Who Are You, Miss Rude?
NICE GUY FF - After The EndingCHAPTER II
“Eungi… ayo kita melarikan diri.
Aku akan pergi kemanapun kau pergi.
Ke tempat dimana tidak ada seorangpun yang mengenali kita.
Larilah bersamaku, Seo Eungi… “
_Maroo_
Eungi menatap wajah Maroo yang tertidur dengan tenang di sampingnya. Pria itu sedang sakit. Dijelajahinya setiap inci dari wajah pria yang ia cintai itu. Betapa waktu berlalu dengan cepat, tapi wajahnya tetap sama. Pria itu…. Kang maro… dia ingin menyentuhnya sekali lagi. Walau dengan usapan lembut di atas dahinya atau hanya genggaman hangat menyelubungi tangannya.
“Impian kita menjadi kenyataan Maroo. Pergi jauh ke tempat dimana tak seorangpun mengenali kita, tapi… bahkan bukan hanya tempat ini yang tidak mengenali kita. Kau juga…” Eungi mendesah sedih namun ikhlas. Senyuman kecil bergulir di sudut bibirnya.
Maroo menggeliat, dia mulai siuman. Kelopak matanya mengerjap dan kesadarannya kembali perlahan-lahan.
Eungi buru-buru melepaskan tangan dingin Maroo yang sedari tadi dia dekap dan membetulkan posisi duduknya yang terlalu dekat.
Dia tahu apa yang harus dia lakukan setelah ini.
Maroo duduk bersandarkan bantal, dia tidak terlalu yakin dengan apa yang terjadi. Mereka terjebak dalam hening sementara Maroo mulai mencermati wajah Eungi dengan penuh pertanyaan.
Jengkal demi jengkal, Maroo ingat wajah ini. Gadis yang membayanginya selama 6 tahun belakangan. Tapi, Maroo tidak mau gegabah, dia lebih suka berakting innocent. Bersikap biasa saja dan sewajarnya.
“Apa aku jatuh pingsan?” Maroo memegangi keningnya yang masih pening.
“Iya.” Jawab Eungi singkat, dia menunduk antara tersipu malu, sedikit salah tingkah dan menutupi perasaannya.
“Kenapa kau menolongku?” Tanya Maroo, ekpresinya datar. Dia penasaran dengan gadis ini.
“Eh?” Eungi terbengong. Alasan? Kenapa dia menanyakan alasan? Bukankah sesama manusia wajib tolong menolong?
Sejenak dia ingat dengan dirinya beberapa tahun lalu saat pertama kali bertemu Maroo. Dia juga menanyakan hal yang sama. Eungi menaikkan alisnya, sedikit merasa gusar tapi juga masih kebingungan harus menjawab apa.
“Jawab pertanyaanku Nona…” Tanya Maroo semakin penasaran.
“Eungi… namaku Seo Eungi dan aku menolongmu karena kau membutuhkan bantuan!” Eungi menjawab tegas, ia kemudian beranjak pergi dari sisi Maroo. Meninggalkannya di dalam kamar perawatan sendirian.
Maroo tersenyum kecil, Seo Eungi… itukah namamu? Gadis yang selama ini berkeliaran di dalam pikiranku. Tunjukkan dirimu mulai sekarang.
***
Maroo berdiri di belakang Eungi yang sejak tadi diam dan pura-pura tidak melihatnya. Dia sudah merasa baikan.
Mereka menanti bus yang akan membawa mereka ke sebuah desa bernama Tong Yeong. Sebuah desa kecil di pulau Tamra ini.
“Seo Eungi…” panggil Maroo.
Mendengar namanya keluar dari mulut Maroo rasanya masih asing bagi Eungi, seolah ada yang meletus di dalam hatinya.
Ia menoleh dengan spontan, wajahnya tak bisa menutupi rasa kagetnya.
Maroo mendekat dan berkata lirih, “Terima kasih…” kemudian menjauh lagi dengan sopan.
Rasanya aneh, benar-benar aneh. Ini baru dimulai Seo Eungi… jangan menyerah. Maroo pasti akan mengingatmu, jika dia tidak mengingatmu. Buatlah kenangan baru!
Eungi menyemangati dirinya sendiri.
“Iya…” jawab Eungi setengah bengong. Ia jadi salah tingkah di sekitar Maroo. Tidak boleh seperti ini, dia harus membuat Maroo tertarik. Bukan sebagai gadis manis yang memperhatikannya diam-diam tapi sebagai Eungi yang akan selalu muncul dimana Maroo berada.
Stalker? Paparazzi? Eungi tidak perduli dia akan berubah menjadi seperti apa.
***
Jaegil sedang asyik menonton TV dan tertawa terbahak-bahak ketika Choco mendadak duduk di sampingnya dengan ekpresi cemas.
“Oppa… kenapa kakakku belum menelepon ya? Apa dia sampai dengan selamat?”
“Maroo akan memberi kabar begitu dia sampai, tenang saja!” Jaegil tersenyum menenangkan.
“Ah… tapi rasanya tetap saja aneh.”
“Aneh? Aneh bagaimana?”
“Tadi kakakku mengatakan jika dia akan membelikanku cokelat karena melihatku cemberut saat dia akan pergi. Ini aneh… apa ingatannya sudah kembali?” Choco menerka-nerka walau dia sendiri tidak yakin dengan apa yang dia ucapkan.
Jaegil jadi ikut berpikir, dia ingat Maroo duduk di kursi kemudi pagi ini. Itu kebiasaannya dari dulu karena Jaegil sebelumnya tidak bisa menyetir.
“Apa kau pikir seperti itu Choco? Bukankah Eungi pergi bersamanya. Coba kita hubungi dia!” jae gil memberikan ide.
Dari awal, Jaegil dan Choco adalah informan bagi Eungi. Mereka akan memberi tahu Maroo sedang apa, bersama siapa dan akan pergi kemana.
Choco segera mencari nama Eungi dan menekan tombol calling.
Teleponnya tidak diangkat. Choco mencoba sekali lagi dan kali ini suara Eungi terdengar renyah dari ujung telepon.
“Kakak… ” sapa Choco riang dan antusias.
“iya Choco…” jawab Eungi setengah berbisik.
Dia sekarang sedang di dalam bus bersama Maroo. Mereka duduk berjauhan. Eungi memilih untuk duduk 2 bangku di belakang Maroo agar bisa memandanginya lebih leluasa.
Maroo menoleh ke belakang, tanpa sengaja pandangannya beradu dengan Eungi. Kali ini Maroo yang salah tingkah, dia buru-buru mengalihkan pandangannya dan seolah sedang mengamati perbukitan di luar.
“Halo…. Kakak… apa kak Maroo ada bersamamu?” Tanya Choco setengah berbisik. Dia tanpa sadar sudah mengikuti gaya bicara Eungi.
Jae gil jadi heran sendiri, “Hyaa.. kenapa kau berbicara sepelan itu” tanyanya.
“Hehe… iya…” jawab Choco tersadar.
“Dia duduk di hadapanku…” Eungi menjawab dengan tersenyum, terpesona sendiri melihat pundak tegap Maroo dari belakang. Merindukan pundak itu. Merindukan pemilik pundak itu.
Dia sampai lupa sedang berbicara di telepon dengan Choco.
“Kakak..kakak??” Choco mengetuk-ngetuk teleponnya khawatir jika ini karena signal yang buruk.
“Iya choco…” Eungi sedikit terlonjak dan ia lupa untuk memelankan suaranya membuat beberapa penumpang di dalam bus menoleh. Tapi bukan Eungi namanya jika tidak memasang tampang cuek.
Dia benar-benar tidak perduli pada pandangan orang-orang di sekitarnya. Matanya hanya tertuju pada Kang Maroo. Pria itu sedang asyik mendengarkan lagu menggunakan headshet jadi dia tidak mendengar teriakan Eungi barusan. Melegakan, dia tidak mendengar nama Choco disebut.
“Kakak akan menghubungimu nanti begitu kami sampai.” Eungi menutup teleponnya dengan sebuah senyuman manis penuh antusias.
Bus berhenti di sebuah jalan setapak lebar yang dikelilingi persawahan nan asri. Beberapa orang turun termasuk Maroo dan Eungi.
Maroo menatap Eungi, dia sadar jika gadis di hadapannya ini mengikutinya tapi alih-alih berjalan mendekat. Maroo malah melenggang begitu saja melewati Eungi yang begitu kepayahan dengan dua buah koper di tangannya.
Maroo tersenyum kecil mendengar geraman kesal Eungi yang sibuk sendiri menggeret koper-kopernya.
Dia bahkan tidak berpikir untuk membantuku? Bukankah dia hanya membawa satu koper? Seo Eungi… apa kau yakin rencanamu akan berhasil? Maroo sepertinya benar-benar lupa padamu!
Eungi terus mengomel sepanjang jalan. Dia tertinggal jauh di belakang Maroo.
“Aisshhh!!!”
Eungi membiarkan koper-kopernya berjatuhan di atas jalan setapak yang sangat mulus ini.
Kesabarannya ada batasnya, rasanya ingin berteriak di telinga Maroo. Setidaknya walau dia tidak mengenalinya, Eungi tetaplah wanita. Apa Maroo setega itu membiarkannya menggeret koper sendirian? Eungi bahkan sudah membantu Maroo memindahkan gadis pengganggu di dalam pesawat tadi pagi ke kelas VIP dengan tiket khusus miliknya fasilitas dari Taesan.
Tanpa diduga, Maroo berbalik dan tanpa sepatah katapun meraih salah satu koper Eungi dan menggeretnya. Eungi masih tidak menyangka dengan apa yang terjadi sampai Maroo berhenti sejenak dan berteriak,
“Nona, apa kau akan mempersulit keadaanku dengan terus diam di sana?
Kepalaku masih sakit, tapi aku tidak bisa membiarkanmu sendirian seperti itu.
Jadi bisakah kau berjalan lebih cepat?”
Eungi tersenyum dan meraih kopernya yang lain dari atas jalanan. Mereka berjalan berdua di tengah jalan setapak itu.
Sepintas orang-orang yang lewat akan mengira jika mereka adalah sepasang pengantin baru yang akan menghabiskan bulan madunya di pulau ini. Eungi tidak berhenti memandangi Maroo dengan senyuman di bibirnya.
Ini baru permulaan, selanjutnya Eungi akan membuat Maroo mengenali dirinya dan jatuh cinta padanya lagi.
***
“Ah… anda datang lebih awal dari yang kami duga. Karena kami tidak tahu anda akan datang hari ini, jadi…. Rumah penginapan untuk anda belum kami bersihkan… kami minta maaf…” ujar staff pengelola Rumah sakit desa dengan rasa bersalah. Dia merasa tidak enak hati pada Maroo. Berita tentang seorang dokter lulusan Amerika yang dikirim desa ini rasanya terlalu mustahil, jadi para staff rumah sakit belum mempersiapkan apapun.
“Tidak apa-apa… hari ini saya akan mencari penginapan lain untuk ala mini” Maroo tersenyum ikhlas dan berjalan menghampiri Eungi yang dari tadi menguping di depan pintu.
“Kau… tunjukkan tempatmu? Aku akan mengantarmu” Maroo meraih salah satu koper bawaan Eungi dan siap mengantarnya pergi.
Mereka hanya perlu 5 menit untuk sampai di tempat dimana Eungi akan tinggal.
Maroo tidak menduga jika jaraknya sedekat ini. Hanya satu blok dari rumah dinasnya.
Semakin mencurigakan! Pikir Maroo.
Eungi tersenyum dan berusaha membuka pintu rumah barunya. Sebuah ruko kecil di atas loteng. Perlu menaiki tangga untuk sampai ke rumah Eungi. Pemandangan di atas terlihat indah. Laut, sawah, bukit dan rumah-rumah penduduk terlihat kecil dan berhimpitan. Langit sudah gelap, bintang Nampak menghias atap malam mini.
Sementara Eungi memasukkan barang-barangnya ke dalam. Maroo memandangi pemandangan di bawah.
“Maroo… kau bisa menginap disini untuk semalam… hari sudah gelap, akan sulit mencari penginapan…” tawar Eungi.
Pria di hadapannya itu menoleh. Maroo menatap Eungi dengan tajam, dia terlihat kaget dengan kalimat Eungi.
Didekati wajah Eungi dengan begitu penasaran. Tatapannya semakin tajam dan penuh pertanyaan.
Eungi bisa merasakan hidungnya hampir bersentuhan dengan milik Maroo.
Rasanya beku… Eungi tak dapat bereaksi dalam jarak sedekat ini. Apa yang akan pria ini lakukan?
“Kau? Bagaimana kau bisa tahu namaku?” Tanya Maroo tajam.
Padangannya melekat kuat pada Eungi.
Aku tak tahu harus menjawab apa.
Aku ingin sekali berteriak jika aku adalah wanita yang kau cintai tapi bibirku kelu.
Kang Maroo… jawaban apa yang harus kuberikan padamu?
Eungi tidak menjawab sementara Maroo semakin intim memperhatikan detail demi detail wajah gadis di hadapannya ini.
Hei gadis misterius, penguntit keras kepala… Katakan siapa dirimu sebenarnya!
Comments