Salju di Bulan November

NICE GUY FF - After The Ending

 

Malam ini salju turun lebih cepat….

Bulirannya yang tipis dan ringkih jatuh mencumbu tanah….

Seperti halnya jalanan berdebu itu, hatiku pun terasa dingin….

Salju turun lebih cepat dan menyingkirkan euforia….

 

:::

 

“Lihatlah keluar!” kalimat itu lolos begitu saja takkala kulihat Ma Roo keluar dari bilik toilet di kamar VIP sewaan kami.

Ia mendongak dan segera mendekati jendela di samping ranjang.

“Salju,” ucapnya takjub.

Dari pantulan jendela, dapat kulihat binar matanya meredup sayu. Ada sesuatu yang kurasa sedang dipikulnya sendirian. Aku masih memandanginya dengan penuh perasaan saat punggung tegapnya mendadak berbalik. Bibirnya yang merah, melengkung tipis.

“Salju turun lebih awal,” ia duduk di sampingku.

“Hmm….” jawabku.

Kami membeku dalam gusar yang menjajah benak masing-masing.

Perlahan, kurasakan jemari tangannya menggenggam lembut tanganku. Cincin pernikahan kami berdua beradu, saling menggesek dan menandakan keberadaannya. Kami bersitatap.

Netranya yang jernih bak pualam itu menyentuh fokusku. Bak penyihir, ia membuatku merasa nyaman dan aman.

“Apa sakitnya datang lagi?” suaranya menggaung lembut mengisi kekosongan kamar ini.

Aku menggeleng. Ma Roo mengangguk lega dan ia membelai perutku pelan. Dikecupnya garbaku itu beberapa kali.

Hening kembali menikam kami dengan aromanya yang dingin dan menyesakkan. Kuamati wajah tampannya yang nampak kusut berantakan.

“Kang Ma Roo adalah pria yang dipilih Seo Eun Gi dan ia tidak menyesalinya sampai kapanpun,” bisikku tegas.

Ma Roo mendongak, terlihat kaget.

Aku memeluknya.

Kupejamkan mataku. Kurasakan detak jantung kami yang berpola seirama.

“Ma Roo….” Desauku dalam pelukannya.

“Hmm….”sahutnya hati-hati.

“Aku mencintaimu,” bisikku mantap.

“Aku tahu,” balasnya agak meringis sebab tendangan bayi-bayi kami ikut mengenai perutnya.

Ma Roo melepas pelukan kami, ia memandangku dalam-dalam.

“Apa sakitnya datang lagi?” tanyanya cemas.

Aku menggeleng menenangkannya. Perlahan namun pasti, wajahnya mendatangiku. Bibirnya menghapus kegelisahanku dengan sapuan lembut nan mesra.

Ada gairah dan kerinduan yang coba ia tumpahkan. Cinta dan rasa bersalah. Permintaan maaf dan kesedihan. Semuanya kuteguk dari mulutnya tanpa banyak kata.

“Eun Gi… kau sungguh baik-baik saja?” ia kembali menatapku.

Aku tersenyum sarkastik, “Istri mana yang akan baik-baik saja mengetahui suaminya memiliki anak dari wanita lain?” ledekku.

Ma Roo tersenyum kecil, merasa malu atas pertanyaannya.

Kupegang kedua pipinya dengan hangat.

“Tapi, bukankah kita tidak seharusnya terlalu percaya pada perkataan Jang Mi. Jika dia melemparkan dirinya dalam pelukanmu dengan sangat mudah, kurasa dia bisa melakukannya dengan yang lain juga,” ucapku.

“Aku tahu, hanya saja… bagaimana jika itu benar anakku?”

Aku terdiam dan spontan memegangi perutku yang mendadak kontraksi.

Kusembunyikan rasa sakit itu, kutatap suamiku tajam.

“Lalu kita harus bagaimana? Membunuhnya? Mengingkarinya?” tanyaku sarkastik.

“Berhenti membicarakannya, aku mungkin pernah mengatakan jika apapun yang terjadi di masa lalumu sebelum kita bertemu adalah hal yang tidak penting untukku, tapi sungguh… aku merasa tersiksa mendengarnya. Membayangkanmu bercinta dengan wanita lain… membayangkan seorang wanita pernah mengandung anakmu… aku merasa tercekik….”

Mata Ma Roo memerah, ia berkaca-kaca. Sekejap, dibawanya kedua tanganku ke dekapannya.

Kami masih bersitatap dalam dendang keheningan malam.

“Aku tidak ingin membahas tentang anak itu ataupun mendengar nama ibunya,”

Ma Roo mengangguk pelan, memahami watak dan sisi gelapku.

Ia naik ke ranjang dan menyandarkan kepalaku ke atas dadanya yang dingin namun menentramkan.

Kami merebah berdua. Ia memelukku, menjagaku hingga larut mengejawentah.

 

~oOo~

 

Eun Gi telah terlelap. Wanita berema sepanjang siku itu begitu pulas dalam pelukan Ma Roo. Sayangnya berbanding terbalik dengan Eun Gi, Ma Roo justru tak bisa tidur. Handphonenya tak henti bergetar. Choco berkali-kali menelpon dan mengirimkan pesan. Topik utamanya masih sama, keberadaan Jong Hyun di rumah mereka. Anak kecil itu menangis dan tak mau dibujuk untuk tidur. Ia meronta ingin bertemu dengan ibunya yang entah dimana.

Mau tak mau, Ma Roo harus berjingkat meninggalkan Eun Gi.

Jarum jam menunjukkan pukul 12 malam lewat 45 menit saat Ma Roo selesai membasuh  wajah lelahnya.

Dikecupnya kening Eun Gi dengan perasaan bersalah.

“Aku akan kembali sebelum kau bangun,” bisiknya sebelum pergi.

Ia buru-buru keluar hingga melupakan handphonenya di atas mesin pengering tangan. Dengan sebuah taksi, pria berwajah kusut itu akhirnya sampai di rumah.

“Kakak!” sambut Choco begitu Ma Roo menampakkan batang hidungnya.

“Dimana dia?” tanya Ma Roo datar.

“Dapur, Jae Gil Oppa sedang menenangkannya,” jawab Choco.

Ma Roo menghela napas sebentar. Rasanya ganjil dan tak menyenangkan.

“Mana suratnya?” pinta Ma Roo.

Choco mengangkat tangannya dan menyerahkan apa yang diminta oleh kakaknya.

Pria berambut gelap itu membacanya sepintas.

“Apa itu benar Kak?” tanya Choco gugup.

Ma Roo hanya menoleh sekilas, tak ada ekspresi di wajahnya.

“Jika iya, berarti ini salahku….” Desah Choco nyaris menangis.

Ucapan Choco itu membuat Ma Roo mengurungkan langkahnya, ia menatap adiknya dengan bingung.

“Bagaimana bisa ini salahmu? Kau tidak ada hubungannya, Choco….” tenang Ma Roo.

Choco menggeleng, ia terisak.

“Kau menjual tubuhmu untuk membiayai pengobatanku, jadi ini salahku. Huhuhu….” tangis Choco.

“Bukan! Ini Bukan salahmu!” bantah Ma Roo.

“Maafkan aku kak… huhuhu….” Isak Choco semakin keras. Dan ini membuat Ma Roo bertambah pusing.

“Sudah kubilang, kau tidak ada hubungannya!” suara Ma Roo mulai meninggi.

“Bagaimana bisa aku tidak ada hubungannya, kau menghabiskan semua uangmu untukku! Jika saja aku bukan adikmu, pasti kau tidak akan begitu menderita, huhuhu….”

“BAIKLAH!!! INI SALAHMU!!! SEMUANYA SALAHMU!!! KAU MEMBUAT HIDUPKU SIAL!!!” maki Ma Roo keras. Ia lepas kontrol. Choco tersentak dan jatuh terisak di lantai.

Ini membuat Jae Gil berlari ke ruang tamu. Ia bingung melihat Ma Roo yang meninggalkan Choco begitu saja.

“Kenapa?” Jae Gil memeluk Choco yang masih sesunggukan di atas ubin.

Sementara itu Ma Roo melangkah menuju dapur. Ia terdiam, mengamati Jong Hyun yang masih terisak dengan kepala menelungkup di atas meja.

Ada sebuah koper di samping kursinya.

 

“Aku telah merawat apa yang kau tinggalkan malam itu, Ma Roo.

Sekarang giliranmu untuk menjaganya. Kumohon besarkan dia dengan baik.

Jong Hyun adalah anakmu. Anak kita,”

  • Jang Mi -

 

Meski agak gemetar dan penuh kebimbangan, Ma Roo memberanikan dirinya untuk maju ke sisi Jong Hyun.

Apa dia benar-benar anakku?

Pertanyaan itu berkelebat bak angin topan di benak Ma Roo.

Jong Hyun mendongak, matanya yang merah dan sedikit bengkak akibat terlalu banyak menangis menatap Ma Roo.

“Paman?” panggilnya tertahan. Ia kaget mendapati keberadaan Ma Roo di sampingnya.

Ma Roo masih termangu mengamati setiap kelok di wajah tampan Jong Hyun.

Ia mencari-cari dimana letak kemiripan mereka.

 

~oOo~

 

Pukul 7 pagi, Eun Gi menggeliat tak nyaman, ia ingin buang air kecil. Kelopaknya yang terpejam perlahan terbuka dan mengerjap-ngerjap menangkup cahaya.

Wanita itu sungguh terkejut melihat Ma Roo tak ada di sisinya. Ia memanggil-manggil suaminya namun tak ada sahutan apapun.

Kening Eun Gi mengerut, tatapan matanya berkilat muram.

“Aaarrrghhh….” pekiknya tiba-tiba.

Salah satu bayinya menendang lagi.

Dengan pelan dan hati-hati, ia turun dari atas ranjang. Bagai kapal yang agak oleng, ia berjalan menuju kamar mandi.

Napasnya ngos-ngosan karena bobot dua bayi yang harus ditanggungnya.

Setelah selesai buang air, Eun Gi membasuh wajahnya di wastafel. Ia marah sebab Ma Roo menghilang begitu saja padahal pria itu sudah berjanji untuk tak meninggalkannya.

“Bagaimana jika aku mendadak harus melahirkan?” umpat Eun Gi kesal.

Lantas, secara tak sengaja matanya menemukan handphone yang Ma Roo tinggalkan di atas mesin pengering.

Ada 3 panggilan tak terjawab dan 2 pesan masuk yang belum dibaca. Semuanya dari Choco.

Dibacanya pesan itu. Ia mematung di depan wastafel selama sekian menit. Lututnya terasa gemetar.

Ada perasaan terkhianati yang menyeduh emosinya menjadi setingkat magma.

Tanpa pikir panjang, ia kembali ke dalam kamar, mengganti baju pasien yang dikenakannya dan keluar meninggalkan kamar.

Eun Gi masih tetap keras kepala dan seenaknya. Semua orang harusnya tak lupa. Wanita itu tak akan berlama-lama membiarkan sesuatu menganggu pikirannya.

Ia berdiri di tepi trotoar untuk mencegat taksi, tak dihiraukannya udara yang dingin dan serpihan salju yang masih turun dan melicinkan jalan.

Sebuah mobil sport berwarna merah mendadak berhenti di hadapannya. Kaca mobilnya bergerak turun. Seorang pria berkacamata hitam dengan mantel tebal dan syal duduk di depan kursi kemudinya.

“Eun Gi?” panggilnya keheranan.

Eun Gi tak menjawab. Ia menarik pintu mobil Seung Gi tanpa permisi dan langsung duduk di dalamnya sembari menggigil menahan dingin.

Seung Gi jelas kebingungan. Ia menoleh ke kiri dan kanan.

“Apa yang kau lakukan sendirian di tepi jalan seperti itu?”

Bukannya menjawab, Eun Gi malah melontarkan perintah seenaknya.

“Antarkan aku pulang!”

“Ha?”

Sementara itu, Ma Roo yang baru tiba di rumah sakit bersama Choco jadi panik karena Eun Gi menghilang.

~oOo~

“Terima kasih,” ucap Eun Gi dingin. Ia hendak beranjak keluar namun Seung Gi menahan lengannya cepat.

“Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi di luar dingin dan akan berbahaya jika kau terserang flu. Pakailah ini!” Seung Gi melingkarkan syal miliknya ke leher Eun Gi.

Keduanya berpandangan. Eun Gi merasa tak nyaman, ia ingin menolaknya namun Seung Gi lebih dulu sok mengancam, “Kalau kau menolak kebaikanku, persahabatan kita putus!”

Eun Gi mengangguk pelan, mengucapkan terima kasih sekali lagi.

“Aku akan mengembalikannya!” ucap Eun Gi.

“Tidak usah!” tolak Seung Gi.

“Tidak! Aku harus mengembalikannya! Berikan nomermu! Aku akan mengembalikannya!”

“Kubilang tidak usah!” Seung Gi bersikeras.

Mereka sekali lagi saling pandang dan Seung Gi terkekeh kecil. Ia teringat bagaimana sifat kekanak-kanakan itu masih melekat pada mereka berdua.

Dulu, mereka sering juga berdebat seperti ini.

“Kau tidak berubah!” sindir Eun Gi disambut senyuman malu-malu Seung Gi yang begitu manis.

“Kau juga, nona Seo!” ledek Seung Gi balik.

~oOo~

Eun Gi melangkah masuk ke dalam rumah yang terlihat sepi.

Samar ia mendengar suara gaduh di dapur. Nampak 2 orang anak kecil sedang makan sereal di sana.

Keponakannya, Seul Gi dan seorang anak laki-laki.

“Bibi!” Seul Gi menghentikan makannya dan berlari menemui Eun Gi dengan riang. Jong Hyun menatap polos di sisinya.

Eun Gi menelan ludahnya tegang.

“Siapa dia?” tanyanya gugup.

“Namanya Jong Hyun, Ibu dan Ayah bilang ia akan tinggal bersama kita,” jawab Seul Gi lugu.

“Tinggal bersama?” Eun Gi menatap Jong Hyun kaget.

Anak lelaki kecil itu mengkerut ketakutan.

Terdengar suara pintu dibuka dan ditutup kembali, “Kalian sudah selesai makan serealnya?” suara Jae Gil menggema dari ruang tamu. Pria itu baru saja kembali dari membeli air mineral.

“Eun Gi? Kau di sini?” pekik Jae Gil kaget.

Eun Gi menatapnya tajam. Sorot matanya begitu menyeramkan.

“Dimana Ma Roo?” tanyanya tak sabar.

“Ma Roo dan Choco pergi menemuimu di Rumah Sakit,” jawab Jae Gil bingung.

Eun Gi menatap Jong Hyun sekilas, ia ingin marah tapi itu tidak mungkin dilakukannya di hadapan anak kecil itu. Bagaimana pun ia tidak berdosa.

Ini salah Ma Roo dan Jang Mi.

Tanpa banyak bicara, Eun Gi masuk ke dalam kamarnya. Ia mengabaikan Jae Gil begitu saja.

Setengah jam kemudian, setelah mendapat telepon dari Jae Gil, akhirnya Ma Roo dan Choco tiba di rumah.

“Sebaiknya kita mengajak anak-anak pergi, akan ada perang dunia,” bisik Jae Gil pada Choco yang masih dirundung rasa bersalah.

“Anak-anak… ayo kita pergi nonton film!” ajak Jae Gil. Ia buru-buru menarik Jong Hyun dan Seul Gi, sementara Choco masih mematung di bawah tangga, jantungnya berdegup kencang saat Ma Roo naik untuk menemui Eun Gi.

“Apa yang kau lakukan? Ayo kita pergi!” Jae Gil kembali dan menggeret Choco.

“Tapi….” Choco merasa bimbang.

“Ayo!!!” Jae Gil mengangkat tubuh mungil Choco dan menggendongnya keluar.

Klik… pintu tertutup, terkunci.

Kini hanya ada Eun Gi dan Ma Roo di dalam rumah.

Hening.

Kedua tungkai Ma Roo berhenti di depan kamar. Ia mencoba membuka pintu namun tak bisa. Eun Gi menguncinya dari dalam.

Wanita itu benar-benar marah.

“Buka pintunya!” Ma Roo mengetuk pelan.

Tak ada jawaban.

“Eun Gi…” panggil Ma Roo sekali lagi.

“Eun Gi… Buka pintunya! Kumohon….”

“Buka pintunya Eun Gi!!!”

Berkali-kali Ma Roo meminta namun tetap tak ada sahutan.

“HYAAA SEO EUN GI!!! BUKA PINTUNYA!!!” Ma Roo akhirnya kehilangan kesabaran. Ia menggedor-gedor paksa pintu kamar mereka.

“PERGI!!!” teriak Eun Gi dingin.

Sedari tadi, wanita itu rupanya duduk tercenung di tepi ranjang sembari memutar-mutar cincin pernikahannya.

Ma Roo mendesah lega mendengar suara Eun Gi, itu berarti istrinya baik-baik saja.

“Kumohon… buka pintunya! Kita harus bicara!” mohon Ma Roo putus asa.

Eun Gi tak menjawab.

3 menit berlalu penuh keheningan, Ma Roo tak lagi menggedor atau memintanya membuka pintu.

Eun Gi mengelus perutnya yang terasa menyesakkan. Ia merebahkan dirinya dan menangis dalam diam.

Klekkk… pintu tiba-tiba terbuka, Ma Roo berhasil menemukan kunci cadangan.

Pria itu berjalan mendekat, ia menempatkan dirinya di sisi sang istri yang tengah terisak di atas ranjang.

“Katakan apa yang harus aku lakukan untuk memperbaiki semuanya?

Aku akan melakukan apapun, tapi untuk mengabaikan anak itu, aku tidak bisa.

Entah dia anakku atau bukan, anak itu sendirian, Jang Mi meninggalkannya… wanita itu menghilang….” desah Ma Roo.

“Kumohon sayang… jangan kekanakan….” pinta Ma Roo.

“KEKANAKAN?!?” Eun Gi membalik tubuhnya seketika.

Ia menatap Ma Roo tajam. Ketara sekali jika ucapan Ma Roo sangat menyinggungnya.

Dengan sempoyongan ia duduk.

“Bagaimana bisa kau mengatakan aku kekanakan Kang Ma Roo???” teriak Eun Gi tak terima.

“Sekali lagi dari yang berkali-kali, kau menghilang begitu saja dari Rumah Sakit. Di luar sedang turun salju, jika bukan kekanakan apa itu namanya?” tukas Ma Roo tegas.

Sejak dulu, hanya dia satu-satunya orang yang berani menentang kata-kata Eun Gi. Jika dulu itu membuat Eun Gi merasa terpikat dan terpesona maka sekarang justru sebaliknya.

“Kau yang menghilang duluan! Kau pergi meninggalkanku padahal kau tahu aku bisa melahirkan kapan saja!”

“Kau tahu bahwa bayi-bayi kita akan lahir kapan saja, tapi kau meninggalkan rumah sakit seenaknya. Demi Tuhan Eun Gi, kapan kau akan berubah??? Kapan egomu itu akan surut???”

“Itu karena kau mengingkari janjimu! Kau menemui anak itu!”

“Dia datang sendiri ke rumahku! Aku tidak menemuinya!”

“Kau diam-diam masih memikirkan Jang Mi kan?”

“HYAA SEO EUN GI! APA YANG KAU KATAKAN? KAU SUDAH TIDAK WARAS!” Ma Roo berdiri, ia naik pitam.

Eun Gi melepas cincin pernikahan mereka dan melemparkannya entah kemana.

“AKU TIDAK BISA TINGGAL DENGAN ANAK HARAMMU ITU!!! CERAIKAN AKU!!!” teriaknya histeris.

Ia bangun dan memporak-porandakan isi kamar. Membanting apapun di atas meja.

Bagai disambar petir, Ma Roo tak percaya pada apa yang didengarnya.

“HYAAA… SEO EUN GI!!! HENTIKAN!!!” pekik Ma Roo.

“KELUAR!!!” Eun Gi mencoba mendorong Ma Roo dengan kewalahan sebab perutnya yang besar tak membiarkannya bergerak bebas.

“HYAAA SEO EUN GI!!! SADARLAH!!!” Ma Roo menahan kedua lengannya, mendorongnya ke kasur dan mencoba menenangkannya.

Sayangnya Eun Gi terus berontak, ia mencoba memukul Ma Roo dengan segala cara.

Ma Roo terus bertahan, ia mendekap kuat Eun Gi yang sedang kesetanan.

Akhirnya wanita hamil itu kelelahan, napasnya ngos-ngosan. Perutnya kembali mengalami kontraksi dan kali ini rasanya lebih sakit dari yang sebelumnya.

“Aaaaarrrggghhh….” Eun Gi mencengkeram perutnya. Bahunya gemetar.

Di dalam sana, di bawah pusarnya, bayi-bayinya bertingkah. Mereka saling tendang ke segala arah. Eun Gi mendesah kesakitan dan menyerah untuk melawan Ma Roo. Rasa sakit di perutnya 1000 kali lebih menyiksa.

Sadar dengan apa yang terjadi, Ma Roo segera melepaskan cengkramannya.

“Kenapa? Apa aku menyakitimu?” tanyanya panik.

Eun Gi mengatur napasnya, ia terisak sembari menahan sakit. Jemarinya mencengkeram erat kerah baju Ma Roo.

“Aaaarrrghhh….” Eun Gi membenamkan wajahnya di pelukan suaminya.

“Kita ke Rumah Sakit!” seru Ma Roo tegas, namun Eun Gi menggeleng, tak mau melepaskan pelukannya. Ini membuat Ma Roo tercengang. Ia dapat merasakan tubuh Eun Gi gemetar dalam dekapannya. Istrinya tengah menangis.

Diusapnya punggung Eun Gi pelan, berulangkali, hingga tangisnya terhenti.

“Maafkan aku….” bisik Ma Roo. Ia tahu, mereka tak seharusnya bertengkar seperti ini.

~oOo~

“Habiskan susunya,” Ma Roo tersenyum damai memandangi Eun Gi yang tengah meneguk susu buatannya.

“Sudah lebih baik?” tanyanya saat Eun Gi menyerahkan gelas kosong kepadanya.

Eun Gi mengangguk pelan. Airmatanya telah mengering.

“Maafkan aku… Aku tahu tidak mudah memahami wanita skeptis, keras kepala dan posesif sepertiku,” ucapnya dengan kepala tertunduk.

Ma Roo mengangguk dan menggenggam kedua tangan Eun Gi dengan penuh pengertian.

 

“Soal Jong Hyun, kita harus melakukan tes DNA secepatnya, dan … jika dia benar anakmu… aku… aku akan menerimanya… aku akan mencoba menerimanya….”

“Eun Gi….”

“Aku mungkin tak bisa menjadi ibu yang baik tapi aku berjanji untuk tidak mengasarinya. Ini bukan salahnya,”

Ma Roo tercengang, tak menyangka Eun Gi dapat mengubah sikapnya secepat ini.

“Kau tidak percaya?” tanya Eun Gi.

Ma Roo tak menjawab namun perlahan bibirnya tersenyum, dikecupnya kening Eun Gi dengan penuh cinta.

“Aku percaya,” bisiknya lembut.

Eun Gi tersenyum, ia memejamkan matanya menikmati kehangatan tubuh Ma Roo yang kini memeluknya dari belakang.

Ma Roo mengelus perutnya, menciptakan perasaan aman.

“Hmm….” Eun Gi tiba-tiba membuka matanya dan menyela kemesraan mereka.

“Kenapa?” Ma Roo menatap was-was. Ia takut istrinya berubah pikiran.

“Cincin yang kubuang tadi, bisa kau menemukannya?” tanya Eun Gi polos.

Ma Roo nyaris tergelak mendengarnya.

“Tidak mau! Kau yang membuangnya jadi kenapa aku yang harus mencari?” jawab Ma Roo sok cuek.

“Hyaaa… Ma Roo!!!” bibir Eun Gi mengerucut protes dan saat itulah Ma Roo mencuri kecupan darinya.

“Jangan pikirkan cincinnya! Pikirkan saja aku!” perintah Ma Roo dengan ekspresi dingin namun tetap sok keren.

 

 

~oOo~

 

Dan faktanya,

It feels like a happy ending. Hahai… almost happy ending!

But, I love teasing you with another thrilling moment.

It is not a secret anymore between us that Jong Hyun isn’t Ma Roo’s son.

It will be revealed next chapter that Jang Mi want to hide Jong Hyun from her ex husband, so she lied and said that Jong Hyun belongs to Ma Roo.

Then, be ware!

Someone is coming as VILLAIN.

And, I still can't decide between Eun Gi and Ma Roo who will be the killer.

Ouch! Did I poke the next chapter too much?

Hehe…

GIVE ME ADVICES PLEASE!

CURSE ME!

Leave your mark here so I know, I am not alone or abandoned.

Thanks for reading until chapter 38!

It is imposibble to do it without your comments.

YOUR COMMENTS ARE MY POWER!

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Methaalana
Si Maroo berasa sialan banget ah! Cekaka~ Sok kagak butuh, sok jaim, sok dingin tapi ngarep! Marooo... aku padamu! *Nulis sendiri, ngomel-ngomel sendiri*^^

Comments

You must be logged in to comment
Alexasky
#1
Chapter 6: Hii i would really love to read the story. Do you happen to know how to translate the story to English please?
kyuhaeni #2
Chapter 42: annyeong.. reader baru di sini..
Kang Maroo di sini ga jauh beda sma Yoo Shi Jin ya yg palyful..
makasi ff nya.. aku yg blm puas nonton Nice Guy baca ini jadi suka bgt! comedy romance lagi.. waah harapan aku tuh kelak Joongki main com-rom drama..
oladilia1310 #3
Chapter 41: Kalo aku berani ngomelin eungi, pasti udah kuomelin! Udah masa" mau melahirkan kok ekstrimnya gk ilang sih *gemesssss* hahahhh
Trus ini gimana eungi lahirannya masa di pulau tanpa RS??!!! Semoga Maroo bisa nanganin kalo emg gk bisa balik ke Seoul :')
And.... i miss ChaeKi Couple so much ㅠㅠ
Semangat kak author!! Kutunggu update selanjutnya! 파이팅! ♡♡
Chaeki_Novit #4
Chapter 38: aku udh baca chapter 39 nya d wattpad
dan waaah cerita'y makin menarik dan seru,, apa yg mencelakai jang mi itu eungi??
d tnggu chap selanjut'y ya :)

*maaf ya aku komen disini. wattpad aku lg gk bsa buat komen

oya aku mulai setuju dngan author-nim kaya'y klu cerita eunma datar2 aja gk kn trasa eunma'y n pasti'y krang menarik hihi jdi aku prcayakan alur'y kpada sang pakar'y aja
semangatt ya thor :D
emoonsong #5
Chapter 38: Hmmm joahhh... ditunggu next chapnya....hehehe
Chaeki_Novit #6
Chapter 38: ayoo ayoo cepat tes DNA biar semua tau (trutama eunma) kalau itu bukan anak'y maroo n jang mi juga harus jujur n selesain msalah dia sendiri sama ex husband'y

aduuhh ini nyonya song kalau lg ngmbek sifat asli'y kluar hahaha lupa ya kalau lg ngandung dede kembar hehehe

semangat thor, next chapter'y jgn lama2 ya
give me sweet happy ending. really happy ending. jeballl
Chaeki_Novit #7
Chapter 38: ayoo ayoo cepat tes DNA biar semua tau (trutama eunma) kalau itu bukan anak'y maroo n jang mi juga harus jujur n selesain msalah dia sendiri sama ex husband'y

aduuhh ini nyonya song kalau lg ngmbek sifat asli'y kluar hahaha lupa ya kalau lg ngandung dede kembar hehehe

semangat thor, next chapter'y jgn lama2 ya
give me sweet happy ending. really happy ending. jeballl
eonnifan
#8
Chapter 38: kan.. udh ketebak jonghyun bukan anak maroo hahhahahaha

sabarlah eungi
tp entah knp aku pengen eungi ky ngelakuin sesuatu yg ekstrim gitu lol
jgn2.. yg jd pembunuhnya.. eungi :O
emoonsong #9
Chapter 37: Komen selanjutnya dariku....

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°©©©°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Jong Hyun tinggal bersama Eng Gi? Kurasa ini baru namanya saingan yang seimbang...
Eng gi tdk mungkin kalah dr wanita manapun dihati Maroo... tp dgn Jong Hyun?....
Aku rasa Maroo akan sedikit bingung bukan?
Meski hatix untuk Eng Gi tapi Maroo tak mampu mengabaikan Jong Hyun...
Dan ini yang akan menyakiti Eun Gi... bukan begitu?
Ah sial bagimu Kang Maroo...

Eun Gi akan mendapat dukungan penuh dr semuanya bahkan dr si Twin...
Dan krn Jong Hyun tdk memiliki siapa siapa disisinya? Kau mungkin akan mengambil tanggung jawab itu...

Dan itu yg tidak diinginkan Eun Gi...
Kau berada bersebrangan dengannya...
Karena itu Eun Gi menginginkan mesin waktu... untuk bisa menemukanmu lebih dulu...
Tapi tentu sj hal yg mustahil... krn ini bukan fanfic doraemon tapi ini ff chaeki...
Hak paten mesin waktu hanya untuk doraemon, nobita dan kawan kawan Readers dan Eun Gi tau itu..
*plakkk abaikan*

Krn itu... kita akan berharap seperti biasa untuk Eun Gi sekali lagi berlari ke pihak Kang Maroo tanpa memedulikan apapun...
Meski itu artinya dia berada dipihak yang sama dengan Jong Hyun... si anak kecil yg menjadi saingannya...

Hey tunggu dulu...
Kurasa Eun Gi tdk sebodoh itu untk mempercayainya...tanpa mengkonfirmasinya dan ayolah Maroo bahkan seorg dokter ... apa mereka bahkan tdk terpikir untk melakukan tes DNA...?
Mengapa perkataan seorg wanita dari masa lalu menjadi begitu terpercaya? Hingga diterima tanpa pembuktian...
#mungki Eun Ma Lelah... butuh piknik...

Hemm meski tes DNA tdk murah tp biaya bukan hal yg perlu dirisaukan oleh seorg Eun Gi kan?
Yah cukup mnngirim sampel rambut Kang Maroo dan Jong Hyun kurasa... hal Ini bisa dipecahkan...





©¶©¶©¶

Eun Gi bisa saja menyerah untuk apapun dan siapapun tp Eun Gi tdk akan menyerah untuk Kang Maroo ...

©¶©¶©¶