Chapter 32

The 13th Fates
Please Subscribe to read the full chapter

Telepon berdering.

"Itu pasti Dad," terka Amber. Ia langsung bangkit, melempar piring kotor ke wastafel lalu menyambar telefon disamping lemari pendingin.

"Hallo, Dad.." seru Amber.

"Ini aku," jawabnya. Sikap Amber serta merta berubah.

"Oh..kau, Chanyeol.." Matanya langsung berubah datar, wajahnya kosong.

"Aku di depan pintu" kata Chanyeol masam.

Amber mendesah dan menatap keluar jendela, ternyata benar mobil putih milik Chanyeol terparkir diluar pelataran rumahnya. Amber menutup teleponnya.

Mendadak pikiran Amber jadi tidak karuan. Amber berjalan ke arah pintu, ragu-ragu Amber meraih gagang pintu. Selama beberapa detik Amber berdiri di ambang pintu, sementara itu Chanyeol diluar gelisah menunggu Amber membukakan pintu untuknya. Amber menarik nafas dalam-dalam dan membuka pintu setengah.

"Amber," Chanyeol menatap Amber dengan ekspresi putus asa.

Amber tidak berdaya melihat wajah Chanyeol. Ternyata Amber benar-benar tidak bisa menjaga jarak dengannya. Amber tidak tega melukai hati Chanyeol, terlebih karena ia sudah begitu sering kehilangan Chanyeol. Tidak bijak bila Amber harus melakukan hal yang sama hanya untuk kepentinganya, agar Chanyeol tau apa yang selama ini ia rasakan, harus terus menerus merasakan deja vu. Amber memunggunginya tanpa mengatakan apapun dan Chanyeol masuk sambil menutup pintu dibelakngnya.

"Kau masih marah denganku?" tanyanya, suaranya bergetar menahan kalut.

"I've got a lot of apologies to make, I feeling so sorry for myself all the time. I'm so sorry I put you in harms way. I know I'm an idiot and reckless. That was selfish and stupid and it won't happen again." mendengar nada sesal dalam suaranya membuat Amber beku dan merasa sedingin salju.

"Kumohon maafkan aku," pintanya. "Kau sungguh membuatku tak berdaya. Tapi sekarang aku dalam keadaan sangat terkendali, kau tidak perlu takut." Ia menunggu, tapi Amber masih tak sanggup bicara.

"Aku seharusnya pergi saja dari dulu," desahnya. "Aku seharusnya sudah meninggalkanmu sekarang. Tapi aku tak tahu apakah aku bisa." Chanyeol hendak keluar dari rumah Amber.

"Aku tidak ingin kau pergi," gumam Amber sedih, seraya menahannya. Amber terengah-engah mengatakan itu, karena terlalu lama memendam rindu yang tak dapat dibendung lagi. Chanyeol perlahan menghampiri Amber.

"Aku kehilanganmu," mulutnya bergerak-gerak nyaris tanpa suara. Sebelah tangannya terulur pada Amber. Jari-jarinya membentang, seolah berharap jari-jari itu cukup panjang untuk menjembatani jarak yang membentang di antara mereka.

"Aku juga," ujar Amber tercekat. Tangan Amber terulur ke arahnya melintasi jarak yang lebar.

Seolah terhubung, gema kepedihan hati Chanyeol memilin hati Amber. Kesedihannya adalah kesedihan Amber juga.

Chanyeol meraih tangan Amber. Amber merasakan kembali betapa panas kulitnya bersentuhan dengan kulitnya. Kulitnya panas membara di bawah jari-jari Amber, sama seperti yang lalu-lalu. Seolah-olah ia masih demam tinggi, manusia normal pasti sudah mati dengan suhu tubuh seekstrim ini.

Sekarang Amber mengulurkan tangan untuk menyusuri lekuk lengan bawah Chanyeol yang terbuka dengan ujung jari. Jemari Amber gemetaran menyentuh bagian lengan Chanyeol. Dengan lembut tangan Amber menyusuri otot lengannya yang sempurna, mengikuti jejak urat-urat tipis di lengan menuju lipatan sikunya. Lalu perlahan naik lagi hingga ke leher kemudian pipinya.

Chanyeol memperhatikannya, menyentuh tangan Amber diwajanya, menciumi telapak tangannya. Ia memejamkan mata, larut dalam kecupannya ke tangan Amber, lalu menatap Amber dengan penuh cinta. Ia memejamkan matanya lagi. Amber membelai dahi hingga pelipisnya dengan lembut, lalu mengusap kelopak matanya.

Kemudian ia telusuri bentuk hidungnya yang sempurna, dan dengan sangat berhati-hati ia telusuri lekuk bibirnya. Bibirnya membuka di bawah jarinya, Amber bisa merasakan embusan napasnya yang panas di ujung jemarinya, dan bibir itu bergerak perlahan membentuk senyuman.

"Katakan, apa yang kau pikirkan?" bisiknya.

"Aku berharap dapat memercayai bahwa semua yang ada pada dirimu nyata. Dan aku berharap aku tidak takut." Ucapnya sambil tertunduk.

"I know this is can be very scary thing for you__i know you probably feeling frighten right now, tapi aku tidak ingin kau takut," Suaranya menggumam pelan di bawah jemarinya.

Amber mendapati Chanyeol menatapnya begitu lekat, seolah ia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari sepasang bola mata bulat dan tajam itu.

"Aku tidak takut Chanyeol. Hanya saja, ternyata aku masih belum cukup terbiasa" Bayangan menyeramkan hari itu kembali merayapi pikiran Amber.

Chanyeol merengkuh wajah Amber dengan tangannya yang besar dan kelewat panas, memegangnya hanya beberapa sentimeter dari wajahnya. Chanyeol menatap mata Amber dalam-dalam, lalu mendekatkan wajahnya ke telinga Amber. Pipi Amber mulai panas di bawah telapak tangan Chanyeol, tapi Chanyeol tidak menyadarinya, karena kulitnya sendiri panas.

"Aku berharap kau dapat menerima keadaanku lebih dari yang aku inginkan, karena aku memiliki cinta yang tak terbatas itu untukmu" bisik Chanyeol. Chanyeol menarik wajahnya kembali lalu menyunggingkan senyum kesukaan Amber.

"Apa aku terlalu panas untukmu?" Ia mengucapkan kata-kata itu tepat di wajah Amber, bisa ia rasakan embusan napasnya yang panas di pipinya, embusan napas yang sepanas kulitnya.

Tiba-tiba wajahnya berkerut menahan sakit seperti yang Amber kenali. Mendadak Amber kalut kembali melihat ekspresi itu. Amber berjingkit untuk merengkuh wajah Chanyeol dengan kedua tangannya agar lebih dekat.

"Ya, tapi aku menyukai itu, kau adalah matahari pribadiku"

Chanyeol menyunggingkan senyum tipis dan mengangguk. Chanyeol menatap Amber sambil menggiringnya ke sofa ruang tamu dan menariknya ke pangkuannya. Lengannya melingkar di sekeliling tubuh Amber. Amber melingkarkan lengannya di leher Chanyeol. Mencengkeramnya erat-erat bagaikan pilar beton. Chanyeol tersenyum, matanya berkilat-kilat penuh canda.

"Itu adalah fakta dari diriku yang tidak bisa di sangkal, bahkan aku bisa menggoreng telur di dahiku, dan Sehun memberikanku julukan 'penggorengan anti lengket'" Ujarnya dengan tujuan membuat lelucon. Namun wajahnya memperlihatkan hal lain seperti ekspresi tak berdaya. Jadi Amber hanya tersenyum kecil mendengar itu.

Amber meringkuk dalam pangkuan Chanyeol, menempelkan pipinya ke dada Chanyeol, merasakan tarikan nafasnya yang teratur dan detak jantungnya. Chanyeol mendekapnya lebih erat lagi.

"Kau tau, betapa mudahnya aku marah," desahnya. Amber mengusap-usap lembut dada Chanyeol.

"Kau tau bahwa awal-awal perubahanku, aku sangat emosional, waktu itu aku bangun tidur dan kata Baekhyun rambutku seperti singa. Hanya itu, tapi aku langsung emosi. Kemudian aku..aku meledak. Aku sampai nyaris menyemburkan flamethrower-ku ke wajahnya-dan itu sering terjadi. Kris bilang setiap pada proses, awalnya memang selalu memiliki masalah pada pengendalian emosi, sehingga selalu mudah marah dan mengalami obsesif kompulsif tingkat 2"

Amber merasakan getaran dari dalam tubuh Chanyeol ketika menceritakan itu, Amber bergidik dan meletekan kepalanya di bahu Chanyeol dan mencium rahangnya, berharap itu bisa membantunya.

"Separah itukah, Chanyeol?" tanya Amber waswas.

"Ya, dan aku sangat tersiksa," jawabnya. "Rasanya berat sekali, dan aku selalu menganggap diriku seperti terperangkap dalam dunia kisah-kisah horor" Chanyeol menempelkan pipinya di kening Amber.

'Oh yeah! Dan sekarang aku ikut berada dalam dongeng itu bersamanya'

Sejenak mereka terdiam. Amber mencium aroma tubuh Chanyeol yang ciri khas, begitu menggoda dan menggelitik hidungnya. Amber menghirup sebanyak mungkin aroma tubuhnya dan mengembuskannya perlahan, wangi manis dan maskulinnya masih menempel di kerongkongan Amber.

"Apa bagian yang tersulit?" bisik Amber di rahangnya.

"Bagian tersulit adalah merasa...tidak memiliki kendali," jawabnya lambat-lambat "merasa seolah-olah aku tak yakin pada diri sendiri__seperti misalnya kau tidak seharusnya berdekatan denganku. Bahwa tak seorangpun seharusnya berdekatan denganku. Seolah-olah aku ini monster yang akan mencederai orang lain,

"Kemudian, melihat betapa mudahnya aku mencederai orang, walau Kris bilang bahwa aku lebih hebat daripada mereka semua-lebih hebat dari Pirokinesis manapun. Aku tidak butuh itu semua. Dan aku berpikir, itu artinya aku bisa lebih sadis lagi dari ini? Kris bilang aku harus mengurangi rasa kebencianku terhadap apapun, termasuk terhadap dirku sendiri."

"Apakah itu bagian tersulit pada dirimu?" suara Amber terdengar samar.

"Awalnya begitu," jawab Chanyeol. "butuh latihan yang gigih dan keyakinan yang kuat bahwa aku bisa berubah. Kris hanya sering bilang aku ini masih abu-abu, ia tidak menganggapku hitam sama sekali, tapi ia juga tidak menyangkal kalau memang aku bukan putih. Tapi ternyata lebih mudah bagiku bila membiarkan kekejianku menyeruak begitu saja ketimbang menahannya," Tubuhnya bergetar lagi seperti menggigil. Amber membelai wajah Chanyeol, ekspresi wajahnya melembut karena sentuhan Amber, dan ia mendesah seraya getaran tubuhnya yang berhenti.

"Terkadang aku membayangkan, apa jadinya bila tidak ada Lay. Berapa nyawa yang sudah aku renggut, berapa banyak yang harus aku bayar, dan aku lebih baik menghindar dari itu semua. Aku memang sudah sering kali menghindar, aku tau hanya orang pengecut yang menghindari kenyataan, tapi aku tidak pernah menyangkalnya, karena aku memang pecundang. Maksudku, siapa sih yang ingin menjadi mimpi buruk, menjadi monster,

"Pernah terpikir olehhku bunuh diri adalah jalan yang terbaik dari semua kekacauan yang telah aku perbuat" Suara Chanyeol berubah serius.

A

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
DrunkenWolf
Maafin ya guys yg udh komen dari tahun 2014 karena gue baru bisa aksesnya di tahun 2020 setelah berupaya meretes email sendiri yang terhubung ke akun AFF ini. Basi banget gak tuh yang komen dari tahun 2014 baru dibaca tahun 2020. Berasa kayak lagi berkelana waktu gitu 6 tahun kemudian baru di bales.

Comments

You must be logged in to comment
denihilda
#1
Chapter 25: 'yang bertahan yang menang' ini yg gue ambil setelah baca this fiction
ahh sampe paragraf terakhir masih gue pantau kali aja chanyeol muncul ehhh taunyaaa padahal suka chanberrr but at least ending nya happy lahh meskipun bukan sama chanyeol hahaha
liuliuyifan #2
Chapter 25: SAD ENDING AKU NANGIS BACANYA, seperti takdir ga menyatukan mereka, tp kasian amber sama chanyeol, paling kasian si chanyeol, ga rela baca endingnya. Thor knp kau biat sadending seperti ini, ada rasa ga rela amber sama kai harusnya sama chanyeol , aku jd ikutan galau, mending mereka mati,drpd saling tersiksa seperti ini/? Emg sih amber ga kesiksa dia ada kai, lah chanyeol bagaimana???T.T.
liuliuyifan #3
Chapter 20: Gregetan liat amber, dia tamak, aku paling ksian sama chanyeol
hernandaastri
#4
Chapter 25: maaf baru komen
ini sungguh end yg sangat 'menyedihkan' entah gak tau knapa rassnya sedih banget baca end nya
serasa seperti paksaan tpi sbenarnya bukan hanya saja tidak rela
sakit rasanya pas baca end nya agak sdikit tidak adil tpi itu memang yg terbaik untuknya
tpi tetap terlalu memaksa "bahagia bertepuk sebelah tangan"
haah y sudahlah ini memang yg terbaik untuknya dan kebahagiaannya
CHANBER selalu bersama dan selalu mencintai walau hanya dalam bayangan ....
diaheee11 #5
Chapter 9: wah keren banget ceritanya >< lanjut thor
abby_liu #6
jadi bingung mau baca dimana,
baca di blog yg udah lengkap chapter nya aja kali yah xD
okeyberliu #7
KAK INTAAAAAAN.....
TERNYATA LU D SINDANG JUGAAAA....
/sujud syukur/
KissontheW1nD
#8
Awww! This is cute! Thank God for translate XD
I hope more people read this!