Sepasang Kekasih Dari Masa Lalu

NICE GUY FF - After The Ending

“Waktu adalah sahabat terbaik sekaligus musuh terhebat dari cinta, kalian setuju?

Lalu bagaimana dengan jarak? Hmm..."

***

Maroo turun dari atas ranjang, mengacuhkan Eun Gi yang masih belum memberinya jawaban apapun tentang segala kebohongannya hari ini. Ia berjalan menuju pintu kamar dan membukanya dengan ekspresi kaku.

“Eun Gi-ah… aku lupa….” Joon Ha yang semula sangat antusias dan memamerkan senyuman lebar nan menawannya serasa mati gaya. Ia tidak menyangka akan berhadapan dengan Maroo.

“Maroo? Kau… di Seoul?” tanya Joon Ha agak terbata.

Maroo menatap datar, ia melirik 2 benda yang dibawa oleh Joon Ha.

Eun Gi yang hanya berselimutkan handuk, mencoba memberi kode agar Joon Ha menyembunyikannya namun terlambat, dua benda itu sudah hinggap di tangan Maroo.

Eun Gi mengepalkan tangannya, meruntuk sebal. Ia ingin memaki Joon Ha karena begitu lamban membaca situasi namun Maroo keburu menoleh.

“Pakai bajumu dan kita bicara setelah ini!” ucap Maroo tajam disambut tatapan sok polos Eun Gi.

~oOo~

Maroo POV

Ini adalah pertengkaran pertama yang kami lalui sejak menikah. Aku sangat kesal pada Eun Gi. Bagaimana bisa ia bersikap seenaknya. Apa otaknya lupa bahwa beberapa minggu lalu, kami nyaris kehilangan dua janin di dalam rahimnya. Apa Eun Gi lupa bahwa ia sangat menginginkan kehadiran anak di tengah rumah tangga kami.

Aku sungguh tidak mengerti.

“Maroo… aku sudah menceritakan semuanya padamu, tidak bisakah kau memaafkan aku sekarang? Inikah hanya persoalan kecil,” Eun Gi memohon tapi aku masih terlalu marah untuk menanggapinya.

“Persoalan kecil?” Aku tersungging sarkastik.

“Pertama kau keluar seenaknya, kedua kau minum beer, ketiga kau berbohong padaku! Hyaaa… SEO EUN GI! Kau sangat aneh sekarang! Aku tidak bisa mengenalimu lagi! Dimana Seo Eun Gi yang dulu? Yang setiap hari mengatakan bahwa ia ingin hamil! Sekarang kau sudah hamil dan… ckckck… Sudahlah! Kurasa kau belum siap menjadi seorang ibu,” makiku kesal.

Eun Gi mengernyit, ia menatapku dengan tajam. Kata-kataku sepertinya sudah menyinggungnya telak.

“PERTAMA, AKU TIDAK KELUAR SEENAKNYA. KAU TAHU AKU JENUH DI RUMAH. AKU INGIN MENGOBATI KEJENUHANKU SAJA! TIDAK SETIAP HARI AKU BEGINI! KEDUA, AKU HANYA MENCICIP SEDIKIT BEER. SETEGUK SAJA MAROO! HANYA SETEGUK! KETIGA, AKU BUKAN SENGAJA BERBOHONG. AKU HANYA TIDAK MAU KAU BERPIKIRAN MACAM-MACAM DAN KHAWATIR PADAKU! AKU MEMIKIRKAN PERASAANMU. DAN… APA??? AKU TIDAK PANTAS MENJADI SEORANG IBU? KAU… BAGAIMANA BISA KAU MENGATAKAN ITU PADAKU??? AKU NYARIS MATI DEMI BENIHMU INI!” Eun Gi berteriak, napasnya menggerung penuh amarah dan airmatanya mengalir perlahan.

“AKU MENGATAKAN BELUM SIAP BUKAN TIDAK PANTAS!” emosiku ikut naik turun.

“SAMA SAJA! KAU TIDAK PERCAYA BAHWA AKU AKAN MENJADI IBU YANG BAIK!” sergah Eun Gi tak terima.

“HYAAA… SEO EUN GI!!!” pekikku kehabisan kata.

Kami bersitatap dalam ketegangan yang mengumpara penuh menyesaki kamar. Suara kami pasti terdengar hingga keluar. Aku menahan diri, mengontrol emosi. Kuhempaskan tubuh yang lelah secara fisik maupun batin ini ke atas kursi. Eun Gi masih menatapku tajam.

Malam ini, setelah makan malam yang canggung, kami tidur secara terpisah. Eun Gi tak perlu mengatakan jika ia ingin tidur sendirian untuk mengusirku ke ruang tamu. Aku juga masih terlalu marah untuk berbagi di kasur yang sama dengannya.

Sepertinya Tuhan mendengar doaku beberapa tahun silam. Kisah cinta kami menjadi begitu normal. Kami bertengkar seperti pasangan suami istri lainnya dan aku mulai tidak menyukai doaku sendiri.

Jae Hee keluar dari kamar Eunsuk, ia menatapku dengan simpati, di tangannya ada selimut.

“Pakailah!” ia memberikan itu kepadaku lantas berlalu masuk kamarnya. Aku tidak mengatakan apapun. Rasanya memalukan.

Kubentangkan selimut dari Jae Hee lebar-lebar, bersiap untuk meringkuk di bawahnya namun pintu kamar Eun Gi yang berada tepat di sisi kanan ruang tamu mendadak terbuka. Penghuninya keluar dengan tatapan dingin, ia menarik selimut yang diberikan Jae Hee kepadaku, kemudian melemparkan selimut miliknya ke pangkuanku.

Aku terkesiap sendiri melihat kelakuan abnormalnya.

Ia lantas berlalu pergi dengan membanting pintu, membuatku terenyak dan kembali menggeleng.

“Ckckck… wanita gila!” desisku spontan.

Kurebahkan tubuh lelahku ke sofa yang empuk. Pikiranku kusut dan alhasil, aku tidak bisa tidur.

Jam di dinding berdetak mengusikku. Haruskah aku masuk dan berbicara pada Eun Gi? Menuntaskan semua konflik di antara kami tanpa harus menunggu pagi. Tapi, bukankah tadi Eun Gi membanting pintunya. Berarti ia tidak mau diganggu. Ckckck… tabiatnya buruk sekali!

~oOo~

“Pagi ini aku sarapan di luar, Bi!” Eun Gi berkata pada Bibi penjaga rumah.

Ia mengabaikan kehadiranku.

“Kakak mau kemana?” Eunsuk yang duduk di sampingku melontarkan pertanyaan itu – mewakiliku secara tidak langsung.

“Berkenca!” jawab Eun Gi seraya melirikku. Ia berlalu pergi. Jae Hee yang duduk di hadapanku menggeleng menatapku. Ia memberi kode agar aku segera mengejar Eun Gi.

~oOo~

Eun Gi POV

“Ayah kalian adalah makhluk paling tidak peka sedunia!

Dia sangat egois! Jangan mencontohnya saat kalian keluar nanti!” aku berkata pada perutku dengan kesal. Kunyalakan mesin mobil dan bersiap untuk meluncur, namun Maroo tiba-tiba muncul dan mengetuk pintuku dengan kasar. Pria itu membuka paksa pintu mobil, menarik tanganku untuk keluar.

“Ada apa?” aku melotot marah.

Maroo tidak menjawab dan malah melompat duduk ke bangku sopir setelah berhasil mengusirku.

Aku mengernyit menatapnya yang masih bersikap dingin.

“Cepat masuk!” perintahnya datar, membuatku semakin geram. Baiklah, kuputuskan untuk mengikuti permainannya.

Aku duduk di sampingnya, kedua bola mataku terpaku ke arahnya dengan tajam. Sejenak ini seperti sebuah de javu. Dulu kami pernah seperti ini. Ya, kami pernah berada di situasi yang nyaris sama. (Ingetkan waktu Maroo ‘nyulik’ Eungi buat menemui Choco. Hehe…)

Maroo hanya memandang lurus ke depan, mengacuhkanku yang seolah ingin menelannya.

“Jadi hari ini kau ada kencan dengan siapa lagi? Super Junior? Big Bang?” sindirnya santai.

Aku mendengus kesal, “Kenapa? Kau cemburu?”

Maroo malah tersenyum meremehkan.

“Kenapa aku harus cemburu?” liriknya biasa saja membuat tingkat kekesalanku naik 2 level sekaligus.

“KE RESTAURANT JAE SHIK!” teriakku meledak.

~oOo~

Mobil kami berhenti di tepi jalan, masa bodoh jika Maroo memarkirnya sembarangan lagi kali ini. Aku turun dan berjalan duluan ke dalam restaurant Jae Shik. Sekretaris Hyun melambaikan tangannya menyambutku. Di sisinya ada Jae Shik yang tersenyum sumringah. Mereka berdua, sepasang kekasih kasmaran yang tengah merencanakan pernikahan dalam waktu dekat. Kupaksakan diri untuk tersenyum meski hatiku carut-marut.

Maroo mengikuti dan duduk di sampingku setelah memberi salam.

“Maroo? Kau ke Seoul lagi?” Jae Shik menyambut suamiku dengan riang.

Kutatap Sekretaris Hyun yang tersipu malu seraya mengulurkan sepucuk undangan pernikahan ke hadapan kami.

“Kami belum memberitahu siapapun mengenai ini kecuali kalian berdua,” ujar Sekretaris Hyun.

Kubuka undangan itu, rasanya sedikit iri. Dulu Maroo membuat pernikahan yang sangat mendadak seolah aku sudah hamil duluan, kami bahkan tidak memiliki undangan pernikahan.

“Minggu depan???” tanyaku nyaris memekik.

Sekretaris Hyun mengangguk, ia dan Jae Shik terlihat malu-malu bercampur salah tingkah. Mataku memicing curiga.

“Mungkinkah kalian….” Sebelum aku sempat menyelesaikan kalimatku, Jae Shik buru-buru berdiri.

“Oh ya! Ada menu baru! Kupesankan ya untuk kalian!” teriaknya berusaha mengalihkan pembicaraan. Ah, aku makin curiga. Mungkinkan mereka?

Tak lama, Jae Shik kembali dengan sepiring penuh ayam goreng lengkap bersama saus mayonese nan kental dan menggoda. Asapnya mengepul panas, menggugah seleraku, meneteskan liurku untuk buru-buru mencoba.

“Cobalah!” tawarnya ramah. Ia kembali duduk di sisi Sekretaris kesayanganku. Mereka sungguh berbeda sekarang. Dari malu-malu mau menjadi sangat mesra. Kulirik Maroo yang masih betah berdiam diri di sampingku.

Kutusuk sepotong kecil daging ayam dengan garpu, kucocol ke mayonese yang kental menggiurkan itu.

“Maroo, kau tidak makan? Cobalah juga!” Jae Shik mengulurkan garpu ke tangan Maroo yang lantas menerimanya demi sopan santun. Kami makan sepiring berdua. Sesekali, aku melirik sebal saat Maroo lebih dulu menusuk daging ayam yang kuincar.

Di hadapan kami, dua calon mempelai itu mengumbar kemesraan. Jae Shik merangkul pundak Sekretaris Hyun. Oh! Sungguh, sekali lagi aku iri!

“Bu Direktur, anda sedang tidak akur dengan Maroo ya? Aku mendengar dari Pengacara Park tentang insiden photoshot kemarin,” Sekretaris Hyun mencondongkan tubuhnya dan berbisik lirih saat Maroo pergi ke toilet. Kami hanya berdua saat ini karena Jae Shik harus melayani pembeli.

“Tidak,” bohongku.

“Tapi, aura kalian terlihat berbeda,” lanjut Sekretaris Hyun curiga.

“Benarkah? Kami baik-baik saja,” jawabku mengelak. Maroo kembali dan duduk di sampingku.

“Kau masih ingin pesan sesuatu lagi, sayang?” tanyaku tiba-tiba pada Maroo. Ia mengernyit melihat perubahan sikapku yang di luar dugaan. Suamiku menggeleng dan menatapku bingung. Dari caranya menatapku, mungkin ia sedang berpikir bahwa istrinya ini salah makan.

“Hehehe… tidak ya? Kalau begitu kita habiskan ini saja dulu baru pulang!” aku terkekeh sok mesra. Aku tidak mau Sekretaris Hyun tahu bahwa kami sedang bertengkar. Rasanya tak nyaman membuka kisah pertengkaran kami di depan orang lain.

Kuapit Maroo dengan mesra saat kami berpamitan pulang.

Begitu sudah agak jauh dari restaurant, aku segera menarik diriku, melepaskan pelukan Maroo. Seperti dugaanku, Maroo tidak menahan tanganku. Ia membiarkanku berjalan mendahuluinya menuju mobil. Aku paham sekarang, cintanya padaku tidak sebesar cintaku padanya. Aku melirik dongkol dan kembali duduk dengan jutek di dalam mobil. Maroo masih tidak mengucapkan sepatah kata pun. Ia menyalakan mesin mobil, memutar kemudi dan membawa kami pergi entah kemana.

Langit begitu cerah di Minggu siang ini, namun di atas kepala kami semuanya terasa gelap. Sepanjang perjalanan kami hanya diam. Maroo mengambil haluan kanan begitu kami melewati pintu tol. Aku menatap bingung, ini bukan perjalanan pulang ke rumah.

Aku ingin bertanya tapi, rasanya gengsi. Biarlah, aku akan mengikuti kemana ia ingin menculikku siang ini. Satu jam berlalu dengan sangat lama karena kami hanya mematung tanpa suara. Aku sibuk bermain game di handphone dan Maroo sibuk menyetir.

Lama kelamaan aku mulai bosan, kubuka jendela dan kubiarkan angin berhembus menerpa wajahku. Maroo melirikku sekilas, tetap tak mengucapkan apapun.

Mobil menderu menaiki jalanan berbukit dengan pemandangan pegunungan nan indah di sisi kanan jalan. Aku kenal dengan jalanan ini. Kutatap Maroo penasaran, sekali lagi ingin bertanya namun sekali lagi pula kuurungkan niat itu.

Kami sampai di sebuah jalanan besar yang dikelilingi oleh pepohonan. Kendaraan yang melintas di tempat ini jarang-jarang. Maroo menekan pedal gasnya lebih dalam, kelihatan sekali ia tak sabar ingin segera sampai di tempat tujuan. Tiba-tiba saja mobil kami bergoncang dan oleng ke sisi kanan jalan. Aku memekik kaget sembari berpegangan pada pintu mobil. Maroo menginjak rem. Ia sama terkejutnya denganku.

Mobil berjuluk New Outlander Sport yang kami tumpangi tersuruk nyaris menghantam pohon besar di tepi jalan. Maroo menatapku cemas, “Kau tidak apa-apa?” tanyanya. Ia memegang kedua bahuku erat. Aku mengangguk meski dalam kondisi agak syok.

Maroo mendesah lega, ia memelukku. Jantungku terasa berhenti berdetak saat kudengar suara napasnya bergulir di balik punggungku.

Maroo melepaskan pelukannya, ia keluar untuk memeriksa apa yang terjadi. Aku turun mengikutinya. Ban mobil kami rupanya terkena sesuatu. Ada robek yang sangat dalam di lapisan luarnya.

Maroo menatapku, “Tunggu disini! Aku akan mencari bengkel terdekat,” ucapnya. Aku menggeleng, menahan tangannya.

“Eun Gi…” ia memohon padaku untuk menurut tapi aku malah semakin cepat menggeleng.

“Aku ingin bersamamu!” ucapku tanpa sadar. Maroo memandangi dengan geram pada awalnya namun ia kemudian tersenyum tipis dan mengandeng tanganku. Kami berjalan bersama menyusuri jalanan panjang nan sepi ini. Arloji di tangan Maroo menunjukkan pukul 4 sore.

Kami terus berjalan dan aku mulai kelelahan. Maroo tahu itu, ia berjongkok dan menepuk pundaknya, memberiku kode untuk segera naik punggungnya.

Aku menggeleng, bersikeras untuk berjalan sendiri tapi Maroo tetaplah Maroo. Ia tidak mau berdiri sampai aku naik ke gendongannya.

Aku terpaksa menurut. Maroo menggendongku sembari membawa sepatuku di balik punggungnya.

Senja berarak manis menemani perjalanan kami. Pemandangan lereng perbukitan yang hijau kekuningan seperti sawah siap panen dipadu dengan semburat jingga dari matahari yang nyaris tenggelam membuat suasana terasa romantis. Angin semilir menyejukkan. Suara kicauan burung merdu menyapa kami.

Kutatap Maroo yang masih dengan sabar menggendongku. Hatiku rasanya sangat damai sekarang. Ada haru yang menyusup masuk dan entah kenapa, aku jadi ingin menangis. Kurasa segala artikel yang kubaca di internet itu benar. Ibu hamil memang memiliki mood yang labil.

“Maaf….” Ucap Maroo tiba-tiba. Hening menyergapku.

Maroo berhenti melangkah. Kami mematung di sebuah jalan setapak panjang yang sedikit terjal dan berliku. Maroo menoleh dan mengucapkan kata itu sekali lagi, “Maafkan aku…”

Airmataku jatuh tanpa terduga. Aku sendiri bingung, sejak kapan Seo Eun Gi menjadi sangat cengeng. Kusalahkan kehamilanku sekali lagi, berkali-kali.

Suamiku, yang sangat kucintai itu menurunkanku perlahan dari punggungnya. Ia berbalik dan menatapku. Tangannya lembut mengusap pipiku yang mulai basah.

“Bukan salahmu… Aku memang bandel dan susah diatur!” jawabku dengan kepala tertunduk.

Maroo menggeleng dan tersenyum.

“Jadi, kita sudah berbaikan sekarang?” godanya. Aku mengangkat kepalaku dan tersenyum seraya mengangguk malu-malu.

“Kau tahu? Aku sangat merindukanmu!”

“Kau pikir aku tidak?” dengusku kembali agak ketus.

Kami saling pandang kemudian tergelak bersama, puas menertawai tingkah kekanak-kanakan kami kemarin.

Maroo menggandeng tanganku dan melanjutkan perjalanan. Di kejauhan nampak sebuah bangunan dengan cahaya terang. Sebuah Golf House & Club yang cukup terkenal di daerah ini. Dulu, saat masih menjabat di Tae San, aku pernah bermain golf di tempat ini, bersama beberapa kolega bisnis, sekitar 2-3 kali.

Maroo mengajakku masuk ke sana, ia menyewa cottage yang memang disediakan oleh pengelola Golf House. Tak lupa, Maroo juga meminta tolong untuk mengganti ban mobil kami.

Matahari telah sepenuhnya pergi saat ini. Kami bergandengan tangan menuju cottage atau pondok kecil di tepi danau. Tak jauh dari cottage kami, berceceran cottage-cottage lainnya dengan jarak yang tak terlalu dekat sehingga tetap memberikan kesan privat.

Lampu-lampu taman mulai menyala di tepian danau yang airnya begitu tenang.

Maroo membuka pintu cottage yang kami sewa malam ini.

Sebuah perjalanan yang tak terduga.

Aku duduk di depan perapian, menunggu Maroo untuk menyalakannya. Kehangatan menyerbu tubuh kami berdua. Mataku masih tak beranjak dari punggung tegap Maroo, aku terpesona padanya.

“Sayang….” Kupanggil ia dengan tak sabaran. Maroo menoleh, ia tersenyum kemudian berbaring di pangkuanku.

Kusibak rambutnya yang hitam dan lebat dengan penuh cinta. Maroo memiringkan tubuhnya, tangannya membelai perutku dengan lembut.

“Bagaimana kabarmu anak-anak Ayah sayang?” Maroo berbisik di atas perutku, membuatku tertawa kegelian.

Maroo terus berbincang dengan janin kami seolah mereka dapat mendengarnya.

Tanganku masih setia mengusap kepalanya dengan penuh kasih.

“Maroo….” Ucapku.

“Hmm?”

“Tidak bisakah kita tinggal bersama seperti ini setiap hari? Aku tersiksa sendirian tanpamu,”

“Benarkah? Bukankah ada Eunsuk dan… Jae Hee?” Maroo melirikku dengan tatapan menggoda. Aku tahu ia pasti bertanya-tanya tentang keputusanku mengajak Jae Hee kembali tinggal bersama.

Aku tergelak, menyetil dahinya dengan gemas.

Maroo mengaduh pelan dan aku malah tergelak makin keras.

“Mereka kan bukan ayah dari anak-anakku! Aku menginginkanmu, Kang Maroo!” bibirku mengulum manyun.

Maroo bangun dari pangkuanku, ia mencondongkan wajahnya ke arahku. Cup… Ia mencuri sebuah ciuman.

Aku melotot pura-pura marah, tapi kedua lenganku kemudian melingkari lehernya.

“Lakukan lagi dan aku tidak akan membiarkanmu meninggalkan Seoul tanpaku!” ancamku. Maroo tersenyum licik, “Coba saja!” balasnya menantang.

Ia mengenyahkan kedua tanganku dari lehernya, kemudian mendorongku ke belakang di mana salah satu tangannya telah bersiap menopangku di atas karpet yang hangat dan tebal.

Aku tersenyum meremehkannya, “Jadi, kau tidak takut pada ancaman Seo Eun Gi?”

“Siapa Seo Eun Gi? Oh, wanita yang dibilang mirip Moon Chae Won itu ya?” Maroo menatap santai.

Aku melotot gemas, kugelitik pinggangnya. Maroo tertawa kegelian tapi dengan cepat ia menguasai keadaan dan menahan kedua tanganku ke atas.

“Katakan pada Seo Eun Gi bahwa Kang Maroo tidak takut padanya!” Maroo berbisik dan mulai membasahi telingaku dengan kecupannya.

Malam ini kami kembali menjadi sepasang kekasih dari masa lalu.

Ya, waktu memang sahabat terbaik sekaligus musuh terhebat dari cinta, tapi… lebih dari itu, jarak adalah ujian cinta yang sesungguhnya. Bagaimana menurut kalian? Sependapat denganku?

~oOo~

Well, you want it to be continued or not?

If you want to read more about EunMaroo, you can share me your ideas.

I am going to make Running Man ChaeKi FF, so I think I will stay away for a while from this FF.

It can be the last part or molla… let’s see! Hehehe…

Thank you for all the comments and votes.

I am happy can share some happiness with you, at least I can draw a smile on your face^^  and if you can, please share this FF so I can make another smile on CHAEKI shipper around the world.^^

FIGHTING CHAEKI SHIPPER! LET'S PRAY OUR OTP BECOME REAL!

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Methaalana
Si Maroo berasa sialan banget ah! Cekaka~ Sok kagak butuh, sok jaim, sok dingin tapi ngarep! Marooo... aku padamu! *Nulis sendiri, ngomel-ngomel sendiri*^^

Comments

You must be logged in to comment
Alexasky
#1
Chapter 6: Hii i would really love to read the story. Do you happen to know how to translate the story to English please?
kyuhaeni #2
Chapter 42: annyeong.. reader baru di sini..
Kang Maroo di sini ga jauh beda sma Yoo Shi Jin ya yg palyful..
makasi ff nya.. aku yg blm puas nonton Nice Guy baca ini jadi suka bgt! comedy romance lagi.. waah harapan aku tuh kelak Joongki main com-rom drama..
oladilia1310 #3
Chapter 41: Kalo aku berani ngomelin eungi, pasti udah kuomelin! Udah masa" mau melahirkan kok ekstrimnya gk ilang sih *gemesssss* hahahhh
Trus ini gimana eungi lahirannya masa di pulau tanpa RS??!!! Semoga Maroo bisa nanganin kalo emg gk bisa balik ke Seoul :')
And.... i miss ChaeKi Couple so much ㅠㅠ
Semangat kak author!! Kutunggu update selanjutnya! 파이팅! ♡♡
Chaeki_Novit #4
Chapter 38: aku udh baca chapter 39 nya d wattpad
dan waaah cerita'y makin menarik dan seru,, apa yg mencelakai jang mi itu eungi??
d tnggu chap selanjut'y ya :)

*maaf ya aku komen disini. wattpad aku lg gk bsa buat komen

oya aku mulai setuju dngan author-nim kaya'y klu cerita eunma datar2 aja gk kn trasa eunma'y n pasti'y krang menarik hihi jdi aku prcayakan alur'y kpada sang pakar'y aja
semangatt ya thor :D
emoonsong #5
Chapter 38: Hmmm joahhh... ditunggu next chapnya....hehehe
Chaeki_Novit #6
Chapter 38: ayoo ayoo cepat tes DNA biar semua tau (trutama eunma) kalau itu bukan anak'y maroo n jang mi juga harus jujur n selesain msalah dia sendiri sama ex husband'y

aduuhh ini nyonya song kalau lg ngmbek sifat asli'y kluar hahaha lupa ya kalau lg ngandung dede kembar hehehe

semangat thor, next chapter'y jgn lama2 ya
give me sweet happy ending. really happy ending. jeballl
Chaeki_Novit #7
Chapter 38: ayoo ayoo cepat tes DNA biar semua tau (trutama eunma) kalau itu bukan anak'y maroo n jang mi juga harus jujur n selesain msalah dia sendiri sama ex husband'y

aduuhh ini nyonya song kalau lg ngmbek sifat asli'y kluar hahaha lupa ya kalau lg ngandung dede kembar hehehe

semangat thor, next chapter'y jgn lama2 ya
give me sweet happy ending. really happy ending. jeballl
eonnifan
#8
Chapter 38: kan.. udh ketebak jonghyun bukan anak maroo hahhahahaha

sabarlah eungi
tp entah knp aku pengen eungi ky ngelakuin sesuatu yg ekstrim gitu lol
jgn2.. yg jd pembunuhnya.. eungi :O
emoonsong #9
Chapter 37: Komen selanjutnya dariku....

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°©©©°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Jong Hyun tinggal bersama Eng Gi? Kurasa ini baru namanya saingan yang seimbang...
Eng gi tdk mungkin kalah dr wanita manapun dihati Maroo... tp dgn Jong Hyun?....
Aku rasa Maroo akan sedikit bingung bukan?
Meski hatix untuk Eng Gi tapi Maroo tak mampu mengabaikan Jong Hyun...
Dan ini yang akan menyakiti Eun Gi... bukan begitu?
Ah sial bagimu Kang Maroo...

Eun Gi akan mendapat dukungan penuh dr semuanya bahkan dr si Twin...
Dan krn Jong Hyun tdk memiliki siapa siapa disisinya? Kau mungkin akan mengambil tanggung jawab itu...

Dan itu yg tidak diinginkan Eun Gi...
Kau berada bersebrangan dengannya...
Karena itu Eun Gi menginginkan mesin waktu... untuk bisa menemukanmu lebih dulu...
Tapi tentu sj hal yg mustahil... krn ini bukan fanfic doraemon tapi ini ff chaeki...
Hak paten mesin waktu hanya untuk doraemon, nobita dan kawan kawan Readers dan Eun Gi tau itu..
*plakkk abaikan*

Krn itu... kita akan berharap seperti biasa untuk Eun Gi sekali lagi berlari ke pihak Kang Maroo tanpa memedulikan apapun...
Meski itu artinya dia berada dipihak yang sama dengan Jong Hyun... si anak kecil yg menjadi saingannya...

Hey tunggu dulu...
Kurasa Eun Gi tdk sebodoh itu untk mempercayainya...tanpa mengkonfirmasinya dan ayolah Maroo bahkan seorg dokter ... apa mereka bahkan tdk terpikir untk melakukan tes DNA...?
Mengapa perkataan seorg wanita dari masa lalu menjadi begitu terpercaya? Hingga diterima tanpa pembuktian...
#mungki Eun Ma Lelah... butuh piknik...

Hemm meski tes DNA tdk murah tp biaya bukan hal yg perlu dirisaukan oleh seorg Eun Gi kan?
Yah cukup mnngirim sampel rambut Kang Maroo dan Jong Hyun kurasa... hal Ini bisa dipecahkan...





©¶©¶©¶

Eun Gi bisa saja menyerah untuk apapun dan siapapun tp Eun Gi tdk akan menyerah untuk Kang Maroo ...

©¶©¶©¶