Truth

Salty Salt

“Chaeyoung!” bisa kurasakan seseorang sedang memelukku dari belakang.

“Aigoo, kau mengagetkanku,” aku berhadapan dengannya lalu mengelus kepalanya.

“Mana ciuman untukku?” tanyanya sambil menatapku. Aku pun mencium pipi kirinya, tetapi dia tampak belum puas. “Aku mau yang di sini,” ucapnya sambil menunjuk bibirnya.

“Kalau aku tidak mau, bagaimana?” aku mempermainkannya.

“Ah, kau terlalu lama,” tiba-tiba dia mencium bibirku. Aku pun membalas ciumannya dan ciuman itu terus berlanjut untuk beberapa saat.

“Sana, terima kasih,” ucapku sambil tersenyum.

“Untuk apa?” dia bertanya padaku dengan keheranan.

“Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih,” ucapku lalu menciumnya lagi.

~~~

Ring ring! Ring ring!

“Ugh, siapa yang menelponku pagi-pagi begini?” gumamku sambil meraba-raba mencari handphoneku.

“Halo?” sapaku dengan malas.

“Hoi, Chaeyoung! Kau di mana? Ini sudah jam 12. Apa kau tidak kuliah?” teriakannya membuatku sontak kaget dan tersadar.

“Sudah jam 12?!” tanyaku dengan kaget.

“Iya, Chaeyoung. Jangan bilang kau baru bangun.”

“Ah, parah.. iya, aku baru bangun, Jeongyeon.”

“Apa? Wah, tumben kau ke siangan,” aku dapat mendengarnya menertawaiku.

“Aku akan segera ke sana. Dah,” aku langsung mengakhiri panggilan itu dan memilih untuk segera mandi.

Di saat air mengalir membasahi seluruh badanku, tiba-tiba aku teringat akan mimpi itu lagi. Jantungku mulai berdebar dan wajahku mulai terasa panas karena mengingatnya. Aku.. mencium Sana? Aku langsung menyentuh bibirku sambil mengingat adegan itu. Tanpa sadar aku tersenyum karenanya. Ah, tidak, tidak! Aku tidak boleh seperti ini! Son Chaeyoung, apa kau gila? Aku pun langsung menampar pipi kananku dengan anggapan agar aku tersadar. Namun, aku malah semakin mengingat-ngingat mimpi itu. Wajahku semakin memanas dan akhirnya aku membiarkan air mengalir mendinginkan wajahku itu.

“Aku benar-benar gila,” gumamku sambil mengacak-ngacak rambut di bawah air mengalir.

—————————————————————
“Momo! Jeongyeon!” ucapku sambil terengah-engah.

“Hoi, kemarilah!” Jeongyeon memanggilku untuk duduk di sebelahnya.

Aku pun berjalan menuju mereka dan duduk di sebelah Jeongyeon. Bisa kulihat wajah mereka tampak ingin menertawaiku. Ini memang bukan hal yang biasa terjadi. Atau mungkin lebih tepatnya belum pernah terjadi sebelumnya.

“Kenapa kau bisa kesiangan?” tanya Momo sambil berusaha menahan tawanya.

“Aku juga tidak tahu,” jawabku lalu menghela nafas.

“Nampaknya aku tahu,” ucap Jeongyeon lalu tiba-tiba merangkul dan berbisik, “Kau habis bermimpi indah, bukan?”

Aku langsung menelan air liurku dan tiba-tiba jantungku kembali berdebar-debar karena teringat akan mimpi itu lagi. Perasaan bersalah pun muncul karena yang kumimpikan adalah Sana, kekasih dari sahabatku sendiri. Aku br*ngsek, bukan? Sahabat macam apa aku ini? Ini membuatku tidak bisa menghadapi wajah Jeongyeon.

“Apa yang sedang kalian bicarakan?” Momo bertanya dengan heran.

“Ah, ini masalah pria,” jawab Jeongyeon lalu mengedipkan satu matanya kepadaku.

“Mimpi basah, bukan?” tanya Momo sambil menopang dagunya di atas meja.

Aku langsung tersedak dengan air liurku sendiri saat mendengar hal itu. Jeongyeon pun langsung tertawa terbahak-bahak mendengarnya. Sejak kapan Momo yang begitu polos berpikir hal seperti itu? Aku hanya bisa diam dan melihat Jeongyeon yang tampak begitu senang.

“Aigoo, sekarang kau sudah paham ya,” ucap Jeongyeon sambil mengacak-ngacak rambut Momo.

“Aku sudah tidak bodoh lagi seperti dulu,” ucap Momo sambil mengalihkan wajahnya dari Jeongyeon. Aku bisa melihatnya tersipu malu karena Jeongyeon walaupun dia berusaha menyembunyikannya. Semenjak aku mengetahui perasaanya, aku selalu memerhatikan gerak-geriknya saat berada di dekat Jeongyeon.

“Berarti tidak ada yang bisa kutipu lagi ya sekarang,” ucap Jeongyeon lalu tertawa lagi.

“Dasar..” ucap Momo dengan nada kesal.

“Kapan aku bisa melihat kalian akur?” tanyaku sambil tersenyum melihat mereka berdua.

“Tidak akan,” jawab Jeongyeon lalu mencubit kedua pipi Momo. Aku menyadari wajah Momo memerah setelah itu. Pertama, karena Jeongyeon mencubitnya. Kedua, karena yang mencubitnya adalah Jeongyeon. Entah mengapa aku merasa seperti melihat gambaran diriku sendiri.

“Minggu depan, Naeyeon akan mengadakan pesta. Apa kau akan ikut?” tanya Momo.

“Nayeon siapa?” aku bertanya dengan kebingungan.

“Ah, dia teman lama kami,” jawab Jeongyeon.

“Oh, rupanya itu teman kalian,” ucapku sambil mengangguk-ngangguk.

“Jadi, apa kau mau ikut?” tanya Momo sekali lagi.

“Tentu saja! Seorang Jeongyeon tidak mungkin tidak ikut,” ucap Jeongyeon dengan penuh kepercayaan diri.

“Oke, oke. Seharusnya aku tidak perlu bertanya lagi,” ucap Momo dengan wajah tidak tertarik.

“Apa kau tidak mau ikut?” tanya Jeongyeon.

“Tidak, aku malas. Kau tahu kan aku bukan tipe orang yang suka pesta?” jawab Momo.

“Aigoo, kapan kau akan dapat pacar kalau begini?” tanya Jeongyeon sambil kedua pipi Momo lagi.

“Sudah jangan bahas itu lagi. Sebaiknya kau segera pergi. Kau ada kelas, kan?,” ucap Momo dengan nada monoton.

“Astaga, benar! Aku harus pergi! Dah,” ucap Jeongyeon lalu pergi dengan terburu-buru.

“Jadi, sisa kita berdua ya,” ucapku memulai pembicaraan dengan Momo.

“Siapa yang kau mimpikan sampai kesiangan begitu?” Momo kembali membahas hal itu lagi.

“Bukan siapa-siapa,” aku berbohong.

“Orang yang kau sukai itu, kan?” tanyanya sambil cekikikan.

“Ya.. begitulah,” jawabku singkat. “Bagaimana hubunganmu dengan Dahyun?”

“Ini semua pasti idemu,” ucapnya sambil menatapku.

“Aku hanya membantunya. Dia yang duluan naksir padamu,” aku cekikikan melihat dia mencurigaiku.

“Benarkah? Aku meragukanmu.”

“Ya, sudah. Terserah padamu saja. Tapi, aku heran kau mau jalan dengannya.”

“Memangnya ada yang salah?”

“Kurasa kau bukan tipe orang yang mudah diajak jalan apalagi dengan orang yang baru dikenal.”

“Sekali-kali aku harus keluar dari zona nyamanku, bukan? Kurasa tidak ada yang salah dengan itu.”

“Yah.. yang penting semuanya berjalan dengan baik. Kalau dia macam-macam padamu, langsung saja beritahu aku,” aku mengedipkan satu mataku padanya.

“Baiklah, bodyguard-ku~” ucapnya sambil tersenyum kepadaku.

—————————————————————
******
Kulihat salju mulai berjatuhan dari langit. Anak-anak pun mulai tampak senang dan bermain-main dengan salju yang berjatuhan itu. Melihat mereka membuatku tersenyum dan teringat akan masa kecilku. Aku teringat saat pertama kali aku melihat salju turun di Korea. Saat itu aku berumur 8 tahun dan baru saja pindah dari Jepang. Aku begitu senang saat itu hingga berlari ke sana ke mari tanpa menghiraukan sekitarku. Akhirnya, aku pun menabrak seorang anak laki-laki tanpa sengaja. Dia tidak menangis ataupun marah. Yang dia lakukan adalah tersenyum dan mengajakku berkenalan. Itulah pertemuan pertamaku dengan Jeongyeon.

Beep! Beep!

Sebuah mobil berhenti tepat di depan toko kami dan kulihat Jeongyeon keluar dari mobil itu. Dia tersenyum melihatku dan langsung menghampiriku. Dia memelukku dengan sangat erat dan bisa kurasakan jantungku mulai berdebar-debar. Tak hanya jantungku, aku pun merasakan debaran jantungnya. Setelah beberapa tahun menjalin hubungan, kami masih saja seperti ini.

“Maaf, aku terlambat,” ucapnya sambil mengelus-ngelus kepalaku. “Ayo, masuklah.”

Jeongyeon membukakan pintu mobilnya untukku dan aku pun memasuki mobilnya. Ini sudah menjadi kebiasaan untuknya. Walaupun aku melarangnya, dia tetap melakukan hal itu. Katanya itu adalah kewajiban untuknya. Sejujurnya aku tidak bisa menyangkal bahwa aku pun senang diperlakukan seperti itu.

“Kenapa kau tersenyum begitu?” tanyanya yang saat ini sudah duduk di kursi pengemudi.

“Aku merasa sangat beruntung,” jawabku sambil tersenyum.

“Karena?” dia tampak tidak mengerti dengan apa yang kukatakan.

“Karena orang yang di sampingku ini,” ucapku lalu mencium pipi kanannya.

“Ah, dasar..” ucapnya lalu mengacak-ngacak rambutku.

“Ayo kita pergi sebelum aku terlambat.”

“Baiklah, tuan putri,” ucapnya lalu menjalankan mobilnya.

15 menit kemudian

“Kau akan ke pesta Nayeon, kan?” tanya Jeongyeon sambil mengendarai mobilnya.

“Iya, aku dan Mina akan pergi. Kau juga, kan?” aku menanyainya balik.

“Tentu saja! Seorang Jeongyeon..”

“Tidak mungkin tidak ikut, kan?”

“Ya, kau benar sekali,” lagi-lagi dia mengacak-ngacak rambutku.

“Lalu bagaimana dengan Momo?”

“Ah, anak itu.. selalu saja tidak mau ke pesta. Kapan dia akan dapat pacar kalau begitu?”

“Yah.. dia memang bukan tipe orang suka ke pesta.”

“Sama seperti Chaeyoung. Kurasa mereka dua memang cocok.”

“Chaeyoung?” entah mengapa aku cekikikan mendengar nama Chaeyoung.

“Tampaknya kau mulai dekat dengannya ya.”

“Apa yang dikatakan Momo memang benar. Dia orang yang baik dan aku bisa cepat akrab dengannya.”

“Tapi sebaiknya kau tetap menjaga jarak dengannya.”

“Maksudmu?”

“Dia tidak seperti yang kau pikirkan. Dia berbahaya.”

“Apa maksudmu dia berbahaya?”

“Aku sudah mengenalnya lebih lama darimu, Sana. Dia memang baik, tapi dia juga berbahaya.”

“Mungkin kau bisa menceritakan dengan lebih spesifik?”

“Apa kau tidak percaya padaku, Sana?”

Sebagian hatiku ingin mempercayai perkataan Jeongyeon, tetapi entah mengapa sebagian hatiku yang lain ingin menolaknya. Aku tidak pernah merasa bahwa Chaeyoung adalah orang yang berbahaya. Aku merasa dia orang baik dan bahkan aku bisa berkata bahwa dia orang yang polos. Apa ini karena aku baru mengenalnya? Entah mengapa hatiku ragu.

“Hmm.. baiklah,” hanya itu yang bisa kukatakan.

“Aku tidak ingin kau berada dalam bahaya. Jadi, percayalah padaku,” ucapnya dengan suara yang begitu meyakinkan. “Kurasa kita sudah sampai.”

“Terima kasih sudah mengantarku,” ucapku lalu mencium pipinya.

“Telpon aku kalau kau sudah selesai,” ucapnya lalu mengedipkan satu matanya.

“Dah~” ucapku lalu keluar meninggalkan mobilnya.

******
Aku menyandarkan kepalaku pada sandaran mobil lalu menghela nafas. Egois? Kurasa aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan. Aku tidak ingin melepasmu, Sana. Itulah alasanku mengatakan semua itu. Aku tidak bisa membayangkan kau tidak lagi berada di sampingku saat aku terbangun dari tidurku. Itu mimpi buruk bagiku.

Ring ring! Ring ring!

“Ada apa?”

“Boss, kami sudah menangani wanita itu.”

“Lalu?”

“Akhirnya, dia mau menerima uang itu.”

“Baguslah,” aku langsung mengakhiri panggilan itu.

Salah satu kesalahan terbesarku adalah tidur dengan wanita lain. One night stand. Semua itu terjadi saat Sana berada di Amerika. Aku begitu merindukannya sampai-sampai setiap hari aku pergi ke bar untuk mencari hiburan. Suatu hari, aku bertemu dengan wanita itu di bar dan dia menawarkan dirinya. Rasa rindu akan sentuhan Sana dan minuman keras yang telah memabukkanku membuat aku menerima tawaran dari wanita itu. Pada akhirnya, akulah yang menyesal.

———————-

maaf chapter ini lebih pendek dari chapter2 sebelumnya.

sejauh ini bagaimana pendapat kalian? :)

 

PREVIEW

Aku terbangun dan tersadar bahwa ini sudah tengah malam. Kulihat Momo masih tertelap dan aku tidak tega untuk membangunkannya. Aku pun berjalan menuju kamar Sana untuk memastikannya baik-baik saja. Ternyata kudapati dia masih terlelap juga. Aku lalu berjalan mendekatinya dan melihat wajahnya dalam jarak dekat. Betapa aku rindu melihatnya tertidur seperti ini.

Mina, semoga kau cepat sembuh,” ucapku lalu mencium keningnya.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
momomoguring
Spin-off: A Poem Titled You
https://www.asianfanfics.com/story/view/1411438/a-poem-titled-you
Mungkin ini termasuk spoiler(?)

Comments

You must be logged in to comment
poplarbear #1
Chapter 30: AAAAAAAAA will you someday update this story? :'))
poplarbear #2
Chapter 12: Soo... Jeongyeon knows about Chae's past??
poplarbear #3
Chapter 10: Wew cerita bagus gini kok upvotesnya kurang yah :')
poplarbear #4
Chapter 2: AAAAAAA
babibu #5
Chapter 30: ah elah jeong udah deh move on aja ntu bukan jodoh elu, gw tabok kalo bikin onar lagi jeong
ini lagi emaknya kyungwan siapa sih? masih kepo nih
Kim6Ex
#6
Chapter 29: Aarrrrrr ga sabar update trozzz min,,,,,
SanaCheeseKimbap_
#7
Chapter 29: PEDANG PEDANGAN HAHAHAHAH
oncezara #8
Chapter 28: aaaaa :'))
Kim6Ex
#9
Chapter 28: Ahh.... Hemmm..... Ga bisa ngomong apa2
babibu #10
Chapter 27: sianjir jitzu angst banget sihh yalord swedih banget gw, ini lagi ceyong nembak aja lemotnya bukan maen malah asal nyosor doang! belum nembak loh, oh ya tuhkan gw sempet lupa kalo nama aslinya sana itu mina