Reuni yang Tak Diinginkan
NICE GUY FF - After The EndingEun Gi menggeliat, ia memiringkan tubuhnya sedikit, ada nyeri yang menghentak di sekitar pinggangnya. Punggungnya terasa kaku dan perutnya benar-benar telah bertambah beratnya dari hari ke hari. Wanita itu menatap wajah suaminya yang masih pulas tertidur di sisinya.
Eungi mendesah tak nyaman sembari mengelus perutnya yang menonjol tak beraturan. Kedua calon buah hatinya sepertinya sedang bertengkar, mereka saling menendang dan tidur dengan posisi berlawanan.
Ada kegusaran di hati pewaris Tae San Group itu.
Ia bangun dan bergegas menuju kamar mandi. Akhir-akhir ini ia jadi sering buang air kecil. Menurut Ma Roo itu adalah hal wajar sebab berat kedua bayinya pasti menekan kandung kemih Eun Gi dan membuatnya harus rela bolak-balik ke kamar mandi di jam-jam tak terduga.
Sekembalinya dari kamar mandi (dimana ia harus berjalan dengan pelan dan agak oleng sebab massa tubuhnya sudah naik puluhan kilo), Eun Gi terdiam memandangi cermin rias di sisi ranjang. Ia memandangi tubuhnya yang telah berubah drastis.
Lewat pantulan cermin, diliriknya Ma Roo yang masih asyik bermain di alam tidurnya.
Ia sadar, ada keresahan yang belum ia bagi pada Ma Roo. Terlalu banyak keresahan sebenarnya yang tengah ia pendam sendiri.
Eun Gi mencubit pipinya dengan merengut, ia bisa melihat dengan jelas jika wajahnya terlihat sangat chubby. Dilihatnya juga jemari tangan, kaki dan bentuk tubuhnya yang sudah tak berlengkuk indah.
“Apa yang sedang kau lakukan di sana?” pertanyaan itu mengangetkan Eun Gi tanpa sengaja. Ma Roo rupanya telah bangun dan kini duduk di tepi ranjang sembari memandangnya dengan heran.
Pria berparas tampan itu mengusap matanya karena masih mengantuk.
Eun Gi memandang tajam pada pantulan tubuhnya di atas cermin, tanpa basa-basi ia bertanya pada Ma Roo.
“Kau tidak jijik padaku?” tanyanya membuat Ma Roo tersentak kaget.
“Ha?” kesadaran Ma Roo terkumpul kembali dengan paksa akibat pertanyaan absurd istrinya.
“Apa kau kerasukan hantu dari toilet atau masih setengah tidur?” Ma Roo mengernyit.
“Tubuhku sekarang benar-benar tidak proposional,” ucap Eun Gi muram.
Ma Roo mendesah dan tersenyum kecil, ia menggeleng dengan gemas lantas mendekat dan memeluk istrinya dari belakang.
Ma Roo mematut dagunya di atas pundak Eun Gi sementara kedua tangannya hinggap di atas perutnya yang telah sangat besar.
Pria itu memandang pantulan wajah keduanya dengan tenang.
“Bagaimana bisa aku merasa jijik dengan wanita yang tengah mengandung calon anakku?” goda Ma Roo. Eun Gi menoleh dan menatapnya dengan masih tak percaya.
Saat itulah, Ma Roo dengan cepat menumbuk bibir istrinya – mencuri kesempatan. Pria itu lantas tertawa kecil.
Ia memegang kedua pipi Eun Gi yang memang sangat chubby saat ini.
“Aku sudah bosan dengan wanita cantik dan seksi, jadi kau tidak perlu khawatir,” ucap Ma Roo santai.
Sayangnya, kalimatnya malah membuat Eun Gi makin merengut. Ia mendorong Ma Roo ke belakang dengan sewot.
“Okay, aku tidak cantik dan seksi lagi!” Eun Gi hendak pergi, tapi dengan cepat tangan Ma Roo menggapai pundaknya dan memeluknya sekali lagi dari belakang.
“Lepaskan!” pinta Eun Gi tak suka.
“Apa kau benar-benar marah? Aku hanya bercanda Nyonya!” bujuk Ma Roo.
“Lepaskan atau….” Eun Gi meronta.
“Atau?” Ma Roo terus menggoda.
“Aku akan ngompol!” jawab Eun Gi cepat.
~oOo~
Taksi itu berhenti di depan sebuah Rumah Sakit besar dengan begitu banyak manusia berlalu-lalang di dalamnya. Nampak sepasang suami istri bermarga Kang berjalan memasuki lobi. Hari ini mereka akan memeriksakan kandungan Eun Gi, selain itu Ma Roo juga akan menemui Seniornya yang menawarkannya pekerjaan di Seoul.
“Kita dapat nomor antiran 29, kurasa masih cukup lama. Aku akan menemui Dokter Seok Min Hyuk dulu dan kembali secepatnya,” Ma Roo menyebut nama seniornya.
“Sayang….” Eun Gi menarik tangan suaminya. Ia menggigit bibirnya gugup.
“Apa terjadi kontraksi lagi?” tanya Ma Roo cemas. Ia menunduk dan mengusap perut Eun Gi. Dapat ia rasakan perut istrinya berkedut kuat.
“Menurutmu apa mereka ingin segera lahir?” tanya Eun Gi takut.
Ma Roo menggeleng dan tersenyum menenangkan, “Kurasa itu masih lama, sayang….” ucapnya seraya membelai lembut kepala Eun Gi dan menciumnya pelan.
Eun Gi mendesah lantas menyandarkan kepalanya ke tembok.
“Cepatlah kembali!” pinta Eun Gi tegas. Ma Roo mengangguk dan tersenyum, ia merasa gemas pada sikap Eun Gi yang jadi begitu manja dan tak mau ditinggal barang sebentar.
Entah kenapa sejak perutnya sering bergejolak tak karuan, Eun Gi jadi tak suka sendirian. Ia jadi selalu ingin bersama Ma Roo. Jika ditilik ulang kelakuannya selama ini, Eun Gi merasa aneh sendiri. Bukannya sekitar 2 minggu lalu, ia masih begitu berani berkeliaran sendiri, bahkan nekat menyeberang ke pulau dimana suaminya bertugas.
Eun Gi sadar, ia pasti masih terbayang oleh ekspresi kesakitan wanita yang melahirkan saat pesta adat desa.
Ia ngeri kalau mengingatnya, ia ingin membaginya pada Ma Roo tapi rasanya itu akan membuat suaminya ingat pada bayi yang gagal ia selamatkan.
5 menit berlalu dan Ma Roo belum kembali.
Satu persatu wanita hamil di sekelilingnya dipanggil ke dalam ruangan, rata-rata semuanya berwajah ceria. Berbeda dengan Eun Gi yang berkeringat dingin.
Tak hanya perutnya yang sakit, ada rasa ngilu yang menjalar di antara kedua celah kakinya.
Seorang wanita hamil di sebelahnya menatapnya dengan agak heran.
“Anda baik-baik saja?” tanya wanita itu pada Eun Gi yang spontan menoleh kaget.
“Iya,” jawab Eun Gi seadanya. Ia bukan tipikal pembasa-basi, di samping itu ia hanya ingin Ma Roo saat ini, bukan orang lain.
“Berapa usianya?” tanya wanita hamil bergaun hijau dengan sweater cokelat itu ramah.
“Sekitar 8 bulan,” jawab Eun Gi masih tak nyaman.
“Sepertinya anak pertama ya? Anda terlihat gugup, saya juga seperti itu dulu saat hamil anak pertama,” Wanita cantik itu bercerita dan Eun Gi mulai tertarik.
Merasa mendapat teman mengobrol yang tepat, Eun Gi segera meluapkan isi hatinya tentang kekhawatirannya akan rasa sakit menjelang persalinan.
Tak disangka, wanita yang ternyata bernama Hong Mi Na itu ternyata tengah mengandung anak ketiganya dan ia menenangkan Eun Gi dengan menceritakan euforia setelah proses persalinan.
“Tidak perlu cemas, jaman sekarang teknologi sudah sangat canggih. Operasi Caesar hanya memakan waktu lima belas menit, dulu saya melahirkan anak kedua dengan operasi, lagipula suami Anda seorang Dokterkan?” seru Mi Na.
Eun Gi mengangguk.
Seorang suster berjalan keluar dari ruang dokter dan memanggil Mi Na
“Tenang saja! Sakitnya akan hilang saat bayi Anda lahir,” ucap Mi Na sebelum menghilang ke balik pintu.
2 nomor lagi dan giliran Eun Gi akan tiba. Tiba-tiba, ia merasa ingin buang air kecil. Dengan agak sempoyongan dan oleng karena perutnya yang menggantung besar, Eun Gi beranjak menuju Toilet yang terletak tak jauh dari tempatnya memeriksakan kandungan.
Sementara itu Ma Roo tengah berbincang bersama Seniornya tentang posisi di Rumah Sakit ini yang harus ia isi secepatnya.
Tak jarang, Seniornya menggoda Ma Roo tentang hubungannya dengan Eun Gi yang cukup rumit namun berakhir bahagia.
“Sudah berapa bulan usia kandungannya?”
“Mungkin sekitar 8 bulan,” jawab Ma Roo disambut gelengan kepala Dokter Seok.
“Mungkin? Ayah macam apa kau? Kau tidak ingat secara pasti berapa usianya? Bagaimana jika istrimu mendadak melahirkan?”
Ma Roo tersenyum malu mendengarnya.
“Nanti saat anak kami lahir, aku tidak mau tahu, kau harus meluangkan waktu untuk menengoknya!” ancam Ma Roo disambut kekehan Dokter Seok.
“Tentu saja, jika tidak ada aku, mereka tidak akan ada, bukan?” canda Dokter Seok.
“Iya, aku tahu! Kau pahlawanku!” Ma Roo tersenyum dan keduanya tertawa renyah mengingat masa lalu yang pahit namun terasa manis saat ini.
~oOo~
Eun Gi keluar dari bilik kamar mandi dan mencuci tangannya di wastafel. Ia merapikan rambutnya dan terdiam sejenak menatap cermin.
Di sisinya, seorang wanita tengah merapikan lipstick dan bedaknya.
Pandangan keduanya tanpa sengaja beradu di dalam cermin.
Eun Gi merasa sebal sebab mata wanita itu terus mengekorinya seolah ia makhluk dari planet lain.
“Apa kau tidak pernah melihat wanita hamil sebelumnya?” umpat Eun Gi kesal membuat si wanita berlipstik merah terhenyak ke belakang dan terbata tak karuan menjelaskan alasannya.
“Buk… bukan begitu hanya….”
Eun Gi melotot tajam.
“Lalu?” tanyanya galak.
“Aku hanya merasa kau mirip dengan seorang teman di SMP,” jawab wanita itu.
Kening Eun Gi mengernyit, ia mengamati wajah wanita di depannya tapi sayang, ia tak mengenali siapa dia, jadi mustahil jika mereka sebelumnya saling mengenal.
“Apa kau dari SMP Chosun,” jawab si wanita berlipstik aduhai.
SMP Chosun? Eun Gi terbelalak, ia memang berasal dari SMP itu.
“Iya,” jawab Eun Gi cepat bercampur penasaran.
“Eun Gi? Aku tidak salahkan? Seo Eun Gi Tae San Group?” tanya wanita itu lebih yakin.
Eun Gi mengangguk waspada, ia mengamati kembali si wanita misterius yang mengaku teman SMPnya tersebut.
“Ah! Aku tidak salah rupanya! Hahaha…” wanita itu tersenyum lega, bahkan nyaris bersorak jika saja tak melihat wajah Eun Gi yang tetap tak ramah.
“Aku Jo Jang Mi,” ucapnya memperkenalkan diri.
“Jang Mi?” Eun Gi menatap ragu, ia ingat jika di kelasnya ada seorang murid bernama Jang Mi tapi wajah wanita di hadapannya ini sungguh berbeda.
“Kau pangling? Hehe… aku melakukan beberapa perbaikan,” bisik Jang Mi. Eun Gi paham, maksud wanita ini pasti operasi plastik.
“Aku terkejut melihatmu di sini,” seru Jang Mi sok ramah.
Eun Gi hanya memasang ekspresi datar, ia tak terlalu dekat dengan Jang Mi. Malah bisa dibilang, ia tidak punya teman dekat di Sekolah dulu.
Seperti petuah Ayahnya, “Jangan berteman atau mereka akan jadi kelemahanmu, kau tidak butuh teman karena kau kuat sendirian,”
“Aku permisi dulu, aku sedang menunggu giliran periksa,” ucap Eun Gi, ia merasa membuang waktu saja berbasa-basi dengan seseorang yang bahkan tak pernah ngobrol dengannya saat masih di Sekolah.
“Tunggu!” Jang Mi menahan lengan Eun Gi.
“Boleh kuminta nomor teleponmu? Sekolah kita akan mengadakan reuni dan aku salah satu panitianya,” ujar Jang Mi.
~oOo~
“Kau darimana?” tanya Ma Roo begitu Eun Gi kembali. Beruntung nomornya belum dipanggil atau mereka harus mengambil nomor antrian baru dan menunggu lebih lama lagi.
“Toilet, dan aku bertemu seseorang,” jawab Eun Gi.
“Seseorang?” Ma Roo ingin bertanya lebih jauh namun, nomor mereka telah dipanggil. Keduanya pun masuk ke dalam ruang pemeriksaan.
Di dalam, Eun Gi dan Ma Roo diperlihatkan posisi dan kondisi kedua janin kembar mereka yang telah tumbuh kian besar.
Ma Roo nyaris menangis saat mendengar detak jantung kedua bayinya yang begitu kuat dan cepat.
Eun Gi menanyakan mengenai kapan bayi mereka akan lahir sebab akhir-akhir ini ia merasakan sakit yang cukup luar biasa.
Dokter bilang jika masih agak lama. Kandungan Eun Gi saat ini berusia 8 bulan 6 hari. Ia meminta Eun Gi untuk rileks dan sering berolahraga ringan seperti berenang atau berjalan-jalan kecil untuk membantu proses kelahiran.
“Mungkin akan kontraksi palsu dalam beberapa hari ke depan, tidak perlu cemas, saya akan meresepkan obat untuk mengurangi rasa sakitnya jika terjadi kontraksi palsu,”
“Hmm… Dok, sebenarnya istri saya tidak mau mengonsumsi obat, apa ada alternatif lain?” tanya Ma Roo.
“Kenapa?” Dokter tampan bermarga Park itu tersenyum seraya melihat Eun Gi.
“Ada artikel di internet jika tidak baik kalau ibu hamil minum obat,” jawab Eun Gi polos.
Dokter Park tersenyum dan manggut-manggut.
“Sebenarnya resiko dan efek sampingnya tergantung pada jenis obat dan dosis kosumsinya tapi saya tahu kekhawatiran Anda, jadi sepertinya harus dengan cara alami,”
“Alami? Seperti apa?” tanya Eun Gi antusias.
“Ditahan saja sakitnya,” jawab Dokter Park seraya tersenyum. Entah ia serius atau hanya ingin menggoda pasangan muda di hadapannya ini.
~oOo~
“Sekitar 3 minggu lagi dan kita akan bertemu, sayang….” Ma Roo mengecup perut Eun Gi dengan bahagia. Mereka sedang dalam perjalanan pulang menggunakan Taksi.
“Kau kenapa? Terlihat memikirkan sesuatu,” tanya Ma Roo, perhatiannya teralih pada calon Ibu dari kedua jabang bayinya.
“Tadi Dokter Park menyarankan water birth, apa itu benar-benar akan mengurangi rasa sakitnya? Aku sungguh ingin melahirkan normal dan tidak mau operasi Caesar,” ujar Eun Gi.
“Kita diskusikan itu nanti, sekarang sebaiknya kita makan dulu. Jaegil dan Choco belum pulang dan di rumah tidak ada bahan makanan, jadi kita makan di luar saja. Kau ingin makan apa?” tanya Ma Roo lembut. Ia merangkul pundak Eun Gi dengan penuh kasih sayang.
“Sup kacang merah dengan daging panggang!” jawab Eun Gi riang tapi kemudian ia merengut, “Tidak usah daging panggang, aku akan bertambah lebar nanti!” lanjutnya.
“Makanlah apapun yang kau inginkan! Kau tetap terlihat yang paling cantik dan seksi di mataku!” sahut Ma Roo disambut senggolan malu Eun Gi sebab si Supir Taksi mendadak tertawa kecil mendengar kemesraan mereka.
Taksi yang mereka tumpangi berhenti di sebuah pusat perbelanjaan. Eun Gi dan Ma Roo melangkahkan kami mereka memasuki sebuah Resto di dalam Mall tersebut. Ma Roo menyuapi Eun Gi dengan mesra sesekali, membuat pipi wanita itu bersemu merah.
Selepas makan siang yang mengenyangkan, keduanya berjalan-jalan melepas penat di area Mall. Sebuah toko perlengkapan bayi menarik perhatian mereka.
Keduanya baru sadar, jika mereka belum menyiapkan apapun bagi kedua bayi mereka.
Saat tengah memilih-milih ranjang bagi bayi mereka, tiba-tiba telepon Eun Gi bergetar. Sebuah sms masuk.
“Dari siapa?” tanya Ma Roo.
“Teman SMP, kau ingat ceritaku jika aku bertemu seseorang di Toilet Rumah Sakit? Dia teman SMPku,” jawab Eun Gi kurang berminat.
“Ada reuni lusa, aku diundang,” lanjut Eun Gi sembari menunjukkan E-invitation yang ia terima melalui WhatsApp.
“Kau tidak ingin datang?” tanya Ma Roo.
Eun Gi terdiam, ia ingat pada seseorang di masa SMPnya.
Apa dia juga datang? Pikir Eun Gi.
“Apa kau tidak punya cinta monyet yang ingin kau lihat?” goda Ma Roo.
“Hyaaa… apa maksudmu?” Eun Gi mendengus sewot.
Ma Roo tertawa melihat ekspresi istrinya.
“Datang saja! Kau harus mulai bergaul dengan manusia sungguhan, bukan Barbie atau motor,” Ma Roo kembali menggoda.
Eun Gi melotot gemas dan mencubit lengan Ma Roo.
“Tapi kau harus menemaniku!” pintanya.
“Dengan senang hati, Nyonya,” Ma Roo tertawa dan merangkul bahu Eun Gi. Keduanya terkekeh mesra.
“Baiklah, kalau begitu aku akan membalas pesan Jang Mi jika aku akan datang,” ucap Eun Gi.
“Jang Mi?” alis Ma Roo naik sedikit mendengar nama itu.
“Hmm….” Eun Gi mengangguk dan mulai mengetik balasan.
Ma Roo mengintip layar WhatsApp istrinya demi melihat foto dari sosok bernama Jang Mi, tapi sayangnya foto profilnya adalah gambar tumpukan tas branded yang sengaja dipamerkan.
“Kenapa?” tanya Eun Gi.
Ma Roo menggeleng dan menggandeng istrinya untuk memilih-milih kembali perlengkapan bagi bayi mereka.
Sebenarnya, Ma Roo familiar dengan nama Jang Mi. Itu adalah nama salah satu mantan pacarnya saat masih menjadi gigolo dahulu kala.
Semoga hanya namanya yang sama atau akan sangat aneh untuk bertemu dengannya lagi.
~oOo~
Dan faktanya, lamaaaaa ya aku updatenya???
Hahai… suerrr sibuk banget!!!
Dan perkara kebanyakan nulis artikel formal, aku jadi kurang berseni meliuk-liukkan kalimat. Cekaka….
Monggo dibaca, divote, dikomeng dan diapain aja boleh.
Hihihi…
Oh ya, sekarang aku kerja di sebuah media online.
Temui aku di sana ya, www.okedisini.com
Media baru, semacam Kaskus dan sedang mencoba melebarkan sayapnya di kancah nusantara.
Please join there ya. Sign Up jikalau online di laptop.
Makasih^.^
Comments