Dancing Around The Past

NICE GUY FF - After The Ending

Maroo menoleh, ia sangat familiar dengan sesosok wanita berparas cantik dengan blazer merah, rok di atas lutut dan sepatu hak tinggi berwarna putih pastel.

“Nuuna….” Gumam Maroo. Mereka saling pandang di atas trotoar yang mulai ramai oleh para musafir.

Jae Hee terlihat kaget, ia kebingungan selama beberapa detik hingga akhirnya memutuskan untuk melangkah mundur daripada harus terjebak dalam situasi yang rumit.

Wanita itu berbalik dengan tergesa seolah Maroo adalah hantu yang akan melahap kepalanya dalam satu kedipan mata. Sialnya, seorang anak SMP yang nekat bersepeda di atas trotoar muncul mendadak di belakangnya dan menyerempet Jae Hee hingga jatuh tersuruk menekuri jalanan yang kasar. Sikunya lecet, ia meringis kesakitan namun tak sempat memaki karena si biang keladi telah pergi dengan mimik ketakutan.

Maroo berjongkok di sisi Jae Hee dan membantunya berdiri.

“Terima kasih…” ucap Jae Hee dengan kepala tertunduk, ia menghindari tatapan Maroo.

“Tunggu!” seru Maroo, tatapan matanya tak lepas dari Jae Hee yang mencoba pergi meski terseok. Tangannya menahan lengan wanita itu.

Jae Hee terpaksa mendongak, memberanikan dirinya menatap wajah si cinta pertama setelah bertahun-tahun lamanya.

Sungguh sebuah pagi yang tak pernah ia duga.

“Sikumu berdarah!”

~oOo~

Eungi menatap tumpukan kertas di atas meja, ia membacanya dengan kening yang berkali-kali mengernyit. Di hadapannya Jae Shik duduk dengan cemas. Mereka seperti guru dan murid. Eungi menggeleng sambil asyik mengunyah ayam gorengnya di restaurant yang sepi.

“Jadi dia selalu mengoreksi dan mengembalikan surat-suratmu?!?” tanya Eungi.

Mulutnya kembali menggigit paha ayam yang dibalut paduan tepung nan crispy. Kriuk…kriuk…kriuk….

Suara kuyahannya menggema, memenuhi ruangan yang hanya dihuni oleh dirinya dan si pemilik restaurant.

“Aku bingung… itu maksudnya apa. Ia hanya pernah sekali datang ke tempat ini, itupun untuk protes serta memaki ejaan-ejaan yang salah dalam suratku padanya,” adu Jae Shik.

Eungi meletakkan ayam di tangannya ke atas piring, ia mengamati wajah Jae Shik yang entah kenapa sekarang terlihat menggemaskan tanpa kumis serta jambang.

8 tahun telah mengubahnya menjadi begitu berbeda.

“Kau sangat mencintainya?”

Jae Shik menunduk malu-malu. “Aku tidak tahu harus meminta bantuan pada siapa. Setahuku kalian sangat dekat, jadi aku yang putus asa ini ingin meminta tolong padamu,”

Eungi mengangguk dengan senyum geli.

Ia menarik napasnya sejenak, kemudian menghembuskannya dengan ekspresi serius, seolah ia Dokter dan Jae Shik adalah pasien kanker stadium akhir.

“Setahun ini apa kau hanya mengiriminya surat-surat cinta?”

Jae Shik mengangguk.

Eungi menggeleng geram, “LAKUKAN SESUATU! AJAK DIA KENCAN! DATANGI RUMAHNYA!”

“Rumahnya?”

“Pergi ke kantornya kalau perlu! Aaaiissh…” teriak Eungi, ia menggigit paha ayamnya dengan kesal.

Jae Shik terlihat ragu, “Aku takut ditolak,”

“Tunggu! Aku punya ide yang lebih bagus!” pekik Eungi tiba-tiba.

~oOo~

Di sebuah bangku taman, Maroo menyeka luka Jae Hee dengan kapas yang telah dilumuri alkohol. Ia membelinya dari apotek terdekat. Maroo yang memang seorang dokter, merawat luka Jae Hee dengan telaten. Di akhir sentuhan, ia menempelkan plester berwarna putih ke siku wanita itu.

“Selesai! Coba gerakkan!” pinta Maroo pada Jae Hee yang terpaku memandanginya.

Jae Hee menuruti perintah Maroo, ia menggerakkan sikunya dengan hati-hati. Agak sakit tapi selebihnya ia baik-baik saja. Maroo tersenyum melihat hasil kerja tak mengecewakan.

“Terima kasih,” ujar Jae Hee.

Ia berdiri dan sekali lagi ingin cepat-cepat berlalu dari hadapan Maroo, namun sama seperti beberapa saat lalu. Ia gagal, kali ini Maroo memang tak menahan lengannya tapi memanggilnya.

“Kenapa kau terlihat buru-buru sekali, Nuuna?” tanyanya.

Jae Hee menoleh, ia terkejut mendengar pertanyaan Maroo.

“Aku tidak memiliki penyakit menular, jangan menghindariku seperti ini!” protes Maroo seraya tersenyum tipis.

“Maroo? Ingatanmu…”

Maroo mengangguk pelan, “Apa kabarmu, Nuuna? Kau terlihat semakin cantik,”

Mata Jae Hee seketika berkaca-kaca, ia kembali duduk di sisi Kang Maroo, pria yang masih sangat dicintainya itu.

~oOo~

Sekertaris Hyun celingukan canggung di depan Restaurant Jae Shik, ia mencari-cari sosok Eungi di antara pengunjung yang mulai berdatangan.

Tak butuh waktu lama, karena Eungi terlihat jelas sedang bersama Jae Shik di meja paling depan.

Dengan sok jual mahal dan seolah tak melihat Jae Shik, Sekertaris Hyun duduk di sisi Eungi. Ia mengabaikan si pemilik restaurant yang menyapanya dengan ramah.

“Kenapa memanggilku ke tempat ini, Bu Direktur?” bisik Sekertaris Hyun tak nyaman.

Jae Shik nyengir memandanginya dengan nampan di tangan.

Eungi menatap sok polos, “Memangnya kenapa? Apa yang salah dengan tempat ini?” tanyanya.

Sekertaris Hyun cuma bisa mendesah pasrah, ia melirik Jae Shik yang masih menatapnya dengan mata berbinar cerah.

Seorang pembeli berteriak minta dilayani, Jae Shik akhirnya pergi dan Sekertaris Hyun bisa bernapas lega.

“Bu Direktur, Anda sengaja ya?”

“Sengaja?” Eungi masih betah berakting polos.

“Eh, tunggu! Dimana Kang Maroo? Anda datang dengannya kan?”

“Tidak! Aku ke sini sendirian. Dia mungkin masih tidur di rumah Jae Gil,” jawab Eungi ringan.

“Bagaimana bisa? Anda kan sedang hamil! Harusnya kalian pergi bersama. Harusnya dia menemanimu!” Sekertaris Hyun mulai mengomel.

Eungi tertawa melihat tingkahnya.

“Kau tahu, kau tidak mau kupanggil Kakak tapi sikapmu bahkan melebihi sikap seorang Ibu pada anaknya. Berhenti memanggilku Bu Direktur dan biarkan aku memanggilmu Kakak!”

Sekertaris Hyun kehabisan kata, ia tersentuh mendengar kalimat Eungi.

“Tapi, rasanya aneh Bu Direktur,” serunya.

“Itu karena kau menganggapnya aneh. Sama seperti caramu melihat Tuan Han, bukankah ia terlihat manis tanpa kumis sekarang?” goda Eungi membuat Sekertaris Hyun merona merah.

“Hyaaa… Bu Direktur!”

“Eungi! Panggil aku Eungi! Aku bukan bagian dari Taesan lagi!”

Tepat setelah itu, Jae Shik datang menghampiri dengan senyuman, “Apa kalian ingin memesan sesuatu lagi?”

Eungi menahan tawa melihat ekspresi Sekertaris Hyun yang semakin salah tingkah.

~oOo~

“Aku senang kau mendapatkan hidupmu kembali, Maroo…” Jae Hee berkata penuh ketulusan.

Maroo tersenyum tipis, ia menatap ke sekitar.

“Tempat ini banyak berubah, jadi lebih baik,” gumamnya.

Mereka saling tersenyum.

“Kudengar kau belum menemui Eunsuk,”

Jae Hee mengangguk sedih.

“Aku tidak punya keberanian, aku terlalu takut untuk ditolak,”

“Eunsuk merindukanmu… beranikan dirimu untuk menemuinya… bukankah kau berubah untuknya, Nuuna?”

“Iya, kau benar Maroo… tapi aku benar-benar takut,”

“Kau sudah menebus kesalahanmu, mulailah menerima dirimu dan berdamai dengan masa lalu. Eunsuk pasti mengerti…” hibur Maroo. Ia menepuk pundak Jae Hee.

“Cukup berbicara tentangku, sekarang ceritakan tentang dirimu. Bagaimana kabar Eungi?”

“Eungi?” Maroo tersenyum lebar, binar matanya mengisyaratkan kebahagiaan yang tak terkira.

“Sebenarnya, ia tidak berubah sama sekali. Tetap seperti dulu, kau ingatkan bagaimana dia?” kelakar Maroo. Jae Hee tertawa kecil.

“Kau datang bersamanya? Dimana dia?”

“Wanita gila itu meninggalkanku!” desah Maroo.

“Meninggalkanmu?” Jae Hee mengernyit tak paham.

“Dia sedang berkencan dengan sepiring ayam goreng di restaurant kakakmu. Benar-benar seenaknya dan susah diatur,” Maroo pura-pura mengeluh.

Jae Hee tersenyum mengejek, ia menepuk punggung Maroo.

“Kau yang memilihnya! Kau bahkan menolakku! Jadi sekarang kau harus sanggup mengatasinya!” sindir Jae Hee.

“Hahaha… kau benar!” tawa mereka meledak bersama.

“Dan dalam waktu dekat, aku harus mengatasi Eungi lainnya,”

“Eungi lainnya?”

“Kami akan memiliki seorang bayi. Eungi sedang hamil,” jawab Maroo.

“Benarkah?” Jae Hee mendelik, ia tersenyum tak percaya. Maroo mengangguk.

“Wah! Berarti kau akan jadi Ayah?!?” pekik Jae Hee.

“Dan kau akan jadi nenek, Nuuna!” sahut Maroo membuat keduanya kembali tertawa.

~oOo~

“Ckckck… kau benar-benar istri idaman ya Nyonya? Meninggalkan suamimu tanpa pesan apapun dan malah enak-enakan makan di sini?” Maroo menampakkan dirinya di depan Eungi yang nyaris tersedak karena kaget. Ia nyengir sok polos.

Sekertaris Hyun segera berdiri memberi salam, Maroo membalas salamnya lantas menarik kursi untuk duduk.

“Maroo, kau datang?” seru Jae Shik tiba-tiba dari belakang. Maroo menoleh dan pria itu memeluknya dengan riang, membuat Maroo sedikit kaget.

“Bagaimana kabarmu? Klinikmu lancar?” tanya Jae Shik, ia sengaja berbasa-basi dengan Maroo agar bisa duduk di dekat Sekretaris Hyun lagi, yang mencium gelagatnya dengan sangat jelas.

“Aku baik, Hyung. Kau sendiri? Sekarang kau benar-benar sukses ya!”

“Sukses? Tidak juga! Aku masih kesepian Maroo! Aku belum menikah di usia seperti ini. Jangan bilang aku sukses! Hahaha…”

Jae Shik tertawa, ia melirik Sekretaris Hyun yang buru-buru meneguk segelas air.

Eungi menahan tawa dan menyenggol bahu si Sekretaris kesayangannya itu.

Maroo melirik Eungi dan ia akhirnya mengerti pada apa yang tengah terjadi.

Di luar, langit mendadak berwarna hitam pekat. Angin bertiup kencang, tanda hujan badai akan segera turun.

Orang-orang berlarian di jalan, bergegas pulang ke rumah.

Sekretaris Hyun pergi ke kamar kecil sebentar dan saat ia kembali, posisi duduknya rupanya telah berganti. Eungi kini duduk di sisi Maroo dan Jae Shik mengisi kursi kosongnya.

“Hmm…” Sekretaris Hyun berdehem, ia menempati kursi di sisi Jae Shik.

Mereka berdua saling lirik dalam canggung. Eungi menyandarkan kepalanya di dada Maroo dan berbagi sepotong paha ayam.

Dunia serasa milik berdua, begitupun yang Jae Shik dan Sekretaris Hyun rasakan. Mereka salah tingkah sendiri dan bolak-balik minum.

Maroo mengusap mulut Eungi yang belepotan dengan jempolnya, Eungi tersenyum dan gantian mengusap mulut Maroo yang berminyak.

Petir menggelegar, angkasa sepenuhnya gelap gulita.

Sebuah panggilan masuk ke handphone Sekretaris Hyun. Ia harus menghadiri rapat sekitar 30 menit lagi.

Tak perlu menunggu kode dari Eungi, Jae Shik segera menawarkan dirinya untuk mengantar wanita yang disukainya itu ke Tae San.

Mulanya Sekretaris Hyun menolak dan lebih suka menggunakan mobilnya tapi melihat jalanan yang pasti macet dan waktu yang begitu mepet, ia akhirnya mengangguk.

Jae Shik buru-buru menitipkan restaurantnya pada seorang pegawainya. Ia kemudian menyodorkan helm pada Sekretaris Hyun yang menerimanya agak ragu. Suara motor menggerung-gerung mengikis ketidaknyamanan di antara mereka. Sekretaris Hyun memegang pinggang Jae Shik dan membuat pria itu tersenyum malu-malu.

Mereka menghilang di ujung jalan bersama motor matic berlogo :

‘Ayam Goreng Mr. Han – Rasa Tiada Duanya! Crispy Petok…Petok….’

~oOo~

Maroo menggandeng Eungi menuju tempat ia memarkir mobil beberapa jam lalu. Eungi ingin berjalan agak cepat, tapi Maroo menahan keinginannya itu. Alasannya sederhana; Eungi sedang hamil muda dan ia tidak bolah berlarian seenaknya.

Mereka akhirnya sampai di tempat Maroo mengatakan jika ia memarkir mobil Jae Gil di sana. Tapi, mobil itu lenyap.

Eungi dan Maroo sudah panik, mereka mengira mobil Jae Gil dicuri orang, beruntung seorang petugas berpakaian kepolisian menghampiri keduanya dan memberikan surat tilang.

Mobil Jae Gil tidak dicuri, tapi diderek karena parkir sembarangan.

Maroo yang tidak jeli hanya bisa mendesah pasrah sekaligus malu, Eungi meliriknya geram.

“Kudengar olahraga jalan kaki bagus untuk ibu hamil,” ucap Maroo.

“Ckckck…” Eungi menyenggol bahu Maroo.

“Kenapa?” Maroo melirik sok polos.

Mereka bergandengan tangan menuju halte bus terdekat sebelum hujan benar-benar datang.

“Aku kekeyangan! Tidak bisa berjalan!” rengek Eungi.

“Ya sudah, kalau begitu aku pulang sendiri saja!” kata Maroo cuek.

Ia pergi meninggalkan Eungi yang melotot tak percaya pada sikap suaminya itu.

“Hyaaa.. Maroo!!!” teriak Eungi kesal. Maroo tersenyum dan akhirnya berhenti.

Ia berjongkok dan menoleh, “Naiklah!” teriaknya. Eungi memalingkan mukanya, pura-pura marah, sikunya terlipat angkuh.

“Cepat!” perintah Maroo, tapi Eungi masih betah dalam geming.

Gerimis mulai merintik turun. Merasakan itu, Eungi akhirnya naik ke gendongan Maroo.

“Apa perlu basah kuyup untuk membuatmu sadar, huh?” ledek Maroo.

Eungi malah tersenyum.

Maroo mempercepat larinya menuju halte bus yang berada 3 meter dari mereka. Begitu sampai di sana, ia segera menurunkan Eungi. Hujan merabas deras disertai angin dan suara petir. Maroo duduk dan melingkari tubuh Eungi di sampingnya dengan erat serta penuh kehangatan.

Tubuh keduanya agak basah karena serangan gerimis yang datang tiba-tiba.

Eungi merapatkan pelukannya, tak ada orang lain di halte saat ini kecuali mereka berdua jadi tak ada alasan untuk malu.

“Eungi-ah…” bisik Maroo.

“Hmm…” sahut Eungi, melirik Maroo.

“Kau basah!” seru Maroo, tersenyum. Ia mengusap air yang menetes di wajah dan rambut Eungi.

“Kau juga!” Eungi balas mengusap kening Maroo.

Mereka saling melempar senyum.

“Pejamkan matamu!” pinta Maroo.

“Kenapa?”

“Lakukan saja!” Maroo menyandarkan kepala Eungi ke dadanya.

Eungi menurut, ia menutup matanya.

“Kau menciumnya? Aroma tanah yang terkena hujan,” bisik Maroo. Ia memejamkan matanya juga.

Eungi menarik napasnya dalam-dalam dan merasa lebih rileks.

Maroo membelai lembut lengannya, masih memeluknya hangat.

“Sayang…” panggil Eungi, ia membuka matanya, menatap Maroo yang masih terpejam.

“Hmm?” sahut Maroo.

Eungi tersenyum gemas, ia mendongak, kedua tangannya mendadak menarik wajah Maroo lebih dekat. Hidung mereka bersentuhan dan Maroo membuka matanya karena kaget.

“Kau benar-benar sabar ya! Aku benci pria penyabar!” ujar Eungi geram. Ia meremas bibir Maroo dengan miliknya. Menyesap dan melumatnya penuh kerinduan.

Maroo menyambut antusiame Eungi dengan hati berdetak bahagia.

Ia menangkup wajah bulat Eungi dan meredam gejolak yang telah ditahannya berminggu-minggu ini dengan bermenit-menit kecupan.

“Sepertinya Eunsuk masih sekolah sekarang, bagaimana kalau mengunjungi rumahku?” bisik Eungi penuh arti.

“Kau tidak anti pada bauku lagi, Nyonya?” goda Maroo.

“Kapan aku begitu?” ingkar Eungi.

~oOo~

Jae Shik tiba di depan pintu masuk Tae San, ia basah kuyup sementara Sekretaris Hyun kering kerontang karena jas hujan yang dipinjamkan Jae Shik padanya. Wanita itu menyerahkan helmnya dengan malu-malu setelah Jae Shik membantunya melepas jas hujan.

Mereka saling pandang seperti remaja yang pertama kali mengenal kata cinta.

“Terima kasih…” ucap Sekretaris Hyun.

Jae Shik membalasnya dengan senyuman.

Saat Jae Shik hendak berbalik menuju motornya, Sekretaris Hyun menahan lengannya. Ia menyerahkan kunci mobilnya pada pria itu.

“Aku pulang pukul 5 sore. Jangan terlambat!” ucapnya lantas berlari masuk meninggalkan Jae Shik yang terpaku tak percaya. Ditatapnya kunci mobil di atas telapak tangannya.

“Ini artinya? Kau menerimaku???” teriaknya.

Sekretaris Hyun menoleh sejenak dan memberikan senyum.

“YES!!!” Jae Shik melonjak kegirangan di dalam lobi yang tak sepi.

~oOo~

Maroo membuka pintu kamar Eungi, ia menyalakan lampunya. Eungi mengikuti di belakang dengan agak menggigil kedinginan. Hujan masih meraung di luar sana. Tak sederas tadi namun rintiknya masih menari lincah.

“Keringkan dirimu! Ganti bajumu! Aku akan membuatkan sesuatu yang hangat untukmu!” Maroo berjalan turun ke dapur, meninggalkan Eungi sendirian.

Ia agak celingukan di rumah Eungi yang sedemikian besar. Bibi penjaga rumah sedang tak ada di keluar untuk berbelanja atau urusan lain. Maroo membuka lemari dan mengeluarkan sekotak teh. Sementara itu di dalam kamar, Eungi sudah berganti pakaian dan tengah mengeringkan rambutnya dengan handuk.

Ia berhenti sejenak, perhatiannya tersita oleh sebuah boneka Barbie di atas kursi. Diletakkan handuknya dan diraihnya boneka itu.

“Apa kabarmu?” sapa Eungi.

“Ia baik-baik saja,” sahut suara di belakang. Eungi menoleh, Maroo berdiri di ambang pintu kamarnya dengan dua gelas teh hangat di atas nampan.

Eungi tersenyum kecil, Maroo menghampirinya dan menyerahkan segelas teh ke tangannya. Eungi meniupnya dan meneguknya pelan.

“Terima kasih,” bisiknya.

“Apa kau akan memberikan boneka ini pada anak kita nanti?” tanya Maroo, ia menarik Eungi ke atas pangkuannya.

“Entahlah, bagaimana kalau anak kita laki-laki. Akan aneh kalau aku memberinya boneka,”

“Bukankah kau ingin punya Sembilan anak? Pasti ada perempuan di antara mereka,”

“Kau masih ingat ucapanku itu?”

“Kenapa aku harus melupakannya? Kau menyerah dan tidak ingin punya Sembilan anak lagi?”

“Menyerah? Aku tidak menyerah! Hanya…”

“Hanya?”

“Kau sadar tidak usia kita berapa? Sembilan orang anak itu…” Eungi mendesah membayangkannya.

“Kalau kau mau, aku bisa membuatmu hamil setiap tahun,” canda Maroo.

“Hyaaa… kau pikir aku kambing atau apa? Beranak setiap tahun?!?” protes Eungi. Bibirnya mengerucut manyun.

Maroo tertawa dan mengecup bibir manyun itu. Jemarinya menyibak rambut Eungi ke balik telinga.

“Bagaimana kalau kita ikut program bayi kembar?” seru Eungi serius.

“Kau serius ingin Sembilan anak, sayang?”

“Kenapa? Kau tidak mau? Bukankah dulu kau mengiyakan permintaanku? Aku ingin kita membuat keluarga besar!” Eungi melebarkan tangannya.

“Aku mau saja tapi,”

“Tapi?”

“Agak berat kalau harus tidur menjauhimu setiap kali kau hamil,” gumam Maroo resah.

Eungi gantian tersenyum kali ini. Ia mengecup bibir manyun Maroo seperti cara Maroo mencuri ciumannya tadi.

“Kurasa aku sudah sembuh sekarang… moodku sedang bagus,” bisik Eungi.

Ia bangkit, meletakkan gelas tehnya dan menuntun Maroo ke atas ranjang.

Eungi merebahkan dirinya di bawah selimut. Matanya mengedip, memberi kode.

Maroo tergelak dan bertingkah sok jual mahal, namun melihat Eungi mengeluarkan sebelah kakinya dan  terus menggoda. Maroo jadi kehilangan kesabarannya.

Ia membuka jaketnya kemudian mencopot kaosnya, ia membiarkan dua benda itu tercecer di atas lantai. Maroo hendak menurunkan celananya juga namun petir mendadak menyambar keras, listrik seketika mati.

Gelap gulita.

 “Maroo?” panggil Eungi was-was karena keheningan yang mendadak menyelimuti mereka. Tak ada jawaban.

“Maroo?” Eungi memanggil sekali lagi.

Ia ingin bangun dari atas ranjang tapi tiba-tiba sesosok tubuh memeluknya dan menahannya di atas kasur yang empuk.

“Aku di sini!” Maroo berbisik di telinga Eungi.

Mereka tertawa berdua di balik selimut.

“Kita pelan-pelan saja ya?” pinta Eungi dengan sebelah tangan memegang perutnya.

“Baiklah Tuan Putri! Aku akan berhati-hati!” Maroo mengecup telinga Eungi lembut.

~oOo~

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Methaalana
Si Maroo berasa sialan banget ah! Cekaka~ Sok kagak butuh, sok jaim, sok dingin tapi ngarep! Marooo... aku padamu! *Nulis sendiri, ngomel-ngomel sendiri*^^

Comments

You must be logged in to comment
Alexasky
#1
Chapter 6: Hii i would really love to read the story. Do you happen to know how to translate the story to English please?
kyuhaeni #2
Chapter 42: annyeong.. reader baru di sini..
Kang Maroo di sini ga jauh beda sma Yoo Shi Jin ya yg palyful..
makasi ff nya.. aku yg blm puas nonton Nice Guy baca ini jadi suka bgt! comedy romance lagi.. waah harapan aku tuh kelak Joongki main com-rom drama..
oladilia1310 #3
Chapter 41: Kalo aku berani ngomelin eungi, pasti udah kuomelin! Udah masa" mau melahirkan kok ekstrimnya gk ilang sih *gemesssss* hahahhh
Trus ini gimana eungi lahirannya masa di pulau tanpa RS??!!! Semoga Maroo bisa nanganin kalo emg gk bisa balik ke Seoul :')
And.... i miss ChaeKi Couple so much ㅠㅠ
Semangat kak author!! Kutunggu update selanjutnya! 파이팅! ♡♡
Chaeki_Novit #4
Chapter 38: aku udh baca chapter 39 nya d wattpad
dan waaah cerita'y makin menarik dan seru,, apa yg mencelakai jang mi itu eungi??
d tnggu chap selanjut'y ya :)

*maaf ya aku komen disini. wattpad aku lg gk bsa buat komen

oya aku mulai setuju dngan author-nim kaya'y klu cerita eunma datar2 aja gk kn trasa eunma'y n pasti'y krang menarik hihi jdi aku prcayakan alur'y kpada sang pakar'y aja
semangatt ya thor :D
emoonsong #5
Chapter 38: Hmmm joahhh... ditunggu next chapnya....hehehe
Chaeki_Novit #6
Chapter 38: ayoo ayoo cepat tes DNA biar semua tau (trutama eunma) kalau itu bukan anak'y maroo n jang mi juga harus jujur n selesain msalah dia sendiri sama ex husband'y

aduuhh ini nyonya song kalau lg ngmbek sifat asli'y kluar hahaha lupa ya kalau lg ngandung dede kembar hehehe

semangat thor, next chapter'y jgn lama2 ya
give me sweet happy ending. really happy ending. jeballl
Chaeki_Novit #7
Chapter 38: ayoo ayoo cepat tes DNA biar semua tau (trutama eunma) kalau itu bukan anak'y maroo n jang mi juga harus jujur n selesain msalah dia sendiri sama ex husband'y

aduuhh ini nyonya song kalau lg ngmbek sifat asli'y kluar hahaha lupa ya kalau lg ngandung dede kembar hehehe

semangat thor, next chapter'y jgn lama2 ya
give me sweet happy ending. really happy ending. jeballl
eonnifan
#8
Chapter 38: kan.. udh ketebak jonghyun bukan anak maroo hahhahahaha

sabarlah eungi
tp entah knp aku pengen eungi ky ngelakuin sesuatu yg ekstrim gitu lol
jgn2.. yg jd pembunuhnya.. eungi :O
emoonsong #9
Chapter 37: Komen selanjutnya dariku....

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°©©©°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Jong Hyun tinggal bersama Eng Gi? Kurasa ini baru namanya saingan yang seimbang...
Eng gi tdk mungkin kalah dr wanita manapun dihati Maroo... tp dgn Jong Hyun?....
Aku rasa Maroo akan sedikit bingung bukan?
Meski hatix untuk Eng Gi tapi Maroo tak mampu mengabaikan Jong Hyun...
Dan ini yang akan menyakiti Eun Gi... bukan begitu?
Ah sial bagimu Kang Maroo...

Eun Gi akan mendapat dukungan penuh dr semuanya bahkan dr si Twin...
Dan krn Jong Hyun tdk memiliki siapa siapa disisinya? Kau mungkin akan mengambil tanggung jawab itu...

Dan itu yg tidak diinginkan Eun Gi...
Kau berada bersebrangan dengannya...
Karena itu Eun Gi menginginkan mesin waktu... untuk bisa menemukanmu lebih dulu...
Tapi tentu sj hal yg mustahil... krn ini bukan fanfic doraemon tapi ini ff chaeki...
Hak paten mesin waktu hanya untuk doraemon, nobita dan kawan kawan Readers dan Eun Gi tau itu..
*plakkk abaikan*

Krn itu... kita akan berharap seperti biasa untuk Eun Gi sekali lagi berlari ke pihak Kang Maroo tanpa memedulikan apapun...
Meski itu artinya dia berada dipihak yang sama dengan Jong Hyun... si anak kecil yg menjadi saingannya...

Hey tunggu dulu...
Kurasa Eun Gi tdk sebodoh itu untk mempercayainya...tanpa mengkonfirmasinya dan ayolah Maroo bahkan seorg dokter ... apa mereka bahkan tdk terpikir untk melakukan tes DNA...?
Mengapa perkataan seorg wanita dari masa lalu menjadi begitu terpercaya? Hingga diterima tanpa pembuktian...
#mungki Eun Ma Lelah... butuh piknik...

Hemm meski tes DNA tdk murah tp biaya bukan hal yg perlu dirisaukan oleh seorg Eun Gi kan?
Yah cukup mnngirim sampel rambut Kang Maroo dan Jong Hyun kurasa... hal Ini bisa dipecahkan...





©¶©¶©¶

Eun Gi bisa saja menyerah untuk apapun dan siapapun tp Eun Gi tdk akan menyerah untuk Kang Maroo ...

©¶©¶©¶