Emptiness

Salty Salt

Salju mulai berjatuhan menyelimuti kota Seoul. Seketika itu juga aku teringat akan masa-masa itu. Masa-masa yang begitu indah. Kuingin mengulang semua itu, tetapi aku tahu hal itu mustahil. Kuingin membuat kenangan baru, tetapi bersamamu saja tidak. Di mana kuharus mencarimu, Mina?

“Baiklah, hari ini kita akan membahas tentang perang Imjin. Kurasa kalian semua tidak asing lagi dengan itu,” ucap seorang profesor yang sedang mengajar saat itu.

Perhatianku langsung tertuju pada profesor. Entah mengapa jantungku terasa berdebar-debar. Semua kenangan tentang perang itu terputar ulang di kepalaku seperti sebuah film. Sungguh tidak ada satu hal pun yang kulupakan meskipun empat ratus tahun telah berlalu. Semuanya tetap ada dalam memoriku walaupun aku sudah terlahir kembali.

“Saya akan menunjuk satu orang untuk menjelaskan tentang perang Imjin secara singkat. Kau, yang di ujung, coba sebutkan apa yang kau tahu tentang perang Imjin,” ucap profesor itu sambil menunjuk ke arahku.

Sesuai dengan perintah profesor itu, aku berdiri lalu mulai menyebutkan segala hal yang ada dalam memoriku. Semua hal yang kuketahui tentang perang itu. Dengan berapi-api, aku menceritakan semuanya. Segala hal yang kualami dan yang kurasakan selama perang itu. Tanpa kusadari air mataku mulai mengalir.

“Mari kita beri tepuk tangan untuknya! Penjelasanmu sungguh luar biasa, anak muda. Kau menceritakan semua hal itu seolah-olah kau mengalaminya. Kau sungguh mendalami materi ini,” ucap profesor sambil memberi tepuk tangan. Para mahasiswa yang lain pun ikut memberi tepuk tangan.

Aku hanya bisa mengucapkan terima kasih lalu kembali duduk. Entah mengapa aku tak bisa mengendalikan emosiku. Mengingat semua hal itu membuat perasaanku bercampur aduk dan tentu saja membuatku semakin rindu dengannya. Mina, berapa lama lagi kuharus menunggu?

—————————————————————
“Chaeyoung, sebelah sini!”

Aku berjalan menuju sebuah meja di mana kedua sahabatku telah menungguku. Mereka menyapaku dengan penuh semangat dan aku hanya bisa tersenyum untuk membalasnya. Jujur saja, perasaanku masih bercampur aduk. Kurasa aku butuh hiburan dari merka berdua.

“Hei, kudengar kau habis mendapat pujian dari profesor ya?” tanya Momo, sahabatku sejak SMA.

“Kau tidak perlu menanyakan hal itu lagi, Momo. Kau tahu kan dia sangat jago untuk urusan sejarah Korea,” ucap Jeongyeon, sahabatku yang baru kukenal saat kuliah.

“Memang sahabatku yang satu ini sangat hebat~” ucap Momo lalu mencubit kedua pipiku.

“Bersabarlah menghadapi Momo. Dia memang selalu begitu,” ucap Jeongyeon sambil menepuk-nepuk pundakku.

“Bilang saja kau iri, Jeongyeon~” ucap Momo lalu mencubit kedua pipi Jeongyeon.

“Jauhkan tanganmu itu dari wajahku,” ucap Jeongyeon sambil menyingkirkan kedua tangan Momo.

“Dasar jahat. Aku dengan Chaeyoung saja,” ucap Momo lalu tiba-tiba memelukku.

Aku hanya bisa tertawa melihat mereka berdua. Melihat tingkah mereka berdua saja sudah cukup untuk menghiburku. Mereka berdua memang sudah saling mengenal sejak kecil. Sedangkan aku baru mengenal Momo saat SMA dan mengenal Jeongyeon saat kuliah. Aku dapat mengenal Jeongyeon pun karena Momo.

“Hei, kalian mau ke karaoke tidak? Hari ini aku yang traktir!” ucap Jeonyeon dengan semangat.

“Ada apa ini? Nampaknya hari ini kau begitu bersemangat,” ucap Momo dengan nada curiga.

“Menurutmu??” ucap Jeongyeon sambil tersenyum dengan lebar.

“Apa jangan-jangan pacarmu akan datang?” tanyaku dengan penasaran.

“Apa? Sana akan datang?” tanya Momo dengan terkejut.

“Jadi.. tebakanmu benar, Chaeyoung! Ah, senangnya!!” jawab Jeonyeon dengan penuh kegembiraan.

“Apa? Kenapa Sana tidak mengatakannya padaku?” tanya Momo dengan nada kekecewaan.

“Mungkin karena aku pacarnya? Jelas dia memberitahuku lebih dulu,” jawab Jeongyeon dengan santai.

“Tidak mungkin Sana tidak memberitahuku lebih dulu,” ucap Momo dengan nada kesalnya.

“Sudah, sudah. Dia pasti punya alasan tersendiri. Coba dulu bicara dengannya. Kalian kan sudah berteman sejak kecil,” ucapku untuk menenangkan Momo.

“Lalu sampai kapan dia di sini?” tanya Momo.

“Dia akan menetap di sini,” jawab Jeongyeon.

“Apa? Lalu bagaimana dengan usahanya di Amerika?” tanya Momo yang tampak terkejut.

“Dia akan membuka usaha baru di sini dengan Mina,” jawab Jeongyeon.

Mendengar nama itu jantungku langsung berdebar dengan kencang. Setiap kali aku mendengar seseorang menyebut nama itu, selalu muncul sebuah harapan kecil dalam hatiku. Berharap bahwa dialah orang yang kucari selama ini. Apakah mungkin dialah orangnya? Sungguh rindu ini telah menghancurkanku.

“Jadi, Mina juga ikut ke sini? Kenapa mereka berdua tidak memberitahuku? Teganya mereka melupakanku,” ucap Momo dengan nada sedih.

“Aigoo, Momo jangan khawatir begitu. Sebentar lagi mereka pasti akan memberitahumu. Aku tahu duluan karena aku yang menyarankan mereka,” ucap Jeongyeon sambil mencubit pipi Momo. “Kau imut sekali saat kesal.”

“Bagaimana aku tidak kesal? Kedua sahabatku bisa-bisanya melupakanku,” ucap Momo.

“Tidak mungkin mereka melupakanmu. Kita semua sudah bersama sejak kecil,” ucap Jeongyeon lalu tersenyum dan mengelus kepala Momo.

“Ehem ehem..” aku berpura-pura batuk di hadapan mereka. “Memangnya kapan mereka akan datang?”

“Hmm.. mungkin bulan depan. Memangnya kenapa?” jawab Jeongyeon.

“Ehm.. aku hanya..” ucapku lalu diinterupsi oleh Momo.

“Apa kau penasaran dengan pacarnya Jeongyeon? Selama ini Jeongyeon tidak pernah menunjukkan fotonya padamu, kan?” tanya Momo berusaha menebak apa yang ada dalam pikiranku.

“Ah, benar.. aku tidak pernah menunjukkan fotonya padamu ya,” ucap Jeongyeon lalu tertawa.

“Kenapa kau tidak pernah menunjukkannya sih?” tanya Momo penasaran.

“Kecantikan Sana dapat membuat semua pria jatuh cinta padanya. Jadi, aku tidak bisa mengumbar-ngumbarnya begitu saja,” jawab Jeongyeon.

“Dasar protektif.. sini biar kutunjukkan padamu, Chaeng,” ucap Momo lalu mengambil handphonenya.

“Eits, eits, eits.. jangan!” ucap Jeongyeon lalu mencegah Momo menunjukkannya padaku. “Tenang saja, aku pasti akan mengenalkannya pada Sana. Lagipula dia sahabatku, kan? Tidak mungkin aku tidak memperkenalkannya pada Sana.”

“Dasar aneh. Chaeyoung tidak mungkin mengambil pacarmu, Jeongyeon. Kau terlalu protektif,” ucap Momo membelaku.

“Sudah, sudah. Aku tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Aku paham perasaannya sebagai sesama pria,” ucapku lalu menepuk-nepuk pundak Jeongyeon.

“Pemikiran pria memang aneh. Aku tidak pernah paham. Apa mungkin karena ini aku tidak pernah punya pacar ya?” ucap Momo yang membuatku dan Jeongyeon tertawa.

“Orang yang ada di depanmu ini juga tidak pernah pacaran. Kenapa kalian tidak pacaran saja?” tanya Jeongyeon.

“Apa?!” ucapku dan Momo secara serentak.

—————————————————————
“You're my heart shaker, shaker
놓치기 싫어
I don’t wanna miss this chance
You're my heart shaker, shaker
어떡해
What do I do?

Jeongyeon menyanyikannya dengan penuh kegembiraan dan menghiraukan kami seakan-akan kami tidak bersamanya.

“Jeongyeon benar-benar bahagia hari ini,” bisik Momo padaku.

“Iya, dari tadi dia menyanyikan lagu itu terus,” ucapku sambil tersenyum melihat Jeongyeon.

“Kau sendiri dari tadi belum menyanyikan apapun. Apa kau tidak mau nyanyi?” tanya Momo padaku.

“Hmm.. mungkin aku akan menyanyikan Knees setelah Jeongyeon selesai menyanyi,” jawabku.

“Kau selalu menyanyikan lagu itu setiap kali kita pergi karaoke,” ucap Momo mengomentari ucapanku sebelumnya. “Hei, Jeongyeon! Kau sudah menyanyikan itu hampir 10 kali. Gantianlah dengan Chaeyoung!”

“Baiklah, baiklah!” jawab Jeongyeon lalu menyerahkan microphone yang ada di tangannya kepadaku.

Aku mengambil microphone itu lalu berdiri dan bersiap-siap untuk menyanyi. Aku menarik napasku dalam-dalam dan mulai menyanyikan lagu itu. Lagu yang mengungkap seluruh isi hatiku. Lagu yang benar-benar menggambarkan bagaimana perasaanku. Perasaan rinduku terhadapnya.

“모두 잠드는 밤에
At night when everyone is falling asleep,
혼자 우두커니 앉아
I’m sitting alone
다 지나버린 오늘을
I’m still awake
보내지 못하고서 깨어있어
Holding onto a day that has passed

Semua ini benar-benar menggambarkan kehidupanku. Ketika semua orang telah melupakan masa lalu mereka, hanya aku seorang yang mengingat masa laluku sampai detik ini.

“누굴 기다리나
Am I waiting someone?
아직 할 일이 남아 있었던가
Or do I have something to do?
그것도 아니면 돌아가고 싶은
If it’s not, then do I think of the place
그리운 자리를 떠올리나
That I want to go back to?

Aku sendiri bingung dengan semua ini. Harapanku perlahan-lahan mulai pupus. Apa sungguh semua yang kuingat ini nyata? Ataukah hanya imajinasi yang kubuat sendiri?

Aku menyanyikan bait-bait selanjutnya sambil membendung air mataku. Aku tidak ingin mereka melihatku menangis. Aku tidak ingin mereka melihat betapa hancurnya hatiku. Apalagi aku tidak pernah menceritakan semua ini pada mereka. Aku tidak ingin mereka tahu rahasiaku ini karena aku tidak ingin mereka khawatir dengan keadaanku.

“나 지친 것 같아
I think I’m tired,
이 정도면 오래 버틴 것 같아
I’ve held on long enough
그대 있는 곳에 돌아갈 수 있는
I wish there was a shortcut
지름길이 있다면 좋겠어
To get back to you

Aku tidak dapat membendung air mataku lagi. Aku berhenti menyanyi lalu menutup mataku. Aku berusaha menahan isak tangisku. Ah, aku benci seperti ini.

“Chaeng, ada apa denganmu?” tanya Momo lalu menghampiriku dan memelukku.

“Kau baik-baik saja? Kalau kau ada masalah, ceritalah pada kami,” ucap Jeongyeon lalu menghampiriku juga dan menepuk-nepuk pundakku.

“Tidak apa-apa. Aku hanya terbawa emosi,” ucapku lalu tersenyum.

“Aku ragu saat kau bilang kau belum pernah pacaran. Apa kau merindukan seseorang?” tanya Jeongyeon yang tampak khawatir padaku.

“Aku baik-baik saja. Jangan khawatirkan aku,” ucapku menenangkan mereka.

—————————————————————
Aku duduk di atas tempat tidurku sambil membaca sebuah buku kecil berwarna merah. Aku tersenyum membaca setiap kalimat yang ada di buku itu. Buku itu kutulis saat aku berada di SMA. Buku yang berisi setiap kenangan bersama Mina, wanita yang kucintai. Aku tidak pernah menunjukkan buku ini pada siapapun. Aku selalu menyembunyikannya di bawah tempat tidurku. Entah ibuku dulu pernah menemukannya atau tidak. Ia tidak pernah menanyakan apapun soal buku itu.

“Kau selalu ceroboh, Mina,” gumamku lalu tertawa mengingat kecerobohannya.

Flashback

Ayah! Chaeyoung!” teriak gadis itu sambil berlari ke arah kami.

Aku hanya bisa tersenyum melihatnya dan jantungku mulai berdebar-debar. Dia tampak begitu bersemangat untuk menghampiri kami. Sampai akhirnya dia terjatuh karena tersandung oleh batu. Aku panik dan langsung menghampirinya. Aku khawatir dia terluka. Namun, dia gadis yang kuat. Dia tidak merengek ataupun mengeluh. Yang dia lakukan adalah kembali bangkit dan tersenyum.

Aku tidak apa-apa, Chaeyoung,” ucapnya dengan senyumannya yang begitu manis. Saat itulah aku menyadari betapa aku mencintai gadis itu.

Flashback End

Akhirnya, sampailah aku pada halaman terakhir dari buku itu. Sebuah halaman yang yang selalu membuatku tersenyum. Tersenyum karena sebuah gambar yang ada pada halaman itu. Gambar dari seorang wanita yang paling kucintai. Aku meraba gambar itu sambil berusaha membendung air mataku. Betapa aku rindu senyumannya. Betapa aku rindu tawanya. Betapa aku rindu sentuhannya. Betapa rindu cara dia memanggil namaku. Betapa aku rindu masakannya. Betapa rindu saat dia menghiburku. Ah, betapa aku merindukanmu, Mina.

“Mungkinkah kita bisa bertemu lagi, Mina?” gumamku sambil meneteskan air mata.

—————————————————————
Kota Seoul, Januari 2018

Jantungku terus berdebar-debar karena sebuah harapan yang tak pasti. Aku terus berjalan mondar-mandir. Aku tak bisa tenang. Aku mulai memikirkan segala kemungkinan yang dapat terjadi. Aku pun mulai mempersiapkan hatiku akan kemungkinan terburuk karena aku tahu kemungkinan itu berpeluang lebih besar untuk terjadi. Entah mengapa aku masih berharap di saat aku tahu hal itu memiliki peluang yang sangat kecil.

“Hei, kenapa kau tampak gugup?” tanya Momo yang berada di sampingku.

“Ah, tidak apa-apa,” jawabku meyakinkan Momo bahwa aku baik-baik saja.

“Ah, aku benar-benar tidak sabar untuk bertemu dengan Sana. Apa pesawatnya belum tiba?” tanya Jeongyeon yang tampak gelisah.

“Kurasa aku mau ke toilet dulu,” ucapku lalu mulai berjalan meninggalkan mereka.

“Momo! Jeongyeon!”

“Wah, Mina!! Akhirnya bisa bertemu denganmu juga!”

Mendengar itu, aku langsung menghentikan langkahku. Nama itu.. aku tidak salah dengar, kan? Hal itu membuat jantung berdebar semakin kencang. Aku takut, tetapi bagaimana pun juga aku harus memastikannya. Aku ingin agar semua ini sesuai dengan harapanku. Harapanku untuk bertemu dengannya.

“Hei, Chaeyeong! Kemarilah sebentar! Akan kuperkenalkan kau dengan Mina,” ucap Jeongyeon memanggilku.

Aku menarik nafasku dalam-dalam lalu perlahan-lahan membalikkan badanku ke arah mereka. Dalam hatiku, aku terus berkata, “Semoga itu kau, Mina.” Sampai akhirnya, aku dapat melihat sosok wanita itu. Dia berdiri di antara Momo dan Jeongyeon. Dia tampak begitu cantik dan elegan. Senyumannya pun tampak begitu mempesona. Namun, sayang dia bukan Mina yang aku cari.

“Hai, aku mina,” ucapnya sambil mengulurkan tangan.

“Ehm, aku Chaeyoung. Senang bertemu denganmu,” ucapku lalu menerima uluran tangannya.

“Oh, ya. Sana mana?” tanya Momo dengan heran.

“Tadi dia ke toilet. Kurasa sebentar lagi dia akan keluar,” jawab Mina.

“Astaga! Jeongyeon!! Momo!!”

Aku sontak kaget mendengar teriakan itu dan dengan refleks aku melihat ke arah datangnya suara teriakan tersebut. Saat itulah kulihat sesosok wanita yang berlari ke arah kami. Senyuman tak terlepas dari wajahnya dan bisa kulihat betapa bahagianya dia. Kakiku tiba-tiba lemas dan aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Bagaimana tidak? Wanita yang selama ini kucari, wanita yang selama ini kurindukan, wanita yang paling kucintai, sekarang berada di hadapanku dengan senyumannya yang tak pernah berubah.

“Chaeyoung, ini dia Sana, pacarku,” ucap Jeongyeong sambil merangkul kekasihnya itu. Aku tahu betapa hancurnya hatiku saat mendengar hal itu.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
momomoguring
Spin-off: A Poem Titled You
https://www.asianfanfics.com/story/view/1411438/a-poem-titled-you
Mungkin ini termasuk spoiler(?)

Comments

You must be logged in to comment
poplarbear #1
Chapter 30: AAAAAAAAA will you someday update this story? :'))
poplarbear #2
Chapter 12: Soo... Jeongyeon knows about Chae's past??
poplarbear #3
Chapter 10: Wew cerita bagus gini kok upvotesnya kurang yah :')
poplarbear #4
Chapter 2: AAAAAAA
babibu #5
Chapter 30: ah elah jeong udah deh move on aja ntu bukan jodoh elu, gw tabok kalo bikin onar lagi jeong
ini lagi emaknya kyungwan siapa sih? masih kepo nih
Kim6Ex
#6
Chapter 29: Aarrrrrr ga sabar update trozzz min,,,,,
SanaCheeseKimbap_
#7
Chapter 29: PEDANG PEDANGAN HAHAHAHAH
oncezara #8
Chapter 28: aaaaa :'))
Kim6Ex
#9
Chapter 28: Ahh.... Hemmm..... Ga bisa ngomong apa2
babibu #10
Chapter 27: sianjir jitzu angst banget sihh yalord swedih banget gw, ini lagi ceyong nembak aja lemotnya bukan maen malah asal nyosor doang! belum nembak loh, oh ya tuhkan gw sempet lupa kalo nama aslinya sana itu mina