Our 'First Kiss'
NICE GUY FF - After The EndingPukul 12 malam lewat 12 menit dan pintu rumah berwarna kuning itu terbuka lebar. Seorang pria merangsek masuk dengan nafas tak beraturan. Kalimat pertama yang keluar dari mulutnya hanya satu, “Dimana kakakmu?”
Eunsuk yang sebelumnya terisak ketakutan karena Eungi mendadak panas tinggi dan menggigil hebat, merasa sedikit tenang melihat kedatangan Maroo.
Ia buru-buru menggeret Dokter tampan itu ke dalam kamar, dimana Eungi tengah terbaring dengan terbatuk-batuk. Wajahnya pucat dan ia nampak terkejut melihat kehadiran Maroo. Eunsuk rupanya menelepon Maroo diam-diam.
Begitu melihat kondisi Eungi, Maroo segera mengeluarkan peralatan dokternya seperti termometer dan stetoskop. Tangannya dengan gesit memeriksa keadaan Eungi. Panasnya benar-benar menyengat, seolah Maroo bisa menggunakan dahi Eungi untuk merebus air atau menggoreng telur.
“Kau berkencan kemana saja seharian ini sampai jatuh sakit begini, huh?” Maroo mulai mengomel setelah melihat berapa derajat demam Eungi.
“Berkencan?” kening Eungi mengernyit. Ia ingin menyanggah kecurigaan Maroo namun batuk segera mengambil alih tenaganya untuk berdebat.
“Uhuuukk… uhuuukkk… uhuuukkk…. Aku tidak… uhuuukk… uhukkk…” Eungi tersiksa sekali dengan sakit yang dideritanya. Maroo menggeleng prihatin namun tatapan matanya masih hambar dan dingin.
“Dimana aku bisa menemukan kain untuk mengompresmu?” Maroo menyela dengan ketus.
Eungi yang kesal lantas menunjuk ke arah lemari di sisi kiri mereka dengan masam. Maroo dengan cepat membuka lemari itu dan mulai mencari. Eunsuk diam di sisi Eungi dengan perasaan bersalah. Ia sepertinya sudah tahu jika kakaknya begini akibat mencari keberadaannya. Tadi sebelum pulang, Pengacara Park mengatakan jika kakaknya seharian mencarinya ke seluruh tempat di daerah Tong Yeong.
Maroo terus mencari dan tanpa sengaja ia menjatuhkan sesuatu ke lantai. Ia merunduk untuk memungutnya. Mulanya Maroo biasa saja sampai ia sadar apa yang ia pegang saat ini adalah BRA. BRA MERAH MENYALA PENUH RENDA MILIK EUNGI.
Eungi makin batuk melihat itu sementara Maroo cepat-cepat memasukkannya lagi ke lemari dengan wajah merona merah. Ia salah tingkah sendiri dan ikutan batuk karena tersedak.
Eunsuk yang kini berusia 13 tahun dan tak sepolos 7 tahun lalu pun menahan tawanya.
Akhirnya, setelah pencarian yang menguras tenaga di antara tumpukan baju Eungi yang tingginya berlapis-lapis seperti wafer tango, Maroo berhasil menemukan kain untuk mengompres wanita itu.
“Tidurlah! Serahkan kakakmu padaku!” Maroo menyuruh Eunsuk untuk tidur saja. Kasihan anak kecil itu. Ia terlihat kelelahan.
“Tapi aku ingin menjaga kak Eungi juga,” Eunsuk menatap polos.
“Tidurlah! Kakak tidak akan mati tapi kakak akan marah kalau Eunsuk tidak menurut!” Eungi mengancam dengan tatapan tajam khasnya. Suaranya yang serak karena sakit membuatnya semakin terdengar menakutkan.
Eunsuk tak punya pilihan lain kecuali menurut dan keluar. Ia pergi ke dalam kamar di depan kamar sang kakak yang sebelumnya pernah ditempati Maroo.
Maroo mengambil sebaskom air dan membasahi kain di tangannya, ia kemudian memerasnya dan meletakkannya di atas dahi Eungi untuk menurunkan suhu tubuhnya.
Tatapan matanya masih dingin tanpa ekspresi.
“Kenapa aku merasa kau tidak ikhlas merawatku?” Eungi memicing curiga.
“Hanya perasaanmu saja,” jawab Maroo datar. Ia kini mengaduk-ngaduk isi tasnya dan mengeluarkan sebuah suntikan yang masih baru.
Jemari dengan cekatan menyobek kemasan yang melingkupi suntikan tersebut dan mengisinya dengan sebotol cairan bening.
Eungi melotot melihatnya.
“Kenapa? Jangan bilang wanita sepertimu takut pada jarum suntik?” ledek Maroo dengan seringai kecil meremehkan.
Eungi menelan ludahnya dan menggeleng.
“Tidak!” jawabnya dengan kesan menantang.
“Kalau begitu buka jaketmu!” perintah Maroo.
“Buk..ka jaket?”
“Iya, aku mau menyuntik lenganmu.” Maroo yang tak sabar pun melucuti jaket Eungi. Wanita itu mengenakan kaos tipis di balik jaketnya. Sekilas Maroo teringat bra merah menyala yang ia temukan tadi.
“Ehheeemm…” Maroo berdeham untuk menghilangkan gugup yang mendadak menyergapnya.
Eungi memandang tajam, memperhatikan raut wajah Maroo yang ketara sekali sedikit gugup.
Maroo menekan beberapa bagian di lengan kanan Eungi, mencari posisi terbaik untuk memasukkan jarum suntik.
Eungi tak merasakan apapun saat Maroo menyuntik lengannya. Ia baru sadar jika cairan di dalam jarum itu sudah berpindah ke dalam dirinya saat mendadak darahnya berdesir dan sesuatu mengalir hangat lantas menyebar ke seantero tubuhnya. Maroo memakaikannya jaket kembali.
“Panasmu akan segera turun dan kupastikan matamu akan mengantuk sebentar lagi,” ujar Maroo.
“Kau akan pergi setelah itu?” tanya Eungi tak rela.
Maroo mengganti kompres di dahi Eungi dengan yang baru seraya bergumam lirih, “Tidak, kecuali jika kau mengusirku di tengah malam begini dengan salju yang turun lebat di luar sana,”
Eungi tersenyum diam-diam mendengarnya.
“Boleh aku menginap lagi di rumah ini?” tanya Maroo nyaris tanpa ekspresi.
“Mungkin aku terlihat menyebalkan, tapi aku tidak sekejam yang kau pikrkan. Kau boleh menginap lagi di sini,” seru Eungi menyembunyikan kegembiraannya.
“Kekasihmu tidak akan salah paham dan menghajarkukan?”
“Kekasih?”
“Pria yang mengantarmu pulang tadi. Bukankah kau sudah punya kekasih Nona Seo?”
Eungi nyaris tertawa mendengar pertanyaan Maroo, tapi ditahannya.
“Namanya Park Joon Ha. Dia bukan kekasihku tapi seseorang yang sudah kuanggap kakak sendiri,” jawab Eungi.
“Oh,” Maroo berlagak biasa saja. Ia berdiri dengan baskom di tangannya.
“Kang Maroo…” panggil Eungi pada Maroo yang sudah bersiap untuk melangkah pergi.
Maroo menunduk, menatap Eungi panasaran.
“Hmm?”
“Jangan panggil aku Nona Seo. Panggil aku Eungi,”
“Baiklah, kalau begitu… istirahatlah Eungi,” ucap Maroo, ia berbalik dan tersenyum.
~oOo~
Maroo tak bisa memejamkan matanya di sisi Eunsuk yang sudah terlelap. Ia terus menerus mengganti posisi tidurnya, namun alih-alih merasa nyaman, ia semakin tak dapat tidur. Eungi mengendapi benaknya dengan telak.
Dibacanya pesan dari Eungi berulang-ulang.
“Meski kau melupakan aku, aku tetap mencintaimu Maroo!”
Wanita itu terlalu misterius.
Jika pria tadi bukan kekasihnya berarti siapa orang yang ia sukai?
Maroo sibuk sendiri menerka-nerka.
Ia teringat cerita Eunsuk. Eungi meninggalkan Seoul dan pergi mengejar cinta pria yang dicintainya hingga ke Tong Yeong. Maroo terus berpikir.
Untuk otaknya yang berIQ tinggi, entah kenapa segala hal mengenai Eungi tak dapat ia pecahkan dengan mudah.
Sejauh ini… sejauh ini di Tong Yeong, Eungi tak berinteraksi dengan pria manapun kecuali dirinya. Maroo mendadak tersadar.
Diulanginya isi pesan Eungi, “Meski kau melupakanku, aku tetap mencintaimu Maroo!”
“Aku? Tapi… bukankah dia bilang jika dia sudah punya kekasih?” Maroo kembali bingung.
“Hyaaa… Seo Eungi! Wanita itu benar-benar membuatku gila!” Maroo menggerutu sendirian.
Ia harus menanyakannya besok pagi, ya, ia sudah bertekad untuk menanyakan tentang isi sms itu begitu Eungi bangun dari tidurnya.
~oOo~
Pukul 7 pagi, Maroo menguap panjang dan merentangkan tangannya. Ia memukul-mukul bahunya yang terasa pegal. Di sisinya Eunsuk rupanya telah bangun lebih dulu. Maroo segera berdiri dan mencari kemana anak kecil itu pergi.
Tak perlu mencari kesana kemari karena rupanya Eunsuk pergi ke kamar Eungi dan menungguinya di sisi ranjang. Eungi belum bangun karena dosis obat yang disuntikkan Maroo kemarin memang cukup tinggi.
“Kau benar-benar menyayangi kakakmu ya? Membuatku terharu. Aku jadi merindukan adikku,” ujar Maroo yang kini berlutut di sisi Eunsuk. Ia merangkul pundak Eunsuk dengan sayang.
“Dokter punya adik?”
“Iya, adik perempuan,” jawab Maroo tersenyum.
“Eunsuk, panggil aku kakak saja. Dipanggil Dokter terasa kurang akrab,” pinta Maroo.
“Kakak?”
“Ya, Kakak,” Maroo terkekeh pelan. Ia mengacak rambut Eunsuk dengan gemas.
“Kau laparkan? Pernah makan bubur kerang? Ingin mencobanya?”
Dan Eunsuk mengangguk antusias.
~oOo~
Eungi merenggangkan seluruh persendiannya. Ia melirik jam di atas meja, pukul 8 pagi. Kesehatannya sudah membaik. Batuk yang dideritanya sudah tak seburuk semalam. Meski agak sempoyongan karena kurang fit betul, Eungi memaksa untuk turun dari ranjangnya dan melangkah keluar. Ia mencari Eunsuk dan Maroo.
Tapi keduanya tidak ada.
“Mereka kemana?” Eungi bertanya-tanya.
Diambilnya handphone di dalam kamar, ia menekan opsi pesan dan ingin menanyakan keberadaan Maroo, namun matanya seketika terbelalak begitu membaca riwayat pesan yang telah ia kirimkan di malam Eunsuk dikabarkan kabur dari rumah.
Eungi membaca 33 pesan yang telah ia kirimkan pada Maroo. Ia sadar betul bahwa semua pesan-pesan itu ia tulis di bawah pengaruh alkohol.
“Aissh… apa yang harus aku lakukan sekarang? Aduh!!!” Eungi panik.
Ia mondar-mandir tak jelas.
“Maroo pasti sudah membacanya. Ia pasti sudah membacanya! Ahhh… tapi kenapa dia tidak menanyakan apapun?” Eungi tak tenang.
Kegelisahannya makin menjadi ketika suara Maroo dan Eunsuk terdengar mendekat.
“Mereka sudah kembali! Bagaimana ini???” Eungi tak tahu harus melakukan apa kecuali berlari ke kamarnya dan pura-pura masih tidur.
Ia menarik selimutnya secepat kilat dan memejamkan mata. Jantungnya berdetak kencang saat Maroo dan Eunsuk masuk ke kamarnya.
“Kakakmu belum bangun?” Maroo mengernyit heran.
“Kak Eungi tidak matikan, kak?” Eunsuk mulai ketakutan.
“Ha?” Maroo kaget sendiri mendengar pertanyaan Eunsuk yang begitu berlebihan.
“Tapi kenapa dia tidak bangun-bangun?”
Maroo terdiam, memikirkan jawaban dari pertanyaan Eunsuk yang ada benarnya juga.
Dalam keheningan itu tiba-tiba terdengar bunyi kerucuk perut kelaparan. Maroo dan Eunsuk saling menatap, sama-sama yakin itu bahwa suara itu bukan berasal dari perut mereka yang telah terisi penuh oleh semangkuk bubur kerang.
Maroo menatap curiga. Ia melirik ke bawah ranjang dimana sandal rumah Eungi berjajar tak beraturan seperti dilemparkan begitu saja.
“Eunsuk, kakakmu tidak mati! Suara itu pasti berasal dari perutnya. Nanti kalau dia sudah bangun, suruh dia untuk makan bubur kerang yang tadi kita belikan. Kakak harus kembali ke Klinik dan jangan lupa untuk menyuruh kakakmu meminum obatnya!” Maroo berpamitan pergi.
“Terima kasih Dokter eh, Kak Maroo…” ucap Eunsuk disambut cubitan gemas Maroo di pipinya.
Tak lama setelah Maroo keluar, Eungi membuka matanya.
“Kakak sudah bangun?” pekik Eunsuk girang.
“SSSTTTSSS!!!” Eungi menempelkan telunjuknya ke mulut.
Ia bersyukur Maroo akhirnya pergi.
~oOo~
Eungi makan bubur kerang yang dibelikan oleh Maroo dengan lahap. Ia benar-benar kelaparan.
Eunsuk memandanginya dengan keheranan, ini pertama kalinya ia melihat kakaknya makan selahap itu.
Eungi memasukkan sendok terakhir ke dalam mulutnya. Ia sedang mengunyah dengan nikmat ketika seorang pria yang ia hapal betul wajahnya, mendadak muncul di hadapannya.
Kang Maroo tidak benar-benar pergi. Ia kembali lagi ke rumah ini.
Eungi menyemburkan bubur di mulutnya karena kaget. Ia jadi batuk-batuk tak karuan dan buru-buru meminum segelas air yang disodorkan Eunsuk.
“Nona Seo, ehm… maksudku Eungi, kenapa sekaget itu melihatku?” goda Maroo yang kini duduk bersila di hadapan Eungi yang salah tingkah.
Pria itu memandangi wajahnya dengan seksama, ada seringai tipis di sudut bibirnya.
“Uhuukk… Uhuukk…kaget? Kata siapa? Aku… Uhuk… uhuk… kau tidak ke Klinik?” Eungi melirik curiga dan berusaha mengalihkan topik pembicaraan.
“Klinik tutup di hari Minggu, lagipula aku ingin memastikan apa pemilik nomor 0290098989 sudah siuman dan baik-baik saja,” Maroo menunjukkan handphonenya.
Skak Mat!
Eungi tahu bahwa yang baru saja disebut Maroo adalah nomornya.
Eungi menelan ludahnya, mempersiapkan mentalnya atas pertanyaan yang mungkin dilontarkan Maroo setelah ini.
“Tapi aku sebenarnya lebih penasaran pada isi sms ini, ‘Meski kau melupakan aku, aku tet….’” Ucapan Maroo terhenti karena sesuatu menumbuk mulutnya. Bukan tangan tapi bibir seseorang. Bibir Eungi membungkam bibirnya!
Mereka saling menatap kaget. Rupanya Eungi ingin menyambar handphone Maroo untuk menghentikannya membaca sms itu. Ia mencondongkan badannya ke arah Maroo, namun sialnya karena tidak seimbang Eungi malah terjatuh dan tanpa sengaja hinggap di atas bibir Maroo sementara kedua tangannya bertopang di atas meja yang tingginya hanya seperut.
Handphone Maroo terjatuh di atas meja, tapi siapa yang perduli. Daripada isi sms itu, apa yang diperbuat Eungi kali ini sungguh… ya kalian bisa mengisi sendiri titik-titik itu.
Maroo mematung begitu Eungi mundur dan melepaskan tautan bibir mereka hingga menimbulkan bunyi ‘cup’ pelan.
Hening… Eunsuk berkedip polos melihat adegan di hadapannya.
~oOo~
‘Ciuman pertama? Itu lebih seperti insiden konyol dan memalukan. Bagaimana rasanya? Manis! Eungi beraroma manis dan baiklah, itu sebuah ciuman.
Ciuman pertamaku yang dicuri olehnya.’
Maroo meletakkan penanya dan memegang bibirnya. Ingatannya masih terpaku pada kejadian pagi ini. Sebersit senyum terbit di wajahnya. Ia meraih penanya kembali dan menuliskan sesuatu di atas buku hariannya.
‘Aku akan mencari tahu apa yang kulupakan tentangnya.
Aku sangat penasaran!’
~oOo~
Comments