Having Fun

Salty Salt

Dengan penuh keheranan, aku mulai mengobservasi seorang pria asing yang baru saja duduk di sebelah Chaeyoung. Wajahnya tampak begitu dingin dan tidak bersahabat. Dia hanya terdiam saja semenjak duduk di situ. Aku pun menjadi khawatir dengan kedatangan pria itu.

“Apa yang harus kita lakukan?” bisikku pada Jihyo. Dapat kulihat Chaeyoung merasa tidak nyaman dengan kehadiran pria itu di sampingnya.

“Huh, baiklah. Perkenalkan ini, Tzuyu. Dia adalah.. ya semacam temanku,” ucap Jihyo dengan raut wajah yang tidak begitu menyenangkan.

“Senang bertemu denganmu,” ucap pria itu dengan begitu datar.

“Aku Sana. Senang bertemu denganmu juga,” ucapku dengan canggung.

“T-tunggu! Sejak kapan kalian berteman?” tanya Chaeyoung dengan begitu terkejut. Sejujurnya, aku benar-benar tidak mengerti dengan situasi ini.

“Sejak.. dia datang ke kafe ini?” jawab Jihyo dengan sedikit keraguan.

“Aku jadi sering ke kafe ini sejak kau mengembalikan mantelku waktu itu,” sambung pria bernama Tzuyu itu.

“Ah, rupanya begitu,” ucap Chaeyoung sembari mengangguk-ngangguk.

“Tunggu sebentar.. jadi kalian semua saling mengenal?” aku berusaha menebak situasi yang sedang terjadi.

“Ya, seperti itulah,” jawab Tzuyu.

Sesaat setelah itu, suasana menjadi canggung lagi. Tak ada satu pun dari kami yang bersuara. Aku hanya memainkan jariku di atas meja sambil melihat orang-orang yang lalu-lalang di depan kafe Jihyo. Tampak semua orang memiliki kesibukannya masing-masing.

“Bagaimana kalau kita jalan-jalan malam ini?” tanya Tzuyu secara tiba-tiba. Benar-benar sebuah pertanyaan yang tidak terduga dari seorang pria yang baru kulenal.

“Jalan-jalan?” tanya Chaeyoung dengan bingung. Kulihat Jihyo langsung menatapi Tzuyu dengan aneh. Seolah-olah ia sedang bertelepati dengan Tzuyu.

“Chaeyoung baru saja kembali ke Korea setelah beberapa tahun. Bukankah harus kita rayakan?”  tanya Tzuyu dengan nada yang sangat datar. Tidak tampak rasa kegembiraan pada raut wajahnya. Sangat bertentangan dengan kalimat yang diucapkannya.

“Dari mana kau tahu?” lagi-lagi Chaeyoung membalas pertanyaan Tzuyu dengan sebuah pertanyaan lain. Kali ini pun sama. Jihyo kembali menatapi Tzuyu dengan aneh.

“Tentu saja aku tahu. Apa kau lupa? Aku bekerja di CT Group,” jawab Tzuyu dengan santai. Sesaat setelah itu, aku melihat raut wajah Chaeyoung berubah. Ia tampak terkejut mendengar pernyataan dari Tzuyu itu. Aku pun memutar ulang perkataan Tzuyu di dalam kepalaku. Dia ada pemilik CT Group? Sepertinya.. aku tahu perusahaan itu. (Kalau kalian lupa siapa Tzuyu, silakan liat di chapter 5 ‘Begin’)

“CT Group? Bukankah kalian yang bekerja di bidang penerbitan buku itu?” tanyaku dengan penasaran.

“Yap, kau benar sekali,” jawab Tzuyu.

“Wah, apa kau akan menerbirkan buku Chaeyoung?” tanyaku dengan penuh semangat.

“Eh.. itu..” Chaeyoung tampak ragu untuk menjawabnya.

“Dia rekan bisnisku. Aku tidak bisa menjelaskannya dengan detail karna itu rahasia perusahaan,” Tzuyu berusaha membantu Chaeyoung untuk menjawab pertanyaanku. “Baiklah, aku akan pergi sekarang. Jam 8 aku akan menjemput kalian bedua. Kau, Chaeyoung, bisa langsung ke Myeongdong.”

Tzuyu kemudian beranjak dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan kafe ini. Aku hanya menatapi kepergiannya dengan penuh keheranan. Sungguh orang itu sangat unik dan tidak terduga.

 

—————————————————————

***

Myeongdong, 8.20 P.M.

 

Dengen tergesa-gesa, Chaeyoung berlari menuju tempat di mana ia akan bertemu dengan keempat orang temannya. Sesampainya di sana, ia mendapati keempat orang tersebut sedang bercakap-cakap dengan satu sama lain.

“Maaf aku terlambat,” ucap Chaeyoung dengan nafas yang tidak beraturan. Ia kemudian memegang kedua lututnya dan menghadapkan wajahnya ke bawah. Dengan posisi itu, ia berusaha untuk mengatur nafasnya.

“Woah, santai santai. Atur nafasmu dulu,” ucap Jihyo berusaha menenangkan Chaeyoung.

“Kami juga baru sampai di sini, Chaeyoung. Kau tidak perlu sepanik itu,” ucap Sana yang juga berusaha menenangkan Chaeyoung.

“Baiklah, ayo kita jalan,” ucap Tzuyu lalu mulai berjalan sambil menarik tangan Jihyo. Jihyo pun mulai berjalan mengikuti tarikan tangan Tzuyu. Saat itu, Chaeyoung masih berusaha mengatur nafasnya dan Sana masih berdiri di sampingnya, menunggunya hingga siap untuk berjalan.

“Hei, apa kau tidak lihat Chaeyoung masih lelah?” tanya Jihyo dengan ketus.

“Apa kau tidak mengerti?” ucap Tzuyu dengan mada datarnya.

“Apa?” tanya Jihyo dengan bingung. Tzuyu lalu memalingkan wajahnya ke belakang, seolah-olah menyuruh Jihyo untuk melihat ke belakang. Jihyo pun langsung memalingkan wajahnya untuk melihat apa yang dimaksud oleh Tzuyu. Ia kemudian mendapati Sana yang masih berdiri di samping Chaeyoung. Ia pun mengerti apa yang dimaksud oleh Tzuyu.

“Rupanya kau sedang menjalankan tugasmu, Mr. Cupid,” ucap Jihyo sembari tersenyum.

“Jadi, mari kita tinggalkan mereka,” ucap Tzuyu lalu memberikan sebuah senyuman pada Jihyo. Ia kemudian berjalan dengan cepat sembari menarik tangan Jihyo dengan kuat.

“Hei, hei! Apa kita harus meninggalkan mereka?” tanya Jihyo yang masih ragu dengan rencana Tzuyu. Namun, Tzuyu tidak menjawab pertanyaan itu. Mereka terus berjalan mendahului orang-orang yang tadinya berada di depan mereka.

 

***

 

Akhirnya setelah beberapa saat, aku dapat mengatur nafasku dengan baik. Aku kemudian mengangkat wajahku untuk melihat Jihyo dan Tzuyu yang telah berjalan mendahului kami. Saat itulah aku sadar bahwa kami telah kehilangan mereka.

“Huh? Ke mana Jihyo dan Tzuyu pergi?” tanyaku pada Sana yang masih berada di sampingku. Sana kemudian memalingkan wajahnya untuk melihat ke arah Jihyo dan Tzuyu pergi. Ia pun mendapati Jihyo dan Tzuyu tidak lagi berada di depan kami.

“Bukannya tadi mereka di depan kita? Kenapa sudah tidak ada?” tanya Sana yang juga kebingungan. “Aku akan menelpon Jihyo,” ucap Sana lalu mengambil telpon genggamnya dari dalam tasnya. Ia kemudian mencoba untuk menghubungi Jihyo. Namun, sepertinya hasilnya nihil.

“Kenapa aku tidak bisa menghubungi Jihyo?” tanya Sana sambil mencoba menghubungi Jihyo. “Apa jaringan sedang bermasalah? Coba aku menelponmu,” ucap Sana lalu mencoba menelponku. Ternyata Sana berhasil menelponku. Itu berarti tidak ada masalah dengan jaringannya. Ia kemudian mencoba lagi untuk menelpon Jihyo. Namun, hasilnya tetap sama.

“Aku akan coba menghubungi Tzuyu,” ucapku lalu mengambil telpon genggamku dari kantong celanaku. Aku mencoba menelpon Tzuyu, tetapi aku juga tidak bisa menelponnya.

“Sebaiknya kita jalan saja. Aku yakin kita akan menemukan mereka,” ucap Sana dengan optimis. Aku pun setuju dengan usulnya. Kami kemudian berjalan menyusuri Myeongdong yang pada malam itu sangat dipadati pengunjung.

 

—————————————————————

***

 

“Jeongyeon..” panggil seorang anak kecil yang berumur hampir lima tahun. Mata anak kecil itu tampak sembap karena menangis. Sambil memegang boneka kesayangannya, ia datang menghampiri Jeongyeon yang sedang duduk di pinggir tempat tidurnya. Jeongyeon kemudian merentangkan tangannya karena ingin menyambutnya dengan sebuah pelukan. Sesampainya anak itu di hadapan Jeongyeon, ia langsung memeluk anak itu dengan erat.

“Ada apa, Kyungwan?” tanya Jeongyeon pada anak itu.

“Aku takut..” jawab anak bernama Kyungwan itu.

“Takut? Apa yang kau takutkan?” tanya Jeongyeon lagi.

“Aku takut ada hantu di kamarku..” jawab anak itu sambil menangis.

“Hantu? Siapa hantu yang berani menganggu putra dari Yoo Jeongyeon? Aigoo.. dia harus berhadapan denganku,” ucap Jeongyeon yang berusaha menghibur Kyungwan. “Baiklah, kau akan tidur denganku malam ini,” lanjut Jeongyeon.

“Yeay! Terima kasih, Jeongyeon,” ucap Kyungwan lalu memeluk Jeongyeon dengan erat.

 

—————————————————————

Myeongdong, 9.10 P.M.

 

“Woah, tteokbokki ini sangat enak!” ucap Jihyo lalu memasukkan sepotong kue beras ke dalam mulutnya. “Cobalah! Kau dari tadi tidak memakannya,” lanjut Jihyo sambil menyodorkan sepotong kue beras ke arah Tzuyu. Tzuyu kemudian memakan sepotong kue beras tersebut dan hal itu membuat Jihyo terkejut karena ia tidak menduga Tzuyu akan memakannya.

“Wah, aku tidak menyangka kau akan memakannya,” komentar Jihyo.

“Tentu saja karna itu darimu,” ucap Tzuyu dengan suara yang sangat kecil.

“Huh? Kau bilang apa?” tanya Jihyo yang tidak menangkap ucapannya Tzuyu. Namun, Tzuyu tidak menjawab pertanyaan tersebut.

“Dasar aneh..” gumam Jihyo. Jihyo kemudian menghabiskan tteokbokki yang dibelinya itu dengan lahap. Sesaat setelah itu, ia langsung menyadari suatu hal.

“Hmm.. ada yang aneh,” ucap Jihyo sesaat setelah menyadarinya. “Kenapa mereka berdua tidak menelpon kita? Harusnya mereka mencari kita, bukan?” lanjut Jihyo.

“Biarkan saja mereka berdua,” jawab Tzuyu dengan datar. Namun, Jihyo mengabaikan perkataan Tzuyu. Ia langsung mengambil telpon genggamnya untuk memerika apakah Sana mengiriminya pesan.

“Sana sama sekali tidak menelponku atau mengirimiku pesan,” ucap Jihyo dengan heran. “Bukankah sangat aneh?” lanjutnya.

“Lebih aneh dari berjalan bersamaku, seorang Amor?” ucap Tzuyu yang masih memandang ke depan. Sesaat setelah Tzuyu mengatakan hal tersebut, Jihyo langsung mengerti mengapa hal itu terjadi.

“Ya, ya.. aku mengerti ini pasti pekejaan Amor yang ada di sampingku,” ucap Jihyo sambil meletakkan kembali telpon genggamnya ke dalam tas.

 

—Di sisi lain Myeongdong—

***

 

“Wah, liat! Ada stand yang menjual pernak-pernik!” ucap Sana dengan begitu bersemangat sambil menunjuk stand tersebut. Ia kemudian menarik tanganku dan membawaku ke stand tersebut. Sesampainya di sana, ia mulai melirik sana sini, mengobservasi setiap barang yang ada di situ. Ia tampak begitu antusias melihat barang-barang tersebut.

“Chaeyoung, coba lihat ini!” panggilnya. Aku pun memalingkan wajahku ke arahnya dan kudapati dia sedang mengenakan sebuah bando berbentuk telinga kelinci. “Lucu, bukan?” tanyanya.

“Tentu saja,” ucapku sembari tersenyum lebar. Saat itu juga, aku semakin menyadari bahwa aku tidak akan pernah bisa melupakannya dan betapa aku sangat menyayanginya.

“Hei, coba ini, Chaeyoung!” ucapnya lalu mengenakan sebuah bando berbentuk telinga kucing padaku. “Wah, lucunya!” komentarnya sesaat setelah mengenakan bando itu padaku. Aku kemudian menjadi tersipu malu, apalagi banyak orang yang melihatiku.

Aigoo.. kalian berdua ini pasangan yang imut! Apa kalian tidak berminat untuk membelinya?” ucap ahjumma pemiliki standtersebut. Mendengar ucapannya itu, membuatku semakin salah tingkah. Mulutku pun tidak berani untuk mengatakan bahwa sebenarnya kami tidak berpacaran. Ya mungkin lebih tepatnya.. mulutku tidak ingin mengatakannya.

“Harganya berapa, ahjumma?” tanya Sana yang tampak begitu senang. Aku cukup terkejut saat Sana tidak berusaha membenarkan pernyataan ahjumma tersebut.

“Jika kau ingin membeli dua bando itu, harganya 5000 Won!” jawab ahjumma dengan begitu bersemangat.

“Ah, baiklah, aku akan membelinya!” ucap Sana lalu mulai merogoh tasnya untuk mencari dompetnya. Sementara Sana masih mencari dompetnya, aku langsung mengeluarkan dompetku. Aku kemudian memberikan 5000 Won pada ahjumma itu.

“Terima kasih banyak, anak muda! Semoga kalian selalu langgeng ya,” ucap ahjumma tersebut sembari tersenyum dengan lembut.

“Huh, Chaeyoung.. kau tidak perlu membayarnya. Ini kuganti uangmu,” ucap Sana sambil menyodorkan 5000 Won yang baru saja dikeluarkannya dari dompet.

“Tidak perlu, Sana,” tolakku sambil tersenyum. “Ayo kita pergi,” lanjutku lalu menarik tangannya dan mulai berjalan. Entah sejak kapan aku mulai jadi berani seperti ini. Diriku yang dulu pasti akan berusaha menjaga jarak dengan Sana. Namun, kini aku begitu berani untuk jalan berdua dengannya seperti ini.

“Kalau kau tetap merasa tidak enak.. bagaimana kalau kau beli es krim untuk kita berdua?” usulku sesaat setelah melihat sebuah gerobak es krim di depan kami.

“Oke, baiklah!” ucap Sana sambil tersenyum. “Kau mau rasa apa?” tanyanya.

Strawberry,” jawabku sambil tersenyum pula.

“Baiklah, kau tunggu di sini. Aku akan pergi membelinya,” ucapnya lalu berjalan meninggalkanku. Sembari melihatnya dari kejauhan, aku mulai bertanya-tanya ‘mengapa aku bisa berakhir seperti ini?’ Tidak pernah kusangka bahwa setelah aku kembali ke Korea, aku akan bertemu dengannya lagi. Padahal aku sudah berencana untuk tidak akan pernah bertemu dengannya lagi. Namun, sepertinya takdir menginginkan kami untuk selalu bertemu. Apakah takdir juga menginginkan kami untuk bersama? Itu adalah sebuah pertanyaan yang belum dapat terjawab.

“Hoi, Chaeyoung!” panggil Sana yang membangunkanku dari lamunanku. Kudapati dia telah berada depanku sambil memegang dua buah es krim, satu berasa strawberry dan satunya lagi berasa cokelat.

“Ini es krimmu!” ucapnya sambil menyodorkan es krim yang berasa strawberry. Sambil tersenyum, aku mengambil es krim itu dari genggamannya.

Thanks,” ucapku lalu mulai memakan es krim itu. Sesaat setelah itu, kami mulai terdiam dan hanya berfokus pada es krim yang kami makan. Sesekali aku meliriknya dan aku mendapati dia sangat imut saat memakan es krimnya itu.

“Apa ada es krim yang menempel?” tanya Sana yang tampak kebingungan melihatku.

“Ah, tidak ada kok,” jawabku.

“Lalu, kenapa kau melihatiku seperti itu?” tanyanya lagi.

“Eh.. bukan apa-apa,” jawabku yang mulai salah tingkah.

“Apa kau mendapatiku sangat imut?” dia mulai menggodaku dan itu membuatku semakin salah tingkah.

“Eh.. yaa.. t-tentu saja..” ucapku yang terbata-bata. Ia kemudian tertawa melihatku dan aku menjadi sangat malu di depannya.

“Aigoo, Chaeyoung.. kau sangat mudah untuk digoda,” ucapnya yang masih tertawa. Aku pun tidak bisa berkata apapun. Aku hanya terdiam dan tersipu malu.

“Ayo kita lanjutkan kencan kita dengan pergi minum!” ucapnya yang tampak begitu bersemangat. Sesaat aku terkejut mendengar kata ‘kencan’ dari mulutnya. Namun, aku tahu dia pasti hanya ingin menggodaku saja.

“Baiklah, ayo kita pergi minum,” aku menyetujui usulnya. Ia lalu langsung menarik tanganku dan membawaku sesuai keinginannya.

“Sudah lama sekali rasanya sejak terakhir kali aku berkencan. Makanya, aku senang sekali saat ini!” ucapnya yang tampak begitu antusias. Aku pun hanya bisa tersenyum melihat keceriaannya.

 

—————————————————————

“Ah, enaknya!” ucap Sana sesaat setelah meminum seteguk soju.

“Rupanya kau kuat minum juga ya,” komentarku sembari menuangkan soju untuk Sana.

“Oh, ya ini baru pertama kalinya, bukan? Kita pergi minum bersama,” tanya Sana lalu menenguk lagi segelas soju.

“Iya, ini baru pertama kalinya aku pergi minum bersamamu,” jawabku lalu menuangi gelasku dengan soju. Aku kemudian meminum soju tersebut. Ketika soju itu mengalir di kerongkonganku, rasanya benar-benar sangat menyegarkan.

“Kurasa ada yang aneh dengan Jihyo dan Tzuyu,” aku memulai sebuah topik pembicaraan baru. Entah mengapa Sana tersenyum dengan lebar setelah aku mengatakan hal itu.

“Kau masih belum menyadarinya?” ucapnya sembari tersenyum.

“Menyadari apa?” tanyaku dengan bingung.

“Mereka itu sedang pergi berkencan,” ucap Sana lalu terkekeh-kekeh. Mendengar itu, aku langsung terkejut. Mataku terbuka dan mulutku membisu. Mereka berkencan? Tidak pernah terlintas dalam pikiranku.

“Sepertinya kau memang terlalu polos, Chaeyoung,” ucapnya lalu terkekeh-kekeh lagi.

“Sungguh? Aku tidak terpikirkan akan hal itu,” aku masih meragukan pendapat Sana.

“Lalu, menurutmu kenapa mereka tidak berusaha menghubungi dan mencari kita?” tanya sambil menopang dagunya dengan tangan kanannya.

Aku terdiam sejenak untuk memikirkan jawaban dari pertanyaannya itu. Namun, selama apa pun aku mencoba untuk mencari jawabannya, aku tetap tidak menemukan jawaban dari pertanyaan itu. Aku tidak mengerti mengapa mereka tidak berusaha mencari kami. Apakah memang apa yang dikatakan Sana itu benar?

“Kurasa mereka sudah merencanakan ini,” ucapnya lalu kembali menuangkan soju ke dalam gelasnya. “Tapi, aku tidak masalah dengan itu,” ucapnya sembari tersenyum lalu meneguk soju yang ada di gelasnya.

“Ya, kurasa aku tidak bisa menemukan alasan lain, selain yang kau ucapkan itu,” ucapku sambil mengangguk-ngangguk kecil. Sesaat kami terdiam dan hanya menikmati soju yang berada di depan kami. Malam itu cukup dingin hingga membuat soju adalah hal yang paling nikmat untuk kami minum.

“Ehm, Sana,” panggilku. Ia lalu menoleh ke arahku. “Dari tadi aku ingin menanyakan hal ini..” ucapku lalu terdiam sejenak.

“Ya?” Sana mulai tampak penasaran dengan apa yang ingin kutanyakan. Entah mengapa berat rasanya untuk menanyakan hal ini. Entah mengapa aku memiliki firasat bahwa pertanyaan ini akan membuatnya sedih.

“Apa yang ingin kau tanyakan, Chaeyoung?” tanyanya yang tampak semakin penasaran. Rasa penasaranku pun semakin tinggi, mengalahkan firasatku. Akhirnya, aku memberanikan diri untuk bertanya.

“Kenapa kau bisa bekerja dengan Jihyo?” tanyaku dengan ragu. Sesaat setelah menanyakan itu, Sana terdiam sejenak. Raut wajahnya tampak berubah. Sepertinya, firasatku benar.

“Ceritanya cukup panjang. Intinya, aku dan Mina menutup toko kami. Lalu, Mina kembali ke Jepang dan aku tetap di sini. Sekarang, aku tinggal dan bekerja dengan Jihyo,” ucap Sana sembari berusaha untuk tersenyum. Aku menyadari bahwa ada kisah pahit yang dialaminya selama aku meninggalkan Korea. Namun, aku tidak ingin menanyainya lebih lanjut sebab aku menyadari aku bukanlah siapa-siapa.

 

—————————————————————

***

10.30 P.M.

 

“Ya, rupanya jalan denganmu tidak buruk juga,” ucapku lalu memakan bungeoppang yang ada di tanganku. Dia hanya terdiam saja dan tidak menjawabku. Ia tetap memandang ke depan sembari mengemudikan mobil yang kami tumpangi. “Tampaknya aku sudah gila ya. Dari tadi, aku bicara sendiri,” gerutuku.

“Terima kasih,” ucap Tzuyu secara tiba-tiba.

“Huh? Terima kasih karna aku sudah gila?” tanyaku yang kebingungan. Aku kemudian mendapatinya tertawa kecil karena mendengar pertanyaanku itu. “Kau benar-benar sangat aneh. Kau berterima kasih karna apa, huh?” lanjutku.

“Aku berterima kasih karna kau tidak memilih untuk pulang setelah kita meninggalkan mereka berdua,” ucapnya sambil melirikku.

“Untuk apa aku pulang? Sudah jauh-jauh ke sana, masa harus pulang,” ucapku lalu lanjut memakan bungeoppang yang masih ada di tanganku.

“Apa kau merasa nyaman berjalan denganku?” tiba-tiba ia menanyakan sebuah pertanyaan yang membuatku tertegun.

“Kenapa kau menanyakan hal itu?” aku menanyainya balik.

“Aku hanya ingin tahu.. apa rasa itu masih ada di dalam hatimu,” jawabnya dengan suara gemetar. Aku kemudian mendapatinya dengan raut wajah yang sedih. Entah mengapa aku juga turut merasakan kesedihannya.

“Jihyo.. aku egois,” ucapnya sambil menggenggam erat stir mobilnya. “Karna aku ingin kau mengingatku,” lanjutnya lalu tiba-tiba membanting stirnya dan menancap gas.

“TZUYU, APA YANG KAU LAKUKAN?!” teriakku sambil menutup mataku dan memegang erat kursi yang aku duduki. Namun, sesaat setelah itu, aku tidak merasakan apapun lagi. Aku tidak merasakan guncangan mobil. Bahkan getaran sedikit pun aku tidak merasakannya. Karena penasaran, perlahan-lahan aku membuka mataku.

What the.. bagaimana aku bisa di sini?” ucapku setelah menyadari bahwa aku sudah berada di apartemenku.

 

—————————————————————

***

11.20 P.M.

 

Fancy~ Youu~~” Sana mulai bernyanyi-nyanyi karena ia telah mabuk berat. Sembari berusaha menelpon Jihyo, aku menopang badannya dan menuntunnya berjalan.

“Kenapa Jihyo masih tidak bisa dihubungi?” gumamku. Sudah sepuluh menit lamanya, aku berusaha menghubungi Jihyo dan Tzuyu. Namun, hasilnya masih tetap sama mereka tidak dapat dihubungi.

FANCY~~” tiba-tiba Sana berteriak dan membuat semua orang yang berada di sekitar kami terkejut. Melihat kondisi Sana yang seperti ini, membuat tidak punya pilihan lain lagi. Aku akan membawanya ke hotelku.

Aku kemudian memanggil taksi untuk mengantarkan kami ke hotelku. Di dalam taksi, Sana mulai tenang dan tidak bernyanyi-nyanyi lagi. Perlahan-lahan ia menyandarkan kepalanya pada pundakku, lalu terlelap di atas pundakku.

“Tampaknya dia sudah lelah,” ucap supir taksi yang sedang mengantar kami.

“Iya,” jawabku dengan suara yang pelan sambil melirik ke arahnya. Melihatnya tidur membuatku tersenyum dan jantungku berdebar-debar. Kemudian, kulihat tangannya yang mungil berada di atas pahaku. Aku lalu mengambil tangannya itu dan menjalinkan jari-jariku dengan jari-jarinya. Kugenggam tangannya itu dengan erat. Rasanya sudah lama sekali aku ingin melakukan itu.

“Aku percepat sedikit ya agar kita segera sampai,” ucap supir itu yang tampak peduli dengan Sana.

“Baiklah,” ucapku. Aku lalu menyandarkan kepalaku pada kepalanya yang sedang bersandar pada pundakku. Sejenak aku menutup mataku dan menikmati momen ini.

 

—————————————————————

7.10 A.M.

 

Dari kamar hotelku, aku memandangi kota Seoul yang telah lama tidak kujumpai. Memandanginya membuatku sadar bahwa telah banyak yang berubah, termasuk diriku sendiri. Kejadian semalam.. adalah salah satu bukti bahwa aku telah berubah. Aku bukan lagi Chaeyoung yang dulu. Seorang yang begitu kaku dan begitu takut akan perasaan orang lain. Memang tidak seharusnya aku senang. Aku egois, bukan?

“C-chaeyoung..?” panggil Sana yang saat ini sedang berada di atas tempat tidurku. Aku kemudian membalikkan badanku dan tersenyum kepadanya.

“Maaf, semalam aku tidak membawamu pulang,” ucapku sembari berjalan mendekatinya. “Aku tidak bisa menghubungi Jihyo. Jadi, aku membawamu ke sini,” lanjutku lalu duduk di pinggir tempat tidurku.

“Tidak apa-apa, Chaeyoung. Justru aku yang harusnya meminta maaf. Maaf karna telah merepotkanmu,” ucapnya sembari tersenyum dengan manis.

“Aku akan mengantarmu pulang. Aku sudah meminjam mobil dari kenalanku dan mobil itu sudah ada di bawah,” ucapku lalu berdiri dan berjalan menuju meja yang berada di depan tidur. Aku kemudian mengambil kunci mobil yang berada di atas meja itu.

“Apa.. tidak terjadi sesuatu di antara kita?” tiba-tiba ia menanyakan pertanyaan yang membuatku mengingat akan kejadian semalam. Apakah aku harus berkata jujur?

“Tidak terjadi apa-apa,” jawabku sembari tersenyum. Akhirnya, aku memilih untuk tidak mengatakan yang sebenarnya. Sesaat setelah mendengar jawabanku itu, ia tiba-tiba bangkit dan berjalan ke arahku.

“Baiklah.. terima kasih atas kencan semalam. Aku akan menunggu kencanyang selanjutnya,” ucapnya lalu tiba-tiba mencium pipi kiriku. Setelah itu, ia langsung berlari ke kamar mandi sambil tertawa kecil. Hal itu membuatku terpaku sejenak. Tidak bergerak dan hanya terdiam saja sambil memandangi pintu kamar mandi. Aku.. jadi teringat akan kejadian semalam.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
momomoguring
Spin-off: A Poem Titled You
https://www.asianfanfics.com/story/view/1411438/a-poem-titled-you
Mungkin ini termasuk spoiler(?)

Comments

You must be logged in to comment
poplarbear #1
Chapter 30: AAAAAAAAA will you someday update this story? :'))
poplarbear #2
Chapter 12: Soo... Jeongyeon knows about Chae's past??
poplarbear #3
Chapter 10: Wew cerita bagus gini kok upvotesnya kurang yah :')
poplarbear #4
Chapter 2: AAAAAAA
babibu #5
Chapter 30: ah elah jeong udah deh move on aja ntu bukan jodoh elu, gw tabok kalo bikin onar lagi jeong
ini lagi emaknya kyungwan siapa sih? masih kepo nih
Kim6Ex
#6
Chapter 29: Aarrrrrr ga sabar update trozzz min,,,,,
SanaCheeseKimbap_
#7
Chapter 29: PEDANG PEDANGAN HAHAHAHAH
oncezara #8
Chapter 28: aaaaa :'))
Kim6Ex
#9
Chapter 28: Ahh.... Hemmm..... Ga bisa ngomong apa2
babibu #10
Chapter 27: sianjir jitzu angst banget sihh yalord swedih banget gw, ini lagi ceyong nembak aja lemotnya bukan maen malah asal nyosor doang! belum nembak loh, oh ya tuhkan gw sempet lupa kalo nama aslinya sana itu mina