Hijrah Cinta

NICE GUY FF - After The Ending

Eun Gi menatap kaku pada sosok di hadapannya yang tengah mengerang menahan sakit. Seorang wanita dengan perutnya yang besar membuncit. Tenda tempatnya berdiri sangat gaduh. Bukan hanya karena lengking teriakan wanita itu namun juga karena setiap orang mendadak menjadi super sibuk. Ma Roo meloncat kesana kemari, memastikan ini itu dan bertanya segala hal pada seorang pria berkaos merah, suami dari wanita itu.

Dari apa yang Eun Gi dengar, sepasang suami istri itu tengah berlibur di tempat ini. Mereka sedang menonton pawai adat bersama saat sang istri terdesak dan terhimpit kerumunan manusia. Wanita itu lantas mengeluhkan sakit di perutnya. Entah apa yang terjadi pada kandungannya, yang pasti bayinya akan lahir – dengan premature, sementara ia sendiri mengalami pendarahan hebat.

Eun Gi merinding. Ia termangu dan segala hal menjadi sebuah film bisu. Fokusnya lekat menumbuk tubuh di atas ranjang yang tak sedetik pun diam. Seperti melihat ikan yang baru diangkat keluar dari lautan. Raganya menggelepar, kakinya menendang ke segala arah dan jemarinya mencoba mencengkeram siapapun bak monster kelaparan. 3 orang Dokter relawan dari universitas dibuatnya kewalahan.

Ma Roo… kini netra Eun Gi menghibahkan pandangannya pada Ma Roo yang sigap memasang tirai di sekeliling ranjang wanita malang itu. Ia menariknya dan sepenuhnya menghilang di dalam bilik kecil itu. Meski demikian, Eun Gi dapat melihat bayangan mereka. Salah seorang Dokter relawan keluar dengan peluh. Kim Tae Hyun namanya. Pemuda berusia 25 tahunan itu mengusap-usap lengannya yang kemerahan akibat ulah si pasien lantas kembali lagi ke dalam.

Ia melintas di hadapan Eun Gi yang langsung memalingkan wajahnya dan mengubah ekspresinya agar terlihat biasa saja.

Eun Gi menarik napasnya dalam, mencoba rileks dengan kembali duduk menunggui Ma Roo seperti tadi.

Situasi sedikit banyak mulai terkontrol meski pekik kesakitan itu masih meruah memenuhi tenda. Ritme dan iramanya berubah, tak seliar tadi.

Siluet perjuangan wanita itu terpeta di lipatan-lipatan tirai yang bergelombang agak kusam. Ma Roo keluar dengan wajah tegang. Ia menelepon 911. Eun Gi ikut gugup melihatnya. Ia berdiri, ingin mendekati suaminya untuk bertanya atau sekedar menenangkannya, namun Ma Roo lebih dulu memberinya isyarat agar tetap diam di tempat.

Ma Roo berbicara dengan seseorang, ia meminta ambulan. Seorang dokter relawan lainnya bernama Jia keluar menghampirinya.

“Dok, detak jantung janinnya melemah,” lapor gadis itu.

“Kau sudah memasang oksigen dan memberi suntikan penahan sakit?”

“Sudah, tapi… masalahnya…pendarahannya belum bisa kami hentikan,” Jia menggigit bibirnya resah. Ia seperti akan menangis.

Ma Roo mengatasi kepanikan di matanya, ia bergegas kembali menuju balik tirai, meninggalkan Jia yang masih gemetar di belakang. Gadis berambut pendek itu terlihat bingung.  

“KAU SEDANG APA?” Ma Roo berteriak kepadanya. Jia berlari, ia menghilang dari hadapan Eun Gi.

10 menit berlalu penuh ketegangan. Eun Gi mencoba mendekat. Ia menguping di pojokan, sedikit mengintip juga tentang apa yang terjadi di dalam.

Ma Roo dibantu para relawan mencoba mengeluarkan janin dari bawah perut wanita itu. Eun Gi menahan napasnya. Ia melihat darah menetes dan menggenang hingga ke bawah.

Apa melahirkan benar-benar semenyakitkan itu? tanyanya dalam hati.

Wanita itu mengerang kepayahan, ia didekap suaminya yang didera kecemasan tak terkira.

Sarung tangan Ma Roo berlumur darah dan lendir sementara Tae Hyun dan Jia di kanan kirinya terus memegang kedua kaki wanita itu agar tetap terbuka lebar.

Eun Gi tak dapat membayangkan rasa sakitnya.

Ia gemetar dan menjauh dengan cepat. 30 menit berlalu dan Eun Gi masih mematung di dekat tirai. Ia keukeuh mencuri dengar meski tak sanggup lagi untuk melihat.

Baginya ini gila. Ditatapnya perutnya yang dipenuhi gerakan aktif nan lincah. Bayi-bayinya sedang asyik bermain di dalam sana.

“Kalian tidak akan menyulitkan ibu seperti itukan?” gumam Eun Gi. Ia mengelus perutnya was-was.

Tapi, jika memang harus seperti itu, Eun Gi yakin ia siap. Ia tak masalah asal bayi-bayinya terlahir dengan selamat ke dunia.

“Jangan bergerak, tetap atur napas!!!” suara Ma Roo mengakhiri lamunan Eun Gi. Karena sangat penasaran, ia akhirnya membulatkan tekadnya dan mengintip kembali. Kini suaminya itu tengah menarik pelan sebuah kepala nan mungil dari celah kaki pasiennya.

Bayi itu nampaknya juga sekarat. Tubuhnya mungil, ringkih dan semerah darah turut berjuang di antara celah kaki Ibunya.

Perlu 10 menit bagi Ma Roo untuk membawanya keluar dari lorong sempit milik si Ibu. Sayangnya ketegangan belum sepenuhnya berakhir. Bayi itu tak menangis. Semua orang panik kecuali ibu dan ayah si bayi yang awam pada pengetahuan medis.

Ma Roo menepuk dan membolak-balik bayi yang masih terhubung dengan tali plasenta itu.

“Bernapaslah… kumohon bernapaslah….” Eun Gi mendengar suaminya mengucapkan kalimat itu berulang kali. Ayah si bayi mendadak tersadar tentang kondisi buah hatinya. Ia tahu Ma Roo sedang berusaha membuat bayinya hidup.

“POTONG TALI PUSARNYA!” perintah Ma Roo pada Jia yang di sisinya. Gadis itu maju dengan cepat meski tangannya sedikit gemetar.

“Bantu ibunya mengeluarkan plasentanya! Aku akan mengurus bayi ini,” seru Ma Roo.

Ia menepi, menyingkirkan apapun yang bisa ia singkirkan dengan lengannya dari atas meja. Ma Roo menaruh bayi itu di sana dan melepas sarung tangannya yang kotor. Ia membungkuk, memberikan napas buatan dan memeriksa denyut nadi si mungil di tangannya.

Eun Gi mengepalkan tangannya cemas. Ia sama tegangnya dengan Ma Roo.

Ma Roo menepuk-nepuk pantat bayi itu, mengurut tubuh lemahnya pelan serta mencoba memberikan rangsangan apapun. Dan akhirnya, suara tangis itu melengking keras. Senyum kelegaan merekah di wajah semua orang terutama Ma Roo. Pria itu terengah dalam bahagia. Ia menyerahkan bayi itu ke pelukan Jia untuk dibersihkan. Namun rupanya masalah belum sepenuhnya selesai. Ibu dari bayi itu pingsan dengan plasenta yang masih tertanam di dalam rahimnya, di sisi lain, pendarahannya juga belum berhenti meski tak separah tadi.

Ma Roo menghela napas sebentar, ia tahu tak ada jalan lain kecuali operasi, namun tidak di tempat ini. Ini hanya posko kesehatan bukannya rumah sakit.

“Dokter… istri saya….” Suami dari wanita itu nampak putus asa. Ia pucat pasi.

Ma Roo keluar lagi untuk menelepon 911 dan memastikan jika ambulan sedang dalam perjalanan.

Eun Gi gugup, ia ikut berdebar-debar. Dipandangnya tubuh lemah di atas ranjang. Wanita itu tidak boleh mati.

2 menit setelah Ma Roo menutup teleponnya, suara sirine meraung dari kejauhan. Akhirnya apa yang ditunggunya tiba.

Ia ikut masuk ke dalam ambulan, untuk memastikan pasiennya mendapatkan perawatan secepatnya.

“Ma Roo….” Eun Gi memanggil suaminya sebelum pintu ambulan menutup.

“Pulanglah! Aku akan kembali secepatnya,” pesan Ma Roo. Eun Gi mengangguk, ia mundur perlahan untuk memberikan jalan bagi Jia yang menyerahkan bayi mungil berselimut kain ke dekapan Ma Roo.

Pintu menutup, ambulan itu menghilang di ujung jalan. Eun Gi mendesah sendirian, mengelus perutnya yang berat seraya berdoa agar wanita itu selamat dan bayinya sehat.

~oOo~

Eun Gi menatap kaku pada dapur yang kosong di hadapannya. Hari beranjak sore dan Ma Roo belum kembali. Ia yang resah berulang kali menengok jam di atas meja.

Dan pintu rumah pun terbuka, Eun Gi menoleh cepat ke ruang depan berharap suaminya yang datang, namun nyatanya ia salah. Joo Won dan Hyeri. Eun Gi bahkan lupa jika dua makhluk itu di rumahnya sejak kemarin.

“Nuuna… aku baru saja dari pos kesehatan, katanya Ma Roo Hyung sedang ke Rumah Sakit di kota?” Joo Won melontarkan tanya, wajahnya polos seperti biasa. Ia dipapah Hyeri untuk duduk di hadapan Eun Gi.

“Iya,” jawab Eun Gi datar sampai ia sadar jika terjadi sesuatu pada kaki Joo Won.

“Kau kenapa?” tanya Eun Gi kaget.

Joo Won tersenyum, ia tersipu malu dan menjawab jika sedang sial.

“Pembohong ini ceroboh! Ia tidak berubah, Eonnie!” maki Hyeri seraya melepaskan lelahnya di kursi. Ia duduk di tengah Joo Won dan Eun Gi.

Eun Gi melirik aneh, ia tidak salah dengarkan? Barusan Hyeri memanggilnya Eonnie. Bukankah ia mengira mereka seumuran?

Joo Won lagi-lagi tersipu malu, ia merangkul Hyeri dan memberi kode lewat tatapan mata jika ia sudah mengatakan semuanya.

Eun Gi mulai paham sementara Hyeri langsung melepaskan rangkulan Joo Won dengan cemberut.

“Kau harusnya minta maaf bukan langsung merangkulku! Kau sudah membuat repot sepasang suami istri. Pakai mengaku-ngaku mau jadi ayah lagi, huft….”

“Jadi?”

“Iya, Nuuna… seperti yang kau lihat, gadis ini tidak bodoh! Ia menangkap sandiwara kita,” jawab Joo Won seraya tersenyum – masih sok lugu.

“Ckckck… lalu apa karena melompat kegirangan sebab Hyeri menerimamu, kau jadi pincang sekarang?” sindir Eun Gi.

“Hehehe… bukan begitu,”

“Itu karma karena kau berbohong padaku!” cibir Hyeri disambut senyum kecil Eun Gi.

Melihat mereka kegelisahannya sedikit berkurang. Eun Gi jadi ingat, pesta adat berakhir hari ini dan itu artinya Joo Won serta Hyeri pasti akan pergi. Entah mengapa ia merasa kehilangan meskipun pada dasarnya mereka semua merepotkan.

“Nuuna, aku dan Hyeri akan pulang malam ini, apa Ma Roo Hyung masih lama pulangnya?” tanya Joo Won.

“Malam ini? Kenapa mendadak sekali?”

“Iya, kami sama-sama dikejar deadline. Hehe…”

Eun Gi menghela napas sejenak, ditatapnya Hyeri dan Joo Won satu persatu. Ia sebenarnya ingin meminta mereka untuk pergi besok pagi saja.

Dan di saat itulah pintu mendadak terbuka, Ma Roo muncul dengan tatapan layu dan tubuh letih.

Ia meletakkan jas dokter dan tasnya ke meja.

“Ma Roo….”

“Hyung….”

“Dokter….”

Ma Roo mendekat dan nampak heran melihat semua orang seolah menunggunya. ia melirik ke bawah dan menemukan kaki Joo Won dibalut perban.

“Kakimu kenapa?” adalah kalimat pertama yang ia ucapkan sejak masuk ke dalam rumah.

“Hanya sedang sial Hyung. Hehe…”

“Dia kena karma karena merepotkanmu dan berbohong kepadaku, Dok,” celetuk Hyeri yang langsung disumpal oleh tangan Joo Won.

“Hyaaa… tanganmu asin! Bbbbrrr…” Hyeri protes dan mencubit lengan Joo Won keras-keras.

“Aduh!!!” teriak Joo Won kesakitan. Ma Roo jadi heran, ia menatap Eun Gi yang sedari tadi memandanginya.

~oOo~

“Ternyata dia menemukan keberanian juga akhirnya,” Ma Roo tersenyum namun tak menutupi kesenduan di matanya. Ia hendak beranjak ke kamar mandi saat Eun Gi menghentikan langkahnya.

“Apa terjadi sesuatu?” tanya Eun Gi. Ia mencium gelagat aneh suaminya.

“Tidak ada,” jawab Maroo, ia menyunggingkan senyuman kecil.

Eun Gi menggeleng, ia tahu ada yang salah.

“Ibu dan bayinya, apa mereka baik-baik saja?” tanya Eun Gi.

Ma Roo terdiam sejenak, menghela napas panjang sebelum akhirnya menunduk dalam.

“Sayang… katakan ada apa?” Eun Gi memegang pipi Ma Roo, mengangkat wajahnya untuk menatapnya.

“Bayinya… meninggal dua jam setelah sampai di Rumah Sakit,” suara Ma Roo terdengar berat.

Eun Gi termangu, kedua tangannya jatuh dari pipi Ma Roo.

Tanpa sadar, matanya berkaca-kaca. Ia mungkin tak mengenal siapa ibu dan bayi yang dirawat Ma Roo tadi, tapi sebagai sesama wanita dan calon ibu, ia tak sanggup membayangkan rasanya.

“Aku gagal menyelamatkannya….” Desah Ma Roo tertahan.

“Tidak! Kau sudah melakukan yang terbaik!” Eun Gi memeluk tubuh lelah suaminya dan membelai punggungnya penuh kelembutan.

“Kau sudah melakukan yang terbaik… bayi mereka sudah bahagia di surga….” Eun Gi mengulangi kalimat itu untuk menenangkan Ma Roo yang merasa bersalah.

~oOo~

Setelah lama menunggu, akhirnya apa yang ditunggu Hyeri dan Joo Won keluar juga dari kamar mereka. Siapa lagi kalau bukan Eun Gi dan Ma Roo. Wajah Ma Roo nampak lebih segar setelah mandi dan berganti pakaian.

Hyeri memujinya tanpa basa-basi seperti biasa, namun kali ini dengan kekehan kalau ia hanya bercanda dan telah mendengar tentang rumitnya kisah cinta Eun Gi serta Ma Roo dari Joo Won.

“Kalian menginspirasi kami! Hahaha….” Celetuk Joo Won di depan rumah. Ia sudah siap menenteng ranselnya.

“Kau benar-benar sinting! Kakimu pincang seperti itu dan nekat pulang malam ini juga?” ucap Eun Gi frontal.

Joo Won tergelak, ia melirik Hyeri yang kaget mendengar kefrontalan Eun Gi.

“Kan sudah kuceritakan bagaimana pertemuan kami, Eun Gi Nuuna berlari menghadang mobilku dengan perutnya yang besar, harusnya kau tidak kaget mendengarnya frontal begitu. Hehehe….” Celetuk Joo Won yang disambut pelototan seram Eun Gi.

Ma Roo menggeleng geram, ia melirik Eun Gi yang langsung bersikap sok polos.

Di sisi lain, Hyeri tersenyum.

“Terima kasih karena mau direpoti semalaman serta aku minta maaf karena membuat kalian menderita mengikuti sandiwara bodoh pria ini,” ucapnya.

Ma Roo dan Eun Gi tersenyum.

“Benar-benar harus pergi malam ini?” tanya Ma Roo.

“Iya Hyung,” jawab Joo Won, ia kemudian melirik Eun Gi yang nampak sedih.

“Kau akan merindukanku kan Nuuna?”

“Tidak akan! Siapa yang akan merindukan pengecut sepertimu?” jawab Eun Gi ketus. Hyeri menahan tawa mendengarnya. Ia senang Joo Won dijahati seperti itu.

“Bukankah masakanku enak? Dan wajahku menggemaskan,” goda Joo Won yang langsung mendapat lirikan dari Ma Roo.

“Hahaha… bercanda Hyung! Lagipula siapa yang bisa mengalahkan kisah cinta kalian yang langka itu, kuharap aku dan Hyeri juga memilikinya,”

“Memiliki apa? Amnesia?” Ma Roo ikutan sok galak seperti Eun Gi.

“Eh…” Joo Won bingung sendiri.

Hyeri tertawa dan memukul lengannya. “Diamlah! Jangan berkhayal seperti itu! Memangnya cinta yang kau miliki sekuat mereka?”

“Kau meragukanku?” Joo Won tak terima.

Pertengkaran aneh dua sejoli itu mau tak mau membuat Eun Gi dan Ma Roo menggeleng seraya tersenyum.

Setelah sedikit perdebatan dan adu sindir yang dibumbui oleh tawa dan keakraban, Joo Won dan Hyeri akhirnya resmi mengucapkan perpisahannya. Mereka menghilang di ujung jalan bersama mobil yang dikemudikan sendiri oleh Hyeri. Mobil yang sama dengan mobil yang dulu membuat gadis itu meminta bantuan Ma Roo di tengah malam dan nyaris membuatnya salah paham dengan Eun Gi.

“Ayo tidur… sekarang kita bisa tidur berdua lagi….” Canda Ma Roo. Eun Gi tergelak mendengarnya. Ma Roo merangkul pinggang Eun Gi dan bersama-sama mereka masuk ke dalam kamar.

Keduanya merebah di atas kasur yang nyaman.

“Kau sudah merasa lebih baik sekarang?” tanya Eun Gi perhatian. Ma Roo mengangguk, merapatkan badannya lebih dekat dengan calon ibu dari anak-anaknya.

Ia mengelus perut Eun Gi yang sudah berusia 7 bulan lebih.

“Ada yang belum aku katakan padamu sebenarnya,” kata Ma Roo.

“Apa?” Eun Gi merasa was-was. Semoga bukan kabar buruk lagi.

“ Tadi di Rumah Sakit, aku bertemu Seniorku. Kau masih mengingatnya?”

“Dokter Seok membantumu banyak hal bahkan membuatmu melanjutkan pendidikan ke Amerika, bagaimana aku tidak mengingatnya?”

Ma Roo tersenyum dan mengangguk.

“Lalu? Apa yang Dokter Seok lakukan di sana?”

“Dia menghadiri seminar di Rumah Sakit itu dan saat kami bertemu, ia memintaku ke Seoul. Ia bilang membutuhkan tenagaku,”

“Untuk berapa lama? Kapan?”

“Mungkin akan sangat lama, aku diminta pindah ke Seoul secepatnya,”

“Lalu aku? Kita berpisah lagi???”

“Kau ikut! Kita pindah kembali ke Seoul jika kau menyetujuinya,”

Eun Gi terdiam, ia memikirkan banyak hal seketika.

“Meninggalkan desa ini?” tanyanya agak tak rela.

Ma Roo tak menjawab, ia sendiri merasa berat.

Bagaimana pun juga mereka berdua telah menjadi bagian dari pulau terpencil ini untuk waktu yang tak sebentar. Suasana kekeluargaan, pemandangan yang indah, orang-orang yang baik dan ramah akan menghilang saat mereka memutuskan untuk hijrah sekali lagi.

“Nasib klinikmu?”

“Itu klinik pemerintah, akan ada Dokter lain yang datang kemari dan mengisinya. Hmm… jadi bagaimana menurutmu? Bukankah tinggal di tempat ini adalah impian kita? Berada di tempat yang jauh, dimana tak seorang pun mengenal kita sebelumnya. Hanya kita,”

Eun Gi mengelus perutnya, ia ingat dengan impian yang telah menjadi nyata itu.

“Apa yang akan kau lakukan seandainya kita pindah?”

“Aku akan mendapatkan kesempatan untuk menolong lebih banyak orang dan mempelajari kasus-kasus baru,”

“Terdengar bagus,”

“Iya tapi, aku mencemaskanmu,”

“Mencemau?”

“Aku akan lebih sibuk dari biasanya, mungkin sangat sibuk,”

“Ma Roo…”

“Ya?”

“Kurasa aku mau pindah. Anak-anak kita nanti pasti perlu pendidikan yang bagus. Di sini, aku agak sangsi anak-anak kita akan mendapatkannya. Selain itu, ilmu yang kau miliki akan lebih berguna di sanakan?”

Eun Gi tersenyum, memegang pipi kiri suaminya.

Mereka saling pandang.

“Aku juga memikirkan soal pendidikan anak-anak kita nanti sebenarnya,” ujar Ma Roo. Keduanya tersenyum.

“Kurasa Choco, Jae Gil dan Seul Gi akan senang mendengar ini,. Ah… tidakkah ini agak menyebalkan? Aku bahkan belum seminggu kembali ke tempat ini dan kita malah kembali ke Seoul,”

“Hahaha… kau benar! Kau tidak lelah? Aku cemas mengingat kita akan menempuh perjalanan yang jauh dengan perutmu yang sudah sebesar itu,”

“AKu bahkan bisa datang ke tempat ini sendirian beberapa hari lalu, jangan mencemau!”

“Kau tetap keras kepala dan terlalu percaya diri!” Ma Roo menjentik dahi Eun Gi gemas.

“Aduh!!! Hyaaa…” Eun Gi mengusap dahinya dengan sebal. Ia mencubit tangan nakal Ma Roo.

“Hahaha….” Yang dicubit malah tertawa riang.

~oOo~

Ma Roo membantu Eun Gi menaiki tangga pesawat dan mencari tempat duduk mereka. Sudah seminggu sejak pembicaraan tentang kepindahan Ma Roo ke Seoul. Seminggu belakangan mereka disibukkan dengan proses kepak-mengepak barang dan kemarin pesta perpisahan resmi diadakan di depan SilverTop (Toko Roti Eun Gi) yang akhirnya benar-benar tak akan dibuka lagi. Mereka mengundang para warga.

Ma Roo dan Eun Gi memang pendatang namun mereka cukup terkenal. Selain karena Ma Roo satu-satunya Dokter di desa, juga karena insiden nyaris kebakaran yang diciptakan Eun Gi di tahun pertama ia menetap.

Mereka akan sangat dirindukan.

“Bagaimana perasaanmu?” tanya Ma Roo pada Eun Gi yang di sampingnya.

Wanita itu sedari tadi sibuk menatap ke luar jendela pesawat.

“Aku gugup,” jawab Eun Gi membuat Ma Roo tersenyum dan menyandarkan kepala wanita kesayangannya itu ke bahunya.

“Aku juga gugup,” ucap Ma Roo.

“Aaak…” pekik Eun Gi tiba-tiba.

“Kenapa?”

“Menendang lagi!” Eun Gi meraba perutnya.

“Bayi-bayi kita juga gugup sepertinya,” kelakar Ma Roo. Keduanya terkekeh pelan.

Tak lama, suara Pramugari mengambil fokus Ma Roo dan Eun Gi, kemudian suara gemuruh mesin menciptakan senyap karena semua orang menunduk untuk berdoa.

Ma Roo merangkul istrinya rapat, mereka memejamkan mata bersama.

Pesawat mengangkasa, terbang membawa keduanya jauh ke sisi dunia yang terpisah lautan lepas.

Seoul… bersiaplah menjadi saksi kisah mereka yang lainnya.

~oOo~

Well, Joseonnya masih pending. Aku butuh mood yang super untuk menciptakan tragedi berdarah plus konflik rumit, jadi sebagai penghibur kesepianku sendiri di antara tumpukan naskah artikel serta kejaran deadline, aku memutuskan untuk melanjutkan kisah EunMaroo sesederhana ini.

Joo Won mungkin masih akan kembali mengingat identitasnya yang belum kuungkap secara gamblang. Seoul… aku mau alur yang penuh warna jadi selamat datang kembali di Seoul.

Kebayang deh, Eun Gi dateng ke reuni sekolah sambil ngajak Ma Roo, eh salah satu temennya ternyata mantan klien Ma Roo. Hahaha… *mulai ngayal*

Eh judulnya film religi banget ya? Huakaka... lagi pengen absurd xD Maklumin ya. Cekaka

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Methaalana
Si Maroo berasa sialan banget ah! Cekaka~ Sok kagak butuh, sok jaim, sok dingin tapi ngarep! Marooo... aku padamu! *Nulis sendiri, ngomel-ngomel sendiri*^^

Comments

You must be logged in to comment
Alexasky
#1
Chapter 6: Hii i would really love to read the story. Do you happen to know how to translate the story to English please?
kyuhaeni #2
Chapter 42: annyeong.. reader baru di sini..
Kang Maroo di sini ga jauh beda sma Yoo Shi Jin ya yg palyful..
makasi ff nya.. aku yg blm puas nonton Nice Guy baca ini jadi suka bgt! comedy romance lagi.. waah harapan aku tuh kelak Joongki main com-rom drama..
oladilia1310 #3
Chapter 41: Kalo aku berani ngomelin eungi, pasti udah kuomelin! Udah masa" mau melahirkan kok ekstrimnya gk ilang sih *gemesssss* hahahhh
Trus ini gimana eungi lahirannya masa di pulau tanpa RS??!!! Semoga Maroo bisa nanganin kalo emg gk bisa balik ke Seoul :')
And.... i miss ChaeKi Couple so much ㅠㅠ
Semangat kak author!! Kutunggu update selanjutnya! 파이팅! ♡♡
Chaeki_Novit #4
Chapter 38: aku udh baca chapter 39 nya d wattpad
dan waaah cerita'y makin menarik dan seru,, apa yg mencelakai jang mi itu eungi??
d tnggu chap selanjut'y ya :)

*maaf ya aku komen disini. wattpad aku lg gk bsa buat komen

oya aku mulai setuju dngan author-nim kaya'y klu cerita eunma datar2 aja gk kn trasa eunma'y n pasti'y krang menarik hihi jdi aku prcayakan alur'y kpada sang pakar'y aja
semangatt ya thor :D
emoonsong #5
Chapter 38: Hmmm joahhh... ditunggu next chapnya....hehehe
Chaeki_Novit #6
Chapter 38: ayoo ayoo cepat tes DNA biar semua tau (trutama eunma) kalau itu bukan anak'y maroo n jang mi juga harus jujur n selesain msalah dia sendiri sama ex husband'y

aduuhh ini nyonya song kalau lg ngmbek sifat asli'y kluar hahaha lupa ya kalau lg ngandung dede kembar hehehe

semangat thor, next chapter'y jgn lama2 ya
give me sweet happy ending. really happy ending. jeballl
Chaeki_Novit #7
Chapter 38: ayoo ayoo cepat tes DNA biar semua tau (trutama eunma) kalau itu bukan anak'y maroo n jang mi juga harus jujur n selesain msalah dia sendiri sama ex husband'y

aduuhh ini nyonya song kalau lg ngmbek sifat asli'y kluar hahaha lupa ya kalau lg ngandung dede kembar hehehe

semangat thor, next chapter'y jgn lama2 ya
give me sweet happy ending. really happy ending. jeballl
eonnifan
#8
Chapter 38: kan.. udh ketebak jonghyun bukan anak maroo hahhahahaha

sabarlah eungi
tp entah knp aku pengen eungi ky ngelakuin sesuatu yg ekstrim gitu lol
jgn2.. yg jd pembunuhnya.. eungi :O
emoonsong #9
Chapter 37: Komen selanjutnya dariku....

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°©©©°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Jong Hyun tinggal bersama Eng Gi? Kurasa ini baru namanya saingan yang seimbang...
Eng gi tdk mungkin kalah dr wanita manapun dihati Maroo... tp dgn Jong Hyun?....
Aku rasa Maroo akan sedikit bingung bukan?
Meski hatix untuk Eng Gi tapi Maroo tak mampu mengabaikan Jong Hyun...
Dan ini yang akan menyakiti Eun Gi... bukan begitu?
Ah sial bagimu Kang Maroo...

Eun Gi akan mendapat dukungan penuh dr semuanya bahkan dr si Twin...
Dan krn Jong Hyun tdk memiliki siapa siapa disisinya? Kau mungkin akan mengambil tanggung jawab itu...

Dan itu yg tidak diinginkan Eun Gi...
Kau berada bersebrangan dengannya...
Karena itu Eun Gi menginginkan mesin waktu... untuk bisa menemukanmu lebih dulu...
Tapi tentu sj hal yg mustahil... krn ini bukan fanfic doraemon tapi ini ff chaeki...
Hak paten mesin waktu hanya untuk doraemon, nobita dan kawan kawan Readers dan Eun Gi tau itu..
*plakkk abaikan*

Krn itu... kita akan berharap seperti biasa untuk Eun Gi sekali lagi berlari ke pihak Kang Maroo tanpa memedulikan apapun...
Meski itu artinya dia berada dipihak yang sama dengan Jong Hyun... si anak kecil yg menjadi saingannya...

Hey tunggu dulu...
Kurasa Eun Gi tdk sebodoh itu untk mempercayainya...tanpa mengkonfirmasinya dan ayolah Maroo bahkan seorg dokter ... apa mereka bahkan tdk terpikir untk melakukan tes DNA...?
Mengapa perkataan seorg wanita dari masa lalu menjadi begitu terpercaya? Hingga diterima tanpa pembuktian...
#mungki Eun Ma Lelah... butuh piknik...

Hemm meski tes DNA tdk murah tp biaya bukan hal yg perlu dirisaukan oleh seorg Eun Gi kan?
Yah cukup mnngirim sampel rambut Kang Maroo dan Jong Hyun kurasa... hal Ini bisa dipecahkan...





©¶©¶©¶

Eun Gi bisa saja menyerah untuk apapun dan siapapun tp Eun Gi tdk akan menyerah untuk Kang Maroo ...

©¶©¶©¶