Pengantin Jarak Jauh

NICE GUY FF - After The Ending

Pernikahan Jarak Jauh

Sedikit prakata dulu dariku ya, hehe…

Jujur aja, nggak nyangka sih bisa lanjut sampai chapter 20 karena awalnya nulis ff ini cuma berbekal perasaan rindu pada CHAE-KI COUPLE. Kangen tingkat ubun-ubun Raja Neptunus. LOL. Dan Alhamdulillah, dapet libur lumayan lama jadi bisa fokus mainin kata alias terus nulis chapter demi chapternya.

Aku memutuskan untuk tumbuh dan menua bersama FF ini, jadi FF ini baru akan berhenti mengisi notifikasi kalian saat Hayati lelah, Bang Aziz. Cekaka~

Baiklah, selamat membaca dan terima kasih atas segala komentar serta votenya. Aku merasa berada di tengah-tengah kalian, di dalam hati kalian^^ Sekali lagi, terima kasih meski aku kadang kehabisan kata dan sibuk nyengir sendirian saat baca komentar kalian yang walau cuma segaris tapi selalu berhasil bikin hatiku seneng. Xoxo…

:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

Maroo POV

Aku berdiri di ambang pintu dengan jantung nyaris meloncat keluar. Eungi, ia mematung gemetaran. Tangan kirinya terjulur ke arahku, wajahnya pucat dan… darah… aku tahu itu adalah darah. Cairan kental berbau anyir itu merembes membasahi celananya.

“Marr…roo….” Sekali lagi Eungi memanggil namaku dengan parau.

Ya Tuhan, apalagi ini? Ada apa lagi? Tidak bisakah kami hidup dengan tenang? Aku melompat masuk dan kubopong tubuhnya yang lemah.

“Maroo… sakk… kit… aarrghhh…”

Eungi menangis ketakutan, ia menggerang kesakitan. Kuletakkan ia di atas kasur dengan panik. Aku memang seorang Dokter tapi menangani Eungi adalah kasus berbeda. Aku terlalu gugup, rasanya masih seperti mimpi.

Darah dari celah kakinya menodai selimut kami serta berceceran di atas lantai. Eungi mencengkeram lenganku kuat.

“Aaarrghh…” aduhnya.

“Aku… aku… akan panggil ambulan!” pekikku terbata, tapi Eungi menggeleng kepayahan, ia terlalu takut terjadi sesuatu pada janin kami.

“Ak..ku… tidak… bisa menung…gu Maroo…” erangnya.

Baiklah, aku paham. Dengan segera kugendong raganya lagi. Napasku memburu saat berusaha menuruni tangga. Eunsuk sontak berdiri dari kursinya, roti di tangannya terpelanting kembali ke meja.

“Kakak???” ia dilanda takut kemudian mengekoriku bahkan membantu membukakan pintu mobil. Eungi menggeliat, makin kesakitan, tubuhnya basah kuyup diserbu keringat.

Tanganku ikut basah oleh darah segar yang mengaliri tubuhnya.

“Tunggu di rumah, Eunsuk! Tunggu di rumah!” Kututup pintu mobil dengan tergesa. Kunyalakan mesin dan kupacu mobil cepat-cepat.

“Marrooo… ugh… bayi kita… huhuhu….” Eungi menggeliat di sampingku. Kutatap ke bawah, pendarahannya belum berhenti.

“Tenang… tenanglah!” kuinjak pedal gas lebih dalam. Aku tidak boleh terlambat… sungguh tak boleh terlambat.

Perjalanan ke Rumah Sakit terdekat yang biasanya ditempuh dalam 30 menit mendadak menjadi begitu singkat, aku berhasil sampai dalam tempo kurang dari 15 menit. Eungi masih sadar meski ia sangat lemas. Kubopong ia segera menuju ruang UGD. Peluhku berderaian, napasku terengah. Aku nyaris jatuh kelelahan sesaat setelah Eungi berhasil kuserahkan pada tim medis di sana. Sekilas, kulihat Eungi diberikan selang pernapasan di kedua lubang hidungnya. Wanitaku meringkuk kesakitan di dalam sana.

Seorang Suster menghampiriku dan memintaku mengisi beberapa lembar kertas administrasi. Dengan ketar-ketir, kulangkahkan kaki menuju lobi. Kuisi semua data yang diperlukan secepat mungkin.

Setelahnya, suster itu mengajakku masuk ke dalam ruang UGD. Aku berdiri di balik tirai, mengintip Eungi yang tengah mendapatkan penanganan serius.

Hatiku rasanya tak karuan. Dokter itu membersihkan begitu banyak darah di kaki istriku, dari yang kulihat pendarahan Eungi sudah berhenti. Syukurlah… namun aku belum bisa tenang sepenuhnya. Janin kecil kami, kuharap ia baik-baik saja.

30 menit berlalu seperti 30 tahun,

“Anda suaminya?” Dokter bernametag Park Dong Joo itu menolehku setelah ia menyelesaikan tugasnya. Aku mengangguk gugup.

“Kemarilah!” ujarnya. Suaranya melunak, seolah memberikan sinyal bahwa tak ada yang perlu dirisaukan.

Aku berdiri di sisi Eungi yang sama gugup dan tegangnya sepertiku, kami berpegangan tangan erat. Dokter itu menaikkan sedikit kaos Eungi, ia mengoleskan semacam gel dan menekan pelan perut Eungi dengan sebuah alat USG.

“Mereka masih hidup,” ujar Dokter Park seraya menunjukkan dua benda asing di layar USG.

Aku mendesah lega bersamaan dengan Eungi yang masih terisak.

“Tunggu! Mereka?” tanyaku spontan.

“Iya, kedua bayi kalian masih tidur dengan nyaman di dalam rahim ibunya. Mereka selamat,”

Aku terdiam, menatap Eungi takjub dan tak percaya.

“Kembar?” Eungi membuka suaranya.

“Kalian baru tahu tentang ini?” Dokter Park mengernyit heran.

Hari itu menjadi hari yang menakutkan sekaligus menggembirakan bagi kami.

 

~oOo~

 “Dokter menyuruhmu dirawat sampai lusa,” kataku begitu kembali dari menebus beberapa obat di Apotek.

Kubelai kening Eungi dengan lembut. Tubuh lemahnya terbaring di salah satu ruang VIP Rumah Sakit ini. Selang pernapasannya sudah dilepas, namun sebagai gantinya, selang infus kini menghiasi tangan kirinya.

Eungi mengangguk, wajahnya masih pucat dan bibirnya nampak begitu kering. Ia sakit dan aku benci melihatnya seperti ini.

“Kau ingat yang disampaikan Dokter pada kita tadikan? Jangan melakukan aktivitas berlebihan, kandunganmu lemah terutama karena kau sedang mengandung dua bayi,”

Eungi mengangguk, pandangannya menerawang. Sama sepertiku, memiliki bayi kembar… hal itu tak pernah terlintas sebelumnya dalam benak kami.

Nasehat dari Dokter berputar kembali di ingatanku. Kecelakaan yang dialami Eungi bertahun lalu membuat tubuhnya serupa sebuah rumah yang pernah dirobohkan lantas dibangun kembali. Dan kehadiran bayi kami sebenarnya ibarat sebuah keajaiban, dengan kondisi tubuh yang seharusnya tak memungkinkannya untuk mengandung, kami malah dianugerahi sepasang bayi kembar.

“Maroo, kurasa aku bisa gila karena terlalu senang,” gumam Eungi.

Aku tersenyum dan menggenggam tangannya yang tak ditusuk infus.

“Setidaknya sampai usia kandunganmu menginjak lima bulan, jangan berpergian jauh maupun melakukan aktivitas fisik yang berat. Diam di rumah dan menjaga pola makan adalah yang terbaik untuk saat ini,” Kuulangi pesan Dokter kepada kami tadi.

Eungi mengangguk, kusentuh perutnya dengan perasaan sayang.

“Sebaiknya kau tidur sekarang agar mereka tidur juga,” seruku.

~oOo~

“Eungi-ah… kau ingat Dokter melarangmu berpergian jauh,” ucapku di hari kedua ia dirawat. Ada Choco, Jae Gil dan keponakanku di dekat kami. Mereka datang menjenguk sore ini.

Eungi menangkap maksudku.

“Kau tinggal bersama Choco dulu ya? Aku tidak mau mengambil resiko dengan mengajakmu kembali ke desa,”

“Iya, kak… sebaiknya kakak tinggal bersama kami dulu,” dukung Choco.

Ia menggenggam tangan kanan Eungi dengan riang.

Eungi terdiam, aku tahu rasanya pasti sangat berat untuknya untuk mengatakan iya. Perpisahan kami kali ini akan memakan waktu yang cukup panjang, sekitar 4 bulan.

“Jaman sudah canggih, kalian tetap bisa berhubungan lewat video call atau apapun itu,” timpal Jae Gil. Eungi masih hening.

Ia menatapku, sedikit berkaca-kaca meski tak ingin menunjukkan keresahannya.

“Kita akan berbicara setiap hari, aku tetap akan mengomelimu setiap hari dan menyanyikan lagu tidur untukmu kalau perlu. SETIAP HARI!” Aku memberi penekanan di ujung kalimat.

“Tapi bagaimana jika aku ingin memelukmu?” tanya Eungi.

Kami – aku, Choco dan Jae Gil gantian terdiam, suara game yang dimainkan Seul Gi mengambil alih keheningan.

Eungi menatap tajam, “Kau tidak menjawab pertanyaanku, Maroo?”

“Aku akan ke Seoul setiap akhir pekan untuk menemuimu,” janjiku.

Eungi tersenyum meski hatinya tahu, itu akan sangat memberatkanku.

“Tidak usah, jangan lakukan itu! Jarak Tong Yeong ke Seoul beratus-ratus kilometer. Bagaimana kalau kau jatuh sakit karena kelelahan?” Eungi terkekeh pelan, memaklumi keterbatasan kami sebagai manusia.

“Akukan Dokter! Aku akan menjaga diriku dengan baik,” jawabku.

Eungi tergelak kali ini, “Lihat! Siapa yang sangat percaya diri sekarang?” sindirnya.

“Aku akan baik-baik saja, lagipula seperti kata Jae Gil, teknologi sudah sangat canggih,” Eungi melirik Jae Gil yang membalasnya dengan senyuman.

“Tapi ijinkan aku tinggal di rumahku bersama Eunsuk. Bukan berarti aku tidak nyaman di rumah kalian,” Eungi melanjutkan kalimatnya, ia menatap Jae Gll dan Choco bergantian.

“Hanya saja… aku tidak mau Eunsuk kesepian,”

“Siapa yang akan merawatmu di sana?” tanyaku kurang setuju.

“Ada bibi penjaga rumah dan beberapa pembantu. Aku akan menyewa perawat kalau kau rasa perlu,”

Aku berpikir sejenak, wajah Eunsuk terlintas di benakku. Aku juga merasa kasihan padanya.

“Baiklah, Kang Maroo akan menuruti permintaan Seo Eungi kali ini,” jawabku disambut sumringah di wajahnya.

Hari itu, setelah Jae Gil dan keluarga kecilnya pulang, kami mendapatkan tamu lainnya yaitu Sekretaris Hyun, Jae Shik, Eunsuk dan Pengacara Park. Mereka datang berombongan. Eungi terlihat senang melihat Sekretaris kesayangannya kini sudah tak lagi menjomblo. Sesekali kugoda Jae Shik dengan gurauan tentang pernikahan. Pengacara Park juga tak luput dari kelakarku soal segera menemukan pasangan yang tepat dan menikah.

Di saat itu pula, aku menyadari bahwa Eunsuk begitu perhatian pada Eungi. Ia tetap tinggal hingga nyaris larut malam. Jika aku keluar untuk menebus obat atau mengurus sesuatu, adik iparku itu akan setia menemani Eungi bahkan menyuapinya makanan.

Kebahagiaan kami menyelinap dengan sederhana di dalam sekat cobaan ini.

Lantas di malam sebelum Eungi diijinkan pulang ke rumah, aku memeluk tubuhnya dengan hangat di atas ranjang yang berukuran cukup besar.

“Besok kita pulang, kau senangkan?” kubisikkan kalimat itu.

Eungi menggeleng pelan, “Besok kau harus kembali ke Tong Yeong, aku akan sangat merindukanmu,” jawabnya.

Kukecup keningnya, kedua kelopak matanya, hidungnya, pipinya, bibirnya dan terakhir perutnya dimana ada janin kembar kami di dalam sana.

“Hanya sementara… kita akan bersama lagi secepat mungkin,” bisikku menenangkannya.

Kupeluk ia lebih erat. Mencintai Eungi membuatku merasa bahwa aku tak pernah jatuh cinta sebelum bertemu dengannya. Hidupku dimulai saat ia muncul dalam hidupku. Wanita gila ini mengejarku, menempeliku berkali-kali, selalu kembali meski aku sering menyakiti bahkan mengusirnya dengan kejam.

Tuhan… aku mempercayakan ia dan calon anak-anak kami padamu. Aku tidak akan mengeluh, aku akan menunggu dengan sabar… dan cintaku padanya, akan tumbuh berkali lipat saat kami bertemu lagi nanti.

~oOo~

Eungi POV

Maroo pergi hari ini, ia akan meninggalkanku 2 jam lagi. Rasanya… aku tidak rela. Sangat tidak rela…

“Jangan lakukan hal-hal berat. Kalau keluar rumah, ajak Eunsuk, Sekretaris Hyun atau Choco. Tidurlah di bawah jam Sembilan malam. Makanmu harus teratur! Dan satu hal yang paling penting, saat merasa sakit, sesedikit apapun itu, jangan disimpan sendiri! Kau harus berhenti menganggap enteng kesehatanmu. Awas saja kalau kau berani melukai anak-anakku sekali lagi. Aku akan mengomelimu sampai telingamu tuli!” Maroo mulai mengeluarkan seribu jurus omelannya begitu kami sampai di kamar. Aku duduk di tepi ranjang dan memandanginya dengan gemas.

“Sejak kapan Kang Maroo jadi begitu cerewet? Aku mendadak merasa menikahi orang lain. Dimana si dingin itu, huh?” sindirku.

“Kau akan merindukan omelanku, Nyonya!” ujar Maroo santai, ia melangkah menjauhiku dan mengeluarkan setumpuk pakaian dari dalam tas.

Netranya kemudian memandang ke sekitar, meneliti setiap sudut kamarku seolah mencari bom di dalam sana.

“Aku mau kau pindah ke salah satu kamar di lantai bawah. Naik turun tangga itu berbahaya mengingat tingkahmu yang kadang hyperactive dan tidak bisa diam di satu tempat,”

Aku hanya tertawa pelan menanggapi kecemasannya.

“Kau mengenalku dengan baik, Tuan Kang!” ledekku.

“Tentu saja, mau dalam ataupun luar, Seo Eungi tak memiliki apapun untuk disembunyikan dari mata Kang Maroo,”

Kami saling melemparkan senyum sok keren.

“Kau mengingat semua yang kuperintahkan dengan baikkan?” Maroo kembali dan berjongkok di depanku.

Aku mengangguk dengan kedua lengan melingkari lehernya.

“Dengan sangat jelas!” jawabku.

“Aku akan mengunjungimu sesering mungkin,” ucapnya lantas mengecup keningku dengan penuh kasih.

“Kau harus makan dulu sebelum pergi. Aku ingin membuatkanmu sesuatu,” rajukku.

“Buatkan yang sederhana saja. Yang bisa kau lakukan dengan duduk,” bisiknya lembut. Aku mengangguk.

Maroo menggendongku menuruni tangga kemudian mendudukkanku di ruang makan.

“Mulai sekarang, jangan naik ke atas lagi!” pesannya.

Maroo menaruh sekotak roti, beberapa potong sosis, selada segar dan tomat ke hadapanku. Tak menunggu lama, aku segera membuatkannya roti isi ala Seo Eun Gi.

Suamiku itu memakan dengan lahap roti kreasiku. Kulirik jam di dinding, kurang dari 50 menit lagi, Maroo harus berada di Bandara.

Kuperhatikan caranya makan, bagaimana ia mengunyah dan setiap pujian yang meluncur dari bibir merahnya.

Aku larut dalam lamunanku sendiri.

“Kau senang akan kabur sendirian sekarang? Bersiaplah suamiku… Istrimu ini akan menerormu dengan begitu banyak pesan, belasan panggilan dan beberapa video call setiap harinya,” kataku.

Maroo tersenyum tipis, mengusap mulutnya dengan tisu dan melirikku cuek,

“Terdengar menakutkan, kurasa aku harus mulai mempersiapkan mentalku,” Ia mengecup bibirku lembut.

Di luar, Jae Gil turun dari mobilnya dan menekan bel rumahku. Bibi penjaga rumah kepercayaanku bergegas keluar dan membukakan pintu untuknya.

Ia sengaja datang untuk mengantar Maroo ke bandara. Kulepas kepergian mereka dengan senyum yang dipaksakan. Airmataku berlarian dalam diam. Maroo melihatnya dan ia memelukku lebih lama, membiarkan Jae Gil menunggu di dalam mobil dengan maklum.

“Sejak kapan Seo Eun Gi jadi cengeng, huh?” godanya padaku yang menunduk malu.

Kucubit pinggangnya dengan kesal, Maroo terkekeh dan mengecup keningku seperti saat di Aomori dulu.

“Jaga diri kalian baik-baik!” pesannya sebelum benar-benar berlalu pergi.

Aku mengangguk dan melambaikan tangan.

Resmi sudah, Maroo tidak akan ada lagi di sisiku untuk beberapa bulan ke depan. Aku tidak tahu, jika kehamilan ini justru akan menjauhkan kami berdua. Jujur saja, sebenarnya… aku lebih mencintai Maroo daripada bayi-bayi di dalam rahimku ini. Aku…Seo Eun Gi yang gila, ya… aku mengakuinya. Hening sejenak, kutarik napasku panjang dan kuhembuskan pelan. Kuedarkan pandangan ke sekitar halaman rumahku yang besar namun sepi. Eunsuk masih sekolah, di rumah hanya ada aku dan beberapa orang pembantu saja.

Aku hendak masuk kembali ke dalam rumah tapi sesosok wanita di seberang jalan membuatku penasaran. Wanita itu bergegas pergi saat kehadirannya kusadari.

Sudah berapa lama aku tidak melihatnya? Aku sendiri lupa. Apa yang sedang ia lakukan di sana sedari tadi? Aku tak tahu pasti. Tapi yang jelas, aku merasa tak nyaman. Hatiku mulai gelisah. Ada sesuatu yang mungkin sudah saatnya kulakukan.

~oOo~

Author POV

Eunsuk menghampiri Eungi di meja makan. Ini makan malam berdua mereka yang pertama setelah sekian lama.

“Kakak, lusa bisa datangkan?” Eunsuk menyerahkan sebuah amplop kecil.

Eungi menerimanya dengan penasaran.

“Undangan pentas seni untuk orangtua murid?” ucap Eungi, Eunsuk mengangguk.

“Kau jadi apa di sini?” tanya Eungi antusias.

“Peran kecil, rahasia! Pokoknya kakak harus datang ya?”

“Baiklah! Demi adik semata wayang kakak yang paling tampan! Hehehe…” Eungi menjulurkan tangannya, ingin mengacak gemas rambut Eunsuk tapi anak SMP itu dengan cepat menarik tubuhnya mundur.

“Hyaaa??? Kenapa?”

“Jangan memperlakukanku seperti itu lagi Kak! Aku kan sudah besar,” protes Eunsuk.

Eungi tertawa mendengarnya.

“Ckckck… benarkah? Itukan menurutmu! Menurut kakak, kau masih anak kecil. Hahaha…” Eungi masa bodoh dan tetap mengacak rambut Eunsuk sesukanya.

~oOo~

HARI PENTAS SENI DIADAKAN

Eungi memasuki aula tempat pentas seni diadakan. Ia sedikit terlambat dan hanya dapat menemukan bangku di deretan belakang. Meski begitu ia dapat menikmati pertunjukan yang tersaji dengan menyenangkan. Eunsuk tampil sebagai salah satu pelakon dalam drama. Adiknya itu mengambil peran salah satu ksatria dari dinasti Joseon. Eungi hampir tak mengenalinya karena kumis dan jenggot palsu di wajahnya. Di akhir pertunjukan yang berjalan sukses dan meriah, semua bertepuk tangan.

Eungi bangun dari kursinya, hendak menemui Eunsuk dan mengucapkan selamat atas kesuksesannya memainkan peran. Adiknya ternyata memiliki bakat akting terpendam. Eungi celingukan mencari keberadaan Eunsuk bersama semua wali murid yang memenuhi halaman sekolah untuk mencicipi berbagai makanan yang sengaja disuguhkan gratis hari itu.

Namun, perhatian Eungi terhenti pada sesosok wanita yang mematung di dekat pohon. Wanita itu berusaha menyembunyikan dirinya di balik keramaian.

Eungi teringat dengan pertemuan mereka kemarin lusa. Ya, sosok itu adalah si wanita yang berdiri di depan rumahnya.

Jae Hee menatap was-was ke sekitar, ia takut Eunsuk menemukan keberadaannya. Hari ini, ia sengaja datang dan menyelinap di antara ratusan wali murid demi melihat pertunjukan anak lelaki kesayangannya tersebut.

Eungi menatap Jae Hee yang terlihat kikuk dari kejauhan.

Hatinya tengah berdebat tentang haruskah ia menyapanya atau berpura-pura tak melihatnya.

Jae Hee hendak melangkah pergi saat Eungi tiba-tiba muncul di hadapannya dan menyapanya dengan ekspresi datar.

“Kenapa buru-buru? Bukankah kau datang untuk melihat Eunsuk?”

“E..Eungi-ah…”

Eungi melangkah ke samping dan semakin terkejutlah Jae Hee. Eunsuk berada di belakang Eungi. Mereka bersitatap.

“Eun…Eunsuk-ah…” Jae Hee tak dapat melanjutkan perkataannya. Matanya berkaca-kaca, airmata menggenang di pelupuknya.

“Ibu….” Desah Eunsuk tertahan. Siswa SMP itu gemetar menatap Ibu kandungnya setelah sekian tahun lamanya.

~oOo~

Actually, I want to bring Jae Hee back to Eungi’s Home.

What do you think?

Tell me what’s on your mind. I really want to hear that.

Thanks for all the comments and votes.

You give me a lot of support^^

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Methaalana
Si Maroo berasa sialan banget ah! Cekaka~ Sok kagak butuh, sok jaim, sok dingin tapi ngarep! Marooo... aku padamu! *Nulis sendiri, ngomel-ngomel sendiri*^^

Comments

You must be logged in to comment
Alexasky
#1
Chapter 6: Hii i would really love to read the story. Do you happen to know how to translate the story to English please?
kyuhaeni #2
Chapter 42: annyeong.. reader baru di sini..
Kang Maroo di sini ga jauh beda sma Yoo Shi Jin ya yg palyful..
makasi ff nya.. aku yg blm puas nonton Nice Guy baca ini jadi suka bgt! comedy romance lagi.. waah harapan aku tuh kelak Joongki main com-rom drama..
oladilia1310 #3
Chapter 41: Kalo aku berani ngomelin eungi, pasti udah kuomelin! Udah masa" mau melahirkan kok ekstrimnya gk ilang sih *gemesssss* hahahhh
Trus ini gimana eungi lahirannya masa di pulau tanpa RS??!!! Semoga Maroo bisa nanganin kalo emg gk bisa balik ke Seoul :')
And.... i miss ChaeKi Couple so much ㅠㅠ
Semangat kak author!! Kutunggu update selanjutnya! 파이팅! ♡♡
Chaeki_Novit #4
Chapter 38: aku udh baca chapter 39 nya d wattpad
dan waaah cerita'y makin menarik dan seru,, apa yg mencelakai jang mi itu eungi??
d tnggu chap selanjut'y ya :)

*maaf ya aku komen disini. wattpad aku lg gk bsa buat komen

oya aku mulai setuju dngan author-nim kaya'y klu cerita eunma datar2 aja gk kn trasa eunma'y n pasti'y krang menarik hihi jdi aku prcayakan alur'y kpada sang pakar'y aja
semangatt ya thor :D
emoonsong #5
Chapter 38: Hmmm joahhh... ditunggu next chapnya....hehehe
Chaeki_Novit #6
Chapter 38: ayoo ayoo cepat tes DNA biar semua tau (trutama eunma) kalau itu bukan anak'y maroo n jang mi juga harus jujur n selesain msalah dia sendiri sama ex husband'y

aduuhh ini nyonya song kalau lg ngmbek sifat asli'y kluar hahaha lupa ya kalau lg ngandung dede kembar hehehe

semangat thor, next chapter'y jgn lama2 ya
give me sweet happy ending. really happy ending. jeballl
Chaeki_Novit #7
Chapter 38: ayoo ayoo cepat tes DNA biar semua tau (trutama eunma) kalau itu bukan anak'y maroo n jang mi juga harus jujur n selesain msalah dia sendiri sama ex husband'y

aduuhh ini nyonya song kalau lg ngmbek sifat asli'y kluar hahaha lupa ya kalau lg ngandung dede kembar hehehe

semangat thor, next chapter'y jgn lama2 ya
give me sweet happy ending. really happy ending. jeballl
eonnifan
#8
Chapter 38: kan.. udh ketebak jonghyun bukan anak maroo hahhahahaha

sabarlah eungi
tp entah knp aku pengen eungi ky ngelakuin sesuatu yg ekstrim gitu lol
jgn2.. yg jd pembunuhnya.. eungi :O
emoonsong #9
Chapter 37: Komen selanjutnya dariku....

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°©©©°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Jong Hyun tinggal bersama Eng Gi? Kurasa ini baru namanya saingan yang seimbang...
Eng gi tdk mungkin kalah dr wanita manapun dihati Maroo... tp dgn Jong Hyun?....
Aku rasa Maroo akan sedikit bingung bukan?
Meski hatix untuk Eng Gi tapi Maroo tak mampu mengabaikan Jong Hyun...
Dan ini yang akan menyakiti Eun Gi... bukan begitu?
Ah sial bagimu Kang Maroo...

Eun Gi akan mendapat dukungan penuh dr semuanya bahkan dr si Twin...
Dan krn Jong Hyun tdk memiliki siapa siapa disisinya? Kau mungkin akan mengambil tanggung jawab itu...

Dan itu yg tidak diinginkan Eun Gi...
Kau berada bersebrangan dengannya...
Karena itu Eun Gi menginginkan mesin waktu... untuk bisa menemukanmu lebih dulu...
Tapi tentu sj hal yg mustahil... krn ini bukan fanfic doraemon tapi ini ff chaeki...
Hak paten mesin waktu hanya untuk doraemon, nobita dan kawan kawan Readers dan Eun Gi tau itu..
*plakkk abaikan*

Krn itu... kita akan berharap seperti biasa untuk Eun Gi sekali lagi berlari ke pihak Kang Maroo tanpa memedulikan apapun...
Meski itu artinya dia berada dipihak yang sama dengan Jong Hyun... si anak kecil yg menjadi saingannya...

Hey tunggu dulu...
Kurasa Eun Gi tdk sebodoh itu untk mempercayainya...tanpa mengkonfirmasinya dan ayolah Maroo bahkan seorg dokter ... apa mereka bahkan tdk terpikir untk melakukan tes DNA...?
Mengapa perkataan seorg wanita dari masa lalu menjadi begitu terpercaya? Hingga diterima tanpa pembuktian...
#mungki Eun Ma Lelah... butuh piknik...

Hemm meski tes DNA tdk murah tp biaya bukan hal yg perlu dirisaukan oleh seorg Eun Gi kan?
Yah cukup mnngirim sampel rambut Kang Maroo dan Jong Hyun kurasa... hal Ini bisa dipecahkan...





©¶©¶©¶

Eun Gi bisa saja menyerah untuk apapun dan siapapun tp Eun Gi tdk akan menyerah untuk Kang Maroo ...

©¶©¶©¶