The Meeting

Salty Salt

Suara dentangan terdengar beberapa kali dalam sebuah ruangan kecil yang kedap suara. Dalam ruangan itu, tampak Chaeyoung dan Tzuyu yang sedang asik mengayunkan pedang mereka. Keringat telah bercucuran membasahi pakaian mereka, tetapi itu tidak membuat mereka menghentikan pertarungan itu. Sementara mereka bertarung, Sana dan Jihyo menonton mereka dengan mata dan mulut terbuka. Mereka sangat terpesona menyaksikan pertarungan mereka yang begitu sengit.

“Apa kau yakin ini tidak apa-apa? Yang mereka gunakan itu pedang sungguhan, kan?” tanya Sana dengan khawatir.

“Entahlah.. yang paling kukhwatirkan adalah pedang itu melayang dan mengenai kita,” jawab Jihyo yang mulai tampak takut.

Chaeyoung mengayunkan pedangnya ke kanan, tetapi Tzuyu menangkisnya dengan sigap. Chayeoung lalu mengangkat pedangnya dan mengayungkannya ke kiri, tetapi lagi-lagi Tzuyu menangkisnga. Segesit apapun Chaeyoung mencari celah, Tzuyu jauh lebih gesit darinya untuk menghalau segala serangan itu.

“Ke mana kemampuanmu? Kau tidak mungkin diberi kepercayaan untuk mengawal seorang putri kerajaan jika kemampuanmu seperti ini,” ucap Tzuyu kepada Chaeyoung. Ucapan itu hanya terdengan oleh mereka berdua.

“Apa?” Chaeyoung tidak mengerti maksud perkataan Tzuyu.

“Jangan lengah,” pinta Tzuyu lalu tiba-tiba mengayunkan pedangnya. Untung saja Chaeyoung dapat menangkisnya dengan cepat.

Kali ini Tzuyu yang melakukan serangan dan Chaeyoung yang melakukan pertahanan. Chaeyoung mau tidak mau harus mengakui bahwa Tzuyu lebih cekatan daripadanya. Ia bahkan sampai kewalahan menghalau seluruh serangan Tzuyu.

 

Tang!

 

Satu serangan terakhir dari Tzuyu membuat pedang yang dipegang Chaeyoung melayang di udara. Pedang itu lalu mendarat tepat di samping Jihyo, nyaris mengenainya.

“Ah!!” Jihyo sontak terkejut. Ia langsung memeluk Sana yang berada di sebelahnya. “Sudah! Hentikan permainan bodoh ini!! Apa kalian tidak lihat nyawaku hampir melayang?!” teriak Jihyo.

“Maafkan aku Jihyo!” ujar Chaeyoung lalu berjalan mendekati Jihyo. Chaeyoung kemudian berlutut di depan Jihyo dan menanyai keadaannya.

“Apa menurutmu aku baik-baik saja? Jantungku sangat berdebar-debar sekarang!” jawab Jihyo dengan kesal. Melihat wajah Jihyo yang begitu pucat dan juga kesal membuat Tzuyu melangkahkan kakinya menuju Jihyo.

“Aku yang harusnya meminta maaf,” ujar Tzuyu lalu mengulurkan tangannya ke arah Jihyo.

“Aku tidak mengerti kenapa kau tiba-tiba memiliki ide gila seperti ini?” tanya Jihyo sembari menerima uluran tangan Tzuyu. Ia lalu bangkit berdiri dengan bantuan Tzuyu.

“Iya, maafkan aku,” balas Tzuyu lalu tiba-tiba memeluk Jihyo dan mengelus kepalanya.

“Ih, kau berkeringat!” Jihyo berusaha melepaskan pelukan Tzuyu, tetapi segala usahanya sia-sia. Tzuyu terlalu kuat untuknya. “Ugh, sangat menjijikan.” Akhirnya, Jihyo menyerah.

Chaeyoung dan Sana hanya menatapi sepasang kekasih itu sembari tersenyum. Jihyo dan Tzuyu serasa berada di dunia mereka sendiri, tidak menyadari kehadiran dua orang lainnya yang sedang menonton mereka.

“Aku tidak menyangka kau jago bermain pedang,” ujar Sana setelah mengalihkan pandangannya pada Chaeyoung.

“Eh.. ya, dulu aku pernah belajar ilmu pedang. Sudah lama sekali sejak terakhir kali aku menyentuh benda itu,” jawab Chaeyoung lalu melirik pedang yang tergeletak di lantai.

“Apa kau ingin membunuhku dua kali? Dari mana juga kau dapat pedang-pedang itu?” gerutu Jihyo yang terdengar sampai di telinga Chaeyoung dan Sana.

“Oh, ya! Aku juga ingin menanyakan hal itu. Dari mana kau dapat pedang-pedang ini? Pedang-pedang ini.. sangat unik,” Chaeyoung menyeletuk.

“Kau ingin bilang pedang-pedang ini dari zaman dinasti Joseon? Ya, ini pedang-pedang dari zaman itu,” jawab Tzuyu tanpa ragu sedikit pun.

“Woah.. pedang-pedang ini dari zaman dinasti Joseon? Kenapa kau bisa memilikinya? Bukannya barang-barang seperti ini harusnya berada di museum?” Sana tiba-tiba tertarik dengan pembicaraan ini.

“Itu turunan dari leluhurku. Jadi, aku menyimpannya,” jawab Tzuyu seolah-olah tidak ada yang salah dalam ucapannya. Padahal semua itu hanyalah sebuah kebohongan. Pedang-pedang itu ia dapatkan dari pandai besi Joseon berabad-abad yang lalu, bukan dari leluhurnya.

“Wah, keren sekali! Aku juga ingin mempunyai benda seperti itu!” komentar Sana setelah mendengar bualan Tzuyu.

 

Buzz buzz

 

Tiba-tiba ponsel Chaeyoung berbunyi dan hal itu mengalihkan perhatian semua orang yang berada dalam ruangan itu. Chaeyoung kemudian mengambil ponselnya dari dalam tasnya dan membaca pesan yang masuk.

 

Dahyun:

Hei, apa kau sibuk? Ayo pergi makan! Momo juga ikut.

 

Setelah membaca pesan itu, Chaeyoung langsung melirik Sana. Ia berpikir sejenak untuk menentukan apa yang harus dilakukannya terhadap ajakan Dahyun itu.

“Ada apa, Chaeyoung?” tanya Sana yang mendapati Chaeyoung terus menatapnya.

“Eh, sahabatku mengajakku makan. Apa kau mau ikut? Ada Momo juga,” Chaeyoung akhirnya membuka mulutnya.

“Oh, ada Momo juga? Sudah lama aku tidak bertemu dengannya.. Baiklah, aku mau ikut!” jawab Sana dengan antusias.

Setelah mendengar jawaban itu, Chaeyoung langsung mengganti bajunya dan bersiap-siap untuk meninggalkan tempat itu. Jihyo dan Tzuyu saat itu telah menghentikan perdebatan mereka dan hanya memperhatikan Chaeyoung yang sedang merapikan barangnya.

“Kami pamit dulu ya,” pamit Chaeyoung sembari menggendong tas ranselnya.

“Dah, Jihyo! Dah, Tzuyu!” pamit Sana.

Mereka berdua kemudian meninggalkan Jihyo dan Tzuyu dalam ruangan itu. Ruangan itu cukup hening untuk beberapa saat setelah kepergian mereka.

“Jadi, apa yang akan kita lakukan selanjutnya?” tanya Tzuyu lalu duduk di atas lantai. Ia kemudian mengajak Jihyo untuk duduk di sampingnya.

“Entahlah. Aku tidak ingin ke mana-mana. Bagaimana kalau kita pesan makanan saja? Kita makan di sini,” Jihyo memberi usul.

“Hmm, baiklah,” jawab Tzuyu lalu mengeluarkan ponselnya. “Pesanlah apa yang ingin kau makan.” Tzuyu menyerahkan ponselnya pada Jihyo.

“Cepat ganti bajumu,” pinta Jihyo sembari menerima ponsel Tzuyu.

Mendengar permintaan itu, Tzuyu langsung melepas bajunya dan melemparnya ke atas lantai. Setelah itu, bukannya langsung mengambil baju ganti, ia malah terduduk dengan manis sambil memandangi ruang kosong yang berada di depannya.

“Heol.. pakai bajumu!” pinta Jihyo lagi lalu melemparkan kaos bersih ke arah Tzuyu.

“Memangnya kenapa? Kau juga sudah pernah melihat seluruh tubuhku. Lagipula sangat panas untuk pakai baju,” balas Tzuyu dengan enteng. Jihyo kemudian memutar bola matanya dan menghelas nafas.

‘Walaupun sudah pernah lihat, ini tetap memalukan, bodoh!’ gerutu Jihyo dalam hatinya.

 

—————————————————————

“Hai, Momo!” sapa Sana saat melihat Momo. Melihat sosok Sana yang berada di depannya, Momo serasa dikutuk menjadi batu. Ia tidak dapat berkata apa-apa, bahkan tidak bisa bergerak.

“Momo, Momo!” bisik Dahyun sambil menepuk-nepuk lengan Momo.

“Oh, hai Sana! Sudah lama tidak berjumpa denganmu.” Kutukan Momo seolah-olah patah karena tindakan Dahyun.

Sana dan Chaeyoung kemudian duduk di hadapan Dahyun dan Momo. Saat itu, Dahyun dan Momo masih tampak tegang karena tidak menyangka bahwa Chaeyoung akan membawa Sana bersamanya. Suasana tampak sedikit canggung.

“Kurasa ini saatnya aku mengenalkan kalian satu sama lain secara formal,” Chaeyoung memulai sebuah percakapan baru. “Sana, ini Dahyun, sahabatku sejak kecil. Dahyun, ini Sana.. pacarku,” ujar Chaeyoung dengan sedikit canggung.

Mendengar kata terakhir yang keluar dari mulut Chaeyoung membuat Dahyun dan Momo terperanjat. Mereka bahkan masih belum bisa memproses kalimat Chaeyoung dengan baik.

“Senang bertemu denganmu, Dahyun. Aku sudah lama mendengar tentangmu, tapi ini baru pertama kalinya kita bertatap muka seperti ini,” ujar Sana sambil memberikan tangannya kepada Dahyun

“Senang bertemu denganmu juga. Aku juga sudah lama mendengar tentangmu dari Chaeyoung dan juga Momo,” balas Dahyun lalu menjabat tangan Sana.

“Sudah cukup lama ya kalian bersama. Apa kalian tidak ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih serius?” tanya Sana tanpa ragu sedikit pun.

“Eh.. kami tidak berpacaran,” jawab Momo dengan canggung.

“HEEE??!!” Chaeyoung dan Sana memberikan respon yang sama setelah mendengar penyataan itu.

“Bukankah kalian sudah berpacaran?” tanya Chaeyoung dengan terkejut.

“Apa jangan-jangan kalian telah pu..” sambung Sana.

“Kami tidak pernah berpacaran. Lebih tepatnya belum..” jawab Dahyun sambil sesekali melirik ke arah Momo. “Oh, ya! Kalian mau makan apa? Kita belum memsan makanan.” Dahyun berusaha mengalihkan pembicaraan. Dahyun mengerti bahwa ini bukan topik pembicaraan yang disukai Momo.

 

FLASHBACK

 

Saat itu, Dahyun dan Momo sedang menyandarkan tubuh mereka pada kap mobil sembari memandangi sungai Han yang berada di depan mereka. Tak ada orang selain mereka di tempat itu. Hanya angin sepoi-sepoilah yang menemani malam mereka.

“Aku sangat menyukai suasana ini. Hening dan tenang,” tutur Dahyun sambil menikmati angin yang meniupi wajahnya. “Serasa beban hidup dibawa terbang angin,” candanya.

“Dahyun,” panggil Momo. Dahyun kemudian memalingkan wajahnya pada Momo. “Aku merindukan Chaeyoung,” ujar Momo tanpa mengalihkan pandangannya dari sungai Han.

“Sepertinya Chaeyoung sudah lupa cara kembali ke Korea,” balas Dahyun dengan sedikit sarkas. “Kurasa aku harus menjemputnya nanti,” tambahnya.

“Apakah normal jika aku merindukannya?” tanya Momo lalu menundukkan kepalanya.

“Huh? Tentu saja! Pertanyaan macam apa itu?” jawab Dahyun sambil tertawa. Namun, ekspresi Momo berbanding terbalik dengan ekspresi Dahyun. Ia sama sekali tidak mengunjukan giginya.

“Ada satu hal lagi yang ingin kutanyakan padamu. Apa yang membuatmu tetap bersamaku?” lagi-lagi Momo bertanya. Pertanyaan itu langsung membuat wajah Dahyun menjadi serius.

“Apakah ini waktunya?” tanya Dahyun pada dirinya sendiri sambil memandangi bintang-bintang di langit. “Apakah aku boleh menjawab pertanyaan itu dengan sebuah pertanyaan lain?” tanya Dahyun.

“Apapun jawabanmu aku akan menerimanya,” jawab Momo lalu ikut memandangi langit.

“Apakah aku sudah punya kesempatan mengisi hatimu? Apa sudah tidak ada lagi orang lain yang sedang mengisinya?” tanya Dahyun sambil menatap Momo yang sedang memandangi langit.

“Jika aku menjawab tidak, apakah kau akan meninggalkanku?” Momo membalas pertanyaan itu dengan sebuah pertanyaan lain.

“Masih ada dia?” balas Dahyun sambil tersenyum kecut.

“Tidak, dia sudah tidak ada.” Jawaban Momo itu membuat Dahyun menumbuhkan sebuah harapan dalam hatinya. Namun, baru beberapa detik benih harapan itu ditanam, benih itu langsung mati. “Tapi, ada orang lain..” tambah Momo.

“Oh..” satu-satunya respon yang dapat diberikan Dahyun.

“Aku menyukai Chaeyoung. Bukankah itu sangat aneh? Kenapa aku selalu menyukai orang yang tidak akan pernah membalas perasaanku?” Tanpa ragu, Momo mengatakan semua isi hatinya.

“Aku sungguh terkejut dengan apa yang kudengar,” komentar Dahyun. Ekspresi wajahnya tetap tenang walaupun hatinya telah terporak-poranda. “Aku mengerti apa yang kau rasakan. Oleh karena itu, aku akan menunggumu sampai waktu itu tiba. Waktu di mana aku dapat mengisi tempat ini,” ujar Dahyun sembari menunjuk dada Momo.

“Bagaimana kalau kau tidak akan pernah mendapat kesempatan?” tanya Momo dengan wajah bersalahnya.

“Tidak mungkin. Aku pasti akan mendapat kesempatan itu,” jawab Dahyun dengan penuh percaya diri. Wajahnya kembali ceria seolah-olah tidak terjadi apa-apa sebelumnya. “Tapi, jika memang aku tidak bisa mendapatkannya, aku yang akan membuat kesempatan itu,” tambahnya sembari tersenyum dengan lebar.

 

FLASHBACK END

 

Setelah Dahyun mengalihkan pembicaraan itu, semua orang langsung saja lupa tentang hubungan Dahyun dan Momo yang penuh tanda tanya. Momo mulai bertanya-tanya bagaimana hubungan Chaeyoung dan Sana bisa terjalin. Hal itu kemudian mendapat respon dari Sana. Tanpa ragu, Sana menjawab setiap pertanyaan Momo untuk menghilangkan rasa penasarannya.

“Chaeyoung, kau harus menjaganya baik-baik!” pinta Momo sambil menatap Chaeyoung dengan tajam.

“Tentu saja!” jawab Chaeyoung dengan tegas.

‘Aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama lagi,’ ujar Chaeyoung dalam hatinya.

 

—————————————————————

Sembari mendengarkan lagu, Tzuyu dan Jihyo menyantap makan siang mereka dengan lahap. Sesekali percakapan menyela makan siang mereka hingga suasana tidak begitu hening di dalam ruangan itu.

“Aku ingin bertanya padamu,” Jihyo memulai percakapan baru lagi. “Kenapa wajah Chaeyoung dan Sana tidak berubah?” tanya Jihyo lali meletakkan kotak makanannya ke atas lantai.

“Apa kau bertanya kenapa wajah mereka tetap sama dengan wajah mereka di kehidupan sebelumnya?” Tzuyu ingin memperjelas pertanyaan Jihyo.

“Iya! Coba lihat wajahku! Wajahku berubah dan namaku pun berubah. Tapi, wajah mereka tidak berubah dan Chaeyoung juga memiliki nama panggilan yang sama walaupun marganya berbeda,” jelas Jihyo.

“Sebenarnya, saat bereinkarnasi, wajah dan nama semua orang akan berubah. Tapi, untuk kasus tertentu, ada beberapa orang yang tetap memiliki wajah yang sama,” Tzuyu mencoba menjawab pertanyaan Jihyo.

“Jadi, apa ini ada hubungannya dengan perbuatan Chaeyoung di masa lalu?” Jihyo menebak.

“Tentu saja,” jawab Tzuyu dengan singkat.

“Ugh, aku masih tidak tahu apa yang diperbuat Chaeyoung,” gerutu Jihyo lalu kembali menyantap makanannya. “Oh, ya! Aku ada satu pertanyaan lagi!” ucap Jihyo dengan mulut yang dipenuhi makanan.

“Telan dulu,” pinta Tzuyu. Jihyo kemudian menaati perintah Tzuyu dengan menelan makanan yang berada di mulutnya.

“Kenapa kau punya ruangan seperti ini di kantormu? Kurasa ruangan ini tidak ada gunanya di kantormu,” tanya Jihyo sambil memandangi setiap sudut ruangan itu.

“Sebenarnya, ruang kedap suara ini kugunakan untuk banyak hal, salah satunya bermain pedang seperti tadi. Tapi, ada alasan khusus kenapa ruangan ini kedap suara..” Tzuyu kemudian memasang mulutnya di samping telinga Jihyo.

.

.

.

 

“Agar tidak terdengar suara desahan,” bisik Tzuyu di telinga Jihyo.

Mendengar jawaban itu dan menatap Tzuyu yang tidak mengenakan baju membuat wajah Jihyo langsung memerah. Jihyo tidak bisa menyembunyikan fakta bahwa ia sedang tersipu malu. Hal itu langsung membuat Tzuyu tertawa terbahak-bahak. Ia tahu bahwa Jihyo sangat mudah untuk digodai.

“Dasar mesum!!” teriak Jihyo lalu memukul lengan Tzuyu dengan keras.

 

—————————————————————

***

Setelah makan siang bersama Dahyun dan Momo, aku dan Sana memilih untuk pergi ke mall. Dahyun dan Momo tidak ikut dengan kami karena mereka memiliki ‘urusan’ yang tak ingin disebutkan. Entah itu apa aku tidak ingin menanyai mereka.

Sana sama sekali tidak berubah sejak terakhir kali aku menamaninya pergi ke mall. Ia tampak begitu antusias mengunjungi setiap toko yang ditangkap oleh matanya. Aku hanya bagaikan ekor baginya. Namun, itu bukan berarti aku tidak senang. Justru aku senang bisa bersamanya.

Suatu toko baju tiba-tiba menarik perhatian Sana. Ia langsung menarik tanganku dan membawaku memasuki toko itu. Setelah menginjakan kaki di toko itu, ia langsung melepas tanganku dan meninggalkanku sendirian. Tampaknya pakaian-pakaian dalam toko itu lebih menarik dari pacarnya sendiri.

“Chaeyoung, cepat kemari!” Akhirnya, Sana mengingat keberadaanku di dalam toko itu.

“Ada apa?” tanyaku sambil berjalan mendekatinya.

“Apa baju ini terlihat cocok untukku?” tanyanya sambil menunjukkan sebuah baju kepadaku.

“Kurasa baju itu sangat cocok untukmu,” jawabku sambil mengangkat kedua jempolku.

“Baiklah, aku akan mencobanya!” balasnya dengan antusias.

Lagi-lagi Sana meninggalkanku sendirian di tengah toko itu. Dari kejauhan, aku melihatnya sedang mencari kamar pas yang kosong, tetapi tak ada satu pun yang didapatinya kosong. Akhirnya, ia menunggu di depan salah satu kamar pas yang tertutup.

“Tidak ingin mencari baju lain dulu?” tanyaku setelah berada di sampingnya.

“Nanti akan semakin banyak baju yang ingin kubeli,” jawabnya lalu tertawa kecil.

 

Krekk

 

Akhirnya, pintu di depan Sana terbuka. Dari dalam kamar pas itu, keluarlah seorang wanita yang tak asing di mata kami. Sangat tak asing hingga membuat pupil kami membesar.

“Mina..?” Sana memanggil nama wanita yang berada di depan kami. Ya, dia adalah Mina, seseorang yang tidak kami duga untuk bertemu.

 

—————————————————————

***

@Yoo’s Mansion

 

Aku memasuki kamar Kyungwan dengan hati yang gundah. Perlahan-lahan aku berjalan mendekati Kyungwan yang sedang bermain dengan mainannya. Dia tampak tidak memperdulikan kehadiranku di dalam kamarnya. Dia bahkan tidak memalingkan wajahnya untuk melihatku.

“Sedang asik bermain, huh?” tanyaku lalu duduk di sampingnya. Nampaknya pertanyaanku dianggapnya angin lalu saja. “Kudengar hari ini kalian ada latihan untuk persiapan pentas seni kalian. Kenapa kau tidak mau hadir?” aku bertanya lagi.

“Aku tidak mau ikut. Tidak akan ada yang menontonku,” jawab Kyungwan tanpa mengalihkan perhatiannya dari mainan-mainan yang berada di depannya.

Jawaban itu langsung membuatku tertegun. Hatiku terasa seperti tertusuk tombak saat mendengar jawaban itu. Apa yang bisa kuperbuat? Aku juga tidak tahu dengan pasti. Namun, aku akan mencoba segala hal car demi Kyungwan.

“Kyungwan,” panggilku. Kali ini Kyungwan mau memalingkan wajahnya padaku. “Aku akan membujuk Sana nuna untuk menghadari pentas seni itu. Jadi, kau harus pergi latihan ya?” Aku berharap ini akan membangkit semangatnya.

“Sungguh??” Raut wajahnya langsung berubah saat mendengar perkataanku itu.

“Tentu saja! Makanya, kau harus pergi latihan sekarang. Ayo!” ajakku sambil mengulurkan tanganku. Dengan singgap, Kyungwan langsung menarik tanganku dan berdiri.

“Ayo! Ayo!” serunya dengan antusias.

Aku berbohong jika mengatakan aku ingin melakukan itu hanya demi Kyungwan. Aku ingin melakukan itu karena dua alasan. Yang pertama adalah Kyungwan dan kedua adalah.. aku merindukannya. Terlihat egois, tetapi aku tidak peduli apa kata orang. Aku juga tidak peduli apa reaksinya saat melihatku lagi. Yang ingin kulakukan hanya bertemu dengannya.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
momomoguring
Spin-off: A Poem Titled You
https://www.asianfanfics.com/story/view/1411438/a-poem-titled-you
Mungkin ini termasuk spoiler(?)

Comments

You must be logged in to comment
poplarbear #1
Chapter 30: AAAAAAAAA will you someday update this story? :'))
poplarbear #2
Chapter 12: Soo... Jeongyeon knows about Chae's past??
poplarbear #3
Chapter 10: Wew cerita bagus gini kok upvotesnya kurang yah :')
poplarbear #4
Chapter 2: AAAAAAA
babibu #5
Chapter 30: ah elah jeong udah deh move on aja ntu bukan jodoh elu, gw tabok kalo bikin onar lagi jeong
ini lagi emaknya kyungwan siapa sih? masih kepo nih
Kim6Ex
#6
Chapter 29: Aarrrrrr ga sabar update trozzz min,,,,,
SanaCheeseKimbap_
#7
Chapter 29: PEDANG PEDANGAN HAHAHAHAH
oncezara #8
Chapter 28: aaaaa :'))
Kim6Ex
#9
Chapter 28: Ahh.... Hemmm..... Ga bisa ngomong apa2
babibu #10
Chapter 27: sianjir jitzu angst banget sihh yalord swedih banget gw, ini lagi ceyong nembak aja lemotnya bukan maen malah asal nyosor doang! belum nembak loh, oh ya tuhkan gw sempet lupa kalo nama aslinya sana itu mina