Happiness

Salty Salt

Sembari menatap langit-langit kamarku, kudengarkan sebuah lagu yang baru-baru saja menarik perhatianku. Lagu dengan iringan gitar ini telah membuatku terhanyut dalam sebuah imajinasi yang entah datangnya dari mana. Aku tidak mengerti mengapa lagu ini begitu membuatku terpikat dengannya.

“Might be Déjà vu

First time we met, but I remembered you~”

Tanpa kusadari, aku mulai bernyanyi. Entah mengapa aku semakin merasakan keterikatan dengan lagu ini. Seolah-olah aku mengerti dengan baik kisah dari lagu ini.

 

Krekk

 

“Sana, apa kau yakin tidak ingin ikut?” tanya Mina yang baru saja membuka pintu kamarku.

“Tidak,” jawabku singkat tanpa beranjak dari tempat tidurku.

“Baiklah, kalau begitu kami pergi dulu ya. Dah~” ucap Mina lalu menutup kembali pintu kamarku.

Entah mengapa di malam minggu ini, aku merasa tidak ingin melakukan apapun. Aku hanya ingin berada di atas tempat tidur sembari menikmati dunia kecilku. Sesaat setelah Mina menutup pintu kamarku, aku kembali bernyanyi dan menikmati alunan musik yang membuatku perlahan terlelap.

 

—————————————————————

***

“Jadi, Sana tetap tidak mau ikut?” tanya Jeongyeon yang sedaritadi telah menunggu di depan apartemen Sana dan Mina. Mina kemudian menggelengkan kepalanya dan menunjukkan wajah yang sedikit kecewa.

“Baiklah! Kurasa malam ini menjadi waktu ‘kencan’ kita,” canda Jeongyeon sembari menatap Mina. Mina kemudian mengangguk pelan sembari tersenyum. Jeongyeon lalu menarik tangan Mina dan berjalan menuju lift.

 

—Di dalam mobil—

 

“Jadi, kita mau ke mana?” tanya Jeongyeon sembari mengemudikan mobilnya.

“Bagaiamana kalau kita makan dulu? Aku sangat lapar,” jawab Mina sembari memegang perutnya.

“Baiklah, tuan putri!” ucap Jeongyeon lalu mengacak-ngacak rambut Mina. Hal itu seketika membuat Mina tersipu malu dan tersenyum manis.

Sepanjang perjalanan, mereka mulai bercertia tentang banyak hal. Dimulai dari Mina yang menceritakan kehidupannya di Amerika sampai Jeongyeon yang menceritakan kehidupan perkulihannya yang penuh dengan kenangan pahit dan manis. Canda tawa pun memenuhi mobil Jeongyeon. Kegembiraan bisa terlihat di kedua wajah mereka.

“Mina..” panggil Jeongyeon yang masih mengemudikan mobilnya.

“Iya?” respon Mina terhadap panggilan Jeongyeon.

“Terima kasih,” ucap Jeongyeon lalu meraih tangan Mina dan menggenggamnya. Suasana menjadi hening setelah itu. Tak ada satupun dari mereka yang berani mengeluarkan suara. Yang mereka lakukan hanyalah menikmati kehadiran masing-masing.

—————————————————————

—Apartement Chaeyoung—-

 

“Berikan aku botol itu!” ucap Chaeyeong sambil berusaha meraih botol yang ada di tangan Dahyun.

“Aku tahu kau sedang merayakan keberhasilan artikelmu, tapi kau sudah terlalu banyak minum!” ucap Dahyun sambil berusaha menjauhkan botol bir yang ada di tangannya dari Chaeyoung.

“Entah kenapa kau lebih terlihat sedang sedih dibandingkan bahagia,” komentar Momo terhadap sikap Chaeyoung.

“Sedih? Senang? Hahahah.. aku tidak tahu apakah aku sedang senang atau sedih,” ucap Chaeyoung lalu menjatuhkan kepalanya ke atas meja.

“Astaga! Ada apa dengan anak ini?” tanya Dahyun yang mulai kebingungan melihat sikap Chaeyoung.

“Aku.. aku akan pindah..” ucap Chaeyoung dengan suara yang sangat pelan, tetapi masih dapat terdengar oleh Dahyun dan Momo.

“PINDAH?! ke mana?!” Dahyun tampak sangat terkejut mendengar perkataan Chaeyoung. Begitu juga dengan Momo yang langsung membatu saat mendengar itu. Chaeyoung kemudian mengangkat kepalanya dan mengangguk pelan.

“Aku dapat beasiswa keluar negeri..” ucap Chaeyoung sambil tersenyum pahit.

“ITU HAL YANG BAGUS, CHAEYOUNG!” ucap Momo dengan penuh antusias. “Tapi, kenapa kau malah terlihat sedih?”

“Tentu saja karna dia tidak rela meninggalkanku, sahabatnya yang paling setia,” ucap Dahyun yang tiba-tiba saja memeluk Chaeyoung.

“Jauhkan tanganmu dariku,” ucap Chaeyoung sambil berusaha melepaskan pelukan Dahyun. Namun, Dahyun tetap saja bersikeras untuk memeluk Chaeyoung. Akhirnya, Chaeyoung menyerah dan membiarkan dirinya dipeluk oleh Dahyun. Kekesalan terlihat jelas di wajahnya dan itu membuat Momo terrawa terbahak-bahak.

“Aku tahu kok alasannya,” ucap Dahyun lalu melepaskan pelukannya. “Sana, bukan?”

Chaeyoung hanya tersenyum pahit dan tidak berani untuk menjawab pertanyaan itu. Ia kemudian tertawa tanpa alasan dan menangis setelah itu. Hal itu membuat Dahyun dan Momo menjadi prihatin melihatnya. Mereka bisa merasakan betapa malangnya hidup Chaeyoung.

“Semoga dengan kepergianku ini, kekacauan ini bisa berarkhir,” ucap Chaeyoung dengan tatapan yang kosong.

 

—Flashback—

 

“J-Jeongyeon?” Chaeyoung tampak terkejut melihat kehadiran Jeongyeon di depan apartemennya. Terlihat jelas di wajah Jeongyeon bahwa ia sedang dalam keadaan serius. Oleh karena itu, Chaeyoung langsung menangkap maksud kehadiran Jeongyeon untuk menemuinya.

“Aku datang ke sini untuk menyelesaikan semua kekacauan di antara kita,” ucap Jeongyeon dengan serius.

“Apa lagi yang kau inginkan, Jeongyeon? Apa kau ingin menyuruhku menjauhi Sana lagi? Tanpa kau mengancamku pun, aku mengerti harus menjauhinya.”

“Tapi, bagaimana pun juga kau akan tetap bertemu dengan Sana, bukan? Dia akan terus berusaha menanyakan kabarmu, dia akan terus berusaha mengajakmu jalan, dia akan terus berusaha memberikanmu kue, bukan?”

“Lalu, apa yang kau inginkan? Melenyapkanku dari bumi?”

“Terimalah tawaran beasiswa yang barusan ini kau dapatkan. Tinggalkanlah Korea sehingga kau bisa melupakan Sana dan aku bisa bersama dengan Sana. Bukankah itu solusi yang menguntungkan kedua belah pihak?”

Chaeyoung kemudian terdiam dan tidak tahu harus menjawab apa. Di satu sisi, dia memang ingin melupakan Sana karena merasa dirinya hanyalah perusak hubungan orang. Namun, di sisi lain, dia tidak rela untuk berpisah dari Sana.

“Pikirkanlah baik-baik solusi yang kutawarkan ini. Sejujurnya, aku tidak ingin bermain kekerasan lagi. Jadi, tolong maafkan perbuatanku yang kemarin,” ucap Jeongyeon sembari menepuk-nepuk pundah Chaeyoung. Jeongyeon lalu meninggalakan Chaeyoung yang masih terdiam di depan apartemennya.

— Flashback End —

“Hei, jangan bersedih begitu. Kurasa pilihanmu untuk pindah keluar negeri adalah pilihan yang bagus. Kau bisa menjadi sukses di sana,” ucap Dahyun sambil memegang pundak Chaeyoung untuk memberikannya semangat.

“Ya, semoga saja,” jawab Chaeyoung dengan singkat.

—————————————————————

***

Ketika malam minggu menjadi waktu untuk pergi bersama teman, pacar, atau keluarga, di sinilah aku menghabiskan malam minggu sendirian di pinggiran Sungai Han. Sambil memandangi indahnya bulan di malam hari, aku mulai merenungkan kembali semua kejadian ajaib yang terjadi dalam hidupku. Semenjak aku bertemu kembali dengan Chaeyoung terlalu banyak hal yang tidak masuk akal memasuki hidupku. Ya, memang sejak awal hidupku tidaklah masuk akal karena adanya kemampuan ‘aneh’ dalam diriku.

“Apakah aku sedang dalam film fantasy? Kenapa semua hal yang tidak masuk akal ini terjadi dalam hidupku?” tanyaku pada diriku sendiri.

Kemudian, aku mulai teringat akan perkataan Nayeon beberapa waktu yang lalu. ‘Apakah kau tidak bertanya-tanya kenapa kau memiliki kemampuan itu, Jihyo? Jelas ada suatu alasan di baliknya.’ Apakah ini ada hubungannya dengan kehidupan masa laluku? Apakah aku pernah berbuat sesuatu hingga diberi kemampuan ini?

—Flashback—

Tzuyu terdiam sejenak sambil menatapiku. Ia seolah-olah ingin mengatakan sesuatu, tetapi tidak dapat mengatakannya.

“Kau.. tidak pernah mencoba untuk melihat masa lalumu sendiri?” tanya Tzuyu kepadaku.

“Huh? Untuk apa? Aku mengingat jelas semua yang telah kulalui,” jawabku.

.

.

.

.

“Itu berarti.. kau tidak pernah melihat kehidupanmu yang sebelumnya, bukan?”

—Flashback End—

Seketika aku merinding mengingat hal itu. Apa yang dikatakan Tzuyu dan Nayeon membuatku curiga bahwa aku mempunyai masa lalu yang kelam. Apakah dulunya aku seorang penjahat? Astaga, apakah hidupku dulu begitu susah sampai aku harus menjadi penjahat?

“Hei, Jeongyeon! Cepat kembalikan handphone-ku!” aku mendengar suara seseorang yang begitu familiar.

“Kejar aku kalau bisa!”

Seketika aku mencari sumber suara itu dan kudapati seorang pria dan wanita yang sedang berlari menjauhiku. Sebelum jarak antara aku dan mereka semakin besar, aku bangkit berdiri dan mengikuti mereka. Rasa penasaran merasukiku hingga aku berniat mengikuti mereka, tetapi sebelum aku semakin mendekati mereka..

“Apa yang kau lakukan?” pertanyaan itu menghentikan langkahku. Kubalikkan tubuhku dan kudapati seseorang yang tak asing bagiku.

“Kenapa kau selalu seperti hantu? Muncul-muncul di mana-mana tanpa peringatan,” ucapku dengan kesal.

“Apa yang kau lakukan?” tanya Tzuyu sekali lagi.

“Huh, bukan urusanmu. Bukankah tugasmu hanya mengurusi Chaeyoung? Kenapa kau selalu menggangguku?” aku mulai mengomeli Tzuyu yang tampak tidak berekspresi sama sekali. “Argh, sekarang aku tidak tahu mereka sudah di mana. Ini semua gara-gara kau! Coba saja tadi..”

Ketika hawa dingin seketika terasa panas. Tubuhku yang tadinya hampir membeku, kini mendidih. Mulutku yang tadinya bergerak penuh antusias, kini terdiam kaku bagaikan kena sihir. Aku terdiam bagai patung di hadapan Tzuyu yang saat ini sedang menciumku! Aku tahu seharusnya aku mendorongnya sekarang. Namun, badanku seolah-seolah tidak dapat menolaknya. Hal terburuknya adalah.. aku menikmatinya.

“Dengan begini kau bisa diam,” ucap Tzuyu seolah-olah tak berperasaan. Satu kalimat yang ingin kuucapkan padanya.. what the hell.

—————————————————————

***

Ting tong! Ting tong!

Ting tong! Ting tong!

 

Suara bel itu telah mengusik tidurku dan membuatku meninggalkan dunia mimpiku yang begitu indah. Dengan berat hati, kutinggalkan tempat tidurku dan berjalan untuk membuka pintu.

“Siapa sih yang datang jam segini?” keluhku sembari berjalan menuju pintu. “Momo? Chaeyoung?” aku berusaha untuk menebak siapa yang berada di balik pintu.

 

Krekk

 

Kubuka pintu apartemenku secara perlahan dengan harapan akan ada yang menyapaku dari balik pintu. Namun, sesaat setelah kubuka pintu, ekspektasi itu tidak pernah menjadi realita. Tidak ada seorang pun di balik pintu apartemenku. Ini membuatku bertanya-tanya siapakah yang membunyikan bel?

“Ugh, pasti ada seseorang yang sedang iseng,” gumamku lalu berniat untuk kembali tidur. Namun, sebelum aku menutup kembali pintu apartementku, kusadari ada sesuatu yang tergeletak di bawah pintu. Tanpa berpikir panjang, aku langsung mengambil benda itu dan mengamatinya untuk beberapa saat.

“Sebuah.. map?”

—————————————————————

***

— Apartement Chaeyoung —

 

Ketika Chaeyoung dan Dahyun telah berada di dunia lain, Momo masih tetap terjaga dengan ditemani musik yang diputarnya dengan handphone-nya. Sembari berbaring dan menatapi langit-langit, Momo tampak sedang memikirkan sesuatu. Sesekali dia menghembuskan nafas panjang seolah-olah itu dapat membawa pergi beban yang ada dipikirannya.

“Aku.. tidak tahu lagi..” gumam Momo. Tidak lama setelah itu, Momo bangkit dan memerhatikan kedua temannya yang sedang tertidur pulas di atas lantai. Ia perlahan mendekati salah satu dari mereka. Ia kemudian mengelus kepalanya sambil tersenyum.

“Aku tidak tahu sejak kapan.. sepertinya aku.. mulai menyukaimu,” ucap Momo dengan sedikit canggung walaupun tidak ada yang mendengarnya. Dengan sedikit perasaan ragu, Momo lalu mencium keningnya lalu berkata, “Tapi, kau tidak perlu mengetahuinya.. Chaeyoung.”

—————————————————————

***

Aku tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Apakah yang kulihat ini semua benar? Apakah selama ini banyak hal yang tidak kuketahui? Namun, mengapa tidak ada yang memberi tahuku? Ataukah semua ini hanyalah rekayasa? Aku seharusnya tidak boleh mempercayai hal seperti ini dengan mudah. Namun, entah mengapa.. hal ini tidak bisa kutolak.

 

Krekk

 

Tidak biasanya aku begitu lesu saat mendengar suara pintu terbuka. Biasanya aku sangat antusias ketika Mina akhirnya pulang. Namun, kali ini berbeda. Keceriaanku telah hilang oleh karena hal-hal yang belum pasti kebenarannya. Aku sangat aneh, bukan?

“Sana!” suara itu.. suara yang saat ini tidak ingin kudengar.

“Sana, aku membawakan es krim kesukaanmu!” ucap Jeongyeon sesaat membuka pintu kamarku. Aku tidak bisa berkata apapun. Bahkan untuk menggerakkan tubuhku saja aku tidak bisa.

“Sana? Ada apa denganmu?” tanya Jeongyeon sembari mulai mendekatiku. Ia lalu duduk di pinggir tempat tidurku sambil menatapiku dengan penuh kekhawatiran. “Sana?”

Dengan tangan gemetar, kuambil sebuah map yang tergeletak di atas meja kecil di samping tempat tidurku. Pada awalnya, aku ragu untuk memberikannya pada Jeongyeon. Namun, rasa keingintahuanku lebih besar dari keraguanku. Akhirnya, kuberikan map itu pada Jeongyeon tanpa mengatakan sepatah katapun.

“Apa ini?” tanyanya dengan bingung.

“Kumohon.. jelaskan padaku apa yang sebenarnya terjadi,” aku mengatakan hal itu dengan harapan Jeongyeon akan mengatakan bahwa semua yang ada dalam map itu tidak benar.

Ia perlahan membuka map itu dan mendapati beberapa foto dan berkas di dalamnya. Ia kemudian mengambil foto-foto itu dan melihatnya untuk waktu yang cukup yang lama. Ekspreksi yang ia.. tunjukkan tidak yang seperti kuharapakan. Aku semakin takut.. untuk mendengar apa yang akan dia katakan.

“Ada satu hal yang ingin kukatakan padamu selama ini, tapi.. aku terlalu takut untuk mengatakannya,” ucap Jeongyeon dengan ekspresi yang sama sekali tidak kuharapkan.

“Tolong katakan yang sejujurnya, Jeongyeon,” ucapku masih sambil berusaha tersenyum.

“Aku.. aku.. tolong maafkan aku, Sana” ucapnya lalu mulai menangis. Sungguh aku tidak kuat untuk mendengar apa yang ingin dia katakan selanjutnya.

“Jadi, semua itu benar?” tanyaku sembari tersenyum pahit. “Jeongyeon.. bisakah kau keluar dari kamarku sekarang?”

 

***

Dengan dipenuhi oleh emosi, Jeongyeon keluar dari kamar Sana tanpa berkata apapun. Wajahnya tampak sangat merah dan bisa terlihat dengan jelas dia sedang berusaha menahan segala rasa amarah dan kesedihan yang dia rasakan.

“AHHHH!!” Jeongyeon berusaha meluapkan emosinya sembari mengepalkan tangannya. Hal itu membuat Mina terkejut dan merasa khawatir. Tanpa mengucapkan sepatam katapun pada Mina, Jeongyeon langsung meninggalkan apartement Sana dan Mina. Mina yang penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi memberanikan diri untuk memasuki kamar Sana.

 

***

Walaupun ragu, aku tetap memasuki kamar Sana dengan harapan aku mengerti apa hang terjadi. Ketika aku memasuki kamarnya, aku sangat terkejut mendapati Sana yang sedang menangis dan yang membuatku lebih terkejut lagi adalah.. foto-foto dan berkas-berkas yang berserakan di atas tempat tidur Sana. Aku tahu apa yang sebenarnya terjadi.

“Sana..” panggilku sembari mendekatinya. Aku lalu duduk di pinggir tempat tidurnya dan memeluknya dengan erat. Satu hal yang kurasakan, perasaan bersalah.

“Kenapa dia tidak pernah mengatakan semua ini?” tanya Sana. Mendengar pertanyaan itu membuatku semakin merasa bersalah. Pikiranku semakin kacau karena perasaan bersalah ini.

“Sana.. aku juga ingin minta maaf,” ucapku dengan sedikit ragu-ragu. Hal ini lalu membuat Sana sedikit kebingungan. Ia menatapku untuk waktu yang cukup lama. Ia tampak tidak mengerti maksudnperkataanku.

“Aku selama ini sudah mengetahuinya..” ucapku dengan suara yang sangat pelan. Aku kemudian menundukkan kepalaku karena tidak berani untuk menghadapi mukanya. Aku takut, sangat takut.

“Jadi, hanya aku yang tidak tahu?” tanyanya dengan sangat miris.

“Percayalah hal ini tidak mudah untuk diungkapkan. Jeongyeon, telah melewati banyak pergumulan karena hal ini,” aku berusaha membela Jeongyeon di depan Sana.  Namun, Sana tampak tidak ingin berkata apapun. Aku tidak tahan.. aku tidak tahan lagi..

“Sana.. Jeongyeon telah banyak menderita. Oleh karena itu.. tolong maafkan dia kali ini saja. Agar aku..” sejenak aku terdiam karena takut untuk mengatakannya. Namun, aku tidak bisa menyembunyikannya lagi.

“Aku bisa bahagia melihat orang yang kusukai bahagia.”

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
momomoguring
Spin-off: A Poem Titled You
https://www.asianfanfics.com/story/view/1411438/a-poem-titled-you
Mungkin ini termasuk spoiler(?)

Comments

You must be logged in to comment
poplarbear #1
Chapter 30: AAAAAAAAA will you someday update this story? :'))
poplarbear #2
Chapter 12: Soo... Jeongyeon knows about Chae's past??
poplarbear #3
Chapter 10: Wew cerita bagus gini kok upvotesnya kurang yah :')
poplarbear #4
Chapter 2: AAAAAAA
babibu #5
Chapter 30: ah elah jeong udah deh move on aja ntu bukan jodoh elu, gw tabok kalo bikin onar lagi jeong
ini lagi emaknya kyungwan siapa sih? masih kepo nih
Kim6Ex
#6
Chapter 29: Aarrrrrr ga sabar update trozzz min,,,,,
SanaCheeseKimbap_
#7
Chapter 29: PEDANG PEDANGAN HAHAHAHAH
oncezara #8
Chapter 28: aaaaa :'))
Kim6Ex
#9
Chapter 28: Ahh.... Hemmm..... Ga bisa ngomong apa2
babibu #10
Chapter 27: sianjir jitzu angst banget sihh yalord swedih banget gw, ini lagi ceyong nembak aja lemotnya bukan maen malah asal nyosor doang! belum nembak loh, oh ya tuhkan gw sempet lupa kalo nama aslinya sana itu mina