I catch YOU, Maroo!
NICE GUY FF - After The EndingCHAPTER I
“Dia tidak mengenalku, sejak hari itu dia tidak mengenalku. Seperti mencintai orang asing tapi sebenarnya tidak. Aku selalu mengenalnya dan itu yang paling penting. Dia bukan tidak ingat tapi dia hanya belum mengingatnya…”
Eun gi menatap Maroo yang baru saja pulang dari Amerika. Pria berkacamata hitam dengan setelan jas berwarna senada itu tengah berdiri menunggu seseorang. Hari ini adalah hari kepulangannya ke Korea setelah beberapa tahun melanjutkan sekolah di sana.
Tatapan matanya masih sama, senyum di bibirnya juga masih sama. Hanya saja keadaan yang berubah. Dia bukan pria yang dulu pernah dia peluk di tengah hujan. Dia bukan pria yang dulu menciumnya di hadapan istana Aomori di Jepang. Dia pria yang lebih baik. Jauh lebih baik.
“KAKAK…..” Kang chocho nampak berlari dari kejauhan. Dia bersama seorang pria jangkung - Jae Gil, suaminya.
Mereka berpelukan, Maroo tersenyum bahagia. Jae gil juga ikut memeluknya, mereka saling mendekap begitu lama. Reuni 2 orang sahabat karib.
Maroo celingukan ke kanan dan kiri, dia mencari seseorang lainnya.
Gadis yang dulu selalu menjenguknya di rumah sakit sebelum berangkat kuliah ke Amerika. Gadis aneh yang tidak pernah mau mengatakan siapa dirinya dan hanya terus datang berkunjung.
Eun Gi tersenyum di kejauhan, belum waktunya Ia menampakkan diri di hadapan Kang maroo. Ada waktu yang lebih baik.
Ia ingin bertemu dengannya dengan cerita yang lain, tanpa melibatkan masa lalu nan kelam milik mereka berdua.
“Bu Direktur….” Sekertaris Hyun menepuk pelan bahu Seo Eun Gi.
“Sudah 6 tahun, apa kalian akan terus seperti ini?” tanyanya.
Eun gi menoleh, tersenyum penuh teka-teki.
“Mungkin saja….” Jawabnya singkat kemudian berlalu pergi dengan tenang. Ia tahu, Kang Maroo masih miliknya.
Dia masih Seo Eun Gi yang tidak bisa diremehkan. Si anjing gila yang sekali memburu sesuatu, maka tidak akan pernah bisa diakhiri sampai mangsanya tertangkap.
6 tahun ini, dia tidak diam dan menunggu.
Dia secara rutin pergi ke Amerika setiap liburan musim panas. Meski hanya mengamati dari kejauhan tapi dia tahu Maroo tidak pernah berkencan dengan siapapun. Dia menguntitnya seperti bayangan tak terjamah.
Tersenyum mengikutinya dari kejauhan, terkadang menaiki kereta yang sama, makan di tempat yang sama dan berjalan di trotoar yang sama.
Maroo mungkin tidak bodoh dan sadar sedang dikuntit tapi Eun Gi selalu punya cara sendiri untuk tidak tertangkap basah.
Dia selalu punya cara untuk memandangi wajah pria yang sudah menyelamatkan hidupnya itu. Tanpa perlu banyak kata-kata, tanpa pernah harus bersentuhan langsung atau bertatapan muka.
Mereka selalu bertemu, walau hanya lewat sapaan angin yang berhembus bersamaan menerpa wajah mereka atau hanya lewat geliat dedauan yang tak sengaja mereka injak bergantian.
Mereka selalu punya cara untuk saling melepaskan rindu, meski dalam keheningan.
***
Maroo mengeluarkan semua isi kopernya di dalam kamar. Dia terdiam memandangi semua isi kopernya. 6 tahun berlalu dengan sangat cepat. Sepanjang hari hanya berkeliaran di sekitar kampus dan perpustakaan. Amerika hanya sebuah tempat untuk singgah, dia tidak terlalu menikmati kehidupan di sana, selain kencan dengan tumpukan buku-buku kedokteran, hal rutin yang dia lakukan hanyalah menghabiskan waktu di dalam kamar. Mencoba mengingat siapa dirinya dulu. Siapa Kang Maroo dan kenapa orang-orang tidak terlalu tertarik untuk membahas tentang masa lalunya.
Dia hanya tahu jika dia adalah mahasiswa kedokteran yang berhenti kuliah dan memiliki kesempatan untuk melanjutkan sekolahnya lagi.
Luka di kepalanya yang menyebabkan dia amnesia juga, dia hanya tahu karena sebuah kecelakaan mobil, serta bekas tusukan di perut kanannya itu, darimana dia mendapatkannya. Dia tidak terlalu ingat jelas.
Dia hanya ingat wajah seseorang, gadis misterius yang selama 6 tahun ini selalu menghantuinya. Maroo bahkan berani bersumpah jika dalam 6 tahun ini, dia merasa jika selalu melihat wajah itu. Seperti tetangga sebelah apartment yang tak diketahui identitasnya, seperti salah satu mahasiswa di kampus atau bahkan seperti penumpang lain di dalam kereta.
Entah siapapun dia, Maroo tahu dia adalah seseorang dari masa lalu yang tak ingin dikenal sebagai siapapun itu di masa lalu.
Dia mungkin pacarnya atau mantan pacarnya yang ingin mencoba membuat kenangan baru.
Tidak masalah karena sejujurnya, Maroo sama sekali tidak tertarik untuk mengingat masa lalunya. Dari segala bekas luka itu, dia yakin hidupnya yang dulu benar-benar kacau. Maroo hanya ingin mengingat gadis itu, gadis yang wajahnya dia cari-cari di bandara tadi. Gadis yang sekarang entah dimana.
Siapapun dia, maroo yakin mereka akan bertemu lagi. Tanpa perlu banyak bicara, tanpa perlu banyak pertanyaan. Takdir akan menuntunnya kepada Maroo.
“Setelah ini kau akan langsung bekerja di daerah terpencil itu?” Jae gil nyelonong masuk tanpa mengetuk pintu. Dia duduk di atas kasur dengan santainya.
Maroo mengangguk datar saja.
“Tapi kau baru sampai di sini. Apa tidak mau berlibur sebulan atau 2 bulan? Tempat itu jauh, Chocho pasti akan merasa sedih.” Jae gil Nampak tidak setuju dengan rencana Maroo untuk langsung mengabdi sebagai dokter di sebuah desa terpencil.
“Ilmu yang jauh-jauh aku pelajari di Amerika akan mengendap jika tidak segera dipakai. Aku mungkin akan bersantai dulu selama seminggu di sini. Tenanglah, tempat itu tidak sejauh Amerika.” Maroo menepuk pelan pundak Jae gil dan kembali menata barang-barangnya.
***
“Kak Eun Gi sudah pulang?” Eunsuk dengan semangat berlari menuju pintu masuk setelah mendengar decit pintu dibuka. Dugaannya tepat, kakak kesayangannya itu baru saja pulang.
“Eunsuk, kau belum tidur?” Eun gi segera menghampiri adik semata wayangnya itu.
“Aku menunggu kakak… ”mereka saling tersenyum. Beginilah hari-hari Eun Gi selama beberapa tahun ini. Dia hanya berkutat di sekitar Taesan dan Eunsuk.
Sedikit banyak saat berada di sisi Eunsuk, mental tempramentalnya jadi sedikit terkontrol. Dia juga tidak sekaku dulu. Selama Jae hee berada di dalam penjara, Eunsuk adalah tanggung jawabnya. Dia menyayangi Eunsuk. Adik kecilnya yang polos itu.
“Apa saja yang terjadi di Sekolah hari ini?” Eun gi duduk di sisi ranjang Eunsuk setelah makan malam.
“Kakak harus mendengarnya… hari ini ada guru baru…” Eunsuk terdengar begitu bersemangat memulai ceritanya. Eungi terkekeh dan mendengarkan dengan penuh perhatian. Menit-menit berlalu, Eunsuk terlelap setelah kelelahan bercerita. Diusapnya rambut Eunsuk dengan lembut, beberapa tahun sudah berlalu. Jae Hee akan bebas sebentar lagi. Eungi akan berpisah dengan Eunsuk. Anak ini memang sebaiknya berada dalam dekapan ibunya. Dia Cuma seorang kakak tiri. Mereka tidak mungkin tinggal bersama.
Pertama, karena Eungi belum benar-benar siap menerima kembali Jae Hee dalam hidupnya dan yang kedua, mereka pasti akan canggung. Hidup seperti itu, Eungi sudah tidak mau merasakannya lagi.
***
“Kakak… kau benar-benar kejam!” Choco merengut menatap Maroo yang sudah bersiap dengan dua buah koper di tangannya. Jae gil menyenggol bahu Maroo, member isyarat jika Maroo sudah melakukan hal yang salah. Dia seharusnya tinggal lebih lama dengan mereka. Maroo hanya tersenyum, dia menatap Choco lekat-lekat kemudian memeluknya dengan hangat.
“Bagaimana bisa kau cemberut seperti ini, Chocho? Kau kan sudah punya anak. Apa sifat kekanak-kanakanmu itu tidak bisa hilang?” Maroo menggoda Choco.
“Tapi… kakak… hiks… bukankah setelah sekian tahun kita baru kembali bersama-sama? Kenapa harus pergi lagi ke tempat yang jauh?” protes Choco. Dia melepaskan diri dari pelukan Kang Maroo.
“Apa perlu kakak belikan cokelat agar kau tidak menangis?” Maroo tersenyum dan mengusap airmata di pipi Choco, adik semata wayangnya itu.
Jae gil mengusap pundak Choco, memberikannya isyarat jika Maroo akan baik-baik saja jadi jangan terlalu cemas.
“Ayo Maroo…. Aku akan mengantarmu ke bandara. Kang Choco… jangan cemberut terus. Bukankah kau masih tinggal berdekatan denganku? Suamimu yang kau cintai ini.” Goda Jae Gil, membuat Choco sedikit melupakan kesedihannya dan tersipu malu.
Maroo berjalan keluar bersama Jae Gil menuju mobil.
“Heiii Maroo… kau mau duduk dimana? Biar aku yang menyetir!” Jae gil menghentikan Maroo yang secara insting langsung duduk di depan kemudi.
“Eh?” Maroo sedikit bingung tapi kemudian dia sadar, Jae gil yang akan menyetir untuknya. Entah kenapa rasanya tidak familiar. Apa sebelumnya Jaegil tidak pernah menyetir untuknya atau dia yang selalu menyetir untuk Jaegil?
“Hati-hati di jalan!” Choco melambaikan tangannya kepada Jaegil dan Maroo di dalam mobil. Mereka berdua melesat cepat menuju bandara. Hari ini, Maroo akan memulai pengabdiannya sebagai seorang dokter di sebuah pulau terpencil bernama Tamra.
***
Maroo memasang headshet di kedua telinganya, mulai menikmati musik yang mengalun penuh irama menemani perjalanannya. Dia menatap keluar jendela. Langit terlihat mendung. Apa akan aman terbang dalam kondisi seperti ini? Diliriknya jam di tangannya, hanya butuh sekitar dua jam untuk mencapai bandara lain kemudian melanjutkan perjalanan ke pulau itu dengan sebuah kapal feri penyebrangan. Harusnya perjalanan akan berlangsung singkat dan tidak akan memakan waktu lama.
Kuharap hari ini tidak hujan.
Maroo menutup kedua matanya dan berusaha tidur, tapi belum sepuluh menit dia menikmati ketenangan ini. Sesuatu atau lebih tepatnya seseorang membangunkannya. Seorang gadis cantik bergaun merah yang Maroo tahu sedari tadi memperhatikannya tanpa berkedip di samping tempat duduknya.
Maroo melepas headshetnya dan merespon dengan sopan. Gadis cantik bermata lentik itu melontarkan senyumnya, dia membuka mulutnya dengan sedikit malu-malu.
“Kau terlihat tenang, kau tidak takut cuaca di luar?” Tanya gadis itu kagum.
Maroo merespon datar dengan sebuah gelengan kepala dan senyum kecil.
Aku lebih takut gadis agresif sepertimu.
Maroo mengalihkan pandangannya dengan cuek , kembali memasang headshetnya dan berharap bisa menikmati musik tapi gadis itu kembali mengajaknya bicara.
“Kau mau liburan juga? Sekarang sedang musim liburan, sayang sekali cuaca kurang bersahabat akhir-akhir ini.” Gadis itu semakin berani mengajak Maroo berbicara.
“Aku bekerja di sana” jawab Maroo singkat.
Kumohon jangan tanyakan apapun lagi.
“Oh… apa pekerjaanmu? Oh ya, namaku Hyeri. Kim Hyeri. Siapa namamu?” Gadis bermata lentik yang ternyata bernama Hyeri itu mengulurkan tangannya pada Maroo dan sekali lagi demi sopan santun, Maroo harus meraihnya dan menjawab pertanyaannya.
“Dokter. Kang Maroo” jawab Maroo singkat. Dia bahkan tidak tersenyum dan langsung mengalihkan pandangannya keluar ke jendela. Rasanya memandang keluar sana, jauh lebih membuatnya nyaman.
“Dokter? Wow… itu keren…” desis gadis itu. Dia semakin terpesona dengan pria di sampingnya ini. Entah Maroo berbohong atau tidak tentang pekerjaannya, sepertinya gadis itu sudah terlanjur terpikat dan tidak perduli. Maroo masih memiliki pesonanya.
“Permisi…” Maroo bangkit dari tempat duduknya. Kepalanya jadi pening karena terlalu lama memandang keluar demi menghindari tatapan gadis di sampingnya itu.
“Ah.. iya…” sahut gadis itu sedikit kecewa. Dia berharap bisa mengobrol lebih banyak lagi.
Apa aku harus menghabiskan waktuku di dalam toilet sampai pesawat mendarat?
Maroo bertanya pada dirinya sendiri. Dia tersenyum kecil ketika memandangi wajahnya sendiri di hadapan cermin, merasa konyol. Dia juga merasa aneh, dia pria normalkan? Tapi kenapa gadis secantik itu malah membuatnya tidak nyaman? Apa operasi kepala yang dia jalani beberapa tahun lalu sudah membuat beberapa syaraf kelelakiannya putus? Jika tidak, kenapa selama beberapa tahun ini. Tidak ada seorang gadis pun yang membuatnya merasa bergetar atau setidaknya menarik perhatiannya.
Maroo berjalan keluar toilet dengan pikiran seperti itu. Tapi, kegusaran di dalam bathinnya itu mendadak teralihkan ketika melihat si gadis bergaun merah sudah tidak ada di kursinya. Dengan penasaran, Maroo bertanya pada salah seorang pramugari yang melintas.
“Penumpang di sampingku tadi, pergi kemana?” Tanya Maroo.
“Dia pindah ke kelas VIP, Tuan” jawab pramugari itu.
Bibir Maroo tersungging, hampir saja dia tertawa. Apa yang baru saja terjadi? Apa toilet itu memiliki penunggu hingga bisa mengabulkan keinginannya untuk tidur dengan nyenyak?
Ia tidak terlalu perduli, dia hanya ingin menikmati perjalanannya dengan tenang.
***
Hari ini langit tidak mendengar keinginan Maroo kecuali menyingkirkan gadis bergaun merah tadi dan membiarkannya tidur nyenyak. Hujan turun dengan deras seolah awan-awan sedang menggerutu. Maroo tertahan di atas perahu penyebrangan. Gelombang air laut tidak nampak bersahabat. Angin yang singgah bersama hujan ini sedikit banyak menciutkan hati para nahkoda hingga hanya satu dua perahu yang mau tetap beroperasi. Kapan mereka akan sampai, pikir Kang Maroo. Dia sudah satu jam berada di atas benda terapung ini.
Maroo mulai merasa kedinginan, perjalanan dengan pesawat dan bus untuk mencapai pelabuhan tadi membuatnya merasa lelah.
Perjalanan yang terlihat singkat ternyata tidak semudah yang dia pikir. Tempat yang dia tuju sepertinya benar-benar terpencil.
Kepalanya berkunang-kunang dan rasanya pusing sekali. Perutnya terasa diaduk-aduk. Perahu tertiup kesana-kemari. Ombaknya memang tidak terlalu besar tapi angin di luar cukup menakutkan bagi orang awam. Sebuah pulau akhirnya Nampak di kejauhan. Maroo dapat sedikit tersenyum lega saat ini, walau tubuhnya terasa melayang dan tak menapak.
Sang Nahkoda menepikan perahu dengan perlahan. Semua orang terlihat senang. Hujan sudah mulai reda dan hanya rintik-rintik kecil.
Maroo bergegas mengangkat kopernya menuju pintu keluar, tapi langkahnya terasa berat. Badannya semakin sempoyongan dan Hap… seseorang menangkap tubuhnya yang hampir jatuh.
Seorang gadis, berambut gelombang dan bermata tegas. Padangannya tajam menatap Maroo. Tak ada ekpresi apapun di matanya.
“Kang Maroo… aku akhirnya menangkapmu!” bisik gadis itu samar-samar. Ia memeluk Maroo yang kini jatuh pingsan. Dia, setelah sekian lama akhirnya bisa menyentuh Maroo lagi walau dalam kondisi seperti ini. Gadis itu- Seo Eun Gi.
***
Comments