Baby On The Way
NICE GUY FF - After The EndingEungi memandangi pantulan wajahnya di cermin dengan tatapan tak percaya. Ia terus berkata pada dirinya sendiri bahwa semalam bukanlah mimpi. Maroo benar-benar mengajaknya menikah. Eungi menepuk pipinya, memastikan sekali lagi jika apa yang tengah dialaminya ini bukan sekedar khayalan.
“Aduh…” Eungi meringis kesakitan. Ia tersenyum sendiri sambil mengusap-usap pipinya yang merah karena tamparannya.
Wanita berusia 38 tahun itu tak tahu jika di balik jendela, Eunsuk dan Maroo menatapnya dengan aneh.
“Apa yang kau katakan padanya semalam, kak? Kakakku jadi abnormal seperti itu,” bisik Eunsuk keheranan.
Maroo hanya tersenyum tipis, “entahlah,” jawabnya santai.
~oOo~
“Kau akan merindukanku kan?” tanya Eungi pada Maroo. Mereka berdiri di sebuah halte bus. Hari ini Eungi akan meninggalkan Tong Yeong untuk mengantarkan Eunsuk pulang. Adik semata wayangnya itu sudah lebih dari 2 hari bolos sekolah.
“Kau masih butuh jawaban, Seo Eungi?”
Eungi tersenyum dan memeluk si Dokter tampan, calon suaminya.
“Jika kau tidak kembali dalam dua hari, aku akan mencari pengantin lain!” ancam Maroo bercanda. Eungi melepas pelukannya dan melotot tajam, “Hyaaa… Kang Maroo! Awas saja!” ancamnya balik. Maroo terkekeh dan mengecup kening Eungi dengan penuh ketulusan.
“Jangan membuatku merindukanmu terlalu lama!” ucapnya. Eungi mengangguk dengan sumringah.
Maroo ganti memeluk Eunsuk dan mengusap kepalanya dengan gemas.
“Jangan membuat kakakmu khawatir lagi!” nasehatnya. Eunsuk tersipu dan berjanji akan menjadi adik paling patuh sedunia.
Bus yang mereka tunggu akhirnya datang. Eunsuk naik diikuti Eungi yang sebenarnya merasa berat untuk meninggalkan Maroo. Wanita itu membuat bahasa isyarat yang artinya, “aku akan meneleponmu saat aku sampai,” Maroo mengangguk setuju.
“Pak, tolong menyetir dengan hati-hati. Kau membawa calon pengantinku!” pesan Maroo pada supir Bus. Eungi jadi tersipu malu, ia tidak menyangka Maroo akan melakukan itu. Eunsuk cekikikan di sampingnya sementara semua penumpang di dalam bus riuh menepuki aksi Maroo.
Bus berlalu perlahan dari pandangan Maroo.
~oOo~
Maroo membuka pintu Kliniknya. Ia menyapa Perawat Min yang sedang menyapu lantai lantas pergi ke kursinya dan memejamkan mata untuk sejenak. Kepergian Eungi membuatnya merasa kosong. Wanita itu sungguh membuatnya gila. Maroo menatap layar handphonenya. Haruskah ia menulis sesuatu? Maroo nampak berpikir.
“Nanti saja, dia pasti sedang istirahat di bus,” ujar Maroo pada dirinya sendiri. Ia memasukkan handphonenya ke dalam jas dokternya.
Jam terasa berdetak begitu lambat saat ini. Pasien demi pasien berdatangan dan menyita perhatian Maroo, tapi tetap saja. Jarum jam bergerak pelan di dalam benaknya. Sudah 8 jam sejak Eungi berpamitan untuk pergi.
Pukul 10 malam, Maroo mengemasi peralatan dokternya dan melipat jas dokternya lantas meletakkannya ke dalam lemari kecil di dekat mejanya. Perawat Min berpamitan pulang lebih dulu beberapa jam yang lalu.
Tak lama, Maroo akhirnya berjalan keluar. Ia hendak mengunci pintu klinik saat seseorang mendadak muncul di belakangnya. Maroo menoleh dan ia mendapati seorang gadis dengan wajah kelelahan dan kaki berdarah.
Wajah gadis itu begitu familiar. Maroo mengenalnya meski mereka hanya bertemu secara singkat di atas pesawat. Gadis itu pun demikian, ia terpana mengetahui calon pahlawannya ini adalah si pria tampan yang dulu duduk di sebelahnya.
Kim Hyeri nama gadis itu, ia terbelalak tak percaya.
“Kau?” pekiknya.
Maroo menatap heran, apa yang sebenarnya terjadi pada gadis ini. Apa yang ia lakukan malam-malam di desa terpencil seperti ini.
“Bisa menolongku? Jeepku bocor di dekat hutan dan aku tak tahu dimana ini,”
~oOo~
Maroo membuka kembali pintu klinik yang tadi telah ia kunci dan mempersilahkan Hyeri untuk masuk. Gadis bercelana pendek dan jaket jeans itu terlihat senang sekali akhirnya menemukan tempat peristirahatan.
“Apa yang terjadi?” tanya Maroo, ia membawa keluar kotak P3K dan berjongkok di hadapan Hyeri. Tatapannya fokus pada luka di kaki si pasien tak diundang.
“Aku sebenarnya berlari kemari karena takut dan tidak sengaja jatuh,” jawab Hyeri. Pandangannya tak lepas dari wajah tampan Maroo.
Maroo mengusap luka Hyeri dengan alkohol lantas mengoleskan salep seraya meniupnya pelan. Ia tak memiliki perasaan apapun selain rasa iba sebagai seorang Dokter.
Tapi rupanya, Hyeri memandangnya lain.
“Kita berjodoh ya?” gurau Hyeri membuat Maroo mendongak kaget.
“Maksudku, karena kita bertemu lagi,” jawab Hyeri malu-malu. Maroo hanya menanggapinya dengan senyuman paksa. Ia bangun dan menaruh kembali kotak p3k ke tempat semula.
“Kurasa kau bisa menginap di sini dan besok aku akan memberitahu kepala desa untuk membantu mengambil mobilmu,” seru Maroo. Ia hendak melangkah pergi, namun Hyeri menahan tangannya.
“Hmm… aku lapar!”
~oOo~
Eungi merebahkan tubuhnya ke atas kasur yang empuk. Ia menghela napas sejenak sebelum mengeluarkan handphonenya dari dalam tas.
Waktu menunjukkan pukul 11 malam lebih 5 menit. Karena cuaca yang buruk, pesawat Eungi dan Eunsuk mengalami delay dan baru sampai di Seoul selarut ini.
“Dia benar-benar pasif!” gerutu Eungi karena Maroo bahkan tidak meninggalkan pesan apapun.
Ia segera mencari nomor Maroo yang berhiaskan tanda love dan menekan opsi call.
Eungi memejamkan matanya, membayangkan Maroo berada di sampingnya sementara ia menunggu teleponnya diangkat. Berkali-kali Eungi menelepon tapi Maroo belum mengangkatnya. Ia tidak menyerah.
“Halo?” suara seorang wanita akhirnya menyapa Eungi.
Eungi membuka matanya seketika, ia mengernyit kaget.
“Maroo?” tanyanya memastikan.
Eungi segera melihat nomor yang dihubungi, ia tidak salah. Itu benar nomor Maroo.
“Kau siapa?” Eungi bertanya dengan kasar. Ia terdengar marah dan curiga.
“Aku? Hyeri,” jawab Hyeri tanpa dosa.
Ia yang tengah menunggu Maroo membeli makanan rupanya tanpa sengaja mendengar bunyi handphone Maroo yang berasal dari dalam lemari.
Karena merasa terganggu dengan bunyi telepon yang terus berbunyi tanpa henti, Hyeri akhirnya mengangkatnya.
“Dimana Maroo?” tanya Eungi tak tenang.
“Sedang membeli makanan untukku,” jawab Hyeri masih dengan polosnya.
Eungi bagai disulut api mendengarnya. Ia menarik napasnya panjang, mencoba menenangkan diri karena ia sadar, Maroo pasti memiliki alasan dan Eungi percaya Maroo tidak akan mengkhianatinya.
“Baiklah, katakan padanya untuk menelepon Eungi saat ia kembali,” Eungi menutup teleponnya. Hatinya bergemuruh namun ia berusaha untuk tetap mempercayai Maroo.
Kang Maroo bukan pria gampangan…
Kang Maroo hanya mencintainya…
Kang Maroo segera menikahinya....
Di tempat lain, Maroo akhirnya kembali dengan sekresek kimbab instant yang ia beli di toko kecil dekat perbatasan desa.
“Hanya ini yang dapat kutemukan selarut ini,” Maroo memberikannya pada Hyeri dan saat itulah ia melihat handphonenya berada di genggaman gadis itu.
“Eh, tadi ada yang terus menelepon dan karena kasihan, aku mengangkatnya. Kurasa penting,” Hyeri terlihat salah tingkah.
Maroo segera meraih handphonenya dengan tak sabar. Seperti dugaannya, Eungi pasti berbicara dengan Hyeri. Hatinya resah memikirkan apa yang tengah dipikirkan Eungi saat ini. Tanpa menunggu lama, Maroo balik menelepon Eungi. Hyeri memakan kimbab instantnya dengan perasaan tak nyaman. Si Dokter tampan mungkin sudah punya kekasih, tebaknya.
Maroo melangkah keluar klinik, meninggalkan Hyeri begitu saja.
Pukul 11 lebih 23 menit. Eungi belum mengangkat teleponnya.
Maroo terus menunggu, perasaannya bisa dikatakan sama dengan perasaan Eungi saat menunggunya mengangkat telepon tadi.
Akhirnya, yang Maroo tunggu-tunggu terdengar di ujung telepon. Eungi mengangkat teleponnya.
“Halo?” sapa Eungi biasa saja.
“Eungi?” sapa Maroo agak tergesa. Mereka hening untuk sekian detik karena Maroo bingung harus menerangkannya darimana.
“Eungi… yang mengangkat teleponmu barusan hanya seorang gadis yang tersesat dan kutolong,” terang Maroo.
Eungi masih diam, tak ada ekspresi di matanya.
“Eungi, kau tidak berpikiran anehkan?” tanya Maroo was-was.
“Berpikiran aneh seperti kau sedang tidur dengannya dan mengkhianatiku?” Eungi bertanya balik dengan frontal.
“Iya,” jawab Maroo.
Eungi menghela napasnya sejenak dan tersenyum bijak penuh ketenangan.
“Maroo, hubungan kita bukan lagi pada level dimana aku akan cemburu hanya karena seorang gadis mengangkat teleponmu di tengah malam. Aku percaya padamu bahkan jika kau ternyata kehabisan pulsa dan tak dapat meneleponku malam ini,” Eungi menyelipkan sedikit gurauan.
Maroo tertegun, hatinya tersentuh.
“Eungi…”
“Hmm?”
“Mendadak aku jadi sangat merindukanmu,”
Eungi tertawa kecil, “Kau merayuku karena merasa tak nyaman?” ledek Eungi.
Maroo ikut tertawa kecil, “Ketahuan ya?” canda Maroo.
Mereka tertawa bersama. Ada perasaan hangat dan bahagia yang menyusup ke dalam hati keduanya.
~oOo~
Keesokan paginya, Maroo mengajak Hyeri untuk menemui kepala desa dan meminta bantuan penduduk sekitar. Gadis itu mengucapkan terima kasih dan selamat tinggal pada Maroo dan semua orang yang telah membantunya.
Maroo memandangi jeep Hyeri yang menjauh perlahan dan hilang di perbatasan desa. Ia berbalik dan berjalan menuju klinik tempatnya mengabdi. Di perjalanan, ia melewati RuKo Eungi. Tempat itu masih tutup karena penghuninya belum kembali.
Maroo tiba di tempat kerjanya. Sepi… klinik yang dikelolanya memang jarang sekali menerima pasien. Ada banyak faktor, selain karena penduduk desa yang jumlahnya tak terlalu banyak, mereka adalah orang-orang yang masih sangat alami. Makanan mereka jika tidak berasal dari laut ya, dari hasil menanam sendiri. Karena itu jatuh sakit adalah sesuatu yang langka.
Maroo menatap layar handphonenya. Sebuah pesan masuk dari Eungi. Calon istrinya itu bilang jika ia baru bisa kembali besok malam karena ada beberapa hal yang harus diurus di Seoul.
Maroo mendesah kecewa. Hari-harinya benar-benar terasa kosong. Kalau begini, sepertinya Maroo harus melakukan sesuatu. Ia tak bisa hanya menunggu.
~oOo~
Eungi menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah. Biasanya seorang anak perempuan kecil yang tengah bermain boneka di halaman langsung berlari menyambutnya. Namun rumah itu terlihat sepi saat ini. Eungi memencet bel rumah tersebut.
“Apa aku salah karena tidak memberi kabar kalau akan datang?” gumam Eungi di depan rumah Jae Gil dan Choco.
Ia sebenarnya berniat untuk memberi kejutan dengan datang tiba-tiba, namun sepertinya justru ia yang akan terkejut. Eungi sadar jika ia belum memberi kabar apapun mengenai perkembangan hubungannya dengan Maroo dan hari ini, ia berencana untuk mengunjungi dua sahabat terbaiknya itu dan menceritakan semuanya termasuk lamaran Maroo. Tapi, tak ada tanda-tanda kehidupan di dalam rumah bercat kuning itu. Mobil Jae Gil yang biasanya terparkir di depan rumah pun tidak ada.
Eungi hampir menyerah dan melangkah pergi saat pintu akhirnya terbuka.
Wanita itu berbalik dan terpana, tak percaya pada apa yang dilihatnya. Kang Maroo berdiri di depan pintu dengan senyuman khasnya.
“Hi,” sapa Maroo santai.
Eungi tersenyum lebar dan langsung memeluknya.
“Bagaimana kau datang kemari?” tanyanya.
“Dengan bus, kapal, pesawat dan taxi,” jawab Maroo. Eungi tertawa. Ia tak bisa menahan kebahagiaannya.
“Kau tahu kemana semua penghuni rumah ini pergi? Untung saja mereka belum mengganti paswordnya,” ujar Maroo.
“Jadi kau sendirian?” Eungi melepaskan pelukannya.
Maroo menggeleng membuat Eungi bingung.
“Bukankah kau bersamaku?” Maroo tersenyum penuh arti. Ia kemudian mencumbu bibir Eungi dengan penuh cinta. Kerinduan itu telah menemukan muaranya. Hati yang kosong itu telah bertemu lagi dengan pemiliknya.
Eungi balas mencium Maroo dengan penuh gairah. Mereka melangkah masuk dan Maroo mendorong pintu dengan kakinya karena kedua tangannya sibuk memegangi wajah Eungi.
Click… pintu sepenuhnya tertutup, meninggalkan Maroo dan Eungi berdua di dalam rumah. Hanya berdua!
~oOo~
Comments