Pertanyaan dari Masa Lalu

NICE GUY FF - After The Ending

Angin di penghujung bulan ini berhembus lirih, membelai rambut Eun Gi yang bergelombang dan panjangnya sudah hampir menyentuh siku. Ia tersenyum kepadaku saat tanganku menuntunnya keluar dari taksi. Pukul 7 lewat 20 menit, kami kembali di jam makan malam. Di belakang, sopir dari taksi yang kami tumpangi bergegas untuk membuka bagasi dan mengeluarkan setumpuk belanjaan.

Eun Gi bukan wanita yang suka shopping, aku tahu itu. Ia tipikal cuek dan tidak feminim sama sekali. Segala hal yang teralu berbau wanita bukanlah dirinya, tapi hari ini aku bisa menyaksikannya berubah begitu banyak. Ia hampir memborong seluruh isi toko perlengkapan bayi itu jika saja aku tidak mencegahnya.

Kami masih menumpang di rumah Jae Gil dan rasanya tidak enak untuk menjejali rumahnya dengan barang-barang milik kami.

“Letakkan saja di depan pintu, pak,” ujarku pada sopir taksi yang telah berbaik hati membantu kami.

Pria dengan kepala nyaris botak itu tersenyum santun.

Kuulurkan beberapa lembar uang dan sebelum ia memberikan kembalian, aku menyuruhnya pergi dan memintanya menyimpan sisanya sebagai upah mengangkuti barang-barang kami.

Kini, hanya ada aku dan Eun Gi di depan pintu rumah yang sepertinya telah berpenghuni. Aku melihat mobil Jae Gil terparkir di halaman, itu tandanya mereka sudah kembali.

“Kurasa seorang wanita tetaplah seorang wanita,” sindirku pada Eun Gi yang tersenyum senang menatap tumpukan barang di sekitar kakinya.

Raut wajahnya tidak berubah, ia malah tersenyum lebih lebar seolah mengejekku balik.

Aku menggeleng gemas. Mataku kemudian menatap tumpukan barang yang kami beli.

“Kau membeli hampir separuh isi toko, kau bahkan membeli baju untuk anak berusia 5 tahun. Ckckck….” Kupelototi ia.

Eun Gi menanggapiku dengan cuek. Ia menjawab ketus, “Bukankah itu bagus? Hidup harus penuh dengan perencanaan,”

Aku tergelak, tak bisa pura-pura kesal lebih lama lagi.

“Jika kubiarkan, mungkin kita akan memindahkan seluruh isi toko itu kemari,” kurangkul pundak Eun Gi dengan mesra, ia tertawa lirih, manja dan memikat.

Kami saling pandang, terdiam sebentar lalu menatap ke setumpuk benda di bawah – hasil buruan istriku seharian ini.

“Kurasa ada gunanya juga Jae Gil pulang hari ini,” ucapku licik. Eun Gi tersenyum, ia tahu pasti maksudku.

Kutekan beberapa digit angka di sisi pintu dan klik, kunci terbuka. Kubuka pintu ruang tamu dengan cepat.

Baru selangkah kakiku masuk, seseorang menyambarku dari dalam, mengangkatku ke udara dan mencoba menciumku.

Aku berteriak dan mendorong siapapun pemilik bibir itu dengan reflek, yang kudorong ikut terkejut.

Kami jatuh berdua di depan pintu. Sosok mengejutkan itu Jae Gil. Ia nampak terkejut melihat kedatanganku. Ada keheningan yang menyerbu kami selama 2 detik sampai akhirnya Jae Gil dengan terbata bertanya, “Ma Roo? Eun Gi?” ia gantian melirikku dan istriku.

Mulutnya tergagap seperti ikan mas koki kehabisan oksigen.

“Tidakkah pesta penyambutanmu berlebihan?” aku berdiri dengan kesal seraya mengibas-ngibas debu di celanaku. Eun Gi masih bengong.

“Ku…kira kau Choco….” sangkal Jae Gil dongkol, tetap dalam posisinya di atas lantai.

Tak perlu penjelasan panjang, seseorang yang namanya baru ia sebut muncul di belakang Eun Gi dengan sebuah kresek berlogo Supermarket.

Choco memandangku takjub, ia kemudian menatap Eun Gi dan perutnya.

Dan ya, kalian bisa menduga apa yang terjadi kemudian, ia berteriak kegirangan lantas bingung untuk memelukku atau Eun Gi lebih dulu.

Jae Gil teracuhkan di atas lantai, tetap dalam posisinya semula.

~oOo~

Aku menguap panjang di atas kasur, kuletakkan kacamata dan buku di tanganku ke atas meja di sisi kasur. Eun Gi masih betah membongkar isi dari puluhan tas yang ia beli hari ini.

Ia sudah seperti pedagang kaki lima yang tengah menggelar dagangannya di atas karpet. Aku beringsut ke tepi ranjang dan duduk di belakangnya diam-diam. Matanya berbinar memandangi dua buah baju bayi berwarna merah dan biru dengan gambar Pororo.

Kunikmati ekspresi bahagia yang terpancar dari kedua bola matanya. Sesekali tangannya mengelus perutnya yang besar itu dan aku mendengar ia berdialog pelan dengan bayi-bayi kami.

Eun Gi dan dunianya, untuk sebuah alasan yang ganjil, aku merasa cemburu tapi berdebar kegirangan. Eun Gi dan dunianya, aku merasa tersingkirkan tapi terangkul pula.

“Ayo tidur?” kudekap bahunya dari belakang. Suaraku berbisik lirih di sekitar tengkuknya yang putih dan masih selalu menggoda.

Eun Gi tersenyum, menolehku. “Tidur saja duluan, aku mau membongkar semua belanjaan hari ini,” jawabnya santai.

“Dasar gila, kau bisa bergadang kalau memaksa melakukannya. Ayo tidur! Besok Choco akan membantumu membuka seluruh benda-benda ini,” ucapku memaksa. Kurebut dua baju bayi yang tengah dikaguminya dan kuletakkan kembali ke dalam tas, kemudian kubopong Eun Gi yang jujur saja memang sangat berat ke ranjang kami – yang untungnya hanya perlu satu helaan napas untuk merengkuhnya.

Eun Gi mendelik, kaget karena kenekatanku untuk menggendongnya yang tak seramping dulu.

“Kau tidak apa-apa? Beratku kan….” Eun Gi menatapku cemas. Aku hanya menatap datar seolah tak terjadi apa-apa padahal sebenarnya aku benar-benar mengerahkan seluruh tenaga untuk melakukannya.

Kumatikan lampu dengan cepat, dengan harapan raut kelelahanku tak ketara.

Tapi Eun Gi dapat mendeteksinya dan ia tertawa.

“Siapa suruh menggendongku?” ledeknya ringan.

“Kalau tidak kugendong kau pasti bergadang. Kau masih Seo Eun Gi yang keras kepala dan susah diatur,” kusindir dia balik.

“Hyaaa… dasar tukang omel! Paman cerewet!” ia menyerukannya di telingaku.

“Dasar bibi-bibi galak menyeramkan!” Aku melototinya.

“Apa katamu?” Eun Gi memandangku dengan tatapan seram, jenis tatapan yang kudapatkan darinya saat ia memaksa masuk ke mobilku dan ikut menjemput Choco di awal pertemuan kami dahulu kala.

Aku tidak memasang ekspresi apapun, tidak menimpalinya dengan kalimat apapun, yang kulakukan hanya satu, beringsut mendekat dan memeluknya tanpa dosa.

“Ayo tidur!” bisikku tenang.

Eun Gi diam, tapi aku merasakan ada yang aneh. Ia bergetar dalam pelukanku.

“Kau marah?” tanyaku agak was-was meski sok tetap bersikap santai.

“Per…rutku….” Tanpa harus menunggu Eun Gi menyeleseikan kalimatnya, aku segera meraba perutnya yang bertonjolan tak rata.

“Sakit?” tanyaku cepat. Naluriku sebagai seorang Dokter dan suami bertabrakan di saat yang tak terduga. Ada getir kepanikan dan sikap penuh perhitungan yang melantur jadi satu.

Kunyalakan lampu cepat, aku duduk di sisi Eun Gi yang menggeliat kesakitan di atas ranjang.

Ia menggigit bibirnya menahan gelombang nyeri di sekitar area perut dan punggungnya.

Kusuruh ia mengatur napas pelan-pelan. Tangannya mencengkeram tanganku. Apa iya Eun Gi akan melahirkan secepat ini? Aku tahu para Ibu yang mengandung bayi kembar memang seringkali melahirkan lebih cepat karena dorongan dan bobot si bayi yang membiak berkali lipat, tapi rasanya aku sungguh tak siap jika harus secepat ini.

Nyaris 2 menit Eun Gi mengerati tanganku hingga meninggalkan bekas dan kebas. Airmukanya berangsur-angsur membaik setelahnya, ia bilang bayi-bayi kami sudah terlelap sekarang.

Aku menghela napas lega, “Kau membuat jantungku berdebar-debar, kukira mereka akan lahir malam ini,” desahku di sisinya.

Seolah masih dendam, Eun Gi hanya menjawab cuek, “Mungkin bayi-bayi kita marah karena kau mengejek Ibu mereka,”

Aku kehabisan kata, gemas merongrongku seketika. Eun Gi masih sama. Ia tidak berubah. Aku tertawa geli sendiri mengingat kelakuannya.

Kukecup bibirnya dengan perlahan namun penuh gairah. Saat kulepaskan tautan bibir kami, kubisikkan sesuatu di atas hidungnya yang mancung, “Kalau seperti ini, apa mereka akan marah juga?”

“Kau licik, Kang Ma Roo!” bisik Eun Gi balik.

“Apa kau baru tahu?”

“Tidak, justru itu alasan aku menyukaimu, Kang Ma Roo yang licik!”

Kami saling pandang dan tersenyum penuh cinta. Kupeluk Eun Gi sekali lagi dengan hati-hati agar tidak menindih perutnya. Hembus napas kami mengalun seirama mengisi keheningan langit malam ini.

Dan esoknya, seperti yang sudah kuduga, Choco, Seul Gi dan Eun Gi heboh membongkar setumpuk pakaian bayi dan segala hal yang Eun Gi borong kemarin.

Kupandangi kegaduhan mereka dari dapur bersama Jae Gil yang belum berangkat kerja.

“Kau bahagia, kawan?” tanya Jae Gil padaku. Nada bicaranya terdengar ganjil.

“Kenapa?” tanyaku merasa aneh.

Jae Gil menahan tawanya, “Siapkan mental dan fisikmu! Kalian tidak akan bisa tidur nyenyak dan beraktivitas normal setelah dua keponakan kembarku lahir! Hahahaha….”

Aku mengernyit, tapi sepenuhnya paham, kami pasti akan repot, terlebih karena Eun Gi dengan sok keras kepalanya tak mau mencari baby sister dengan alasan ia ingin menikmati peran sebagai seorang ibu.

“Hahaha… bersiaplah sahabatku!!!” Jae Gil menepuk pundakku kemudian menyambar tas dan pamit ke kantor.

“Seul Gi, ayo kita berangkat!” ia mengandeng keponakanku pergi.

 

~oOo~

 

“Kau serius ingin datang? Sejak kau sering nyeri dan kontraksi, aku jadi cemas,” Aku menatap Eun Gi yang sudah berdandan rapi di sampingku. Kami duduk di dalam taksi yang terparkir di depan rumah Jae Gil. Aku berharap ia setuju pada nasehatku tapi Eun Gi menggeleng.

“Aku ingin datang,” ucapnya tegas, tak bisa dibantah.

Salahku yang sudah memintanya untuk menerima ajakan reuni teman-teman SMPnya. Aku merasa tak nyaman, seolah lebih suka duduk diam di rumah saja seharian ini.

“Kau sudah rapi, aku sudah rapi, lagipula perutku baik-baik saja seharian ini,”

Aku mengalah, rasanya aneh juga mencoba menghalanginya padahal aku yang membujuknya untuk ikut pada awalnya.

“Baiklah, tapi jika perutmu nyeri sedikit saja, kita pulang ya?”

“Iya, sayang….” Eun Gi menyandarkan kepalanya ke pundakku. Tangan kami berpegang erat. Taksi meluncur pergi menuju SMP Eungi – tempat berlangsungnya reuni.

Sekitar 25 menit berlalu dan kami sampai. Kugandeng Eun Gi memasuki gerbang sekolah yang terlihat megah. Ini bukan sekolah bagi anak-anak biasa. Ini sekolah bagi mereka yang sejak kecil sudah terpilih untuk masuk dalam strata kelas atas.

Mereka yang orangtuanya minimal memiliki gaji di atas 20 juta perbulan.

“Handphoneku!” Eun Gi tiba-tiba berhenti melangkah dan kami berdua tersadar jika handphone miliknya tertinggal di dalam taksi.

“Tunggu di sini! Mungkin taksinya belum jauh,” perintahku yang segera berlari menuju keluar gerbang, melintasi lapangan untuk mengejar taksi yang terlihat melaju pelan meninggalkan sekolah.

Tapi sial rupanya belum berhenti menghampiriku, seorang anak kecil mendadak menabrakku dengan ice cream di tangannya. Ia jatuh terduduk dan menangis karena ice creamnya mencumbu tanah. Celanaku kotor dan basah.

Mau tak mau aku harus merelakan taksi itu menghilang entah kemana, demi menolong anak lelaki tersebut.

AUTHOR POV

“Kau terluka? Maafkan Paman ya,” Ma Roo membantu anak itu berdiri.

Sementara itu di dalam gedung sekolah, Eun Gi yang sedang menunggu Ma Roo tanpa sengaja bertemu dengan Jang Mi yang terlihat panik namun masih sempat menyapanya.

“Eun Gi, kau datang dengan siapa? Langsung ke aula saja ya, teman-teman berkumpul di sana,” pesan Jang Mi.

“Kau terlihat terburu-buru, mau kemana?” tanya Eun Gi heran.

“Anakku! Aku takut dia tersesat,” Jang Mi berlari pergi meninggalkan Eun Gi dan menyibak kerumunan orang. Reuni ini rupanya cukup besar, semua siswa satu angkatan yang terdiri dari ratusan mantan murid datang berbondong-bondong.

Reuni yang sekaligus manjadi ajang pamer kesuksesan.

Jang Mi berlari lebih cepat saat melihat putra semata wayangnya terlihat membeli ice cream di luar gerbang bersama seorang pria. Jang Mi tak dapat melihatnya dengan jelas karena keduanya berdiri membelakanginya.

“Sudah baikankan?” tanya Ma Roo ramah. Ia mengganti ice cream dari anak lelaki itu dengan uangnya.

“Terima kasih paman, dan maaf karena aku yang menabrakmu tadi, aku berlari karena Ibuku akan marah kalau aku tidak segera kembali ke dalam,” ucap anak lelaki berlesung pipi itu.

Ma Roo tersenyum dan mengangguk.

Keduanya berbalik dan tepat di saat itu, Jang Mi muncul di depan keduanya.

“Ibu….” Anak lelaki itu sangat terkejut dan secara spontan bersembunyi di belakang Ma Roo.

Jang Mi yang mulanya ingin segera menggeret anaknya pergi malah terdiam, ia mematung menatap Ma Roo yang juga terkejut menatapnya.

“Paman tolong suruh Ibuku untuk tidak memarahiku,”

“Ini… anakmu?” tanya Ma Roo nyaris tak percaya.

“Iya,” jawab Jang Mi cepat. Ia menarik tangan anak lelakinya yang bersembunyi rapat di belakang Ma Roo.

“Ayo pergi!” Jang Mi menggeret anaknya tanpa kompromi seolah Ma Roo mengidap penyakit menular.

Ma Roo mengernyit heran, ada yang terasa ganjil di benaknya.

Memori tentang kebersamaannya dengan Jang Mi berpedar singkat di keropok otaknya.

Berapa usia anak laki-laki itu, mendadak Ma Roo merasa sangat gamang.

 

~oOo~

 

Dan faktanya,

Idenya dadakan, dari ringan jadi agak rumit tapi aku menikmati sensasi keruwetannya.

Hahai…

Eh, Jae Hee bikin Ma Roo masuk penjara itu tahun berapa sih? Ma Roo kena hukuman berapa tahun ya, aku lupa?

Terus dia jadi gigolo selama berapa tahun?

Tahun berapa kira-kira ketemu Eun Gi? Terus menjalin kisah, disambung satu tahun menghilang karena kecelakaan dan ditambah 7 tahun buat si Eun Gi kejar Ma Roo.

Aku lupa sama total waktunya.

Kalau dihitungnya habis Ma Roo keluar penjara, kira2 9-10 tahunkah Eun Gi mengenal Ma Roo?

Please bantu itungin, buat pemicu konflik. Hihihi….

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Methaalana
Si Maroo berasa sialan banget ah! Cekaka~ Sok kagak butuh, sok jaim, sok dingin tapi ngarep! Marooo... aku padamu! *Nulis sendiri, ngomel-ngomel sendiri*^^

Comments

You must be logged in to comment
Alexasky
#1
Chapter 6: Hii i would really love to read the story. Do you happen to know how to translate the story to English please?
kyuhaeni #2
Chapter 42: annyeong.. reader baru di sini..
Kang Maroo di sini ga jauh beda sma Yoo Shi Jin ya yg palyful..
makasi ff nya.. aku yg blm puas nonton Nice Guy baca ini jadi suka bgt! comedy romance lagi.. waah harapan aku tuh kelak Joongki main com-rom drama..
oladilia1310 #3
Chapter 41: Kalo aku berani ngomelin eungi, pasti udah kuomelin! Udah masa" mau melahirkan kok ekstrimnya gk ilang sih *gemesssss* hahahhh
Trus ini gimana eungi lahirannya masa di pulau tanpa RS??!!! Semoga Maroo bisa nanganin kalo emg gk bisa balik ke Seoul :')
And.... i miss ChaeKi Couple so much ㅠㅠ
Semangat kak author!! Kutunggu update selanjutnya! 파이팅! ♡♡
Chaeki_Novit #4
Chapter 38: aku udh baca chapter 39 nya d wattpad
dan waaah cerita'y makin menarik dan seru,, apa yg mencelakai jang mi itu eungi??
d tnggu chap selanjut'y ya :)

*maaf ya aku komen disini. wattpad aku lg gk bsa buat komen

oya aku mulai setuju dngan author-nim kaya'y klu cerita eunma datar2 aja gk kn trasa eunma'y n pasti'y krang menarik hihi jdi aku prcayakan alur'y kpada sang pakar'y aja
semangatt ya thor :D
emoonsong #5
Chapter 38: Hmmm joahhh... ditunggu next chapnya....hehehe
Chaeki_Novit #6
Chapter 38: ayoo ayoo cepat tes DNA biar semua tau (trutama eunma) kalau itu bukan anak'y maroo n jang mi juga harus jujur n selesain msalah dia sendiri sama ex husband'y

aduuhh ini nyonya song kalau lg ngmbek sifat asli'y kluar hahaha lupa ya kalau lg ngandung dede kembar hehehe

semangat thor, next chapter'y jgn lama2 ya
give me sweet happy ending. really happy ending. jeballl
Chaeki_Novit #7
Chapter 38: ayoo ayoo cepat tes DNA biar semua tau (trutama eunma) kalau itu bukan anak'y maroo n jang mi juga harus jujur n selesain msalah dia sendiri sama ex husband'y

aduuhh ini nyonya song kalau lg ngmbek sifat asli'y kluar hahaha lupa ya kalau lg ngandung dede kembar hehehe

semangat thor, next chapter'y jgn lama2 ya
give me sweet happy ending. really happy ending. jeballl
eonnifan
#8
Chapter 38: kan.. udh ketebak jonghyun bukan anak maroo hahhahahaha

sabarlah eungi
tp entah knp aku pengen eungi ky ngelakuin sesuatu yg ekstrim gitu lol
jgn2.. yg jd pembunuhnya.. eungi :O
emoonsong #9
Chapter 37: Komen selanjutnya dariku....

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°©©©°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Jong Hyun tinggal bersama Eng Gi? Kurasa ini baru namanya saingan yang seimbang...
Eng gi tdk mungkin kalah dr wanita manapun dihati Maroo... tp dgn Jong Hyun?....
Aku rasa Maroo akan sedikit bingung bukan?
Meski hatix untuk Eng Gi tapi Maroo tak mampu mengabaikan Jong Hyun...
Dan ini yang akan menyakiti Eun Gi... bukan begitu?
Ah sial bagimu Kang Maroo...

Eun Gi akan mendapat dukungan penuh dr semuanya bahkan dr si Twin...
Dan krn Jong Hyun tdk memiliki siapa siapa disisinya? Kau mungkin akan mengambil tanggung jawab itu...

Dan itu yg tidak diinginkan Eun Gi...
Kau berada bersebrangan dengannya...
Karena itu Eun Gi menginginkan mesin waktu... untuk bisa menemukanmu lebih dulu...
Tapi tentu sj hal yg mustahil... krn ini bukan fanfic doraemon tapi ini ff chaeki...
Hak paten mesin waktu hanya untuk doraemon, nobita dan kawan kawan Readers dan Eun Gi tau itu..
*plakkk abaikan*

Krn itu... kita akan berharap seperti biasa untuk Eun Gi sekali lagi berlari ke pihak Kang Maroo tanpa memedulikan apapun...
Meski itu artinya dia berada dipihak yang sama dengan Jong Hyun... si anak kecil yg menjadi saingannya...

Hey tunggu dulu...
Kurasa Eun Gi tdk sebodoh itu untk mempercayainya...tanpa mengkonfirmasinya dan ayolah Maroo bahkan seorg dokter ... apa mereka bahkan tdk terpikir untk melakukan tes DNA...?
Mengapa perkataan seorg wanita dari masa lalu menjadi begitu terpercaya? Hingga diterima tanpa pembuktian...
#mungki Eun Ma Lelah... butuh piknik...

Hemm meski tes DNA tdk murah tp biaya bukan hal yg perlu dirisaukan oleh seorg Eun Gi kan?
Yah cukup mnngirim sampel rambut Kang Maroo dan Jong Hyun kurasa... hal Ini bisa dipecahkan...





©¶©¶©¶

Eun Gi bisa saja menyerah untuk apapun dan siapapun tp Eun Gi tdk akan menyerah untuk Kang Maroo ...

©¶©¶©¶