Bloody Heir

NICE GUY FF - After The Ending

Maroo POV

Aku melompat turun dari mobil yang kuparkir sembarangan. Hatiku bergetar hebat saat melihat kegaduhan yang tersaji di depan sana. Ratusan orang tengah menjejali jalanan, mereka berteriak marah, gaduh berjibaku dengan ratusan aparat keamanan. Situasi sangat tidak kondusif. Kabut berbau menyesakkan menghiasi atmosfer. Gas air mata rupanya baru disemprotkan ke segala arah, tanpa pandang bulu. Kututup hidung dan mulutku dengan sebelah tangan, sementara satunya sibuk mencari celah untuk menyelinap di antara mereka.

Kakiku terinjak, tubuhku terhimpit dan sesuatu mendesakku hingga jatuh tersuruk. Seorang pria terkapar sejengkal dariku, ia tersengal dan mengaduh kesakitan. Tubuhnya terinjak-injak tanpa ampun. Aku ingin menolong, tapi situasiku sendiri bagai telur di ujung tanduk. Dengan susah payah, aku bangkit, tak terhitung lagi korban yang berjatuhan di sekitarku.

Eungi… Seo Eungi… nama itu menggaung dalam benakku. Memacu semangatku untuk tetap bergerak maju meski ngilu menjalari seantero tubuhku.

Sesuatu meledak beberapa meter di sisi kiriku. Gendang telingaku berdenyut nyaris pecah. Rupanya sebuah bom Molotov mencabik perang kecil ini menjadi lebih menjadi-jadi.

Api berkobar cepat, orang-orang berlarian. Aku limbung hingga menghantam beberapa tubuh. Hujan mendadak datang, bukan… bukan dari langit tapi dari beberapa mobil pemadam kebakaran. Airnya mengucur deras, menghujam seluruh raga yang jiwanya membara oleh amarah. Kubuka mataku yang semakin pedih, darah mengalir menggenangi wajahku yang menghantam aspal jalanan.

Anyir menyeruak begitu manis. Baunya menikam kesadaranku, kemudian rembulan menghilang, gemintang lenyap ditelan malam. Tubuhku digeret entah kemana.

~oOo~

Eungi POV

Sudah kuduga, ada permainan kotor pada proyek ini. Ada kong kalikong yang bercokol sangat mencolok dalam kasus sengketa tanah ini. Kutatap wajah si Direktur Pelaksana proyek ini dengan tajam, di tanganku ada setumpuk dokumen yang isinya terasa ganjil.

“Mereka mengklaim kepemilikan tanah dan memiliki bukti surat kepemilikannya? Menakjubkan sekali! Bagaimana bisa ada dua surat kepemilikan tanah?” kuinterogasi ia. Sesosok pria berpakaian necis dengan jam tangan super mahal berlogo Alba. Nama pria itu Han Kang.

Bola matanya berlenjitan dalam kalut, aku tersenyum sarkastik.

“Aku tidak perduli kau tertipu juga atau bersekongkol untuk menipu perusahaan dengan siapapun Tuan tanah itu. Aku juga tidak memerlukan penjelasanmu, tuan Han. Cukup ajukan surat resign malam ini juga dan bersiaplah karena besok pagi, kita akan bertemu di penjara! Tae San akan mengajukan tuntutan atas kelalaianmu!” ucapku santai namun menyentak.

Pria itu gaduh, memintaku untuk mempertimbangkan segalanya kembali, tapi keputusanku sudah bulat.

“Dan kalian, jangan pernah berpikir bahwa karena Seo Eungi tidak berada di tempat ini maka kalian dapat mengacaukan Tae San!”  kulirik seluruh orang yang bungkam di dalam ruangan rapat.

Masa bodoh dengan perasaan mereka, aku hanya ingin menegaskan jika Tae San bukan tempat untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya dengan cara picik.

“Pengacara Park, temani aku turun! Aku akan meminta perwakilan dari para pengunjuk rasa itu untuk bernegosiasi,” ucapku tegas.

“Bu Direktur, saya rasa situasinya sedang tak tepat,”

“Kenapa?”

“Baru saja terjadi kekacauan di bawah. Ada beberapa bom Molotov yang dilemparkan ke arah Polisi dan ada kabar bahwa beberapa pengunjuk rasa berhasil masuk ke dalam gedung. Tim security kita menemukan 3 orang dari mereka dan menahannya di lantai lima,” jelas Pengacara kesayanganku itu.

Aku menatap dingin, perutku berkedut nyeri tapi kutahan.

“Baguslah kalau begitu, aku tidak perlu repot-repot turun ke lantai bawah. Kita pergi ke lantai lima!” perintahku kaku.

Sekretaris Hyun menghela napasnya resah, ia tergesa menahan lenganku.

“Bu Direktur, tapi andakan sedang…” ucapannya terhenti karena tatapan tak nyaman dariku.

“Coba hentikan aku dan kau akan kukirim ke dalam penjara juga!” desisku marah.

Sekretaris Hyun tak punya pilihan lain. Ia menunduk dalam gamang, kakinya melangkah mengikutiku bersama Pengacara Park.

Kami memasuki lift bertiga. Pengacara Park menekan tombol 5. Sekilas, aku melihat sesuatu berkelebat ketika pintu lift akan menutup. Seperti sebuah bayangan orang berlari. Kuabaikan perasaan tak nyaman itu, kufokuskan konsentrasiku pada masalah ini. Pintu lift terbuka dan nyeri di perutku menghilang saat kami sampai di lantai 5.

~oOo~

Author POV

Maroo membuka matanya, tubuhnya yang basah kuyup terbaring di halaman belakang Tae San. Wajah cemas Jae Shik adalah apa yang dilihatnya pertama kali sejak siuman.

“Maroo… kau bisa melihatku?” Jae Shik melambai-lambaikan tangannya di depan muka Maroo. Pria itu sama basah kuyupnya, bajunya berantakan. Ia kusut seperti tikus got yang baru keluar dari lubang pipa pembuangan bawah tanah.

Maroo terbatuk, dadanya sakit dan sekujur tubuhnya memar. Jae Shik membantunya duduk.

Mereka kemudian berunding tentang bagaimana cara untuk masuk ke dalam, karena halaman dan lobi telah berubah menjadi arena perang.

Sementara itu di dalam gedung, Eungi tengah bermusyawarah dengan beberapa orang pengunjuk rasa. Ia terlibat perdebatan yang sengit, Eungi tak mau mengalah begitu saja terlebih dengan fakta bahwa sebagian rumah di kawasan sengketa tak memiliki surat resmi kepemilikan.

Di tengah proses negosiasi yang berlangsung di sebuah ruangan di lantai 5 tersebut, kepanikan mendadak pecah. Sebuah suara tembakan melesat disertai teriakan dari lantai atas.

Eungi melotot kaget, ia menatap Pengacara Park dan Sekretaris Hyun secara bergantian.

“Apa itu?” pekik Eungi was-was. Jantungnya berdetak sangat kencang.

“Mungkinkah itu Hae Jin?” bisik salah satu pengunjuk rasa pada dua temannya di sebelah. Eungi mendengar itu, ia melirik tajam.

“Hae Jin?” tanya Eungi.

Ketiga pengunjuk rasa itu terdiam, mereka bingung harus bungkam atau menjawab pertanyaan Eungi.

“KATAKAN PADAKU!” Eungi menggebrak meja dengan tak sabar.

Begitu mendengar penjelasan dan cerita ketiga pengunjuk rasa itu mengenai siapa Hae Jin dan alasannya membawa pistol, Pengacara Park segera meminta Eungi maupun Sekretaris Hyun untuk tetap tinggal di lantai 5 sementara ia akan naik ke lantai atas dan memastikan apa yang terjadi.

Ada sekitar 15 menit mereka menunggu, tapi Pengacara Park tak juga kembali. Semuanya gelisah, termasuk 3 pengunjuk rasa di depan Eungi. Mereka takut terjadi sesuatu pada rekan mereka, Hae Jin.

Eungi merogoh handphonenya di saku celana. Sudah nyaris 2 jam ia tertahan di dalam Tae San. Dan Eungi baru sadar, ia belum menghubungi Maroo sama sekali saat dilihatnya ada 18 panggilan tak terjawab masuk ke dalam nomornya. Semuanya dari suaminya, Kang Maroo.

Eungi merasa sangat bersalah, ia menghubungi Maroo kembali tapi tak ada jawaban karena handphone Maroo terjatuh saat ia mencoba menerobos masuk di antara para pengunjuk rasa.

Lagi-lagi Eungi teringat pada Jae Shik, pria itu pasti masih tertahan di bawah bersama para wartawan. Ia harus menghubungi dan memintanya menemui Maroo.

Telepon Jae Shik berbunyi, Maroo yang melihat nama Eungi tertera di layarnya segera menyambar handphone itu begitu saja.

“Eungi!” pekik Maroo.

“Maroo?” timpal Eungi kaget, ia tak menyangka jika Maroo yang akan mengangkat teleponnya.

“HYAAA… SEO EUNGI!!!” Maroo yang geram ingin memaki tapi diurungkannya.

“Kau baik-baik saja?” suara Maroo  dipenuhi kecemasan.

Entah kenapa, airmata Eungi mendadak turun. Sikapnya yang keras menghilang tanpa terduga. Ia terisak, tiba-tiba hatinya begitu merindukan Maroo.

“Maroo… hiks…” Eungi berusaha menahan tangisnya.

Ia melangkah keluar ruangan, tak ingin terlihat lemah di hadapan banyak orang. Wanita hamil itu duduk di tangga darurat dan mulai membagi keluh kesahnya pada Maroo. Eungi menceritakan segalanya dan alasan ia nekat pergi ke Tae San malam ini. Maroo mengerti, ia mendengarkan dengan seksama.

“Tenanglah! Kau di lantai berapa? Aku dan Jae Shik akan kesana,” seru Maroo.

“Jangan!”

“Kenapa?”

“Di sini tidak aman! Ada seorang pria gila yang berhasil menyelinap masuk, ia membawa senjata api,” peringat Eungi.

Maroo makin kalut mendengarnya.

“Bodoh! Justru itu aku harus kesana. Istri adalah bagian dari tubuh suami. Kalau kau terluka, kau pikir aku akan baik-baik saja?”

“Tapi Maroo…”

“Katakan padaku! kau di lantai berapa? Aku akan datang!”

Eungi menarik napas panjang, ia memejamkan matanya dengan berat lantas mengucapkan,

“Semua akan baik-baik saja, tunggulah. Aku akan mengatasinya!”

Eungi memutus teleponnya secara tiba-tiba. Ia tidak mau menyusahkan Maroo. Ia bertekad untuk menyelesaikannya sendiri, seperti bagaimana ia memulainya.

Eungi keluar dari ruangan tangga darurat, ia menemui Sekretaris Hyun yang menatapnya dengan penuh simpati.

Pengacara Park berlari dari ujung lorong menghampiri mereka.

“Ada insiden! Pria gila bernama Hae Jin itu menembak ruang rapat karena marah permintaannya tak digubris, beruntung tidak ada yang terluka tapi… ia melarikan diri, masih berada di dalam gedung ini,”

Eungi merasa sangat pusing, ia kelelahan secara fisik maupun mental.

Tidak ada cara lain, benar-benar tidak ada jalan lain.

Sekretaris Hyun segera memegangi Eungi yang nyaris terjatuh. Perutnya kembali nyeri.

“Bu Direktur, anda baik-baik saja?”

Eungi mengangguk menahan rasa sakitnya, ia memegangi perutnya, mengatur napasnya.

“Anda harus istirahat!”

“Tidak! Kita akan menyelesaikannya malam ini. Kita akan pulang ke rumah malam ini juga. Hal gila ini harus diakhiri!” pekik Eungi geram, kedua tangannya mengepal dengan sorot mata sangat tajam.

Eungi meminta Pengacara Park untuk membawa semua pemegang saham termasuk para perwakilan pengunjuk rasa ke ruangan rapat di lantai 6. Tak hanya itu, ia juga meminta Sekretaris Hyun menyiapkan beberapa dokumen pengalihan kuasa tanah. Ia tahu, Tae San mungkin akan rugi, ia akan dicaci tidak becus dan terlalu lunak oleh para pemegang saham tapi hati kecilnya menyuruhnya melakukan itu.

Ia bukan Eungi yang dulu, ia adalah seseorang yang lebih punya perasaan saat ini. Ini sudah pasti terdengar tidak professional, tapi dengan adanya insiden penembakan serta kerusuhan di halaman Tae San, Eungi sepenuhnya sadar bahwa uang bukanlah segalanya.

Sembari menunggu semua orang berbondong-bondong memenuhi aula rapat, Eungi mencuci wajahnya di kamar kecil tak jauh dari ruangan rapat. Ia membasuh semua lelah yang nampak di keropok matanya. Perutnya masih terasa sedikit nyeri.

“Kita akan keluar dari tempat ini dan menemui ayahmu dengan segera… jangan cemas…” bisiknya sembari membelai lembut perutnya.

Eungi mengatur emosinya kembali serta memejamkan matanya sejenak di depan kaca wastafel.

Namun sebuah kejutan rupanya menantinya, sesosok pria mendadak berlari masuk. Mereka berdua sama-sama terkejut. Pria itu membawa sepucuk pistol dengan tangan gemetar. Ia panik mengetahui di dalam toilet ada orang lain. Ia pasti sedang mencoba bersembunyi.

Eungi terpaku di tempatnya, tak berani bergerak dan hanya menatap pantulan tubuh pria itu melalui cermin di hadapannya.

Pria itu mengacungkan pistolnya ke belakang kepala Eungi dengan tergesa. Rupanya Polisi telah bergerak dan menyebar ke seantero lantai di dalam Tae San setelah mendapat laporan mengenai seorang pengunjuk rasa gila bersenjata api yang menyelinap masuk.

“Jangan berteriak atau akan kuletuskan kepalamu!” ancam Hae Jin setengah berbisik. Ia merapatkan tubuhnya di belakang Eungi.

Wanita itu menelan ludahnya, ia sangat ketakutan.

Handphonenya mendadak berdering, telepon dari Maroo. Hae Jin mengambil handphone itu dari saku mantel Eungi lantas membantingnya ke lantai dengan keras.

Eungi tersentak saking syoknya. Hae Jin tersenyum tipis.

Tok… tok… tok…

Suara ketukan terdengar dari depan pintu toilet,

“Direktur? Bu Direktur? Anda sudah ditunggu oleh semua orang!” ujar Sekretaris Hyun.

Hae Jin nampak terkejut dan nyaris tak percaya mendengar itu, ia menatap Eungi dengan tajam.

“Direktur? Jadi kau Direkturnya?” pekiknya.

Perasaan sakit di hatinya akan kematian anaknya datang menghantuinya.

Ia menarik pelatuk pistolnya dengan mata berkaca-kaca.

Doorrr…

Sebuah peluru dimentahkan.

Sekretaris Hyun terdiam, ia melotot kaget karena suara tembakan itu berasal dari dalam toilet.

“BU DIREKTUR??? BU DIREKTUR???” teriaknya panik.

 

~oOo~

I just… I just don’t know what should I say…

I wrote it without any plan and just let it flow. What do you think?

Should I hurt Eungi or not?

Maroo-sshi… sorry, this time you come so late… really late…

Feel free to curse me! Hehe…

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Methaalana
Si Maroo berasa sialan banget ah! Cekaka~ Sok kagak butuh, sok jaim, sok dingin tapi ngarep! Marooo... aku padamu! *Nulis sendiri, ngomel-ngomel sendiri*^^

Comments

You must be logged in to comment
Alexasky
#1
Chapter 6: Hii i would really love to read the story. Do you happen to know how to translate the story to English please?
kyuhaeni #2
Chapter 42: annyeong.. reader baru di sini..
Kang Maroo di sini ga jauh beda sma Yoo Shi Jin ya yg palyful..
makasi ff nya.. aku yg blm puas nonton Nice Guy baca ini jadi suka bgt! comedy romance lagi.. waah harapan aku tuh kelak Joongki main com-rom drama..
oladilia1310 #3
Chapter 41: Kalo aku berani ngomelin eungi, pasti udah kuomelin! Udah masa" mau melahirkan kok ekstrimnya gk ilang sih *gemesssss* hahahhh
Trus ini gimana eungi lahirannya masa di pulau tanpa RS??!!! Semoga Maroo bisa nanganin kalo emg gk bisa balik ke Seoul :')
And.... i miss ChaeKi Couple so much ㅠㅠ
Semangat kak author!! Kutunggu update selanjutnya! 파이팅! ♡♡
Chaeki_Novit #4
Chapter 38: aku udh baca chapter 39 nya d wattpad
dan waaah cerita'y makin menarik dan seru,, apa yg mencelakai jang mi itu eungi??
d tnggu chap selanjut'y ya :)

*maaf ya aku komen disini. wattpad aku lg gk bsa buat komen

oya aku mulai setuju dngan author-nim kaya'y klu cerita eunma datar2 aja gk kn trasa eunma'y n pasti'y krang menarik hihi jdi aku prcayakan alur'y kpada sang pakar'y aja
semangatt ya thor :D
emoonsong #5
Chapter 38: Hmmm joahhh... ditunggu next chapnya....hehehe
Chaeki_Novit #6
Chapter 38: ayoo ayoo cepat tes DNA biar semua tau (trutama eunma) kalau itu bukan anak'y maroo n jang mi juga harus jujur n selesain msalah dia sendiri sama ex husband'y

aduuhh ini nyonya song kalau lg ngmbek sifat asli'y kluar hahaha lupa ya kalau lg ngandung dede kembar hehehe

semangat thor, next chapter'y jgn lama2 ya
give me sweet happy ending. really happy ending. jeballl
Chaeki_Novit #7
Chapter 38: ayoo ayoo cepat tes DNA biar semua tau (trutama eunma) kalau itu bukan anak'y maroo n jang mi juga harus jujur n selesain msalah dia sendiri sama ex husband'y

aduuhh ini nyonya song kalau lg ngmbek sifat asli'y kluar hahaha lupa ya kalau lg ngandung dede kembar hehehe

semangat thor, next chapter'y jgn lama2 ya
give me sweet happy ending. really happy ending. jeballl
eonnifan
#8
Chapter 38: kan.. udh ketebak jonghyun bukan anak maroo hahhahahaha

sabarlah eungi
tp entah knp aku pengen eungi ky ngelakuin sesuatu yg ekstrim gitu lol
jgn2.. yg jd pembunuhnya.. eungi :O
emoonsong #9
Chapter 37: Komen selanjutnya dariku....

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°©©©°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Jong Hyun tinggal bersama Eng Gi? Kurasa ini baru namanya saingan yang seimbang...
Eng gi tdk mungkin kalah dr wanita manapun dihati Maroo... tp dgn Jong Hyun?....
Aku rasa Maroo akan sedikit bingung bukan?
Meski hatix untuk Eng Gi tapi Maroo tak mampu mengabaikan Jong Hyun...
Dan ini yang akan menyakiti Eun Gi... bukan begitu?
Ah sial bagimu Kang Maroo...

Eun Gi akan mendapat dukungan penuh dr semuanya bahkan dr si Twin...
Dan krn Jong Hyun tdk memiliki siapa siapa disisinya? Kau mungkin akan mengambil tanggung jawab itu...

Dan itu yg tidak diinginkan Eun Gi...
Kau berada bersebrangan dengannya...
Karena itu Eun Gi menginginkan mesin waktu... untuk bisa menemukanmu lebih dulu...
Tapi tentu sj hal yg mustahil... krn ini bukan fanfic doraemon tapi ini ff chaeki...
Hak paten mesin waktu hanya untuk doraemon, nobita dan kawan kawan Readers dan Eun Gi tau itu..
*plakkk abaikan*

Krn itu... kita akan berharap seperti biasa untuk Eun Gi sekali lagi berlari ke pihak Kang Maroo tanpa memedulikan apapun...
Meski itu artinya dia berada dipihak yang sama dengan Jong Hyun... si anak kecil yg menjadi saingannya...

Hey tunggu dulu...
Kurasa Eun Gi tdk sebodoh itu untk mempercayainya...tanpa mengkonfirmasinya dan ayolah Maroo bahkan seorg dokter ... apa mereka bahkan tdk terpikir untk melakukan tes DNA...?
Mengapa perkataan seorg wanita dari masa lalu menjadi begitu terpercaya? Hingga diterima tanpa pembuktian...
#mungki Eun Ma Lelah... butuh piknik...

Hemm meski tes DNA tdk murah tp biaya bukan hal yg perlu dirisaukan oleh seorg Eun Gi kan?
Yah cukup mnngirim sampel rambut Kang Maroo dan Jong Hyun kurasa... hal Ini bisa dipecahkan...





©¶©¶©¶

Eun Gi bisa saja menyerah untuk apapun dan siapapun tp Eun Gi tdk akan menyerah untuk Kang Maroo ...

©¶©¶©¶