~ Sok kagak butuh, sok jaim, sok dingin tapi ngarep! Marooo... aku padamu! *Nulis sendiri, ngomel-ngomel sendiri*^^

Comments

You must be logged in to comment
Alexasky
#1
Chapter 6: Hii i would really love to read the story. Do you happen to know how to translate the story to English please?
kyuhaeni #2
Chapter 42: annyeong.. reader baru di sini..
Kang Maroo di sini ga jauh beda sma Yoo Shi Jin ya yg palyful..
makasi ff nya.. aku yg blm puas nonton Nice Guy baca ini jadi suka bgt! comedy romance lagi.. waah harapan aku tuh kelak Joongki main com-rom drama..
oladilia1310 #3
Chapter 41: Kalo aku berani ngomelin eungi, pasti udah kuomelin! Udah masa" mau melahirkan kok ekstrimnya gk ilang sih *gemesssss* hahahhh
Trus ini gimana eungi lahirannya masa di pulau tanpa RS??!!! Semoga Maroo bisa nanganin kalo emg gk bisa balik ke Seoul :')
And.... i miss ChaeKi Couple so much ㅠㅠ
Semangat kak author!! Kutunggu update selanjutnya! 파이팅! ♡♡
Chaeki_Novit #4
Chapter 38: aku udh baca chapter 39 nya d wattpad
dan waaah cerita'y makin menarik dan seru,, apa yg mencelakai jang mi itu eungi??
d tnggu chap selanjut'y ya :)

*maaf ya aku komen disini. wattpad aku lg gk bsa buat komen

oya aku mulai setuju dngan author-nim kaya'y klu cerita eunma datar2 aja gk kn trasa eunma'y n pasti'y krang menarik hihi jdi aku prcayakan alur'y kpada sang pakar'y aja
semangatt ya thor :D
emoonsong #5
Chapter 38: Hmmm joahhh... ditunggu next chapnya....hehehe
Chaeki_Novit #6
Chapter 38: ayoo ayoo cepat tes DNA biar semua tau (trutama eunma) kalau itu bukan anak'y maroo n jang mi juga harus jujur n selesain msalah dia sendiri sama ex husband'y

aduuhh ini nyonya song kalau lg ngmbek sifat asli'y kluar hahaha lupa ya kalau lg ngandung dede kembar hehehe

semangat thor, next chapter'y jgn lama2 ya
give me sweet happy ending. really happy ending. jeballl
Chaeki_Novit #7
Chapter 38: ayoo ayoo cepat tes DNA biar semua tau (trutama eunma) kalau itu bukan anak'y maroo n jang mi juga harus jujur n selesain msalah dia sendiri sama ex husband'y

aduuhh ini nyonya song kalau lg ngmbek sifat asli'y kluar hahaha lupa ya kalau lg ngandung dede kembar hehehe

semangat thor, next chapter'y jgn lama2 ya
give me sweet happy ending. really happy ending. jeballl
eonnifan
#8
Chapter 38: kan.. udh ketebak jonghyun bukan anak maroo hahhahahaha

sabarlah eungi
tp entah knp aku pengen eungi ky ngelakuin sesuatu yg ekstrim gitu lol
jgn2.. yg jd pembunuhnya.. eungi :O
emoonsong #9
Chapter 37: Komen selanjutnya dariku....

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°©©©°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Jong Hyun tinggal bersama Eng Gi? Kurasa ini baru namanya saingan yang seimbang...
Eng gi tdk mungkin kalah dr wanita manapun dihati Maroo... tp dgn Jong Hyun?....
Aku rasa Maroo akan sedikit bingung bukan?
Meski hatix untuk Eng Gi tapi Maroo tak mampu mengabaikan Jong Hyun...
Dan ini yang akan menyakiti Eun Gi... bukan begitu?
Ah sial bagimu Kang Maroo...

Eun Gi akan mendapat dukungan penuh dr semuanya bahkan dr si Twin...
Dan krn Jong Hyun tdk memiliki siapa siapa disisinya? Kau mungkin akan mengambil tanggung jawab itu...

Dan itu yg tidak diinginkan Eun Gi...
Kau berada bersebrangan dengannya...
Karena itu Eun Gi menginginkan mesin waktu... untuk bisa menemukanmu lebih dulu...
Tapi tentu sj hal yg mustahil... krn ini bukan fanfic doraemon tapi ini ff chaeki...
Hak paten mesin waktu hanya untuk doraemon, nobita dan kawan kawan Readers dan Eun Gi tau itu..
*plakkk abaikan*

Krn itu... kita akan berharap seperti biasa untuk Eun Gi sekali lagi berlari ke pihak Kang Maroo tanpa memedulikan apapun...
Meski itu artinya dia berada dipihak yang sama dengan Jong Hyun... si anak kecil yg menjadi saingannya...

Hey tunggu dulu...
Kurasa Eun Gi tdk sebodoh itu untk mempercayainya...tanpa mengkonfirmasinya dan ayolah Maroo bahkan seorg dokter ... apa mereka bahkan tdk terpikir untk melakukan tes DNA...?
Mengapa perkataan seorg wanita dari masa lalu menjadi begitu terpercaya? Hingga diterima tanpa pembuktian...
#mungki Eun Ma Lelah... butuh piknik...

Hemm meski tes DNA tdk murah tp biaya bukan hal yg perlu dirisaukan oleh seorg Eun Gi kan?
Yah cukup mnngirim sampel rambut Kang Maroo dan Jong Hyun kurasa... hal Ini bisa dipecahkan...





©¶©¶©¶

Eun Gi bisa saja menyerah untuk apapun dan siapapun tp Eun Gi tdk akan menyerah untuk Kang Maroo ...

©¶©¶©¶