Jessica pov  

Siang ini aku menuju kantor polisi untuk mengetahui perkembangan kasus pembunuhan ayahku. Sekaligus aku ingin menemuinya. Ada rasa khawatir saat mengetahui dia jatuh pingsan dan tak sadarkan diri. Tapi aku bernafas lega, mengetahui keadaannya membaik. Kenapa aku masih saja memikirnya?  

Baru saja lanykah kakiku memasuki pintu utama kantor polisi, dari kejauhan aku melihatnya berada di kursi roda dan dibelakangnya ada wanita separus baya yang mendorongnya. Apakah separah itu keadaannya? Apa dia dibebaskan? Namun saat jarak semakin dekat, aku merasa dia sedikit berbeda. Itu bukan dia. Tapi Park Hyojoon, sepertinya?  

Hyojoon : "jessica shi?" aku terhenti dan sedikit tersenyum. "I'm Hyojoon. Park Hyojoon. Dan ini ibu ku." memperkenalkan wanuta dibelakangnya. Aku tersenyum dan  melakukan bow, menghormatinya.

  Hyojoon : "Aku minta maaf  atas kekecauan akibat ulahku. Dan sangat minta maaf atas perbuatan adikku, jiyeon." ucapnya terlihat penuh penyesalan.  

Jessica :"tak perlu meminta maaf seperti itu. Semua bukan salah anda. Lagi pula semua telah terjadi. Mungkin ini yang disebut takdir."

  Hyojoon :"terimakasih atas kebesaran hatimu. Jiyeon beruntung bersamamu." pujinya.  

Jessica : "kau tak perlu berterimakasih, karena hatiku tak selapang itu. Aku dan jiyeon sudah tak ada hubungan apapun. Dan mungkin aku belum bisa melupakan prilakunya."

  Ibunya langsung berada disiku. Merangkul pundakku menenangku. Aku cukup rindu pelukan seorang ibu,  terlebih ibu meninggalkan kami 4 tahun lalu. Sungguh beruntung mereka memiliki ibu sehangatnya. Dan seharusnya jiyeon memikirkan perasaan ibunya.

  Hyojoon : "jessica shi,  aku akan mengembalikan surat penyerahan kekuasan MBK kepadamu. Mungkin besok kita bisa bertemu disana."  

Jessica : "tidak perlu. Karena perusahaan itu dari awal bukanlah hak saya. Nanti pengacara saya akan mengatur pemindahan itu agar lebih sah secara hukum. Dan saya harap anda tidak lagi menanam dendam kepada ayah saya agar ayah bisa tenang di alam sana."

  Hyojoon : "tidak, saya tidak akan mendendam lagi. Keadaan saya sekafang ini cukup menyadarkan saya. Terimakasih atas kemurahan hati anda Jessica-shi. Aku akan menganggap kau menanam saham saja di perusahan itu. Dan saya mencoba mengelolanya." ucapnya.  

Jessica : "kalau begitu saya permisi dulu. Ada yang saya bicarakan dengan ispektur Lee?" aku beranjak pergi.

  Ibu : "NOna Jung?" panggil seorang wanita yang membuatku terhenti, akhirnya suaranya terdengar. "Bisakah kau memberikan keringan pada anakku Jiyeon? Aku yakin dia menyesali perbuatannya." ucap wanita separuh baya sedikit memohon sembari memegangi tanganku.  

Jessica : aku tak tega melihat mata tersebut. Tapi aku tak bisa melakukannya bagaimanapun aku ingin hukuman yang setimpal untuk pembunuh ayahku. "Aku tak bisa berjanji Bu." raut wajahnya terlihat kecewa. "Maafkan aku Bu." ucapku pergi begitu saja, walaupun sebenarnya aku pun berharap aku bisa melakukannya.  

Aku memutuskan untuk mengunjungi Jiyeon terlebih dahulu. Selain ingin memastikan keadaannya, rasanya akupun ingin mengobati hatiku yang merindukannya. Aku berjalan menuju ruang perawatannya. Ruangan tersebut dijaga dua orang polisi. Polisi tersebut bertanya tentang keperluanku.

  Belum sempat ku membuka  pintunya penuh, aku melihatnya sedang membenturkan kepalanya sambil bertanya kenapa dan terus kenapa. Aku tak kuasa melihatnya. Apakah ini bentuk penyesalannya? Ataukah ini bentuk kekecewaannya atas yang terjadi pada dirinya sendiri? Aku tak pernah melihatnya seperti itu. Darah mulai terlihat di daerah keningnya.

 Aku terhenyak kaget saat wanita yang