Kisah Yang Terlupakan

NICE GUY FF - After The Ending

Eun Gi POV

Tidak ada yang lebih menyenangkan bagiku dari berada dalam pelukan Maroo. Pria yang kugilai setengah mati. Pria yang benihnya sedang tumbuh di dalam rahimku. Pagi ini melihatnya menatapku dengan teduh adalah anugerah lain yang patut kusyukuri. Ah, aku merindukannya… sangat merindukannya.

“Good Morning….” Sapa Maroo, kedua matanya memandangku lekat. Sebuah senyuman menari di atas wajahnya yang selalu terlihat tampan itu.

“Good Morning….” Balasku tersenyum.

Kami saling memeluk di bawah selimut. Semalam… haruskah kuceritakan apa yang terjadi? Kalian seharusnya bisa menduganya sendiri, sejak kami berdua adalah sepasang perindu yang kehausan.

Maroo mengecup keningku, kami saling pandang setelah itu.

“Kau mau jalan-jalan?” bisik Maroo. Aku menggeleng dan merengkuhnya lebih erat.

“Aku masih ingin tidur denganmu,” jawabku disambut tawa kecil Maroo.

“Kau pasti sangat menggilaiku,” godanya.

“Memang. Kau mau protes?” balasku cuek.

Maroo menatapku tenang, lantas bibir merahnya mengecupku tanpa permisi.

Mulut kami saling memagut selama beberapa menit sampai sama-sama kehabisan napas dan sama-sama tergelak bahagia.

Aku menindihnya dengan hati-hati. Kupandangi wajahnya dengan penuh cinta. Perlahan tanganku bergerak menyapu keningnya, kelopak matanya yang terpejam, hidungnya, bibirnya, dagunya. Dan tak cukup sampai di situ, kini jemariku menyapa dadanya yang hangat dan berkeringat.

Maroo geming, membiarkanku menawan raganya.

Tanganku kembali menjelajah dan berhenti di atas perutnya. Ada bekas luka di sana. Sebuah jahitan memanjang di sisi kanan perutnya. Luka yang ia punya karenaku. Aku menunduk, kuusap dan kukecup bekas luka itu dengan penuh perasaan. Airmataku jatuh tanpa sadari. Segalanya berputar, berpilin dan terhenti di suatu masa.

Aku mengingat kisah itu dengan jelas. Sebuah kisah yang panjang dan menyakitkan. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku… Seo Eun Gi melihat kematian dengan gamblang. Jadi, delapan tahun yang lalu….

Author POV

8 tahun yang lalu,di malam sebelum Maroo dioperasi,

Eun Gi melambaikan tangannya pada Maroo dan bergegas masuk ke dalam taksi. Selama perjalanan, ia terus tersenyum sembari memegang bibirnya seperti remaja gila yang kasmaran. Aroma Maroo, desah napas pria itu dan ciuman panjang mereka adalah apa yang membuatnya begitu bahagia saat ini. Gadis itu menyandarkan kepalanya dan menghela napas lega. Ia melirik arlojinya dan ingat bahwa ia sudah berjanji pada Maroo untuk datang pagi-pagi.

Ah, bagaimana ini, belum-belum ia sudah tak sabar ingin melihat Maroo. Ada kerinduan dan perasaan cemas. Besok pria yang sangat dicintainya itu akan dioperasi. Eun Gi menunduk, hatinya mendadak carut-marut. Kebahagian yang baru saja ia kecap meledak cepat dan menyisakan perasaan bersalah serta takut.

“Berhenti pak!” teriak Eun Gi pada si sopir taksi. Gadis itu berlari keluar, ia kembali untuk menemui Maroo. Ia ingin menungguinya. Ia sangat ingin berada di sisinya sebelum operasi.

Eun Gi berlari, ia terus berlari.

Sementara itu di sebuah jalan panjang yang sepi dan gelap, Maroo terkapar tak berdaya. Darah mengucur deras dari perutnya yang robek. Ia mengerang kesakitan, ingin rasanya meminta tolong namun perih yang mengiris tubuhnya membuatnya parau. Maroo menggelepar tak ubahnya ikan yang kehabisan oksigen.

Eun Gi… ia harus kembali ke Rumah Sakit dan diobati agar bisa bersama Eun Gi… Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, pria malang itu mencoba bangkit. Jika ia tidak bisa berjalan, ia akan merangkak dan jika ia tidak bisa merangkak, ia akan merayap. Tak masalah baginya, asalkan ia dapat bertemu dengan Eun Gi. Maroo tak mau menyerah. Ia ingin bersama Eun Gi.

Di saat yang sama, Eun Gi baru saja tiba kembali di Rumah Sakit. Ia membuka pintu kamar Maroo dengan ngos-ngosan.

“Maroo…” panggil Eun Gi namun tak ada seorang pun. Ia menatap bingung ke sekitar. Perasaannya mendadak sangat tidak enak. Eun Gi keluar dari kamar Maroo. Di lorong, ia bertemu dengan Jae Gil.

“Dimana Maroo?” tanya Eun Gi cemas.

“Dia tadi bersikeras menemuimu, kalian tidak bertemu?”

“Kami bertemu tapi kami berpisah lagi karena Maroo bilang ia harus kembali ke Rumah Sakit,” jawab Eun Gi, bola matanya berlenjitan dalam bingung.

“Kapan itu?” tanya Jae Gil was-was.

“Dua puluh menit yang lalu,” jawab Eun Gi.

Ia memandang Jae Gil, keduanya sama-sama tak tenang. Pasti terjadi sesuatu yang buruk pada Maroo.

“Aku akan meminta bantuan untuk mencarinya!” seru Jae Gil sembari berlari meninggalkan Eun Gi yang terdiam dalam kalut di tengah lorong.

Gadis itu mengeluarkan handphonenya dengan segera. Ia harus menghubungi Maroo.

Begitu membuka Handphonenya, sebuah panggilan masuk dari Sekretaris Hyun, namun Eun Gi mereject panggilan tersebut dan mulai sibuk menghubungi Maroo. Sayangnya, Maroo tak mengangkat teleponnya. Eun Gi berlari keluar sambil terus mencoba menghubungi Maroo. Dari seorang gadis gila yang tersenyum-senyum sendiri karena cinta, ia menjadi gadis gila yang berlarian di jalan dengan kalut karena cinta.

Eun Gi kembali ke tempat dimana ia berciuman dengan Maroo setengah jam yang lalu. Ia terengah kelelahan. Kepalanya terus menoleh ke kanan dan ke kiri.

Sekretaris Hyun kembali menghubunginya. Dan kali ini, mau tak mau Eun Gi harus mengangkatnya.

“Bu Direktur!” pekik Sekretaris Hyun, suaranya parau seperti orang yang baru saja menangis.

“Iya? Ada apa?” tanya Eun Gi gugup. Ia mendadak takut terjadi sesuatu pada Pengacara Park yang masih koma.

“Anda baik-baik saja?” tanya Sekretaris Hyun cemas.

“Iya, ada apa?” Eun Gi merasa aneh.

“Jae Hee… Jae Hee… baru saja menyerahkan diri dan menurut pengakuannya, Ahn Min Young sekarang berniat untuk membunuh anda. Kumohon jangan berkeliaran sendiri, Bu Direktur! Nyawa anda terancam! Bersembunyilah sampai polisi menemukannya!” pinta Sekretaris Hyun dengan berlinang airmata.

Eun Gi terdiam, ia mengeryit heran.

“Jae Hee menyerahkan diri?” gumamnya tak paham.

“Bu Direktur? Bu Direktur???” Sekretaris Hyun terus memanggilnya namun Eun Gi malah menutup teleponnya.

Ia duduk di kursi tempatnya berbicara dengan Maroo tadi. Pikirannya dihantui berbagai pertanyaan. Segalanya nampak aneh. ‘Jae Hee menyerahkan diri…’ kalimat menggentayanginya.

Eun Gi menaruh handphonenya di pangkuan, ia menunduk dan saat itu secara tak sengaja ia melihat noda asing di mantelnya. Diusapnya noda itu, masih agak basah. Aroma darah… Eun Gi tahu itu adalah aroma darah. Ia membuka mantelnya, meraba tubuhnya. Semuanya baik-baik saja. Jadi, pertanyaannya, darah siapa itu?

Eun Gi geming, ia mencoba mengingat apa saja yang ia lalui malam ini. Dan mendadak, ia teringat pada Maroo. Wajah pucatnya, pelukan mereka, suara lemah pria itu.

Jantung Eun Gi berdegub kencang. Ia melihat ke bawah kursi, ada begitu banyak bercak darah.

Dengan perasaan tak karuan, Eun Gi mengikuti kemana bercak-bercak darah itu membawanya. Ia menyorot handphonenya ke bawah, menjadikannya penerangan di bawah remang cahaya bulan.

Kaki Eun Gi terhenti di sebuah jalan panjang yang cukup gelap dan sepi. Netranya menemukan sesuatu di ujung sana. Eun Gi berlari mendekat dan airmatanya jatuh. Ia berteriak histeris sejadi-jadinya. Kang Maroo, pria itu tergolek berlumuran darah. Dipeluknya tubuh lemah Maroo. Ia bingung… Ia kacau. Akal sehatnya seolah raib untuk saat ini.

Eun Gi terus menangis, handphonenya ia geletakkan begitu saja.

“Maroo… Maroo…” isaknya tak waras.

“Pang… gil… se…seorang…. Aaahhh…. Pang...gil… aaah….” Maroo mencengkeram tangannya menahan sakit yang teramat sangat.

Eun Gi mencari handphonenya dengan bingung. Begitu ketemu, dengan gemetar diteleponnya Jae Gil.

“Maroo… bertahanlah! Jae Gil akan datang dengan bantuan! Ia akan datang!” mohon Eun Gi ketakutan.

Dipeluknya Maroo lebih erat seraya menunggu Jae Gil mengangkat teleponnya.

“Jangan mati! Kau tidak boleh mati! Aku akan bunuh diri jika kau mati!” pekik Eun Gi. Ia terus mendekap Maroo seraya menangis.

Malam itu langit mencatat doanya, menulis sumpahnya. Eun Gi, gadis itu meminta pada Tuhan untuk menyelamatkan Maroo. Ia rela memberikan apapun sebagai gantinya, bahkan jika harus diganti dengan separuh sisa umurnya di dunia, Eun Gi akan memberikannya, dengan senang hati.

Flashback end, kembali ke saat ini,

Eun Gi meletakkan kepalanya di atas perut Maroo.

“Maroo….” panggilnya pelan.

“Hmm….”

“Bagaimana bisa kau seegois itu? Bagaimana bisa kau begitu bodoh dan mengorbankan dirimu demi wanita sepertiku? Apa kau tidak sayang pada nyawamu sendiri? Kau tidak takut mati?”

“Daripada kematian, Kang Maroo lebih takut jika hidup tanpa Seo Eun Gi,” jawab Maroo ringan.

Eun Gi tersenyum haru, airmatanya menetes dan jatuh di atas bekas luka di perut Maroo.

“Kau menangis?” tanya Maroo.

“Lalu aku harus tertawa?” sahut Eun Gi disambut tawa kecil Maroo.

“Berjanjilah padaku, jika situasi yang sama terjadi lagi. Jangan melakukannya! Aku akan marah besar kalau kau melakukannya!” Eun Gi duduk dan menatap Maroo dengan serius.

Maroo tersenyum tipis, seolah permintaan Eun Gi hanyalah angin lalu. Ia ikut duduk, jemarinya lantas bergerak menyapu kening Eun Gi dengan lembut. Ditatapnya istri yang sangat dikasihinya itu dalam-dalam.

“Maroo! Berjanjilah!” Eun Gi mengulurkan jari kelingkingnya membuat Maroo tergelak pelan. Darimana Eun Gi belajar merajuk seperti ini dan tautan jari kelingking itu, bukankah itu bukan gaya Eun Gi sama sekali.

“Jika situasi yang sama terjadi lagi,” Maroo membuka suara, pandangannya teduh dan kedua lengannya melingkari tubuh Eun Gi yang hanya dibalut lingerie tipis.

“Aku akan tetap memilih untuk menjadi bodoh dan egois. Bukan untukmu Eun Gi… tapi untuk diriku sendiri karena… Kang Maroo mati tanpa Seo Eun Gi,” lanjutnya seraya tersenyum.

Eun Gi melotot, pura-pura kesal tapi kemudian ia tersenyum dan menyandarkan kepalanya di dada Maroo. Eun Gi memejamkan matanya, kembali melafadzkan setangkai doa.

Tuhan… jika bisa, aku ingin mati sebelum pria ini. Aku tidak mau ditinggalkan…

aku tidak mau kesepian… aku benci merindukannya sendirian…

jadi, jika bisa… ijinkan aku ingin mati sebelum pria ini….

~oOo~

Seminggu kemudian,

“Meraka datang! Mereka datang!” seru Eun Gi heboh seraya menjulurkan handphonenya ke belakang. ia berada di tengah taman, di salah satu deretan kursi pada pernikahan Sekretaris Hyun.

“Kau dapat melihatnya kan?” tanya Eun Gi pada Maroo yang menyembul di dalam layar. Mereka melakukan video call.

“Iya, aku dapat melihatnya. Jangan goyangkan handphonemu! Kepalaku pusing karena gambarnya bergerak-gerak,” seru Maroo disambut tawa ringan Eun Gi.

“Salah siapa kau tidak bisa datang? Jadi terima saja gambar yang diberikan istrimu ini,” ledek Eun Gi ceria.

Maroo hanya bisa menggeleng gemas.

Acara pernikahan pun dimulai, Jae Shik mengucapkan sumpah yang diikuti oleh Sekretaris Hyun. Mereka terlihat sangat bahagia. Eun Gi melirik Maroo di dalam layar handphonenya.

Ia teringat bagaimana pernikahannya dengan Maroo dulu. Sangat sederhana tapi penuh kebahagiaan.

Begitu acara selesai, Eun Gi datang mendekat bersama Pengacara Park untuk mengucapkan selamat. Di belakang mereka ada Jae Gil dan Choco yang juga diundang.

“Maroo minta maaf karena tidak bisa datang, jadi ia akan mengucapkannya melalui video call,” ujar Eun Gi seraya menunjukkan layar handphonenya. Jae Shik dan Sekretaris Hyun tersenyum bahagia menerima ucapan selamat Maroo yang lain dari pada yang lain. Semua ini ide Eun Gi.

Begitu selesai memberikan selamat, Eun Gi pergi mendekati meja yang telah terisi oleh banyak makanan dan minuman. Ia menelan ludah saat melirik wine yang disediakan di atas meja.

“Sayang, aku tutup dulu ya video callnya? Aku mau makan,” ucap Eun Gi.

Maroo menatap curiga, “Kau tidak akan makan atau minum yang aneh-anehkan?” seru Maroo.

“Makan minum aneh-aneh apa,” Eun Gi memasang ekspresi polos.

“Aku akan sangat marah kalau kau minum beer lagi meski kau bilang kalau itu reaksi ngidam,” ancam Maroo.

Eun Gi mengangguk sok patuh, “Aku paham! Sudah jangan cerewet! Aku mencintaimu! Da… da…” ia menutup video call mereka.

Wanita hamil itu melirik ke kanan dan kiri, ia bergerak mendekati meja yang berisi gelas-gelas wine.

Rasanya ia ingin seteguk saja. Eun Gi tahu ia tidak seharusnya minum tapi, ia sendiri tak dapat menahan hasratnya. Bayinya yang menginginkannya bukan dirinya.

Diambilnya segelas wine diam-diam, namun saat akan meneguknya sebuah tangan merampas gelas itu lebih dulu.

“Ckckck… Kau lupa bahwa sedang hamil?” Pengacara Park menggeleng heran.

“Hyaaa… kumohon! Seteguk saja! Hanya seteguk!” Eun Gi memohon. Pengacara Park masih menggeleng.

“Maroo menegurku karena tidak tahu bahwa kau mencuri-curi untuk minum beer saat pemotretan dulu. Tidak boleh pokoknya! Kau tidak boleh minum wine!”

“Hanya seteguk! Maroo tidak akan tahu!” Eun Gi bersikeras. Ia memang keras kepala dan susah diatur.

“Kau mau aku menelepon Maroo dan melaporkanmu?” ancam Pengacara Park seraya mengeluarkan handphonenya.

Eun Gi hanya bisa melotot kesal dan menggerutu pergi.

“Aiisssh… kalian berdua benar-benar kompak menyiksaku!” dengusnya disambut senyuman gemas si Pengacara.

Hari demi hari berganti. Eun Gi dan Maroo masih setia dengan status mereka sebagai ‘pengantin jarak jauh’. Mereka masih sering bertengkar tentang hal-hal kecil namun juga dengan cepat menjadi mesra karena hal-hal kecil pula. Sesekali dalam sebulan, Maroo akan mengunjungi Seoul dan menuntaskan rindunya pada Eun Gi yang semakin hari semakin terlihat bulat.

Pernah suatu ketika, Maroo bergurau dengan memanggilnya pipi bakpao. Eun Gi langsung merengut marah dan menolak untuk memeluknya. Jika sudah begitu, Maroo harus mengalah dan menunggu sampai emosi Eun Gi mereda.

Hubungan mereka berkembang dengan sangat manusiawi. Cinta memang selalu ada, namun pertengkaran adalah hal yang lumrah.

Malam ini, genap 5 bulan usia kandungan Eun Gi. Ia duduk di halaman belakang dan sedang berbincang dengan Maroo melalui telepon.

“Lusa kita harus kontrol lagi ke Dokter,” ucap Eun Gi.

“Aku sepertinya tidak bisa menemani kali ini. Ada pesta adat di pulau ini dan petugas medis harus stand by penuh,” Maroo mendesah kecewa.

“Tidak apa-apa, tidak usah menemaniku, lagipula setelah ini bukankah kita akan bertemu setiap hari. Dokterkan bilang kalau aku boleh naik pesawat saat usia bayi kita sudah lima bulan lebih,”

“Benar tidak apa-apa? Kau pergi dengan siapa?”

“Mungkin Sekretaris Hyun, dia juga harus memeriksakan kandungannya,” Eun Gi menjawab santai.

“Baiklah, jangan lupa mengirimiku foto USG terbaru bayi-bayi kita!”

“Kau sudah tidak sabar menjadi seorang ayah ya?” goda Eun Gi dijawab tawa kecil Maroo.

“Sangat tidak sabar,” jawab Maroo membuat Eun Gi ikut tertawa kecil.

“Aku juga, rasanya sangat tidak sabar untuk segera melahirkan,” pandangan Eun Gi menerawang ke atas, nun jauh di sana, Maroo juga sedang memandang ke atas. Mereka menatap rembulan yang sama seraya tersenyum.

“Kau tidak takut rasanya melahirkan?” goda Maroo.

“Pasti akan sangat berat karena harus mengeluarkan dua bayi, tapi asal kau di sisiku. Aku akan melakukannya dengan baik. Kau tidak akan membiarkanku mengejan dan berjuang sendiriankan, Tuan Kang?”

“Aku pasti menemanimu,” janji Maroo.

“Sudah malam, tidurlah! Kau tidak boleh tidur terlalu larut,”

“Iya, iya, aku tahu,” sela Eun Gi, ia tersenyum geli mendengar suaminya yang mulai cerewet.

“Aku mencintaimu, Seo Eun Gi,”

“Aku mencintaimu, Kang Maroo,”

Eun Gi menutup teleponnya dengan bahagia. Ia berjalan masuk rumah. Namun begitu sampai di di depan kamar, tiba-tiba perutnya bergejolak. Kedua bayinya menendang secara bersamaan. Ini tendangan pertama yang ia rasakan selama masa kehamilan.

Wanita itu memegang perutnya dengan takjub sementara salah satu tangannya berpegangan pada dinding.

“Eun Gi, kau kenapa?” tanya Jae Hee yang tanpa sengaja melintas dan melihatnya gerak-geriknya yang aneh.

“Bayinya….” Eun Gi masih terkejut dan merasa agak bingung.

“Duduklah!” Jae Hee memapah Eun Gi ke sofa di ruang tamu dengan hati-hati.

“Apa terasa sakit?” tanya Jae Hee cemas.

Hubungan mereka memang tidak berkembang drastis atau menjadi sangat dekat hanya karena tinggal di rumah yang sama selama 5 bulan ini, namun tidak ada alasan untuk menjadi acuh pada satu sama lain, jadi Jae Hee mencoba bersikap sewajarnya sebagai sesama manusia yang tinggal serumah.

“Tidak sakit, hanya… mereka menendang!” pekik Eun Gi dengan mata berbinar.

“Menendang?” Jae Hee menatap bingung.

“Iya, kau tidak tulikan? Mereka, bayi-bayiku baru saja menendang. Ini yang pertama kalinya mereka menendang!” Eun Gi tak dapat menahan kegembiraannya.

“Ah, syukurlah! Kukira kau kenapa-napa,” Jae Hee tersenyum lega.

“Haruskah aku menelepon Maroo dan memberitahunya? Tapi, ini sudah malam, ia pasti baru saja tidur,” desah Eun Gi.

“Bayinya akan menendang lagi mulai sekarang, kau bisa memberitahu Maroo kapan saja,” jawab Jae Hee bijak. Eun Gi mengangguk dan tersenyum malu sendiri.

Ia menunduk dan mengelus perutnya yang telah membuncit.

“Kapan bayinya akan lahir? Perutmu terlihat sangat besar,” tanya Jae Hee.

“Apa saat kandunganmu berusia lima bulan dulu, tidak sebesar ini?”

Jae Hee menggeleng, “Lebih kecil lagi,” jawabnya.

“Mungkin karena bayinya kembar,” ucap Eun Gi tanpa sengaja. Sebenarnya, ia dan Maroo sudah sepakat untuk tidak memberitahu siapapun mengenai hal ini. Mereka ingin membuat kejutan tapi entahlah, Eun Gi mendadak membocorkannya.

“Kembar? Jadi kalian akan punya anak kembar? Wow!” Jae Hee menatap takjub.

~oOo~

Eun Gi menatap fotonya dan Maroo saat berada di Aomori dulu seraya mengelus perutnya yang kini sebesar bola basket.

Dibukanya laci meja di sisi ranjangnya. Tangannya mengambil selembar kertas yang merupakan tiket pesawat kelas VIP dengan jadwal terbang kapan saja.

Eun Gi tersenyum misterius.

~oOo~

Just like you, I miss them so much, so I wrote it.

Any comments?

What do you think? Can you smell Eun Gi’s plan?

Hehe....

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Methaalana
Si Maroo berasa sialan banget ah! Cekaka~ Sok kagak butuh, sok jaim, sok dingin tapi ngarep! Marooo... aku padamu! *Nulis sendiri, ngomel-ngomel sendiri*^^

Comments

You must be logged in to comment
Alexasky
#1
Chapter 6: Hii i would really love to read the story. Do you happen to know how to translate the story to English please?
kyuhaeni #2
Chapter 42: annyeong.. reader baru di sini..
Kang Maroo di sini ga jauh beda sma Yoo Shi Jin ya yg palyful..
makasi ff nya.. aku yg blm puas nonton Nice Guy baca ini jadi suka bgt! comedy romance lagi.. waah harapan aku tuh kelak Joongki main com-rom drama..
oladilia1310 #3
Chapter 41: Kalo aku berani ngomelin eungi, pasti udah kuomelin! Udah masa" mau melahirkan kok ekstrimnya gk ilang sih *gemesssss* hahahhh
Trus ini gimana eungi lahirannya masa di pulau tanpa RS??!!! Semoga Maroo bisa nanganin kalo emg gk bisa balik ke Seoul :')
And.... i miss ChaeKi Couple so much ㅠㅠ
Semangat kak author!! Kutunggu update selanjutnya! 파이팅! ♡♡
Chaeki_Novit #4
Chapter 38: aku udh baca chapter 39 nya d wattpad
dan waaah cerita'y makin menarik dan seru,, apa yg mencelakai jang mi itu eungi??
d tnggu chap selanjut'y ya :)

*maaf ya aku komen disini. wattpad aku lg gk bsa buat komen

oya aku mulai setuju dngan author-nim kaya'y klu cerita eunma datar2 aja gk kn trasa eunma'y n pasti'y krang menarik hihi jdi aku prcayakan alur'y kpada sang pakar'y aja
semangatt ya thor :D
emoonsong #5
Chapter 38: Hmmm joahhh... ditunggu next chapnya....hehehe
Chaeki_Novit #6
Chapter 38: ayoo ayoo cepat tes DNA biar semua tau (trutama eunma) kalau itu bukan anak'y maroo n jang mi juga harus jujur n selesain msalah dia sendiri sama ex husband'y

aduuhh ini nyonya song kalau lg ngmbek sifat asli'y kluar hahaha lupa ya kalau lg ngandung dede kembar hehehe

semangat thor, next chapter'y jgn lama2 ya
give me sweet happy ending. really happy ending. jeballl
Chaeki_Novit #7
Chapter 38: ayoo ayoo cepat tes DNA biar semua tau (trutama eunma) kalau itu bukan anak'y maroo n jang mi juga harus jujur n selesain msalah dia sendiri sama ex husband'y

aduuhh ini nyonya song kalau lg ngmbek sifat asli'y kluar hahaha lupa ya kalau lg ngandung dede kembar hehehe

semangat thor, next chapter'y jgn lama2 ya
give me sweet happy ending. really happy ending. jeballl
eonnifan
#8
Chapter 38: kan.. udh ketebak jonghyun bukan anak maroo hahhahahaha

sabarlah eungi
tp entah knp aku pengen eungi ky ngelakuin sesuatu yg ekstrim gitu lol
jgn2.. yg jd pembunuhnya.. eungi :O
emoonsong #9
Chapter 37: Komen selanjutnya dariku....

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°©©©°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Jong Hyun tinggal bersama Eng Gi? Kurasa ini baru namanya saingan yang seimbang...
Eng gi tdk mungkin kalah dr wanita manapun dihati Maroo... tp dgn Jong Hyun?....
Aku rasa Maroo akan sedikit bingung bukan?
Meski hatix untuk Eng Gi tapi Maroo tak mampu mengabaikan Jong Hyun...
Dan ini yang akan menyakiti Eun Gi... bukan begitu?
Ah sial bagimu Kang Maroo...

Eun Gi akan mendapat dukungan penuh dr semuanya bahkan dr si Twin...
Dan krn Jong Hyun tdk memiliki siapa siapa disisinya? Kau mungkin akan mengambil tanggung jawab itu...

Dan itu yg tidak diinginkan Eun Gi...
Kau berada bersebrangan dengannya...
Karena itu Eun Gi menginginkan mesin waktu... untuk bisa menemukanmu lebih dulu...
Tapi tentu sj hal yg mustahil... krn ini bukan fanfic doraemon tapi ini ff chaeki...
Hak paten mesin waktu hanya untuk doraemon, nobita dan kawan kawan Readers dan Eun Gi tau itu..
*plakkk abaikan*

Krn itu... kita akan berharap seperti biasa untuk Eun Gi sekali lagi berlari ke pihak Kang Maroo tanpa memedulikan apapun...
Meski itu artinya dia berada dipihak yang sama dengan Jong Hyun... si anak kecil yg menjadi saingannya...

Hey tunggu dulu...
Kurasa Eun Gi tdk sebodoh itu untk mempercayainya...tanpa mengkonfirmasinya dan ayolah Maroo bahkan seorg dokter ... apa mereka bahkan tdk terpikir untk melakukan tes DNA...?
Mengapa perkataan seorg wanita dari masa lalu menjadi begitu terpercaya? Hingga diterima tanpa pembuktian...
#mungki Eun Ma Lelah... butuh piknik...

Hemm meski tes DNA tdk murah tp biaya bukan hal yg perlu dirisaukan oleh seorg Eun Gi kan?
Yah cukup mnngirim sampel rambut Kang Maroo dan Jong Hyun kurasa... hal Ini bisa dipecahkan...





©¶©¶©¶

Eun Gi bisa saja menyerah untuk apapun dan siapapun tp Eun Gi tdk akan menyerah untuk Kang Maroo ...

©¶©¶©¶