It is Okay, It is NOT a Kiss
NICE GUY FF - After The EndingEun Gi menatap bingung bercampur kaget pada wajah Ma Roo yang pucat serta menyengat panas.
“Ma Roo….” Eun Gi mengusap dahinya lagi dengan khawatir. Ia bangun secepat yang ia bisa. Bersama perutnya yang besar, ia duduk membongkar isi koper. Mencari-cari sesuatu yang bisa untuk mengompres suhu tubuh Ma Roo.
Setelah menemukan kain untuk mengompres, Eun Gi menatap ke sekeliling. Sial, ia lupa rumah ini kosong sedari lama dan tak ada apapun di tempat ini.
Eun Gi menghela napasnya sebentar, memutar otak cepat. Ia bangkit dan hendak keluar tapi tiba-tiba perutnya terasa nyeri. Ia menahan langkahnya di ambang pintu, bibirnya meringis menahan sakit.
2 menit berlalu dan nyeri yang meremas organ dalamnya mendadak pergi begitu saja. Ia membelai perutnya yang buncit seraya berbisik, “Ada apa?” ia bertanya-tanya pada dua janin kembarnya yang kembali asyik bergerak meski tak lagi menimbulkan nyeri.
Wanita berambut gelap itu berjalan dengan hati-hati keluar rumah. Ia menutup gerbang dengan keras karena sebenarnya tengah tergesa. Eun Gi menuruni tangga yang berkelok serta sebenarnya cukup curam serta berbahaya bagi wanita hamil sepertinya.
Ia menuju apotek di persimpangan bawah.
Sementara itu, di rumah lamanya, Ma Roo membuka matanya perlahan. Ia meringkuk di bawah selimut yang diberikan Eun Gi sebelum pergi. Kelopaknya mengerjap lemah. Ia merasa sangat tak bertenaga.
“Uhuuukkk… uhuuukkk….” Ma Roo kembali terbatuk. Tak hanya itu, ia merasa hidungnya meler dan tenggorokannya kering.
Meski sempoyongan ia mencoba duduk dan menyandari dinding yang lembab dan kesepian.
Rumah ini… Ma Roo mengedarkan pandangannya ke sekitar. Ia merindukannya tanpa sadar.
Rumah masa kecilnya. Tempat begitu banyak kenangan terukir.
Suara langkah kaki menyela lamunan kosongnya. Eun Gi datang dengan agak tergopoh bersama sesuatu di tangannya.
“Kau bisa bangun?” suara Eun Gi melengking nyaring. Ia meletakkan barang bawaannya di lantai dan duduk di sisi Ma Roo. Tangannya yang berkeringat menempeli kening Ma Roo yang rupanya masih menyengat panas.
“Kau darimana? Uhuuukkk… Uhuukkkk…..” Ma Roo menatap sayu.
“Membeli obat,” jawab Eun Gi cepat. Ditariknya kresek yang dibawanya tadi dan dibukalah isi di dalamnya.
Ada kompresan temple yang praktis serta berbagai macam obat batuk serta pilek.
“Kau pergi ke shopping atau membeli obat?” tanya Ma Roo yang kaget karena ada begitu banyak jenis obat di dalam kresek belanjaan Eun Gi.
“Aku membeli banyak obat batuk karena tidak tahu jenis batukmu yang mana,” ucap Eun Gi polos namun sok tegas.
Ma Roo menggeleng, bibirnya yang kering menyunggingkan secarik senyum gemas.
“Beri aku obat penurun panas yang kemarin,” pinta Ma Roo.
“Kemarin kau minum obat itu kan? Tapi tidak mempan, masa harus diminum lagi?” tanya Eun Gi cemas.
“Dosisnya mungkin kurang jadi aku akan minum dua sekaligus,” ucap Ma Roo ringan.
“Dua? Bagaimana kalau overdosis? Hya! Tidak bisa!” Larang Eun Gi sok tahu.
Lagi-lagi Ma Roo tersenyum.
“Aku Dokter, aku tahu obat mana yang akan membunuhku, sayang….” Jawab Ma Roo menenangkan tapi Eun Gi menggeleng.
“Lalu obat batuknya? Obat flunya? Mau meminumnya sekaligus? Kau bisa mati!” pekiknya heboh sendiri.
Ma Roo menggaruk kepalanya, ia terlalu tak bertenaga untuk memberikan penjelasan yang rumit jadi jawabannya hanya satu, “Aku tidak meminumnya sekaligus! Berikan air!” Ia menjulurkan tangannya dengan ekspresi tak nyaman karena kepalanya mendadak pusing dan ingin secepatnya berbaring.
Eun Gi terdiam, menggigit bawah bibirnya dengan ekspresi aneh.
“Kenapa? Uhuukkk…. Uhuuukkkk….” Ma Roo menutup mulutnya karena batuk.
“Aku lupa membeli air minum. Aku terlalu panik jadi hanya fokus pada obat,” jawab Eun Gi dan yeah, Ma Roo menutup matanya seraya mendesah panjang.
“Aku akan membeli air di bawah!” ucap Eun Gi cepat tapi Ma Roo lebih dulu menahan lengannya.
Pria berwajah pucat itu mendongak dan menatap tajam.
“Sudahlah! Aku uhuuukkk… tidak tega melihat…. Uhuuukkk mu… menuruni tangga berulangkali. Berbahaya Eun Gi,”
“Tapi bagaimana bisa minum obat tanpa air?”
Keduanya terdiam.
“Minta bibi tetangga saja, jadi kau tidak perlu naik turun tangga,” ucap Ma Roo disambut anggukan Eun Gi.
~oOo~
“Bibi tetanggamu baik juga ya, begitu kubilang kalau kau sakit, ia memberiku sup kaldu dan nasi juga,” kata Eun Gi sambil meniup-niup kaldu di atas sendok lantas menyuapkannya pada Ma Roo yang duduk menyenderi tembok.
“Dia mengenalku sejak kecil,” sahut Ma Roo lemah. Ia terbatuk kecil.
“Makan yang banyak, lalu minum obat!”
“Kau makan apa? Kau belum makankan? Pagi ini kau sibuk mengurusku,” ucap Ma Roo cemas.
“Aku pesan makanan saja dari restaurant china terdekat,”
“Kau lupa Nyonya? Rumahku di tempat seperti ini. Mustahil untuk memesan sesuatu secara delivery,”
“Ah, iya…. Siapa suruh kau punya rumah di komplek seperti ini? Tempatnya paling atas dan ujung lagi,” Eun Gi mendesah.
“Siapa suruh bersikeras ke tempat ini?” Ma Roo balik menyindir.
Eun Gi merengut cemberut.
“Aku kan tidak tahu akan serumit ini karena kau tiba-tiba jatuh sakit,” Eun Gi membela diri tak mau disalahkan.
Ma Roo menyentil dahinya gemas.
“Hubungi Jae Gil saja! Minta ia datang dengan Choco kemari untuk menjemput kita!”
“Ah! Kenapa tidak terpikir olehku?” teriak Eun Gi heboh.
Ia memukul dahinya keras, membuat Ma Roo melotot.
“Hyaaa! Kebiasaanmu itu!” Ia memegang tangan Eun Gi yang mengedip bingung.
“Berhenti memukul kepalamu seperti itu! Aku sudah lama tidak melihatmu begitu dan sekarang kau mulai lagi,” omel Ma Roo.
Eun Gi hanya memberikan ekspresi polos dan biasa saja. Ia tidak merasa apa yang dilakukannya berbahaya. Ia sudah biasa seperti ini sejak dulu. Bahkan ia pernah membenturkan kepalanya sendiri ke tepi pintu karena terlambat menghadiri pertemuan dan merasa kesal.
(Inget episode 1? Waktu Pengacara Park diomelin sama Eun Gi perkara gak bangunin dia dan si Eun Gi jedotin kepalanya sendiri ke pintu dengan marah. Hihihi… emang dia sarap!)
Setelah makan dan meminum obat, Ma Roo pun tertidur lagi. Eun Gi setia menemani di sisinya sembari membenahi letak selimut di atas tubuh Ma Roo.
Ia mengeluarkan handphonenya dan menelepon nomor Jae Gil dan Choco namun keduanya tak menjawab, malah berada di luar jangkauan.
Mungkinkah mereka sedang pergi liburan? Ia ingat, keluarga kecil mereka senang berlibur di akhir pekan.
Eun Gi menunduk, menatap layar ponselnya dengan bingung. Harus menghubungi siapa sekarang, pikirnya.
Sebuah nama mendadak terlintas di benaknya. Dan seperti dugaannya, panggilannya terjawab dengan mudah.
Suara seorang pria menyapa di ujung sana – Pengacara Park.
~oOo~
Ma Roo membuka matanya dengan berat. Ia masih mengantuk karena pengaruh obat, namun tenggorokannya terasa kering. Ia duduk dengan tenaga yang tak selemah beberapa jam lalu. Rasanya sudah benar-benar mendingan. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri. Ia mencari Eun Gi.
“Uhuuukkk… uhuuukkkk…. Sayang…” Ma Roo berjalan dengan agak sempoyongan demi menemukan sosok yang dicarinya.
Ia mendengar suara tawa dan aroma keakraban dari halaman depan.
Melalui pintu depan yang tak sepenuhnya menutup, ia dapat melihat istrinya terbahak dengan wajah sumringah di atas bangku kayu yang lebar dan panjang. Ia bersama seorang pria dan begitu banyak makanan.
“Ini benar-benar kejutan melihatmu lagi di Seoul,” suara pria itu begitu familiar di telinga Ma Roo. Ah, Pengacara Park. Ma Roo mengenalinya dengan mudah.
Tapi apa yang pria itu lakukan di sini? Ma Roo merasa heran.
“Ma Roo akan bekerja di Seoul mulai sekarang, Oppa,” jawab Eun Gi.
Oppa… Ma Roo mendadak merasa aneh, meski ia sudah lama tahu jika sejak berhenti bekerja di Tae San, Eun Gi memang memanggil Pengacara Park dengan ‘Oppa’
Sakit membuatnya jadi sentimental tak jelas.
“Bayi kalian kembarkan? Bagaimana rasanya mengandung anak kembar?”
“Apa ya? Kurasa aku jadi lebih sering menerima tendangan. Saat satu diam dan bertingkah manis, yang lainnya menendang-nendang,” jawab Eun Gi seraya tersenyum bahagia.
Pengacara Park atau sebutlah Joon Ha tersenyum.
“Boleh aku memegangnya?”
“Memegang?”
“Hanya penasaran, selincah apa calon keponakanku!” jawab Joon Ha tersenyum. Eun Gi ikut tersenyum dan membiarkan tangan pria yang dikenalnya sejak masih kecil itu membelai perutnya dengan lembut.
Ma Roo tak suka melihatnya. Entah pengaruh obat atau ia sedang tak enak badan, pemandangan itu menganggunya. Baiklah, ia tahu Eun Gi tak menyukai Joon Ha, mereka tak sedang melakukan hal yang aneh atau keluar norma tapi tetap saja, Ma Roo tak suka.
“Wah! Mereka baru saja menendang!” pekik Joon Ha senang.
“Benarkan! Sudah kubilang! Mereka tidak bisa diam!”
“Sepertimu!” canda Joon Ha. Keduanya tertawa riang sampai Ma Roo mendadak muncul dari dalam rumah dengan tatapan kurang bersahabat.
Joon Ha langsung menyapanya dengan membungkuk memberikan salam yang dibalas Ma Roo dengan sesopan mungkin.
“Kau sudah lebih baik?” tanya Eun Gi, ia menyentuh dahi Ma Roo yang duduk di sampingnya.
“Sudah tidak panas,” Eun Gi tersenyum lega.
“Makanan ini?” lirik Ma Roo.
“Karena Jae Gil dan Choco tidak bisa dihubungi jadi aku….” Eun Gi melirik Joon Ha yang tersenyum.
Ma Roo mengangguk. Ia paham tanpa perlu dijelaskan panjang lebar.
Apa Joon Ha masih begitu menyukai Eun Gi? Ma Roo bertanya-tanya.
Sakit membuatnya agak sensitif dan ya, sentimental.
~oOo~
“Sudah kuduga, mereka sedang berlibur ke suatu tempat,” seru Eun Gi begitu menjejak di depan pintu rumah Jae Gil. Di belakang ada Joon Ha yang membantu Ma Roo menurunkan koper dari bagasi mobilnya.
Sore ini, Joon Ha membantu mereka sekali lagi. Eun Gi tanpa basa-basi memintanya untuk mengantarkannya dan Ma Roo ke rumah Jae Gil.
“Kode rumahnya belum berubahkan?” tanya Eun Gi ragu.
Ma Roo tak menjawab, ia hanya berlalu dan langsung menekan beberapa digit nomor di sisi pintu. Tak menunggu lama, pintu terbuka.
“Ah, belum!” Eun Gi manggut-manggut. Ia dan Ma Roo lantas mengucapkan terima kasih pada Joon Ha yang segera pergi setelah membantu menggeret koper-koper milik mereka ke ruang tamu.
Kini hanya ada dua tokoh utama kita. Ma Roo dan Eun Gi.
“Mereka tidak akan kagetkan melihat kita kembali ke rumah ini lagi seperti dulu? Kau ingat?” Eun Gi tersenyum ceria tapi Ma Roo hanya diam seolah mengabaikannya.
“Kau tidak enak badan lagi?” Eun Gi mengikuti kaki Ma Roo yang naik ke lantai atas, menuju kamarnya yang selalu dikosongkan dan tak tersentuh.
Mereka sampai di dalam kamar dan Eun Gi makin merasa aneh karena suaminya jadi sangat pendiam bahkan mengabaikan semua pertanyaan dan perhatiannya.
“Istirahatlah! Aku akan membuat bubur di bawah,” ucap Eun Gi akhirnya.
Ia merasa tak nyaman, namun pikiran positifnya mengatakan jika Ma Roo begitu karena pengaruh obat atau moodnya sedang tak baik karena sakit.
“Kau dan Joon Ha, sudah berapa lama kalian mengenal?” tanya Ma Roo tiba-tiba.
Eun Gi yang sudah sampai di ujung pintu pun menoleh dengan kaget. Pertanyaan ini sebelumnya tak pernah Ma Roo lontarkan.
Bukankah, ia sudah tahu jawabannya. Sangat tak wajar jika ia bertanya. Apalagi nada bicaranya, sungguh Eun Gi merasa dicurigai.
Gaya bicara Ma Roo tak dapat berbohong jika ada sesuatu yang salah.
“Kau kenapa?” Eun Gi melangkah mendekat.
“Bukankah aku juga lebih tua darimu? Meski hanya satu tahun, tapi aku tetap lahir lebih dulu darimu. Kenapa kau tidak pernah memanggilku ‘Oppa’?” tanya Ma Roo.
“Ha?” Eun Gi tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
“Kau kenapa?” Eun Gi menjulurkan tangannya, mencoba menyentuh dahi Ma Roo. Ia cemas suaminya sedang mengingau atau kembali panas.
Ma Roo tak menjawab.
“Lupakan! Aku mungkin sebaiknya tidur!” Ma Roo berbaring sebelum jemari hangat Eun Gi menyentuh keningnya.
~oOo~
Eun Gi mengaduk bubur di atas panci dengan perasaan tak tenang. Ia teringat pada kelakuan absurd Ma Roo beberapa menit lalu.
“Dia tidak cemburukan? Tidak mungkin! Ma Roo tahu siapa Joon Ha bagiku. Benar-benar tidak mungkin dia cemburu. Pasti karena sedang sakit, jadi melantur seperti itu,” gumam Eun Gi.
Ia tersenyum geli memikirkan jika suaminya benar cemburu.
Tak lama, bubur yang dimasaknya pun matang. Eun Gi mengambil beberapa untuk ditaruh di atas mangkuk dan dihidangkan pada Ma Roo di kamar atas.
“Oppa… bangunlah… kau harus makan lagi untuk minum obat….” Goda Eun Gi. Ma Roo mengerjap pelan, ia memicingkan matanya sebelum akhirnya membuka kelopaknya lebar.
“Oppa?” ia bingung sementara Eun Gi tersenyum.
“Tidak boleh memanggilmu Oppa? Kukira kau ingin dipanggil Oppa? Kau cemburu padaku dan Joon Ha Oppa?” tanya Eun Gi frontal seperti biasa. Ia mencondongkan wajahnya mendekati Ma Roo yang mendadak salah tingkah.
Suaminya yang tampan itu mengalihkan pandangannya dengan cepat dan menyendok bubur di hadapannya demi mengabaikan pertanyaan Eun Gi.
Sepertinya Eun Gi benar, minum obat terlalu banyak tidak baik. Ma Roo merasa asing dan aneh pada dirinya hari ini. Ia tidak merasa keren. Cemburu baginya tidak keren sama sekali.
Obat-obat itu menciptakan halusinasi pada otaknya dan membuatnya jadi aneh. Ya, begitu pembelaan Ma Roo terhadap sikapnya yang sebenarnya wajar saja sebagai seorang suami. Hell yeah, suami mana yang suka melihat istrinya tertawa-tawa bersama pria yang jelas-jelas menyimpan perasaan padanya. Dan suami mana yang biasa saja saat perut istrinya diraba oleh pria lain.
Ma Roo sebenarnya normal, hanya saja, ia tidak sadar jika ia normal.
“AAAAWWWHHH… PANAS!!!” Ma Roo melepaskan sendok bubur di tangannya. Mulutnya komat-kamit karena kepanasan. Eun Gi mau tak mau jadi ikut kaget dan ia tertawa, menikmati ekspresi sok biasa dan tetap sok keren dari suaminya yang sebenarnya menahan sakit. Lidahnya melepuh serta memerah. Ma Roo menaruh buburnya di atas meja, menahan malu.
“Kau benar-benar lucu,” ujar Eun Gi, ia tersenyum sembari mengelap baju dan bibir suaminya yang kotor karena cipratan bubur dengan tisu di atas meja.
Ma Roo hanya diam, ia ikut mengambil tisu dan membersihkan bajunya yang kotor.
Tiba-tiba saja Eun Gi mengecup pipi suaminya itu. ia memandangi wajah suaminya yang terpaku ke arahnya. Perlahan namun pasti, Ma Roo tersenyum, tersipu.
Mungkin pengaruh obatnya sudah pergi jadi ia sekarang sadar jika kekesalan dan kecemburuannya benar-benar tak berarti – sekali lagi, itu pembelaan Ma Roo pada keambiguannya hari ini.
Ia menarik jarak mereka menjadi setipis mungkin. Namun ketika bibirnya hendak merenggut manis bibir Eun Gi yang belum dikecupnya seharian ini, sesuatu tersangkut di tengah tenggorokannya. Ma Roo buru-buru memalingkan wajahnya dan menutup mulutnya terbatuk-batuk.
“Kau harus cepat sembuh agar bisa menciumku!” kelakar Eun Gi. Ia mengambil mangkuk bubur dari atas meja. Sore ini, ia akan menyuapi suaminya lagi.
“Buka mulutmu pak Dokter! Aaaa….” Eun Gi memainkan sendok di depan mulut suaminya.
Ma Roo memakannya dengan lahap.
“Kau tahu, flu dan batuk tidak menular melalui pelukan,” ucap Ma Roo.
“Kau ingin aku memelukmu?” Eun Gi tersenyum dan memeluk suaminya sejenak kemudian kembali menyendok bubur dan menyuapkannya kepada Ma Roo.
“Flu dan batueuk… yuuummm tidak mienular dengan kecoepan di kening,” Ma Roo berkata dengan mulut penuh.
Eun Gi lagi-lagi tersenyum dan mengecup kening Ma Roo.
“Apa lagi?” goda Eun Gi. Ia menyendok suapan terakhir.
Ma Roo terdiam, ia tidak tahu jawabannya.
“Apa ‘itu’ dapat menularkan flu dan batuk,” tanya Eun Gi mesra.
“Itu?” Ma Roo meneguk ludahnya.
“Ya,” jawab Eun Gi percaya diri. Matanya berbinar cerah.
Ia lantas tertawa kecil seraya meletakkan mangkuk kosong bubur ke atas meja.
“Kalau ada yang datang?” tanya Ma Roo.
“Pintu depan terkunci,” jawab Eun Gi.
“Tapi mereka tahu kodenya,”
“Kita kunci kamarnya,”
Eun Gi melingkarkan kedua tangannya di atas pundak Ma Roo.
Keduanya saling pandang.
“Tidak apa-apa dengan perut sebesar ini?” tanya Ma Roo, ia mengelus perut Eun Gi dengan bimbang.
“Lupakan! Aku hanya bercanda! Hehe…” Eun Gi terkekeh, ia berdiri namun tangan Ma Roo menahannya cepat.
Ia berdiri dan mengecup kening Eun Gi lembut.
Ma Roo tersenyum dan melepaskan Eun Gi pergi untuk mencuci mangkuk di dapur.
Tak lama, wanita itu kembali. Ia merangkak naik ke atas kasur, di sisi Ma Roo yang sedang membawa buku.
“Melihatmu membaca buku, berarti kau sudah baikan,” ucap Eun Gi.
Ma Roo menoleh sekilas, tersenyum kecil lantas kembali sibuk membaca, tapi konsentrasinya pecah saat tangan Eun Gi menjelajah di atas pahanya.
Ada lirikan nakal yang dihujamkan padanya kemudian. Ma Roo membalas dengan kode berupa lirikan mata. Eun Gi tersenyum dan menjawab dengan kode serupa.
Keduanya tersenyum saat Eun Gi merampas buku di tangan Ma Roo dengan perlahan dan membuangnya ke lantai.
“Tidak menularkan? Lagipula kau sudah baikan,” bisik Eun Gi yang disambut anggukan Ma Roo. Pria itu lantas melompat turun dari atas ranjang dan mengunci pintu kamar mereka.
“Terkunci!” bisik Ma Roo seolah ia tak sengaja melakukannya.
“Bagaimana ini? Apa yang harus kita lakukan?” Eun Gi berakting sok panik.
“Entahlah…” jawab Ma Roo. Ia naik ke atas ranjang dan ….
~oOo~
Dan faktanya, gara-gara nonton ulang TODAY’S LOVE terus di part akhir ngerasa jealous gak jelas perkara Seung Gi gendong Chae Won masuk kamar, aku jadi lanjutin ini FF. LOL
Joong Ki, bini lu!!! Digrepe ama mantannya Yoona.
Ah, di itu film, si Chae Won bajunya bikin wwwrrr… mini…dan kissunya gak nahan ah!
Joong Ki!!!
NIKAHI CHAE WON CEPAT! Cekaka
Comments