Chapter 43
The 13th FatesKai menemani Kris untuk mencari bala bantuan dan bisa dikatakan ini sebagai kunjungannya setelah setengah abad Kris tidak bertemu.
Mereka pergi dengan Teleport Kai ke rumah teman lama Kris yang tinggal di semenanjung bagian barat Washington.
Tao seperti Forces lain senang mengasingkan diri, tinggal ditempat yang tidak banyak ditempati manusia manapun. Ia tinggal diantara kaki gunung Anderson dan Olympic. Cuaca disini lembab dan sangat dingin, bahkan saat ini langit cukup gelap, ditambah kabut tebal yang menyelimuti bagian pohon tertinggi membuat kesan misterius dan mencekam membayang di kedalaman hutan.
Curah hujan yang selalu turun nyaris setiap hari membuat batang-batang pepohonan tertutup lumut, tanahnya tertutup daun yang berguguran. Seluruhnya hijau, sangat indah. Terlalu hijau malahan, seperti sebuah planet yang asing.
Mereka sampai didepan bangunan villa asri, dibangun dengan kayu dan batu bata warna maroon yang tidak begitu mencolok. Villa itu terlihat sangat pantas berada di sini, warna dan bentuknya pas sekali dengan pemandangan yang tenteram dan damai.
Tidak ada pagar hanya pohon dan semak-semak mengelilingi rumah itu. Sehingga awalnya Kai tak bisa mengira-ngira luasnya dan tidak akan mengira bahwa disana ditengah halaman basah terdapat rumah sederhana.
Truk Chevrolet yang terlihat kokoh keluaran pertengahan 90-an berwarna silver terpakir tersembunyi di balik semak-semak. Truk yang biasa dipakai pemburu hewan-hewan besar.
Mereka menyusuri jalan setapak kecil tersusun dari batu-batu ceper berwarna gelap yang mengarah ke pintu kayu. Kris memencet bel. Tidak lama seseorang yang berperawakan dingin keluar. Tubuhnya kekar dibalik sweaternya, rambut hitamnya acak-acakan namun terkesan modis. Warna kulitnya sedikit lebih gelap dan lebih eksotis ketimbang Kai.
"Wufan" sapanya biasa saja nyaris bosan. Tidak seperti seorang teman yang sudah lama tidak bertemu.
"Master Tao" Kris membungkukkan tubuhnya sedikit dan Tao membalasnya. Aneh, mendengar Kris dipanggil dengan nama itu.
Tao mempersilahkan mereka masuk. Di dalam keadaan cukup terang dan lebih hangat. Ruang tamunya tidak begitu besar, hanya sofa rekliner berwarna kuning terang, dan meja bundar dari kayu cemara.
Ada beberapa lukisan di dinding yang tidak diragukan lagi, itu lukisan-lukisan asli yang tak ternilai harganya, lukisan-lukisan yang seharusnya tidak berada disini, tapi berada di museum milik negara. Terdapat pula jam besar tua yang berdetak keras.
Ruangan itu bersekat dibagi dua oleh dinding berbatu menuju dapur dan jendela-jendelanya menjorok keluar.
Perapian berbentuk bundar yang terletak di sudut ruangan kecil menggeletar pelan dekat kursi goyang yang tampaknya seperti berasal dari abad pertengahan. Pembakarannya menggunakan driftwood-membuat warna apinya cantik sekali-berwarna biru dan hijau karena garam.
Lantai kayunya ditutupi karpet berwarna jingga, tidak cocok dengan beberapa dinding pada ruangan itu yang dicat hijau kalem yang memberikan kesan sejuk, seolah-olah pepohonan diluar kurang cukup membuatnya puas dengan pemandangan serba hijau.
Warna-warna perabotannya norak sekali. Hanya lemari display tua hitam yang warnanya paling pantas untuk dilihat. Seleranya sangat buruk dalam menentukan warna, benar-benar cocok dengan kepribadiannya yang berasal dari masa yang berbeda. Semua perabotannya tak satu pun ada yang sama, namun tetap harmonis.
Walau begitu yang empunya rumah bisa dibilang cukup modis untuk manusia masa depan; sweater dan kaos berkerah V warna ungu gelap dengan jins putih. Dan aksennya aneh, orang manapun pasti menganggapnya aneh dan enggan berbicara dengannya. Tapi kesan misterius sangat kentara dari tatapannya, tatapan yang membuat orang lain enggan mendekatinya.
Comments