Hello, Soul of Seoul

NICE GUY FF - After The Ending

            Eun Gi menatap wajah-wajah asing di sekitarnya. Kelopak matanya berkedip sesekali, sementara perasaan membuncah bahagia sekaligus cemas terhunus dari raut wajahnya yang lelah.

Di sisinya, pria itu berjalan. Tubuhnya yang cukup atletis, dibalut jaket berwarna biru muda dengan sepatu bercorak cokelat tua. Ia setia berdiri di sisi Eun Gi, salah satu lengannya merangkul pundak wanitanya tersebut. Keduanya adalah sepasang suami istri yang baru saja menjejak dari pintu kedatangan dalam negeri. Selamat Datang di Seoul, kalimat itu menghujam netra si pria begitu pintu di hadapan mereka terbuka. Mereka melangkah dengan lebih dari 3 koper besar tergeret di belakang.

“Aku belum menelepon Jae Gil dan Choco,” ucap si pria berwajah tampan yang kalian kenal sebagai Ma Roo, seorang Dokter pindahan dari desa terpencil di pulau seberang.

“Aku juga tidak memberitahu Eun Suk,” timpal Eun Gi, lantas keduanya tersenyum dengan saling pandang.

“Sebuah kejutan?” tanya Ma Roo.

“Sebuah kejutan!” sahut Eun Gi. Sekali lagi keduanya tersenyum dengan tawa kecil yang menghambur di bising airport.

Sebuah Taksi berhenti di hadapan mereka yang belum semenit menekuri padatnya suasana bandara.

Ma Roo bergegas membuka pintunya, ia membantu Eun Gi masuk kemudian bersama sopir Taksi mengangkuti koper-koper mereka ke dalam bagasi.

“Kemana Tuan?” tanya si sopir begitu Ma Roo masuk ke dalam mobil.

Ma Roo menatap Eun Gi, memastikan Eun Gi tak mengubah pikirannya. Dan rupanya, Eun Gi masih keukeuh dengan keinginannya beberapa hari lalu. Ia mengucapkan sebuah alamat, yang kurang lebih membutuhkan 2 jam perjalanan dari bandara.

Taksi melaju pelan melintasi pintu keluar dan mengambil arah menuju jalan tol. Kecepatannya berubah menjadi lebih kencang dan stabil. Eun Gi mengelus perutnya yang kian besar dan menyulitkannya untuk tidur dari hari ke hari.

Ma Roo menempatkan tangannya di atas perutnya juga. Ia melayangkan senyuman dan pandangan mesra ke arah sang istri.

“Perjalanan masih panjang, tidurlah! Aku tahu kau susah tidur, mereka terus bermain baseball di dalam perutmu,” kelakar Ma Roo. Eun Gi tersenyum dan menyandarkan kepalanya ke pundak suami tercintanya tersebut.

Ia memejamkan matanya, mencoba untuk tidur namun selama 30 menit berlalu, bukannya ia yang jatuh terlelap, malah Ma Roo yang diam berselimut mimpi. Eun Gi mengangkat kepalanya dan menggeleng gemas. Ia tahu Ma Roo pasti lelah. Ia pontang-panting membawa ketiga koper mereka yang super besar sendirian, belum lagi menjaga Eun Gi, membeli makan di tengah perjalanan serta menjaganya yang mulai kesulitan berjalan.

“Tidurlah….” Eun Gi berbisik lirih seraya membawa kepala Ma Roo ke atas pundaknya. Hening menari di tengah mereka. Eun Gi membiarkan Ma Roo menggunakan pundaknya sebagai bantal meski bayi-bayi di dalam perutnya juga tak henti menciptakan kegaduhan lewat tendangan-tendangan mereka.

Mau tak mau bayangan pilu dari kisah beberapa minggu lalu menggelung batinnya dalam keresahan.

Ia ingat pada wanita yang sekarat saat melahirkan itu. Ia juga ingat pada bayi wanita itu yang meninggal setelah dilahirkan. Bagaimana pun, Eun Gi adalah wanita biasa meski ia kadang bersikap sok kuat dan baik-baik saja.

Ia dihantui ketakutan. Mulanya kecil namun semakin lama, menjadi besar dan jujur saja, 2 hari terakhir, ia bermimpi buruk. Ia sungguh ingin menceritakannya pada Ma Roo, namun bukankah itu sama saja dengan mengiris luka di hatinya yang masih memborok dan mungkin bernanah.

Ma Roo belum sepenuhnya terbebas dari rasa bersalahnya. Bagi seorang Dokter, kegagalan menyelamatkan jiwa seorang pasien adalah sesuatu yang fatal. Eun Gi paham itu, ia tahu pasti bagaimana nafsu makan Ma Roo berkurang selama 3 hari dan bagaimana suaminya itu kurang tidur selama seminggu ini.

Kalian tahu, jenis perasaan apa yang sanggup membunuh seseorang perlahan-lahan? Perasaan bersalah serta rasa kesepian. 2 hal itu adalah kombinasi terbaik untuk membunuh seorang manusia yang secara dasar adalah makhluk sosial.

Eun Gi mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Ia mencoba menenangkan dirinya sendiri. Mungkin nanti, saat bertemu Choco, ia akan menceritakan ketakutannya serta berbagi kisah tentang sakitnya melahirkan.

Taksi melintasi jalanan berkelok yang ia hapal betul dimana ini. Eun Gi buru-buru meminta si sopir untuk menepi. Ia rindu pada tempat ini – sangat rindu.

~oOo~

Bunyi ombak yang berdebur lembut namun tegas menggaung menyenangkan di kedua telinga Eun Gi. Wanita itu bertelanjang kaki, menikmati butiran pasir menghangatkan kedua kakinya. Ia berjalan sendiri di tepian pantai sembari menikmati langit yang mulai menguning senja.

Di sana, tak jauh dari tempatnya, Ma Roo perlahan menggeliat dan membuka matanya. Ia kaget saat didapatinya tak ada seorang pun di dalam taksi kecuali dirinya. Kemana si sopir dan kemana istrinya.

Apa terjadi sesuatu? Pikiran buruk itu seketika meraup fokus Ma Roo, menggerakkan badannya dengan statis keluar Taksi. Dan, ya, di sanalah! Si wanita yang selalu membuatnya cemas. Eun Gi tak akan pernah berubah. Ia tetap seseorang yang ‘penuh kejutan’ – selalu mengejutkannya.

Ma Roo berjalan mendekat, ia menggeleng geram begitu sampai sejengkal di belakang Eun Gi.

“Kau culik kemana sopir Taksinya, Nyonya Kang?” sindirnya.

Eun Gi menoleh, bibirnya tersenyum lebar. Desau angin sore mengibarkan rambutnya yang panjang dan membuat degub jantung Ma Roo mendadak keluar ritmenya. Baginya Eun Gi tetap mempesona meski ia sedang hamil tua.

“Kau sudah bangun? Mau menemaniku berjalan-jalan?” Eun Gi mengulurkan tangannya santai.

Ma Roo meliriknya datar, seolah tak tertarik namun akhirnya ia tersenyum dan menyambut uluran tangan Eun Gi dengan hangat.

Keduanya bertelanjang kaki menikmati suasana pantai fenomenal ini. Di sini, Eun Gi pernah merasakan sakitnya dikhianati Ma Roo yang terang-terangan mengaku jika ia mendekatinya demi mendapatkan Jae Hee kembali. Di sini pula, mereka kemudian berkencan setelah Eun Gi hilang ingatan dan di tempat ini jua Ma Roo melamarnya. Jika pantai ini harus mengukir kenangan lain untuk mereka, Eun Gi berdoa, semoga kenangan itu bukan kenangan melahirkan di tempat ini.

Ia tahu itu agak muskil mengingat usia kandungannya belum genap 9 bulan, namun ia tetap was-was. Seperti yang kalian tahu, Eun Gi agaknya trauma pada kata melahirkan meski ia belum mengalaminya.

“Kau diam saja, memikirkan apa?” Ma Roo menangkap ekspresi ganjil di kedua keropok mata Eun Gi.

“Tidak,” bohong Eun Gi seraya tersenyum. Tulang pipinya yang dulu terlihat kini sepenuhnya menghilang di balik wajahnya yang harus Ma Roo akui terlihat membulat sejak usia kandungannya menginjak 6 bulan.

Ma Roo menggenggam jemari tangan Eun Gi yang ia rasa juga tak sekurus dulu. Ia tahu ini agak kasar, namun Ma Roo melihat jemari Eun Gi seperti jempol semua.

Eun Gi tak pernah tahu suaminya berpikir demikian, ini sama dengan menciptakan perang nuklir antara Uni Soviet dan Amerika Serikat. Ah, kemarahan Eun Gi mungkin lebih menyeramkan daripada kekuatan nuklir kedua Negara itu saat perang dunia II.

Ma Roo dengan sabar menggandeng istrinya yang tak mau kembali ke Taksi meski 20 menit telah berlalu.

Mereka kini menepi di sebuah pondok kecil yang berjajar di antara puluhan pondok lainnya. Beruntung pantai ini bukan daerah wisata yang populer, jadi hanya beberapa orang yang turut berwira-wiri di sekitar pandangan sepasang suami istri tersebut.

Ma Roo duduk di sisi Eun Gi sembari menikmati siluet sunset yang sebentar lagi akan turun ke peraduan.

“Kau tidak membawa harmonikamu seperti dulu?” goda Eun Gi.

“Kau merindukan suara harmonikaku?” Ma Roo balas menggoda. Keduanya tertawa.

“Aku mendadak merindukannya,” Jawab Eun Gi.

“Tunggu di sini, aku akan mengambilnya di koper kalau kau mau,” ujar Ma Roo. Ia berlari pergi dan kembali dengan cepat bersama harmonika andalannya.

“Kau mau lagu apa?” Ma Roo memberikan tantangan.

“Memang kau bisa lagu apa?” Eun Gi menantang balik. Ia mencondongkan tubuhnya dengan menggoda.

Ma Roo terkekeh dan merangkul pundak sang istri dengan sok keren.

“Aku bisa memainkan lagu apapun kalau kau yang memintanya,” jawabnya.

Eun Gi tertawa mendengar itu. Ia melepas rangkulan Ma Roo di pundaknya kemudian merebah di pangkuan pria kesayangannya itu.

“Mainkan Mozart!” pinta Eun Gi yang langsung memejamkan matanya.

“Mozart?” kening Ma Roo berkerut.

“Tidak bisa?” Eun Gi mengintip ekspresi Ma Roo dari balik kelopak matanya.

“Bukan tidak bisa tapi aku takut kau akan tercengang mendengar kemampuanku. Kau tahu aku ini Kang Ma Roo,” jawab Ma Roo sok cool seperti biasa.

Eun Gi rasanya ingin mencubit lengan suaminya itu namun ia memilih untuk mengikuti permainannya saja.

“Baiklah, mainkan apapun! Bukankah kau hebat dalam segala lagu, Tuan Kang?” ledek Eun Gi dalam canda.

Ma Roo tersenyum dan bersiap memainkan harmonikanya.

Lagu yang sama dengan lagu yang ia mainkan untuk Eun Gi bertahun lalu. Tidak ada yang berubah.

Eun Gi tersenyum dengan mata terpejam. Kang Ma Roo… si sok keren itu! gumamnya dalam hati.

Matahari tenggelam perlahan-lahan seiring suara harmonika Ma Roo mengggiring Eun Gi menuju alam bawah sadarnya. Lantunan harmonikanya melelapkan wanita itu dan membawanya masuk ke alam mimpi.

Ma Roo menghentikan permainannya, menaruh harmonikanya ke dalam saku jaket dan diam seraya memandangi wajah damai Eun Gi saat tidur.

Hatinya merasa tenang. Dibelainya kedua calon buah hatinya yang masih berselimutkan garba. Ia merasakan gerakan-gerakan kecil di dalam sana. Rasanya hati Ma Roo membuncah penuh kebahagiaan.

“Kalian harus lahir dengan selamat dan tumbuh dengan sehat,” bisiknya penuh pengharapan. Ma Roo masih terkungkung dalam rasa trauma akibat kematian bayi yang ditolongnya dengan susah payah.

Ia berdoa semoga kemalangan itu tak menimpanya dan Eun Gi. Ma Roo terlalu takut membayangkan betapa histerisnya Eun Gi jika kehilangan bayinya. Ia merinding sendiri sebab melihat bagaimana wanita hamil yang ditolongnya, melolong dan menjerit-jerit tak karuan saat mengetahui bayinya meninggal.

Ma Roo tak menginginkan mimpi buruk itu. Ia sudah cukup merasakan getirnya takdir. Ia ingin bahagia bersama Eun Gi.

Waktu berlalu bagai diagram mimpi yang bergulir cepat namun tak teraba eksistensinya.

Eun Gi membuka matanya, ia mengerjap pelan dan terbangun di pangkuan Ma Roo yang sepertinya tak beranjak secenti pun dari dekatnya.

Langit telah gelap sepenuhnya dan jaket pria itu kini hinggap di atas tubuhnya. Melindunginya dari dingin angin malam.

“Jam berapa ini?” tanya Eun Gi setelah menguap berulang kali.

“Delapan malam,” jawab Ma Roo ringan saja.

“Apa? Jadi sudah tiga jam kita di sini? Taksinya?” Eun Gi melotot kaget. Ia bangun dari pangkuan Ma Roo.

“Aku menyuruhnya pergi,” Ma Roo menunjuk koper-koper mereka yang kini berjejer di samping pondok.

“Lalu kita naik apa? Menelepon taksi?” tanya Eun Gi.

“Hacttchingg….” Ma Roo mendadak bersin. Ia menyedot ingusnya yang tak sengaja keluar.

“Kau sakit? Ah, pasti karena tidak memakai jaket!” Eun Gi segera mengulurkan jaket yang sedari tadi diselimutkan Ma Roo ke tubuhnya.

“Hanya bersin! Aku tidak mungkin sakit semudah itu! Kau lupa aku ini Dokter?”

“Lihat! Kau mulai menyombongkan dirimu lagi! Ckckck… ayo kita cari taksi atau apapun, di sini anginnya kencang,” Eun Gi mengajak Ma Roo untuk segera pergi.

Mereka ingin menelepon Taksi tapi mengingat tempat ini cukup jauh dari pangkalan Taksi terdekat, keduanya mengurungkan niatnya. Lagipula ada halte bus yang tak seberapa jauh jaraknya. Eun Gi memaksa Ma Roo untuk naik bus saja, ia khawatir sebab Ma Roo terus bersin-bersin sedari tadi.

Setelah menempuh sekitar 30 menit perjalanan, bus berhenti di sebuah halte yang bagi Eun Gi menyimpan kenangan tersendiri.

Bertahun lalu, ini adalah halte pertama yang ia jejaki. Saat itu sepulang dari Aomori, ia diusir dari rumah dan setelah semua fasilitasnya diambil secara sepihak oleh mendiang ayahnya, Eun Gi dengan senang hati naik bus ke rumah Ma Roo dengan uang pinjaman dari Pengacara Park.

“Kau keras kepala! Aku masih tak paham, kenapa malah memilih pergi ke rumah lamaku daripada pulang ke rumah Jae Gil atau Eun Suk,” Ma Roo menggeleng melihat Eun Gi yang hanya melirik santai seraya tersenyum.

“Entahlah, aku hanya ingat Jae Hee memberikan kunci rumah ini padaku dulu, saat aku mengajaknya kembali tinggal bersama Eun Suk,”

Ma Roo hanya bisa mendesah pasrah dan maklum.

Eun Gi punya isi otak yang tak dapat ditebak, bahkan oleh Ma Roo.

“Kau wanita gila!” maki Ma Roo gemas.

Eun Gi malah tersenyum, ia lupa kalau koper-koper mereka sangat berat dan ini semacam penyiksaan terselubung bagi Ma Roo yang harus menaiki tangga-tangga nan tinggi demi menuju rumah lamanya yang berada di atas pemukiman.

Setelah menyusuri gang-gang nan berliku, keduanya akhirnya sampai di depan rumah lama Ma Roo yang senyap.

Jam menunjukkan pukul 9.10 malam.

Eun Gi dengan antusias memasukkan kunci ke dalam lubang gembok di hadapannya. Ia membuka gerbang sederhana itu dan berjalan masuk, meninggalkan Ma Roo yang terengah di belakang sambil berhatcing-hatching ria.

“Tidak berubah!” pekik Eun Gi girang. Ia menoleh pada Ma Roo yang akhirnya dapat bernapas lega.

“Kau yakin mau menginap di sini? Rumah ini sudah lama ditinggalkan, di dalamnya pasti sangat kotor dan berdebu,” dengus Ma Roo mulai kesal.

Sialnya Eun Gi sekali lagi membalas omelannya dengan senyum misterius.

“Aku belum memberitahumu ya? Aku menggaji seseorang untuk membersihkan rumah ini setiap hari,” jawab Eun Gi ringan dan bangga.

“Keren! Hatching… Belum cukup kau menghamburkan uang untuk modal toko rotimu yang akhirnya bangkrut itu dan ternyata, hatching… kau repot-repot menyewa seseorang untuk membersihkan tempat yang terabaikan ini? Hatchuiiing….”

“Harusnya kau senang bukannya mengomel!” Eun Gi merengut sewot.

“Sudah ayo masuk Dokter Kang! Suster Seo harus merawatmu! Bersinmu semakin parah!” Eun Gi membuka pintu rumah Ma Roo dan berjalan masuk dengan ceria.

Ma Roo hanya bisa menahan kekesalannya dan mempertebal kesabarannya. Ia menggeret koper-koper mereka dengan geram.

~oOo~

Eun Gi menguap panjang, ini adalah pagi pertama di Seoul yang tercinta. Ia membuka matanya dengan bahagia. Bibirnya menyunggingkan senyum sumringah.

Diliriknya Ma Roo yang masih pulas tertidur di sisinya. Semalam, suaminya itu langsung terlelap setelah mengonsumsi obat untuk flu.

“Sayang… bangun….” Eun Gi memaksa Ma Roo membuka matanya. Ia menggoncangkan tubuhnya agar segera enyah dari alam mimpi, namun hingga 3 kali goncangan Ma Roo tetap diam.

Eun Gi membalik tubuh Ma Roo yang semalaman tidur memunggunginya agar tak menularkan virus flu katanya.

“Sayang….” Eun Gi memanggil suaminya sekali lagi.

Ia nampak cemas.

Dipegangnya pipi Ma Roo dan spontan Eun Gi melotot kaget. Panas! Suhu tubuh Ma Roo panas menyengat.

“Ma Roo… bangun….” Eun Gi menguncang-guncang tubuh Ma Roo dengan lebih keras.

Tak ada respon sama sekali.

“MA ROO….” Eun Gi panik.

 

~oOo~

Dan faktanya,

Chapter 32~

I never thought I will be here. I started this FF because I miss EunMa and I didn’t even know that I will be here until chapter 32. Hehe….

Thank you for a lot of support from you.

This FF will be nothing without your existence dear readers.

Keep supporting me and let’s keep praying that CHAEKI will be true.

PLEASE BE REAL DEAR CHAE WON - JOONG KI! Haha…

Oh yeah, Chae Won will comeback with her GOODBYE MR. BLACK.

I miss her!!!

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Methaalana
Si Maroo berasa sialan banget ah! Cekaka~ Sok kagak butuh, sok jaim, sok dingin tapi ngarep! Marooo... aku padamu! *Nulis sendiri, ngomel-ngomel sendiri*^^

Comments

You must be logged in to comment
Alexasky
#1
Chapter 6: Hii i would really love to read the story. Do you happen to know how to translate the story to English please?
kyuhaeni #2
Chapter 42: annyeong.. reader baru di sini..
Kang Maroo di sini ga jauh beda sma Yoo Shi Jin ya yg palyful..
makasi ff nya.. aku yg blm puas nonton Nice Guy baca ini jadi suka bgt! comedy romance lagi.. waah harapan aku tuh kelak Joongki main com-rom drama..
oladilia1310 #3
Chapter 41: Kalo aku berani ngomelin eungi, pasti udah kuomelin! Udah masa" mau melahirkan kok ekstrimnya gk ilang sih *gemesssss* hahahhh
Trus ini gimana eungi lahirannya masa di pulau tanpa RS??!!! Semoga Maroo bisa nanganin kalo emg gk bisa balik ke Seoul :')
And.... i miss ChaeKi Couple so much ㅠㅠ
Semangat kak author!! Kutunggu update selanjutnya! 파이팅! ♡♡
Chaeki_Novit #4
Chapter 38: aku udh baca chapter 39 nya d wattpad
dan waaah cerita'y makin menarik dan seru,, apa yg mencelakai jang mi itu eungi??
d tnggu chap selanjut'y ya :)

*maaf ya aku komen disini. wattpad aku lg gk bsa buat komen

oya aku mulai setuju dngan author-nim kaya'y klu cerita eunma datar2 aja gk kn trasa eunma'y n pasti'y krang menarik hihi jdi aku prcayakan alur'y kpada sang pakar'y aja
semangatt ya thor :D
emoonsong #5
Chapter 38: Hmmm joahhh... ditunggu next chapnya....hehehe
Chaeki_Novit #6
Chapter 38: ayoo ayoo cepat tes DNA biar semua tau (trutama eunma) kalau itu bukan anak'y maroo n jang mi juga harus jujur n selesain msalah dia sendiri sama ex husband'y

aduuhh ini nyonya song kalau lg ngmbek sifat asli'y kluar hahaha lupa ya kalau lg ngandung dede kembar hehehe

semangat thor, next chapter'y jgn lama2 ya
give me sweet happy ending. really happy ending. jeballl
Chaeki_Novit #7
Chapter 38: ayoo ayoo cepat tes DNA biar semua tau (trutama eunma) kalau itu bukan anak'y maroo n jang mi juga harus jujur n selesain msalah dia sendiri sama ex husband'y

aduuhh ini nyonya song kalau lg ngmbek sifat asli'y kluar hahaha lupa ya kalau lg ngandung dede kembar hehehe

semangat thor, next chapter'y jgn lama2 ya
give me sweet happy ending. really happy ending. jeballl
eonnifan
#8
Chapter 38: kan.. udh ketebak jonghyun bukan anak maroo hahhahahaha

sabarlah eungi
tp entah knp aku pengen eungi ky ngelakuin sesuatu yg ekstrim gitu lol
jgn2.. yg jd pembunuhnya.. eungi :O
emoonsong #9
Chapter 37: Komen selanjutnya dariku....

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°©©©°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Jong Hyun tinggal bersama Eng Gi? Kurasa ini baru namanya saingan yang seimbang...
Eng gi tdk mungkin kalah dr wanita manapun dihati Maroo... tp dgn Jong Hyun?....
Aku rasa Maroo akan sedikit bingung bukan?
Meski hatix untuk Eng Gi tapi Maroo tak mampu mengabaikan Jong Hyun...
Dan ini yang akan menyakiti Eun Gi... bukan begitu?
Ah sial bagimu Kang Maroo...

Eun Gi akan mendapat dukungan penuh dr semuanya bahkan dr si Twin...
Dan krn Jong Hyun tdk memiliki siapa siapa disisinya? Kau mungkin akan mengambil tanggung jawab itu...

Dan itu yg tidak diinginkan Eun Gi...
Kau berada bersebrangan dengannya...
Karena itu Eun Gi menginginkan mesin waktu... untuk bisa menemukanmu lebih dulu...
Tapi tentu sj hal yg mustahil... krn ini bukan fanfic doraemon tapi ini ff chaeki...
Hak paten mesin waktu hanya untuk doraemon, nobita dan kawan kawan Readers dan Eun Gi tau itu..
*plakkk abaikan*

Krn itu... kita akan berharap seperti biasa untuk Eun Gi sekali lagi berlari ke pihak Kang Maroo tanpa memedulikan apapun...
Meski itu artinya dia berada dipihak yang sama dengan Jong Hyun... si anak kecil yg menjadi saingannya...

Hey tunggu dulu...
Kurasa Eun Gi tdk sebodoh itu untk mempercayainya...tanpa mengkonfirmasinya dan ayolah Maroo bahkan seorg dokter ... apa mereka bahkan tdk terpikir untk melakukan tes DNA...?
Mengapa perkataan seorg wanita dari masa lalu menjadi begitu terpercaya? Hingga diterima tanpa pembuktian...
#mungki Eun Ma Lelah... butuh piknik...

Hemm meski tes DNA tdk murah tp biaya bukan hal yg perlu dirisaukan oleh seorg Eun Gi kan?
Yah cukup mnngirim sampel rambut Kang Maroo dan Jong Hyun kurasa... hal Ini bisa dipecahkan...





©¶©¶©¶

Eun Gi bisa saja menyerah untuk apapun dan siapapun tp Eun Gi tdk akan menyerah untuk Kang Maroo ...

©¶©¶©¶