Chapter 42
The 13th FatesChanyeol siuman, cahaya matahari terang menyilaukan pandangannya yang masih kabur. Kepalanya terasa berputar-putar. Ia mengingat kembali apa yang terjadi padanya namun pikirannya memberontak saat mencoba mengingatnya.
"Kau sudah sadar," Chanyeol mendengar suara merdu dan tenang.
Suaranya sangat sempurna, seperti suara malaikat, terasa lembut di telinganya hingga membuat Chanyeol membeku syok. Ia malah berpikir sudah mati dan berada di surga ketika mendengar suara selembut itu. Tapi Surga mana yang memberikan rasa sakit sehebat yang ia rasakan kini. Dan wajahnya yang tidak lazim. Apa yang terjadi pada wajahnya?
Chanyeol menggeser sedikit posisisnya agar dapat melihat jelas wajahnya, seketika Chanyeol meringis merasakan nyeri hebat di sekujur tubuhnya.
Instingtif, ia mengejang melihat itu. Siapapun yang melihatnya pasti bereaksi sama. Chanyeol tahu gadis itu merasakan keterkejutannya waktu ia mengamati wajahnya, melihatnya dengan saksama untuk pertama kalinya.
Sebelumnya ia melihat luka bakar itu tidak begitu terlihat jelas, karena saat itu keadaan gelap dan bayangan tudung jubahnya menutupi sebagian wajahnya waktu itu. Bekas-bekas luka itu terlihat sangat jelas sekarang. Selain luka-luka bakarnya yang menonjol dibagian leher, setengah wajahnya dan bahkan tangannya. Terdapat juga garis lengkungan bekas luka sobekan dari sudut bibir kanannya hingga nyaris ke bagian pelipis. Lalu bagian alisnya yang gundul digantikan dengan sederet kata dengan bahasa ibrani. Warna iris matanya tidak merata, mata biru mudanya berselaput dan keruh seperti susu, dan dia botak.
Sulit mengidentifikasi apakah ia perempuan atau laki-laki bila tidak mendengar suara sopranonya yang mengalun merdu. Tubuhnya juga mungil, langsing namun tidak terlalu kurus, lebih berisi dibanding Amber
Sekarang setelah ia bisa melihat dengan jelas, bekas-bekas luka itu telah menjadi fitur paling dominan dalam diri gadis itu. Sulit mengalihkan mata dari wajah dan lehernya yang carut- marut. Sulit membayangkan apa yang membuatnya seperti itu, membayangkan api mengoyak sebagian besar tubuhnya. Dan bekas luka sabetan benda tajam pada wajahnya.
Gadis itu melihat dan merasakan penilaian Chanyeol terhadap dirinya; perasaan waswas dan bercampur iba, gadis itu tersenyum kecut. Cepat-cepat Chanyeol mengalihkan pandangannya ke tangan dan berkonsentrasi pada tangannya yang sekarang membengkak karena patah. Ia berusaha meregangkan jari-jarinya, memastikan bagian mana yang patah. Rasa sakit langsung menusuk buku jarinya.
Ia mengerang. Cederanya tidak terlalu serius hanya sedikit retak di salah satu buku jari.
"Ini, untuk sementara kompres tanganmu dulu" ia mengulurkan kantong kecil berisi es batu padanya, rasanya sedikit lebih baik.
"Sepertinya tulang jarimu retak, begitu juga dengan salah satu tulang rusukmu dan beberapa bagian tengkorakmu. Kau mendapat tujuh jahitan di dahimu, luka dan memar hampir di sekujur tubuh, dan kau kehilangan banyak darah, tapi kau tidak usah kawatir aku sudah memberikan liquid klorofil sejam lalu"
Suaranya menenangkan, padahal sedang memberikan berita buruk tentang keadaanya. Suaranya meringankan rasa nyeri yang muncul ketika ia bernapas. Ia terus bicara sementara tubuhnya perlahan rileks.
"Bagaimana keadaanmu?" gadis itu bertanya dengan suara sangat merdu. Chanyeol tercengang, mulutnya membuka lebar ketika mendengat suaranya yang selembut beledu, begitu jernih.
Secara responsif ia langsung menyadari rasa sakit yang amat sangat di bagian kiri keningnya. Ia meletakkan tangan di keningnya.
"Aw," erangnya, terkejut saat menyentuh keningnya yang membengkak. "Babak belur, sepertinya"
"Luka-lukamu parah sekali, aku akan memberikanmu obat bius "
Chanyeol tau ia bisa merasakannya sekarang.
"Tidak," gumamnya, berusaha menghilangkan rasa sakit .
"Aku tidak mau di bius, aku tidak mau melewati sisa hariku dengan memejamkan mata saja"
"Kau takkan mati sekarang." Ujarnya. Suaranya nyaris seperti bisikan.
Gadis itu duduk di bangku lain sambil mengobati luka disekujur tubuh Chanyeol. Gadis itu terlihat sangat baik, sepertinya Chanyeol tidak perlu kawatir lagi.
"Maaf soal semalam, aku tidak sempat membalas sapaanmu"
"Tidak apa-apa, semua orang pasti bereaksi begitu ketika pertama kali melihatku" Gadis itu nyaris berdendang dengan suaranya yang sehalus bulu. Hingga membuat Chanyeol tercengang mendengar suaranya.
Chanyeol mengerjapkan mata berusaha menjernihkan pikiran, mengumpulkan kekuatan untuk mencoba duduk, kepalanya berputar-putar kembali.
"Hati-hati," ia mengingatkan. Suara yang indah- lembut bagai beledu bahkan saat sedang waswas.
Chanyeol menyandarkan tubuhnya dan meregangkan otot-otot kakinya. Kelihatannya masih berfungsi dengan baik. Chanyeol merasakan nyeri di dadanya ketika menghirup nafas dalam-dalam. Ia mencoba mengendalikan napasnya yang tersengal-sengal. Rusuknya nyeri.
"Siapa namamu?"
"Asher__Asher Keter, dan kau Chanyeol" jawabnya, nada suaranya rendah dan indah.
"Bagaimana kau tau namaku?"
"Tidak perlu ditanyakan, kau seperti pamvlet-pamvlet yang tertempel dipenjuru kota" ujarnya selembut satin.
Chanyeol tau nama itu bukan berasal dari zaman yang ia tinggali sekarang. Nama itu terdengar sangat asing, seperti nama di awal tahun masehi atau pada kitab taurat.
"Ada luka robek yang besar sekali di bahu kirimu, kau tidak keberatan membuka bajumu, aku akan mengobati lukamu" suaranya yang merdu bak beledu membuat Chanyeol nyaris meneteskan air liur.
Chanyeol berusaha mengumpulkan pikirannya yang tercecer setelah mendengar suaranya. Itu Bukan sepenuhnya salah Asher, bahwa suaranya begitu menggoda. Suaranya begitu membujuk, begitu mustahil untuk ia tolak. Seperti daya sihir. Chanyeol menilai beginilah suara iblis yang menggodamu, kau tidak akan bisa menolak godaanya. Mendengar suara seperti itu, pasti kau tidak akan percaya kalau kau masih di dunia ini.
Chanyeol membuka kancing kemejanya tanpa berpikir lagi dengan tangannya yang sehat. Chanyeol meringis ketika rusuknya terasa ketarik.
"Biar aku bantu," Asher menawarkan, lagi-lagi dengan suara bujuk rayu itu. Asher menyibakkan kemeja putih Chanyeol yang penuh noda darah dengan hati-hati.
Mata Asher tidak dapat menyembunyikan kekagumannya melihat tubuhnya yang putih tampak atletis. Ditambah rambut gelapnya berantakan membuatnya terkesan seksi dalam cara yang tidak biasa.
Ia menatap wajah Chanyeol sekilas lalu cepat-cepat menunduk__berusaha mengalihkan pandangannya dari wajah Chanyeol. Chanyeol melirik dadanya yang penuh darah mengering, terdapat luka robek panjang vertikal dari atas bahu hingga bagian selangka.
Chanyeol meringis perih saat Asher menekan-nekan, membersihkan bagian sekitar lukanya dengan handuk bersih. Asher memeriksa lukanya, dan mengambil pinset yang sebelumnya disterilisasi dengan alkohol.
Bau alkohol membakar hidung Chanyeol. Asher mulai mengorek-ngorek lukanya, memastikan semua serpihan kaca telah diambil. Lalu ia mengambil peralatan baru, jarum dan benang.
Sementara itu Asher mulai menjahit lukanya-tanpa pembiusan. Chanyeol berusaha untuk tidak memikirkan rasa sakit dari sensasi tarikan yang mulai terasa di pinggir-pinggir kulitnya dengan mengajaknya ngobrol. Karena, sepertinya suaranya dapat meredakan sakitnya
"Terima kasih telah menolongku? Aku merasa nyaris mati tadi"
"Kau pemberani" pujinya. Suara Asher terdengar menggoda, entah disengaja atau tidak.
Chanyeol yang mendengar pujiannya serasa mau meledak, karena intonasi suaranya yang sangat merdu, seolah-olah ia memujinya setinggi langit.
"Aku tidak menyangka kau melakukan perlawanan, selama aku tinggal disini hanya kau yang berani melawannya"
"Aku tidak akan membiarkan penyihir busuk itu mendapatkan apa yang ia inginkan"
"Aku takjub bahwa kau memberikan perlawanan. Asal kau tau, Blink Warlock adalah inti utama Forces baru bermunculan- dialah alasan mengapa bulu kuduk petinggi Klan meremang saat namanya muncul. Ia adalah hakikat mimpi buruk yang sebenarnya, kengerian di balik insting para Forces. Dan Aku senang kau menentangnya." Suaranya semanis madu dan memabukkan membuat rasa sakit yang ia sadari hilang seperti tak pernah ia rasakan sebelumny
Comments