its.. over

PHONE

Cita2 dari dulu pengen bikin fic kray yang angst loh, dan ini sama sekali gaada sedih2nya padahal pengen banget bikin kalian tambah galau *digampar*

Chapter ini efek dari dengerin lagu Beast yg will you be alright? Sambil baca Anterograde tomorrow-nya kaisoo T.T ditambah masalah *disensor*

Jadi dikasih WARNING kalo ini bakalan nambah aneh dan.. mesum kaya muka kris/slap/

 

 

 

 


 

Have you thought through the words you just spit out?

do you know that you can’t turn things back easily?

.

.

"Maaf. Tapi kita benar-benar harus berakhir."

  Aku mengepalkan telapak tanganku erat, sampai membuatku bisa merasakan kuku-kuku yang mulai menggores kulit. Aku butuh pelampiasan untuk emosi yang meningkat drastis, tak peduli apapun itu bentuknya. Bahkan mungkin sebentar lagi gelas berisi cappucino didepanku sudah akan menjadi serpihan kecil jika pria ini tidak berhenti membicarakan hal omong kosong.

"Jangan sembarangan mengucap kalimat seperti itu, Yixing. Tidak lucu sama sekali." suaraku terdengar semakin lirih dan tipis diakhir, menjadi deskripsi bagaimana sekaratnya seorang Wu Yifan sekarang. Sementara Yixing sama sekali jauh dari keadaan orang yang sedang melucu. Wajah manisnya terlihat datar, tak menunjukan satupun emosi. Hanya saja kedua telapak tangannya yang saling meremas membuatnya tampak sama gelisahnya dengan diriku.

"Apa aku terlihat seperti sedang bercanda dimatamu?"

Tidak. Bahkan ini pertama kali aku melihatnya seserius ini. Kembali aku mengeratkan genggamanku saat tak ada satupun kebohongan yang terlihat di mata coklat itu. Ini mimpi buruk.

"Yixing, dengar, aku minta maaf jika memang aku lah yang salah disini.."

"Ini bukan tentang siapa yang benar dan salah, Kris."

"Lalu kenapa? Aku selalu berpikir kita baik-baik saja selama ini. Kenapa tiba-tiba.."

"Kamu hanya berpikir aku baik-baik saja, karena hanya hal itu yang ingin kamu lihat dariku."

  Semua ucapan Yixing seakan terus memberi tamparan yang meski tak kasat mata tapi rasa sakitnya terasa nyata. Saat ini, aku masih belum bisa membantah apapun. Karena tak ada satupun dari ucapan Yixing yang salah. Akulah satu-satunya kesalahan disini.

  Kuraih segelas cappucino yang kupesan sejak pertama kali kami tiba di cafe ini. Menyesap cairan kopi yang mulai dingin itu, menyaingi rasa dingin yang menyerbu seluruh sendiku. Tanganku terlihat jelas gemetar saat meraihnya, persetan, aku sama sekali tidak peduli jika Yixing melihatku dalam keadaan selemah ini. Bahkan kalau perlu aku akan memohon padanya untuk menarik kembali setiap kata yang ia ucapkan padaku. Berakhir? Demi Tuhan, bunuh saja aku sekarang, Zhang!

.

Think of it twice, think it through again

(If you leave me) Will you really be alright without me?

Because you’re clumsy at everything without me

Because the you that I know is like a child.

.

  "Tapi semua hal punya alasan, Xing."

  Yixing mengangkat kepalanya, mata coklatnya menatapku penuh luka. Menyakitkan. Aku tau perasaannya tak lebih baik dariku saat ini. Hanya beberapa detik untuk ia memutuskan kembali kontak mata kami, apa untuk memandangku saja ia sudah tidak mau.

"Alasan? Apa kamu pernah ngasih alasan ke aku kenapa kamu pergi?"

  Pada akhirnya dia memang menatapku. Dingin, tak ada lagi Yixing yang hangat didepanku sekarang. Apa ini karma ku? Aku yang meninggalkan sekarang justru ditinggalkan. Dan Zhang Yixing tak pernah ada dalam daftar orang yang kuperkirakan akan memberiku karma tersebut.

"Setidaknya perasaanku tak pernah berubah sejak kepergianku." ya, kata 'pergi' tidak pernah berlaku untuk Yixing. Aku selalu berusaha ada disisinya, meski hanya setiap malam dan lewat sambungan telpon. Kupikir itu cukup, tapi sekarang..

"Dan kamu berharap aku melakukan hal yang sama?"

  Aku sama sekali tidak mengenal sosok dihadapanku sekarang. Matanya yang dingin, raut wajahnya yang keras. Ini bukan Yixing yang tujuh tahun kukenal.

"Aku pikir begitu.. Kamu, apa masih mencintaiku?"

Jawaban Yixing kali ini menentukan hidup matiku.

.

Rather than me without you, you without me makes me more worried

Because you’re not good at doing things on your own.

.

  Diluar dugaan saat matanya yang terasa dingin itu justru mengeluarkan air pedihnya. Yixing menangis dan menatapku dengan mata sendunya sambil bicara tegas, "Aku mencintaimu. Tapi aku ga pernah berpikir ini akan jadi hal yang bahagia."

  Aku masih diam. Melihat Yixing yang tangannya terus bergerak memutus aliran air dari matanya, ia terlihat sangat membenci hal itu, menangis. Atau mungkin si penyebab tangisan itulah kebenciannya sesungguhnya. Aku.

"Kris, tolong mengerti aku. Aku satu-satunya yang ibu dan nenekku punya, begitupun aku. Mereka satu-satunya yang ingin aku bahagiakan didunia ini. Aku ga mau bikin mereka kecewa karena hubungan kita."

  Ah, keluarga rupanya. Harusnya sudah bisa ku perkirakan dari jauh hari, sampai kapanpun aku tak akan menang dari ibu dan neneknya. Kuhabiskan tegukan terakhir dari cappucino di cangkirku. Yixing masih sibuk menangis dan menghapus langsung airmatanya. Entah kali keberapa aku membuatnya menangis seperti ini, terlalu banyak.

"Kita pernah janji untuk menghadapi bersama kan? "

  Masih akan kupertahankan hubungan kami sampai batas terakhir ujungnya. Yang mungkin akan terlihat sebentar lagi.

  Yixing menggeleng, tangannya masih bergerak mengusap daerah sekitar pipinya. Aku ingin sekali menggantikan fungsi sang tangan. Tapi Yixing sudah lebih dulu membangun dinding tebal tak kasat mata diantara kami.

"Ga bisa, Kris. Apapun caranya mereka tetap akan tersakiti."

  Lalu, ini caramu melukaiku?

"Dan berakhir adalah satu-satunya cara."

  Aku membuat kesimpulan tanpa nada bertanya lagi. Sekarang aku bisa apa? Memohon pun justru akan merusak jalan Yixing untuk membahagiakan keluarganya. Dikeluargaku yang memang berpikir liberal, sudah mendukung kami. Mungkin ini yang Yixing minta aku untuk mengerti. Berada di posisinya sekarang. Yang menginginkan keluarganya bahagia lebih dari apapun. Ya, apapun. Dan airmata pertamaku dihari ini terjatuh.

"Maaf."

  Bahkan saat aku memutuskan berhenti, ia tidak menangis. Ini tanda jika Yixing sudah melebihi batasnya.

"Janji tanpaku kamu akan baik-baik saja?"

.

Will you be alright? Even if I’m not by your side?

You get lonely so easily so even if you’re alone

Will you be alright? Without a person to argue with. Without a person to joke around and laugh with

If it’s okay with you…

.

  Anggukan kepala Yixing jadi awal sebuah akhir bagi kami. Aku percaya dia adalah orang yang akan menepati janjinya. Meski rasa sakitnya seperti ingin mati, tapi jika Yixing akan bahagia, akan kuturuti. Mengakhiri tujuh tahun kami hanya dalam beberapa kata.

"Baik. Ini keputusanmu, aku sudah pernah bilang sebelumnya bahwa tidak apa-apa saat aku tidak lagi ada dalam 'bahagia' milikmu."

  Meski kamu tetaplah satunya-satunya kebahagiaan untukku.

"Aku pergi, Zhang. Tolong jaga janjimu untukku."

  Melepasnya sama saja membunuhku, setelah ini, bersama dengan langkahku yang perlahan menjauh darinya, aku mulai berpikir tentang apa yang harus kulakukan mulai sekarang. Saat Zhang Yixing bukan lagi dipihakku dan memilih jalan yang sama denganku, pergi. 

"Kris."

  Aku berhenti melangkah tanpa berbalik menatapnya. Berdoa dengan tulus jika ini adalah satu tanda agar kami bisa bertahan sekali lagi.

"Apapun yang terjadi tolong jangan pernah menghubungiku lagi. Jangan berbalik dan memintaku kembali."

 Nyatanya ini justru menghancurkanku lebih jauh. Tarikan nafasku terasa sangat berat seiring dengan rasa sesak dan limpahan airmata yang coba kutahan. Mungkin Yixing juga sudah mencapai batasnya, aku yang lebih dulu pergi disini dan saat Yixing juga memilih pergi bahkan lebih jauh. Aku tak punya hak apapun untuk mempertahankannya. Dan menghancurkan diriku sendiri.

"Aku mencintaimu, Yixing."

  Dan Yixing masih menangis. Aku semakin hancur.

.

In the end, you start to cry – what am I supposed to do now?

How can I let you go? You are going to fall apart

.

.

.

"Kris!"

 Berhenti menyebut namaku, Xing, jika kamu memang ingin melukaiku lebih dalam. 

"Demi Tuhan, Wu Yifan!"

  Kenapa sekarang tubuhku terasa terguncang-guncang juga tamparan yang kurasakan dipipiku. Apa definisi 'hancur' itu benar-benar nyata?

"Aku bilang bangun, Wu! Buka matamu!"

  Bangun?

Pik

 Mataku terbuka dan pusing hebat menyerangku. Isi kepalaku terasa diputar sedemikan rupa. Putus dengan Yixing bisa berefek luarbiasa menyakitkan begini. Dan aku merasa air dari mataku kembali turun. Yixing..

"Minum dulu nih."

  Yixing membantuku duduk dan bersandar pada kepala ranjang. Aku menerima gelas yang ia berikan padaku dan meneguk habis air putih yang menjadi isinya.

"Thanks, Xing."

  Xing.

  Yixing.

  Zhang.

  Nyonya. 

"ZHANG YIXING?!"

  Aku meringis saat kepalaku yang isinya masih terasa berputar malah kena jitakan keras darinya.

"Masih pagi dan kelakuanmu sudah tidak waras saja, bodoh! Berteriak seperti itu, kamu pikir aku hantu?"

  Dia beneran Zhang Yixing, pacarku. Galaknya masih sama.

"Kamu kenapa sih? Nangis sesenggukan begitu saat tidur."

  Aku berkedip. Baru menyadari keadaan kami saat ini. Pakaian kami tersebar disetiap sudut ruangan kamar hotelku, dan itu berarti aku dan Yixing sekarang tidak mengenakan apapun selain selimut putih yang menutupi bagian pinggang kebawah. Aku menatapnya yang terlihat sekali cemas dan khawatir. Tidak jauh beda denganku, kulit putihnya yang kontras dengan warna hitam rambutnya tak tertutupi apapun. Dan oh selimut, kenapa kamu juga ikut menutupi bagian bawahnya sepertiku?

"Kris! Mimpi buruk?"

  Refleks aku menarik tubuhnya kedalam pelukanku. Sangat erat, bahkan rasanya aku bisa saja membuat kami mati sesak saat ini. Sekelebatan peristiwa di mimpiku muncul. Yixing yang dingin, semua ucapannya tentang berakhir, tangis putus asanya, larangannya agar aku tak pernah kembali. Semakin jelas, semakin aku mengeratkan pelukanku padanya. Menghirup aroma krim lembut yang herannya masih tercium saat keadaan bangun tidur begini.

"Sangat buruk."

 Dan tepukan lembut dipunggungku terasa amat menenangkan. Seolah memberi kepastian jika Yixing masih disampingku.

  Bisa kudengar helaan nafasnya yang berat, "Apa mimpimu?"

  Aku diam. Memejamkan mata merasakan tepukan Yixing dikulit punggungku.

"Orang bilang, menceritakan mimpi buruk akan membuatnya jadi nyata."

  Yixing menarik dirinya dari pelukanku. Aku menolak. Tapi akhirnya menurut saat tatapan matanya memberiku keyakinan bahwa ia tidak akan kemana-mana. Iya sih, memang Yixing mau kemana dengan keadaan telanjang begini?

"Katanya lama tinggal di negeri barat, tapi sama hal-hal begitu masih percaya aja."

  Senyumnya yang tampak polos sangat tidak serasi dengan keadaan tubuh penuh kissmark begitu. Hasil karyaku tentu saja. Aku baru sadar semalam langsung menjemputnya setelah acara pesta yang diadakan agensi, membawanya ke hotelku dan melakukan 'pesta' khusus untuk fans super eksklusif sepertiku.

  "Lagipula satu-satunya orang yang harusnya mimpi buruk disini itu aku! Badan sakit semua gini gimana mau tidur nyenyak."

  Rasanya lega sekali masih bisa mendengarnya menggerutu dengan bibir mengerucut begitu, mengalihkan sejenak fokusku dari si mimpi buruk sialan!

"Apa? Jangan melihatku begitu! Ga ada yang namanya morning ya, sudah cukup semalaman kamu bikin badanku sakit semua! Siang ini aku juga sudah harus kembali ke dorm.. Mmmpph"

  Si cerewet ini sepertinya tak akan berhenti mengoceh jika tidak pakai cara yang frontal 

begini. Kulumat saja bibir tebalnya itu sedikit kasar. Seketika ocehannya berubah jadi desahan seksi. Catat, hanya aku yang bisa membuat si keras kepala Zhang Yixing dalam keadaan pasrah tak berkutik. 

  Tapi sialnya, bayangan wajah dingin Yixing dimimpiku muncul lagi. Aku melepas tautan bibir kami. Menghasilkan lenguhan Yixing entah kecewa atau refleksi kenikmatannya tadi. Yixing menatapku dengan mata sayu-nya yang khas.

"Yixing.."

"Hmm?"

  Bahkan hanya sekedar membahas mimpi itu lagi rasanya berat sekali. Bagaimana jika nanti benar-benar kejadian?

"Will you be alright without me?"

  Alisnya menyatu. Ia menggeser tubuhnya agar semakin menghadapku, menjadikan tatapan kami berada disatu garis lurus. Wajahnya datar, tapi tidak dingin. Terlihat bengong tapi aku tau dia memikirkan sesuatu.

"No. Absolutely no."

  Memang singkat dan tidak berbelit, begitulah Yixing. Namun keyakinan yang ia letakkan dalam kalimatnya tak terbantah sama sekali. Aku menghela nafas lega lagi, setidaknya ini akan jadi alasan untuk aku agar tidak pernah melepasnya.

"Jadi jangan pernah memintaku untuk melepasmu, Yixing. Karena aku tau kamu ga akan baik-baik saja tanpaku."

  Senyum itu kembali terlihat. Zhang Yixing dan senyumannya adalah dua hal terbaik didunia. Kali ini, gantian Yixing yang menabrakku dengan pelukan. Hembus nafasnya yang lembut menyapa leherku. Aku memejamkan mata sambil melingkarkan tangan dipinggangnya. Memberiku keyakinan sekali lagi, bahwa hingga detik ini Yixing masih dipihakku. Bahkan mungkin untuk milyaran detik kedepan.

"Kamu mimpi apa sih? Pagi-pagi mendadak mellow begini."

"Yang pasti tidak seindah kita semalam."

  Pelukannya terlepas. Yixing menatapku tajam. Aku nyengir.

"Selalu saja merusak suasana!"

  Bibirnya mengerucut lagi, jadi kukecup saja. Rambut hitamnya yang memang berantakan, semakin kuacak-acak. Ah, rasanya sudah lama sekali kami tidak bercanda saat bangun tidur.

"Katakan sesuatu."

"Apa?"

"Seperti 'Wu Yifan, aku sungguh mencintaimu!' lengkap dengan love sign diatas kepala."

"Iyuh, memang aku fangirl girangmu!"

  Bentakan kesalnya menghasilkan tawaku pagi ini. Aku tertawa sambil menenggelamkan tubuhku kedalam balutan selimut putih tebal ini. Sepenuhnya melupakan mimpi buruk tadi. Dalam hati aku sungguh bersumpah untuk tidak akan pernah melepasnya apapun yang terjadi, walau Yixing sendiri yang memohon langsung padaku. Aku akan menjaganya disisiku. Menghadapi semua masalah didepan dengannya.

  Tawaku berhenti saat sadar Yixing tidak lagi ada diranjang. Dia mulai melangkah untuk mengambil celana jeans hitamnya yang entah bagaimana-aku lupa- bisa sampai didepan pintu ruangan. Kami terlalu bersemangat sepertinya semalam. Dan perlu dicatat lagi, dia melangkah tanpa menggunakan apapun. Iya, telanjang. Duh, Tuhan memberiku ujian yang berat sekali pagi ini.

"Mau kemana?"

  Aku memperhatikannya yang mulai mengenakan seluruh bawahannya. Dan tertutup sudah pemandangan indah untukku!

"Kemana saja. Karena sedikit lagi lebih lama diranjang bersamamu, keselamatanku terancam."

  Aku melenguh kecewa. Ah, Yixing tidak asik sekali.

"Aku pinjam kaosmu, Kris. Nanti kalo mau pulang baru kupakai kemejaku lagi."

  Bahkan aku belum menjawab iya pun, Yixing tetap membongkar isi koperku dan mengambil kaos berwarna hitam dengan gambar tengkorak besar ditengahnya. Dalam sedetik kaos itu sudah menutup sempurna tubuh bagian atasnya, jangan tanya tentang ukurannya, tentu saja kebesaran ditubuhnya yang memang makin kurus.

"Yakin ga boleh nambah satu kali lagi, Xing? Sebelum aku pakai baju nih."

  Aku duduk ditepi ranjang dan menemukan seluruh pakaianku semalam berserakan tepat di bawah kakiku. Sementara Yixing malah sudah berjalan menuju counter dapur disudut ruangan. Tak ada kesempatan sepertinya.

"Sangat teramat yakin, Tuan Wu. Aku lapar jadi ingin makan bukan 'dimakan'. "

  Dengan jengkel aku mulai mengenakan pakaianku. Yixing sering sekali tidak peka dengan keadaan, memang kapan lagi aku bisa menyentuhnya. Seperti bertemu setiap hari saja.

"Pesan sesuatu deh, Kris. Aku lapar nih."

  Benar juga ini sudah hampir jam 10 pagi, bahkan makanan kami nanti sudah tidak bisa dibilang sarapan.

"Malas makan masakan hotel ah. Aku kangen masakanmu."

  Sungguh aku merindukan saat-saat dimana dia memasak dan aku beserta member yang lain hanya duduk menunggu di meja makan. Lalu Yixing yang mulai menggerutu tentang kenapa harus dia yang mengerjakan semua itu. Aku tersenyum mengingatnya.

"Setelah membuat badanku sakit semua, sekarang kamu suruh aku masak? Bagian mana dari ini semua yang bisa disebut hadiah, Wu?"

"Hadiahnya kan ada dibagian kamu yang mendesahkan namaku dan menyuruhku untuk bergerak lebih cepat.."

"Oke, cukup."

  Wajahnya yang memerah itu terlihat lucu sekali. Aku bangkit berdiri untuk menghampirinya setelah selesai memakai pakaian.

"Jadi apa yang bisa dimasak disini?"

  Yixing memperhatikan counter dapur yang memang hampir tak terisi apapun, wajar saja, aku baru menginap disini dua hari yang lalu. Aku membuka salah satu laci di counter, untung semalam aku sempat membeli beberapa bungkus ramyeon instan.

"Ini, hanya ada ramyeon."

  Lagi-lagi aku mendapat tatapan sinis Yixing.

"Apa?"

"Kalau begini, namanya bukan masakanku tapi masakan pabrik."

  Meski menggerutu dia tetap mengambil dua bungkus ramyeon dan mulai menyiapkan panci kecil untuk merebus air. Aku tersenyum memperhatikannya.

"Yang pentingkan kamu yang masak."

"Karena aku sedang lapar, kumaafkan."

  Memang kapan aku minta maafnya? Tapi aku memilih diam saja. Lebih baik menonton tv daripada bicara lagi dan mood Yixing menjadi tambah buruk. Aku duduk disofa depan tv LCD yang langsung kunyalakan, sementara Yixing tentu saja masih berkutat didapur dengan ramyeonnya. Yah, itung-itung aku melatihnya menjadi suami yang baik untukku nanti.

  Dan mimpi buruk sialan itu tetap akan berakhir sebagai sebuah mimpi. Berakhir.

.

.

.

...


 

 

 

Udah ya, utang naik rated-nya lunas. Serius ini udah naik meski cuma setengah dan ga full/?

Haaaahh ini cuma aku doang yg ngerasa cobaan hidup makin berat apa gimana ya? Terutama belajar mengikhlaskan sesuatu itu loh, wajib tapi beratnya minta ampun! *maaf curhat*

Kali ini terserah deh mau comment apa nggak, aku ga mau nambah beban hidup kalian jd seberat aku Hiks

Fighting! Kita dikasih cobaan karena kita emang kuat, apalagi mereka yang disana, apalagi Yixing.. Duh

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
llalallala
sebenernya ini udah ga niat dilanjut, tp krn banyak tambahan subscribers dan viewers jd berubah pikiran.. buat yg udh Comment jg makasih byk, kalian yg terbaik!

Comments

You must be logged in to comment
KrAyFanXing #1
Chapter 35: . udah lama ga main ke sini lagi ...
. masih setia sama mereka walau berat ...
. mereka ga mau main kode2 lagi kayaknya , mau langsung aja hahaha ...



. tetap lanjut ya ,, semangat ... :D
caca_jung
#2
Chapter 35: Chapter 32: aku msh bertahan bahkan menunggu terus kode dri merka dan selalu nunggu phone terus lanjuttt.. tiap chapternya bikin buat emosi gue campur aduk sama kaya ceritanya..
Aakjendol #3
Ooooo..akhirnya..lanjuuut...juga..kange..udh gregetan lihat kode2 bertebaran...brrsa phone kyak beneran aja...hhh.btw..tetap shat n semangat..ya
CuteEvil #4
Chapter 35: Dan juga, saya lupa bilang, saking sukanya saya sama phone, cerita ini sudah saya baca berulang2 dan hebatnya saya nggk pernah merasa bosan
Sorry thor, saya komennya kebanyakan, soalnya saya bener2 semangat
CuteEvil #5
Chapter 35: Saya masih bertahan, dan berkat author semangat saya bertahan semakin besar...
Uuh, ini keliatan nyata dan selalu keliatan nyata, salah satu alasan kenapa saya selalu nunggu phone untuk update...
Maaf, saya bru menampakkan diri di episode yang bikin baper ini, tapi thor sebenernya saya penggemar berat phone dan author lallalalla...
Semoga author sehat selalu, dan fanxing semakin banyak memperlihatkan kode mereka oh atau kalau perlu go publik aja terus nikah...
Saya tunggu kelanjutannya thor...
Dan saya berterima kasih karena author tetap melanjutkan cerita ini...
KikyKikuk #6
Chapter 35: Mereka yg kena badai tapi kok ya aku yg mau nyerah..
:')
Hahhhh
Gak faham dek mau komentar apa
Nyesek aja sih intinya
MYixing10 #7
Aku disini masih setia jadi KLS..haha terima kasih untuk tetap bikin cerita tentang mereka.. Ditunggu cerita selanjutnya....
chamii704 #8
Chapter 35: Aaah...crita'a berlanjut kmbali...masih ad dikapal mereka..wlw mngkin kebanyakan istirahat didermaga(?) Karna kesibukan mrk...tp ttp nunggu agr kapal berlayar kmbli ^^
kutunggu crita berlanjut
healaynicorn #9
Chapter 35: OMGOMG!!! UR BACK!!?? YAY!!!!! thank u so so so much!! update lagi ya author-nim *wink* eheheh