Broken

Salty Salt

“Jeongyeon, siapa yang mengirimimu pesan?” tanya Sana yang sedang berbaring di samping Jeongyeon.

“Hanya teman.. teman kuliah,” Jeongyeon berusaha menyembunyikan kebenaran. Jeongyeon kemudian mulai mengetik pesan untuk Mina.

 

—Isi Percakapan—

Mina: Jeongyeon..

Mina: kau di mana sekarang?

Mina: aku baru saja dari dokter

Mina: ...

Mina: kurasa aku harus mengatakan hal ini..

Mina: aku keracunan makan :(

 

Jeongyeon: apa kau masih di rumah sakit?

Jeongyeon: kau sudah diberi obat, kan?

 

Mina: aku sudah diberi obat kok

Mina: sekarang aku sudah pulang

Mina: aku tidak melihat Sana

Mina: apa dia bersamamu?

 

Jeongyeon kemudian menatapi Sana yang tak berbusana di sampingnya. Ia lalu tersenyum manis dan mencium kening Sana. Diletakkannya ponselnya itu di atas meja lalu diciumnya bahu kiri Sana. Setelah ia mencium bahunya, ia mencium lehernya hingga meninggalkan bekas merah.

“Jeongyeon..”

“Sana, jangan pernah tinggalkan aku..” bisik Jeongyeon di telinga Sana. Ia lalu menatapi Sana dengan mata yang berkaca-kaca.

“Aku tidak akan meninggalkanmu, Jeongyeon. Kenapa kau tiba-tiba berpikiran seperti itu?” tanya Sana sembari mengelus pipi Jeongyeon.

“Aku takut saja..” ucap Jeongyeon lalu meletakkan dahinya di bahu Sana. Sana kemudian mencium kepala Jeongyeon dan mengelusnya.

“Kalau begitu, kau harus segera membawa hubungan kita ke tingkat yang berbeda,” ucap Sana sembari mengangkat kepala Jeongyeon.

“Pasti..” ucap Jeongyeon lalu mencium bibir Sana. Dalam hitungan detik, Sana langsung merespon ciuman Jeongyeon. Untuk beberapa saat, mereka melakukan percumbuan dengan intensif hingga akhirnya Jeongyeon berada di atas Sana. Mereka melakukan ronde kedua, tetapi hal itu sedikit berbeda dengan sebelumnya. Jeongyeon menjadi lebih kasar dan tampak meluapkan seluruh emosinya. Sana menjadi kesakitan karena itu. Namun, Jeongyeon tidak memperdulikannya dan tetap melanjutkan.

 

—————————————————————

—Tom Cafe, 6.00 P.M.—

 

Chaeyoung berjalan memasuki kafe Jihyo dengan wajah yang tampak murung. Terlihat jelas dari wajahnya bahwa suasana hatinya sedang kacau. Ia bahkan tidak ingin menatap siapapun atau apapun. Tatapannya begitu kosong hingga ia tidak menyadari Jihyo yang sudah berada di depannya.

“CHAEYOUNG, ADA APA DENGAN WAJAHMU?!” Jihyo memberikan ekspresi yang sama dengan ekspresi Momo saat melihat wajah Chaeyoung.

“Bukankah kau bisa melihatnya sendiri?” tanya Chaeyoung tanpa membuat kontak mata dengan Jihyo.

Jihyo terdiam sebentar sembari menatapi Chaeyoung yang terus menundukkan kepalanya. Ia berusaha untuk membaca masa lalu Chaeyoung. Ia kemudian mengangguk-ngangguk setelah berhasil melihat apa yang telah terjadi.

“Oh... OH!!!” Jihyo tampak begitu terkejut setelah menyadari apa yang terjadi. Ia mulai mengguncang-guncangkan badan Chaeyoung dan bertanya, “KENAPA BISA?! KENAPA ORANG ITU TAHU?”

“Aku juga tidak tahu, Jihyo..” jawab Chaeyoung dengan begitu lemas. “Kenapa jadi begini?”

Chaeyoung mulai memegang kepalanya yang terasa sakit. Jihyo kemudian memegang bahu Chaeyoung seolah-olah itu dapat memberikannya kekuatan. Jihyo dapat mengerti perasaan Chaeyoung karena ia melihat masa lalu Chaeyoung dengan sudut pandang Chaeyoung. Semua rasa sakit, kekecewaan, dan amarah dapat dirasakanya seolah-olah dia yang mengalaminya.

“Apakah aku harus benar-benar menjauhi Sana?” tanya Chaeyoung sembari menatapi langit-langit kafe Jihyo.

 

Buzz buzz

 

Ponsel Chaeyoung berbunyi menandakan adanya pesan yang masuk. Chaeyoung kemudian mengambil ponselnya itu dari saku celananya dan membaca pesan yang diterimanya.

 

From: Sana

To: Chaeyoung

 

Chaeyoung, hari ini kami tutup lebih cepat karena Mina sakit :( 

Sebagai gantinya, aku akan memberimu strawberry cheese cake gratis besok!

 

Setelah membaca pesan itu, raut muka Chaeyoung langsung berubah. Ia tersenyum sembari menatapi pesan itu untuk beberapa saat. Namun, kebahagian kecil itu sirna saat kenyataan mulai menghantam ingatannya.

“Dulu aku mengganggap hal yang terberat adalah saat menantinya. Namun, sekarang hal yang terberat adalah.. aku harus menjauhinya,” ucap Chaeyoung sembari tersenyum pahit.

 

—————————————————————

“Kau mengirimi pesan untuk siapa?” tanya Jeongyeon sembari mengemudikan mobilnya.

“Ah, aku habis mengabari Chaeyoung. Aku khawatir dia akan datang ke toko padahal kami sudah tutup,” jelas Sana.

Mendengar nama Chaeyoung keluar dari mulut Sana membuat hati Jeongyeon mulai terbakar lagi. Ia mulai menancap gas dengan sangat kuat hingga mobilnya mulai berjalan dengan sangat kencang. Sana, yang melihat itu, berusaha menyuruh Jeongyeon untuk memelankan mobilnya. Namun, Jeongyeon menganggap ucapan Sana hanyalah angin lalu saja. Matanya serasa dibutakan dan telinganya serasa ditulikan oleh rasa kecemburuan.

“Ada apa denganmu, Jeongyeon?!” tanya Sana dengan kesal. Namun, Jeongyeon tidak memperdulikan pertanyaan Sana.

.

.

.

 

“Turunlah,” pinta Jeongyeon tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan. Sana lalu turun dari mobil tanpa mengucapkan satu kata pun. Kekesalan terlihat jelas dari wajah Sana dan begitu juga dengan Jeongyeon. Sesaat setelah Sana turun, Jeongyeon langsung memukul-mukul stir mobilnya untuk melampiaskan seluruh emosinya.

“Chaeyoung! Chaeyoung! Kenapa harus dia?!” tanya Jeongyeon dengan penuh amarah. Tidak lama setelah itu, Jeongyeon mulai menyadari keberadaan Mina yang sedang berjalan di atas trotoar sembari menenteng sebungkus makanan. Suasana hati Jeongyeon kemudian berubah dan itu membuatnya berniat menemui Mina.

“Mina!!” panggil Jeongyeon sesaat setelah keluar dari mobil. Mina kemudian menyadari keberadaan Jeongyeon dan langsung menghampirinya.

“Kau habis mengantar Sana?” tanya Mina.

“Iya, dia baru saja masuk. Kau habis membeli makanan?”

“Iya, ini untuk makan malam,” jawab Mina sambil menunjukkan sebungkus makanan yang dibawanya.

“Kenapa kau tidak menunggu Sana pulang atau menyuruh kami untuk membelikannya untukmu?” tanya Jeongyeon dengan khawatir. “Kau sedang sakit, Mina. Kau harusnya beristirahat!”

“Aku membelinya tidak jauh dari sini kok. Kenapa kau begitu khawatir?”

“Jelas aku khawatir karena kau sakit, Mina. Saat kau bilang akan ke dokter saja, aku sudah sangat panik,” ucap Jeongyeon dengan menunjukkan wajah kekhawatirannya.

“Kau tidak perlu khawatir seperti itu, Jeongyeon,” ucap Mina sambil mencubit pipi kanan Jeongyeon. “Aku masuk dulu ya. Hati-hati di jalan!”

Sesaat setelah Mina pergi meninggalkannya, Jeongyeon mulai memegang dada sebelah kirinya. Ia mulai merasakan sesuatu yang mengganjal dengan dada kirinya. Dadanya terasa seperti drum yang bergetar dengan kencang.

 

—————————————————————

—Dahyun’s Bar—

 

“Dahyun, segelas bir!!” suara itu mengagetkan Dahyun yang sedang merapikan gelas-gelas yang baru dicucinya. Ia kemudian melihat ke arah datangnya suara dan mendapati Momo dengan penampilannya yang tampak kacau.

“Ada apa denganmu, Momo?” tanya Dahyun yang tampak khawatir dengan kondisi Momo.

“Berikan aku segelas bir dulu!” Suasana hati Momo tampak sedang tidak baik.

Dahyun hanya mengangguk lalu menaati perintah Momo untuk memberikannya segelas bir. Momo kemudian meneguk habis segelas bir itu dalam waktu sekejap. Seakan tidak puas, Momo meminta Dahyun untuk memberikan segelas bir lagi. Namun, permintaan itu ditolak Dahyun karena khawatir dengan kondisi Momo.

“Apa yang terjadi, Momo?” tanya Dahyun.

“AKU TERANCAM TIDAK LULUS, DAHYUN,” jawab Momo lalu menangis dengan sekencang-kencangnya.

“K-kenapa bisa?” tanya Dahyun yang mulai panik.

“Tadi aku telat masuk kelas dan akhirnya dosen tidak mau menerima tugasku,” jawab Momo masih sambil menangis.

“Hanya.. satu tugas, kan? Bukankah itu tidak apa-apa?” tanya Dahyun dengan sedikit ragu.

“MASALAHNYA NILAI UJIANKU TIDAK PERNAH BAGUS. Kalau ditambah nilai tugasku yang nol, aku bisa-bisa tidak lulus!” ucap Momo lalu mulai menghantamkan-hantamkan kepalanya ke atas meja. Dahyun berusaha menghentikan Momo dan untung saja Momo kemudian mau menuruti Dahyun.

“Kau masih bisa mengulang mata pelajaran itu semester depan, kan?”

“Berapa banyak mata pelajaran yang harus kuulang, Dahyun?” tanya Momo dengan wajahnya yang tampak menyedihkan.

“Sudah, sudah..” Dahyun berusaha menenangkan Momo. Namun, Momo terus menangis hingga membuat orang-orang melihat ke arah mereka.

“Oh!” tiba-tiba Momo berhenti menangis. “Apa kau sudah bertemu dengan Chaeyoung?”

“Chaeyoung? Belum.. memangnya ada apa?”

“Dia babak belur karena dipukul preman kemarin malam. Aku jadi khawatir dengannya..”

“Dipukul.. preman?”

 

—————————————————————

—Apartement Chaeyoung, 11.00 P.M.—

 

Dahyun tampak gelisah sembari mondar-mandir menunggu Chaeyoung. Sesekali dilihatnya jam yang berada di pergelangan tangan kirinya. Sudah hampir setengah jam Dahyun menunggu, tetapi Chaeyoung tak kunjung datang. Perasaan khawatir mulai meliputi Dahyun.

“Apa dia bertemu dengan preman lagi? Haduh.. kenapa dia bisa berurusan dengan preman sih?” gumam Dahyun sembari mondar-mandir di depan pintu apartement Chaeyoung.

“Dahyun?”

“Oh, Chaeyoung! Astaga!” Dahyun tampak panik melihat Chaeyoung dengan wajahnya yang babak beluk. “Apa betul kau habis dipukul preman? Aigoo..”

“Ayo kita bicarakan di dalam saja,” jawab Chaeyoung masih dengan suasana hatinya yang kacau.

.

.

.

 

“APA?! BAGAIMANA BISA?” Dahyun sangat terkejut setelah mendengar penjelasan dari Chaeyoung. Chaeyoung kemudian hanya menggelengkan kepalanya karena ia sendiri tidak mengerti. Mengapa keadaannya bisa menjadi kacau seperti ini?

“Sudah kubilangkan dia itu tidak pernah menganggapmu sahabat. Aku tahu dia tidak menyukaimu sejak awal!” Dahyun mulai meluapkan semua emosinya.

“Aku baru mengerti sekarang.. aku baru mengerti mengapa dia tidak pernah memperlihatkan foto Sana padaku..” ucap Chaeyoung sembari mengepalkan tangannya.

“Dasar b*ngsat! Aku akan menghabisinya malam ini!” Dahyun langsung bangkit berdiri dan mulai berjalan menuju pintu. Namun, Chaeyoung segera menghadangnya dan melarangnya.

“Kumohon, Dahyun.. jangan bertindak bodoh!” 

“Kenapa, Chaeyoung? Kenapa kau selalu saja mengalah?!” Dahyun membentak Chaeyoug hingga wajahnya mulai memerah.

“Karena aku tidak bisa melindungi Sana!! Buat apa aku bersamanya kalau aku sendiri tidak bisa melindunginya?” mata Chaeyoung mulai berkaca-kaca setelah mengatakan hal itu.

“Kau masih memikirkan apa yang terjadi 400 tahun yang lalu? Chaeyoung, itu masa lalu! Sekarang semuanya telah berbeda! Sadarlah sekarang ini abad 21!” Dahyun meluapkan seluruh emosinya hingga kepalanya mulai terasa sakit. “Aku tidak tahan lagi. Aku pulang saja.”

Perdebatan yang singkat itu akhirnya diakhiri dengan kepergian Dahyun. Chaeyoung kemudian duduk di lantai sembari menyandarkan kepalanya di tembok. Ia mulai menangis sejadi-jadinya dan memukul-mukul dadanya seakan-akan menyalahkan hatinya.

“Rasanya sesak.. rasanya sakit..” gumam Chaeyoung sembari meremas dadanya. “Mengapa hal ini begitu sulit?”

 

—————————————————————

—Keesokan harinya, Kantin Kampus—

 

“Chaeyoung!!”

Chaeyoung, yang menyadari panggilan itu, langsung memalingkan wajahnya dan mendapati Momo sedang melambaikan tangannya. Ia kemudian berlari menuju Momo dan duduk di depannya.

“Apa kau menunggu lama?” tanya Chaeyoung.

“Sejujurnya, aku sudah menunggumu sejak setengah jam yang lalu. Tapi, tidak apa-apa! Aku tahu kau sedang sibuk mengurus publikasi artikelmu,” jawab Momo sambil tersenyum.

“D-dari mana kau tahu?” tanya Chaeyoung dengan sedikit terkejut.

“Siapa yang tidak tahu, Chaeyoung? Kau satu-satunya mahasiswa jurusan kita yang akan mempublikasi artikel di jurnal internasional!” jawab Momo dengan begitu bersemangat.

“Yah.. begitulah,” ucap Chaeyoung sembari menggaruk tengkuknya.

“Aku benar-benar bangga padamu, Chaeyoung!” ucap Momo sambil memukul-mukul lengan Chaeyoung.

“Oh, ya.. di mana Jeongyeon? Aku tidak melihatnya dari tadi,” tanya Chaeyoung dengan sedikit ragu.

“Dia bilang dia sedang sibuk hari ini, jadi tidak bisa bersama kita,” jawab Momo dengan santai.

“Oh..”

“Ada apa? Kenapa wajahmu begitu?” Momo kebingungan melihat Chaeyoung dan mulai merasa curiga.

“Tidak ada apa-apa,” jawab Chaeyoung sembari tersenyum menunjukkan ketegarannya. Kemudian, mereka terdiam untuk beberapa saat hingga Momo memulai pembicaraan lagi.

“Chaeyoung, apa kau tahu? Semenjak kau menceritakan hal itu padaku, aku tidak bisa lagi memandang kalian seperti dulu.”

“Aku dan Sana?”

“Ya.. sekarang aku benar-benar menyadari betapa kau menyayangi Sana,” jawab Momo sembari tersenyum kecut seolah-olah mengerti apa yang dirasakan Chaeyoung.

“Momo..”

“Ya, ada apa?”

“Kenapa kau bisa menebak kalau wanita yang kucintai itu adalah Sana?”

“Itu karena.. aku melihatmu mencium kening Sana saat dia sakit dan kau memeluknya saat liburan yang lalu. Hehehe..” jawab Momo dengan sedikit canggung.

“Mencium kening? Memeluk? Tunggu sebentar.. Oh! Bukannya kau sedang tidur?!”

“Aku terbangun karena mendengar suara. Maaf baru mengatakannya sekarang..” jawab Momo dengan senyuman canggungnya.

“Sungguh?! Wah, ternyata selama ini kau memata-mataiku!” Chaeyoung berpura-pura kesal.

“Maaf, maaf. Lagipula itu kan tidak disengaja!” gerutu Momo. Chaeyoung kemudian mengacak-ngacak rambut Momo karena merasa gemas dengannya.

 

—————————————————————

—10.00 P.M.—

 

“Sana, ayo kita pulang!” ajak Mina yang tampak tak sabar untuk segera beristirahat.

“Kau boleh pulang duluan, Mina. Aku masih ingin di sini sebentar,” ucap Sana sambil tersenyum.

“Kau masih ingin menunggu Chaeyoung?” Mina mencoba untuk menebak apa yang ada di pikiran Sana. Sana kemudian hanya mengangguk sebagai tanda ia membenarkan pernyataan itu. Mina lalu menggelengkan kepalanya dan berkata, “Kurasa Chaeyoung sibuk hari ini. Kau masih bisa memberikan kue itu besok, kan?”

“Aku rasa sebentar lagi dia akan datang. Dia tidak pernah melewatkan satu hari pun tanpa mengunjungi toko kita,” ucap Sana dengan penuh kepercayaan.

“Baiklah. Aku duluan ya!” pamit Mina lalu meninggalkan Sana sendirian di dalam toko. Tidak lama setelah kepergian Mina, Sana akhirnya mengambil ponselnya untuk mencoba menghubungi Chaeyoung. Namun, hasilnya nihil. Chaeyoung tak menjawab panggilannya. Ia kemudian mencoba lagi untuk beberapa kali, tetapi hasilnya sama saja. Perasaan kecewa dan sedih mulai meliputi Sana. Ini pertama kalinya, Chaeyoung tak datang mengunjungi toko mereka dan tidak memberi kabar sama sekali.

 

—————————————————————

—Apartement Jeongyeon, 10.30 P.M.—

 

“Oh! Hei, Mina!” sapa Jeongyeon yang sedang mabuk.

“Ada apa denganmu, Jeongyeon? Kenapa kau mabuk-mabukan seperti ini?” tanya Mina dengan khawatir.

“Ayo masuklah dulu! Tidak baik wanita cantik sepertimu di luar begini,” Jeongyeon mempersilakan Mina untuk masuk ke dalam apartementnya. Mina kemudian mendapati apartement Jeongyeon dalam keadaan yang sangat berantakan. Begitu banyak kaleng-kaleng bir dan sampah yang bertebaran di lantai. Jeongyeon pun tampak membiarkan pakaiannya berserakan di sofa.

“Jeongyeon, apa yang..” belum selesai Mina berkata-kata, Jeongyeon langsung memeluk Mina dari belakang. Hal itu membuat Mina sangat terkejut dan tidak bisa berkata-kata.

“Mina, aku gila.. aku gila,” Jeongyeon mulai meneteskan air mata di atas bahu Mina. Mina kemudian melepaskan pelukkan Jeongyeon dan membalik badannya hingga mereka saling bertatap muka.

“Jeongyeon, jangan seperti ini. Aku ada di sini untuk membantumu,” ucap Mina sembari memegang wajah Jeongyeon.

“Kenapa.. kenapa sekarang aku tidak bisa menceritakan seluruh masalahku pada Sana? Kenapa berat rasanya?” tanya Jeongyeon sembari memukul-mukul dadanya.

“Kenapa.. kenapa lebih nyaman untuk menceritakannya padamu?” tanya Jeongyeon sambil menatap Mina dengan mata yang berkaca-kaca. “Kenapa..”

“Sstt..” Mina langsung menutup mulut Jeongyeon dengan jari telunjuknya. Ia tidak ingin mendengar banyak pertanyaan ‘kenapa’ dari Jeongyeon lagi.

“Kau pikir cuma kau yang memiliki banyak pertanyaan, Jeongyeon? Aku juga!” Mina mulai tampak kesal dan matanya pun mulau berkaca-kaca.

“Kenapa harus aku yang tidur denganmu malam itu? Kenapa harus aku yang tahu tentang rahasiamu? Kenapa semenjak itu kita sering bertemu di belakang Sana? Kenapa semenjak itu kita sering bertukar pesan? Kenapa.. kenapa jantungku berdebar saat berada di dekatmu?” tanya Mina lalu menyandarkan dahinya pada dada Jeongyeon. Jeongyeon kemudian memeluk Mina dengan erat dan membiarkan Mina untuk medengar suara jantungnya yang berdegup kencang.

“Mina..” panggil Jeongyeon sebelum akhirnya ia mengangkat kepala Mina dan mencium bibirnya.

Sejak saat itu, hati Jeongyeon terbagi menjadi dua. Sana tidak lagi memiliki hati Jeongyeon seutuhnya. Sejak saat itu, dia mencintai dua wanita.

 

—————————-

maaf ya karena chapter kali ini jadi lebih pendek :(

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
momomoguring
Spin-off: A Poem Titled You
https://www.asianfanfics.com/story/view/1411438/a-poem-titled-you
Mungkin ini termasuk spoiler(?)

Comments

You must be logged in to comment
poplarbear #1
Chapter 30: AAAAAAAAA will you someday update this story? :'))
poplarbear #2
Chapter 12: Soo... Jeongyeon knows about Chae's past??
poplarbear #3
Chapter 10: Wew cerita bagus gini kok upvotesnya kurang yah :')
poplarbear #4
Chapter 2: AAAAAAA
babibu #5
Chapter 30: ah elah jeong udah deh move on aja ntu bukan jodoh elu, gw tabok kalo bikin onar lagi jeong
ini lagi emaknya kyungwan siapa sih? masih kepo nih
Kim6Ex
#6
Chapter 29: Aarrrrrr ga sabar update trozzz min,,,,,
SanaCheeseKimbap_
#7
Chapter 29: PEDANG PEDANGAN HAHAHAHAH
oncezara #8
Chapter 28: aaaaa :'))
Kim6Ex
#9
Chapter 28: Ahh.... Hemmm..... Ga bisa ngomong apa2
babibu #10
Chapter 27: sianjir jitzu angst banget sihh yalord swedih banget gw, ini lagi ceyong nembak aja lemotnya bukan maen malah asal nyosor doang! belum nembak loh, oh ya tuhkan gw sempet lupa kalo nama aslinya sana itu mina