Begin

Salty Salt

Buzz Buzz

“Ada pesan? Apa dari Momo?” aku bertanya pada diriku sendiri lalu mengambil handphoneku.

 

From: XXXXXXXXXX
6.50 A.M.

Jam 5 sore di Tom Cafe. Aku harap kau sudah membawa mantelku dalam keadaan bersih.

 

“Ah, benar! Aku harus mengembalikan mantel itu. Aku hampir saja lupa,” ucapku.

Aku berjalan mengambil mantel itu lalu memasukkannya ke dalam tas ranselku. Setelah itu, aku meninggalkan apartemenku dan berjalan menuju subway. Hari ini, aku akan membantu Sana dan Mina untuk membersihkan dan mendekorasi toko baru mereka. Tentu saja Momo dan Jeongyeon juga ikut membantu. Nampaknya kami semua sudah tidak sabar melihat toko baru itu dibuka.

—————————————————————
“Oh, Chaeyoung! Kau datang begitu cepat,” ucap Mina yang kaget melihatku.

“Momo dan Jeongyeon belum datang?” aku bertanya pada mereka.

“Mereka masih belum sampai,” jawab Sana yang tampak sedang mengatur barang-barang.

“Jadi, apa yang bisa kubantu?” tanyaku pada mereka.

“Ah, kau bisa mengangkatkan kotak yang ada di dekat pintu itu ke dapur?” tanya Mina padaku.

“Tentu saja!” jawabku dengan semangat.

Aku meletakkan tas ranselku di atas sebuah kursi yang berada di dekatku lalu mengangkat kotak itu sesuai dengan perintah Mina. Kotak itu cukup besar sehingga menghalangi penglihatanku dan akhirnya tanpa sengaja aku menyenggol Sana. Saat itu, dia sedang memegang beberapa gelas kecil yang terbuat dari keramik. Karena aku menyenggolnya, gelas-gelas itu pun jatuh dan pecah.

“Astaga! Maafkan aku!” aku panik dan langsung meletakkan kotak itu di atas lantai.

“Ada apa?” tanya Mina dengan panik.

“Ah, tidak apa-apa! Aku bisa membereskan ini,” ucap Sana lalu mulai mengambil pecahan gelas itu dengan tangannya.

“Ouch!”

“Astaga, jarimu terluka!” aku panik dan langsung mengeluarkan sapu tanganku. Aku memakai sapa tanganku itu untuk menghentikan pendarahannya. “Aku benar-benar minta maaf. Biar aku saja yang membereskan semua ini.”

“Tidak apa-apa. Ini bukan salahmu. Kau juga tadi sedang kesusahan mengangkat kotak itu,” ucapnya sambil tersenyum kepadaku.

“Tunggu aku akan mengambilkanmu perban,” ucapku lalu berjalan menuju tasku untuk mengambil perban yang berada di dalamnya.

“Kau tidak apa-apa, Sana?” tanya Mina yang khawatir terhadap Sana.

“Tidak apa-apa. Ini hanya luka kecil,” ucapnya masih sambil tersenyum.

“Akan kupakaikan perban untukmu,” ucapku sambil berjalan kembali menuju Sana dengan perban berada di tanganku.

“Astaga, kau tidak perlu panik begitu, Chaeyoung,” ucapnya berusaha menenangkanku.

“Kau sampai terluka begini karena kecerobohanku. Bagaimana mungkin aku bisa tetap santai?” ucapku lalu meminta ia memberikan tangannya. Aku pun memakaikan perban pada jarinya yang terluka itu. Mungkin memang aku tampak berlebihan, tetapi aku sangat khawatir.

“Terima kasih, Chaeyoung,” ucapnya dengan senyuman yang begitu manis dan jantung tampak ingin keluar dari dadaku.

“Jangan sentuh pecahan itu lagi. Biar aku yang mengurusnya,” aku berusaha melarangnya.

“Baiklah, aku akan mengurus yang lain. Kau imut sekali, Chaeng,” ucapnya lalu mengacak-ngacak rambutku dan berdiri meninggalkanku. Untuk sesaat aku terdiam dan bisa kurasakan wajahku memerah. Aku sungguh kaget dengan apa yang dilakukannya barusan.

“Halo, semuanya!” sapa Jeongyeon yang baru saja datang bersama Momo.

“Dari mana saja kalian?” tanya Sana.

“Salahkan anaknyang satu ini. Dia berdandan terlalu lama,” jawab Jeongyeon sambil menunjuk Momo.

“Untuk apa kau berdandan, Momo? Kita di sini untuk bersih-bersih,” ucap Mina lalu tertawa.

“Ah, kurasa aku tahu alasannya,” ucap Sana sambil melirikku.

“Apa? Kenapa kau melirikku?” tanyaku dengan heran.

“Aigoo, aku hanya ingin berdandan saja. Kenapa kalian.. eh, tunggu! Ada apa dengan jarimu, Sana?” tanya Momo dengan panik.

“Tadi aku memecahkan gelas dan saat mengambil pecahannya aku terluka,” jawab Sana dengan santai.

“Aigoo, kau harusnya lebih berhati-hati lagi. Apa mau kubawakan obat?,” tanya Jeongyeon yang panik sambil memegang tangan Sana.

“Ah, maaf tadi aku yang..”

“Tidak perlu! Ini cuma luka kecil. Sebaiknya kita lanjutkan bersih-bersihnya,” Sana memotong ucapanku.

Kemudian, kami lanjut membersihkan dan mendekorasi tempat itu hingga sore. Aku meminta izin pada mereka untuk pergi duluan karena janjiku untuk mengembalikan mantel itu. Mereka lalu menertawaiku karena aku terlalu formal pada mereka dengan meminta izin terlebih dahulu. Ya, beginilah aku. Prajurit Joseon yang kaku di dunia modern.

—————————————————————
Tom Cafe, 5.17 P.M.

“Ah, maaf aku terlambat,” ucapku lalu membungkuk di depan orang itu.

“Aku hanya butuh mantelku dan ini kukembalikan mantelmu,” ucap orang sambil memberikan mantelku kembali.

“Ah, ini mantelmu! Aku benar-benar minta maaf atas kejadian kemarin,” sekali lagi aku membungkuk di depan orang itu.

“Kurasa kita tidak ada urusan lagi, bukan?” tanya orang itu yang tampak bersiap-siap untuk pergi.

“Eh.. iya, kura-..” aku terhenti saat menyadari sesuatu pada orang itu.

“Kenapa melihatiku seperti itu?” tanyanya dengan dingin.

Aku ingat dia.. Dulu dia adalah salah satu dari prajurit yang dikirim oleh Dinasti Ming untuk menolong kami melawan penyerangan dari Jepang. Iya, aku ingat pernah bertemu dengannya dulu. Bahkan, aku pernah bersamanya dalam satu kapal.

Flashback
“Kau tidak tampak seperti prajurit Joseon. Kau pasti prajurit dari Dinasti Ming,” ucapku saat melihat orang itu.

“Apa ada masalah dengan itu?” tanya orang itu kepadaku.

“Oh? Ternyata kau mengerti ucapanku,” ucapku padanya.

“Kalau kau tidak suka, aku akan menyingkir,” ucapnya dengan begitu dingin.

“Kau dingin sekali. Aku hanya ingin berkenalan denganmu. Namaku Park Chaeyoung. Senang bertemu denganmu.”

“Tzuyu.”

“Apakah prajurit dari Dinasti Ming memang dilatih untuk bersikap seperti ini? Aku jadi segan padamu.”

Flashback End

“Kau membuang-buang waktuku,” ucapnya lalu pergi meninggalkanku.

“Orang itu dari dulu tidak pernah berubah,” gumamku.

“Hoi, Son Chaeyoung!” seseorang menepuk pundakku.

Aku memalingkan wajahku dan kudapati seorang wanita yang berada di sampingku. Aku pun langsung mengenali wajahnya. Park Jihyo, salah satu teman SMA yang dekat denganku dan salah satu orang yang mengetahui rahasiaku.

“Jihyo? Kenapa kau ada di sini?” tanyaku dengan heran.

“Astaga, ini kafeku. Apa aku tidak boleh ada di sini?” jawabnya padaku.

“Ini kafemu?!”

“Nampaknya kita sudah lost contact cukup lama ya.”

“Yah, kurasa begitu. Aku sampai tidak tahu kau punya kafe sekarang.”

“Nampaknya kau kemarin menumpahkan kopi panas ke mantel orang itu ya?”

“Ya, begitulah.”

“Dan nampaknya kau pernah menemuinya di kehidupan sebelummu?”

“Ternyata kau masih punya kemampuan itu ya.”

“Tentu saja. Aku pun tahu kau sudah bertemu dengan wanita itu.”

“Dan kau pun pasti sudah tahu kalau aku bukan siapa-siapa lagi baginya.”

“Karena dia sudah punya pacar? Maaf, mungkin terdengar tidak benar, tapi mereka hanya pacaran, bukan menikah. Jangan kehilangan harapan dulu.”

“Mereka menjalin hubungan itu sudah cukup lama dan aku tahu suatu saat nanti Jeongyeon pasti akan melamarnya.”

“Maaf karena aku tidak bisa membaca masa depan. Aku hanya bisa membaca masa lalu. Jadi, yang bisa kulakukan hanya mendoakanmu.”

“Selama aku masih bisa melihatnya tersenyum, itu sudah cukup buatku.”

“Bagaimana dengan Momo? Sejak SMA aku melihat kalian tampak serasi.”

“Lagi-lagi seseorang menjodohkanku dengan Momo.”

“Yah, kalau kau benar-benar kehilangan harapan, tidak ada salahnya kau mendekati Momo.”

“Aku tidak ingin menjadikan Momo tempat pelarian dan dia juga sudah menyukai seseorang.”

“Ah, kalian berdua seperti pemeran antagonis dalam cerita cinta Sana dan Jeongyeon.”

“Jihyo, kurasa sudah cukup kau membaca masa laluku.”

“Baiklah. Mau segelas kopi? Gratis untukmu.”

“Kau tidak pernah berubah.”

“Kau pun masih tetap sama, Park Chaeyoung.”

—————————————————————

“Akhirnya..” ucapku sambil berbaring di atas tempat tidurku. “Saatnya aku ti-“

Ting tong! Ting tong!

“Siapa sih yang datang jam segini?” tanyaku sambil melihat ke arah jam.

Ting tong! Ting tong!

“Iya! Iya!”

Aku berlari menuju pintu dan saat aku membukanya, kudapati seorang pria yang tak lain adalah Jeongyeon. Bisa kulihat dia tam berkeringat dan lelah. Dari situ, aku bisa menebak dia pasti ingin beristirahat di tempatku.

“Son Chaeyoung!” sapa Jeongyeon lalu memelukku.

“Baru pulang?” tanyaku padanya.

“Iya, benar-benar sangat melelahkan,” ucapnya sambil berjalan menuju sofaku.

“Mau kuambilkan minuman?”

“Tidak perlu. Aku hanya perlu istirahat sebentar. Untung saja apartemenmu dekat dengan toko mereka.”

“Tidurlah di kamarku daripada kau tidur di sofa.”

“Ah, kau peka sekali, Chaeyoung!” tiba-tiba dia datang menghampiriku lalu memelukku. “Bangunkan aku jam 8 ya. Aku ada kencan dengan Sana.”

“Iya, akan kubangunkan. Tapi kalau kau tidak bangun, jangan salahkan aku.”

“Sebut nama Sana saja, aku pasti bangun,” ucapnya lalu berjalan menuju kamarku.

Aku menarik nafasku dalam-dalam lalu menghebuskannya. Kurasa aku sudah mulai terbiasa dengan semua ini. Walaupun memang ada sesuatu yang mengganjal di hatiku, aku perlahan-lahan mulai menerimanya. Mungkin aku memang tidak berjodoh dengan Mina baik di kehidupan sekarang maupun.. di kehidupan sebelumnya. Mungkin aku memang tak pernah berjodoh dengannya. Lalu mengapa aku tak bisa melirik wanita lain selain Mina?

“Chaeyoung! Kemarilah!” panggil Jeongyeon dari dalam kamarku.

“Ada apa?” aku bertanya padanya.

“Sedang apa kau di luar? Masuklah ke sini.”

“Baiklah, baiklah.”

Sesuai dengan apa yang diinginkan Jeongyeon, aku pun berjalan menuju kamarku. Saat aku berjalan, aku menyadari tas ranselku yang tergeletak di samping sofaku. Aku pun teringat akan mantel yang kupinjamkan pada orang itu kemarin. Akhirnya, aku mengeluarkan mantel itu dari tas ranselku dan berniat meletakkannya di dalam kamarku. Saat aku akan membawanya ke kamarku, sesuatu terjatuh dari kantong yang ada pada mantelku itu.

“Kartu nama?” aku memungut sebuah kartu nama yang terjatuh di lantai. Aku melihat kartu nama itu dan akhirnya menyadari kartu nama siapa itu. “Rupanya kartu nama orang itu. Namanya tidak berubah dan dia.. seorang CEO?!”

Aku cukup terkejut mengetahui sekarang orang itu telah hidup sukses. Di masa lalu, kami berdua memiliki nasib yang sama, yaitu menjadi seorang prajurit yang kapan saja bisa bertemu dengan maut. Aku tidak tahu apa yang terjadi padanya di masa lalu setelah aku terjatuh dari kapal. Mungkin saja dia mati terbunuh saat peperangan atau mungkin dia selamat dan melanjutkan hidupnya dengan baik. Atau mungkin dia juga mengalami hal yang sama denganku.. menjadi seorang tawanan.

“Hmm? Ada tulisan di baliknya,” aku menemukan sebuah pesan di balik kartu nama itu.

‘Aku juga sudah mencuci mantelmu. Tolong simpan kontakku. Hubungi aku bila kau merasa perlu.

                                                               -Tzuyu’

“Dia seperti domba berbulu serigala,” gumamku setelah membaca isi pesannya.

—————————————————————
******
“Apa kau suka dengan makanannya?” tanyaku dengan penasaran.

“Tentu saja suka! Ini benar-benar restoran mahal, Jeongyeon. Apa kau tidak berlebihan?” jawab Sana yang sekarang sedang duduk di hadapanku.

“Apapun untukmu, Sana. Restoran ini bukan apa-apa. Aku bisa membawamu ke tempat yang lebih mahal lagi.”

“Cukup berdua denganmu saja, aku sudah sangat senang, Jeongyeon. Kau tidak perlu membawaku ke tempat yang mewah dan mahal.”

“Aigoo, kenapa kau begitu imut, Sana?” aku mencubit kedua pipinya.

“Sudah berapa banyak wanita yang kau sebut imut?”

“Hmm.. satu?”

“Dasar pembohong.”

“Baiklah.. dua? Aku hanya punya satu mantan dan kau tahu itu, kan?”

“Aku harap tidak ada wanita lain di belakangku.”

“Astaga, itu tidak mungkin, Sana.. Selama kau di Amerika, aku tidak pernah melirik wanita lain.”

“Iya, iya. Aku percaya padamu, Jeongyeon,” dia memberikanku senyumannya yang begitu manis.

“Kau membuatku meleleh.”

“Aku tidak ingin mendengar gombalanmu lagi. Makanlah makananmu sebelum dingin.”

“Baiklah, tuan putri. Oh, ya! Aku memikirkan ini dari tadi. Kurasa karena ini sudah cukup malam dan apartemenmu jauh dari sini, bagaimana kalau.. kita memesan kamar hotel untuk semalam?”

“Dasar.. aku tahu otak nakalmu, Jeongyeon.”

“Kau berkata begitu, bukan berarti tidak mau, kan?”

“Yah.. lakukan sesuka hatimu, Yoo Jeongyeon.”

—————————————————————
******
“Hoi, Dahyun!” aku memanggil Dahyun yang tampak masih sibuk melayani pelanggan lain.

“Oh, Chaeyoung! Sabar, aku masih melayani pelanggan,” ucapnya yang sedang sibuk membuat minuman.

“Baiklah. Aku pesan yang seperti biasa ya,” ucapku lalu duduk pada sebuah kursi.

“Oke, oke,” ucapnya sambil menyelesaikan minuman yang dibuatnya. “Ini untukmu, pak.”

“Nampaknya hari ini begitu ramai ya.”

“Tentu saja. Besok kan hari libur.”

“Ah, benar besok hari libur.”

“Oh, ya. Aku baru teringat sesuatu dan sepertinya kau melupakannya.”

“Apa?”

“Mana janji manismu?~ ah, teganya kau memberikanku harapan palsu.”

“Janji? Janji apa?”

“Kau bilang akan membawa Momo ke sini.”

“Ah, benar! Aku baru ingat. Baiklah, aku akan coba menelponnya sekarang.”

“Sekarang?”

“Bukankah itu yang kau mau?”

“Ehm.. ya, begitulah.. kira-kira aku harus berbicara apa dengannya? Apa sebelumnya kau pernah bercerita tentangku?”

“Aku tahu kau grogi, Dahyun.”

“Seperti yang kau tahu, aku sudah lama tidak mendekati perempuan.”

“Santailah, kawan. Aku akan membantumu. Sabar, aku coba telpon dia dulu.”

Aku mengambil handphoneku dari saku celanaku lalu mencoba untuk menghubungi Momo. Bisa kulihat Dahyun tampak grogi menunggu Momo mengangkat telpon dariku. Aku berusaha menenangkannya dengan menepuk-nepuk pundaknya. Aku senang melihat sahabatku yang satu ini mau berhubungan dengan perempuan lagi. Setelah apa yang dialaminya, kupikir dia akan hidup selibat.

“Oh, Momo! Apa kau sedang sibuk sekarang?”

“Tidak, ada apa?”

“Sekarang ini, aku lagi butuh teman minum. Bisakah kau datang ke bar, tempat aku membuat kekacauan kemarin?”

“Jangan bilang kau menyuruhku untuk menjagamu agar tidak membuat kekacauan lagi.”

“Ah, tidak, tidak. Aku hanya butuh teman minum sekarang dan ada seseorang yang ingin kukenalkan padamu.”

“Baiklah, lagipula aku sedang bosan.”

“Oke, aku akan menunggumu. Dah~”

Aku menutup telpon itu lalu melihat ke arah Dahyun. Aku pun memberinya tanda OK dan dia langsung tampak sangat senang. Sudah lama aku tidak melihatnya seperti ini. Terakhir kali aku melihatnya seperti ini sekitar 3 tahun yang lalu. Setelah itu, aku tak pernah melihatnya begitu gembira karena seorang wanita.

“Sudah puas sekarang?” tanyaku padanya.

“Terima kasih banyak, Chaeyoung!!” ucapnya dengan begitu semangat.

“Apa aku sudah bisa mendapatkan minumanku?”

“Ah, maaf aku lupa. Ini minumanmu.”

“Kupikir kau sudah memutuskan untuk hidup selibat.”

“Apa? Hei, aku juga masih ingin menikah. Kurasa kaulah yang akan hidup selibat.”

“Mungkin memang takdirku untuk jadi biarawan.”

“Kalau aku gagal, mari kita jadi biarawan bersama.”

Ya, begitulah kami. Kami gila dan tak masuk akal. Tak ada yang memahami kami, selain diri kami sendiri. Menertawai diri kami sendiri adalah hiburan yang paling menyenangkan. (Maaf mereka dua emang gaje XD)

—————————————————————
******
Matahari pagi telah membangunkanku dari tidurku. Perlahan-lahan aku membuka mataku dan kudapati wanita yang paling kucintai berada dalam rangkulan tanganku. Semalam benar-benar sangat panas dan tentu saja menyenangkan. Mengingatnya saja sudah membuat wajahku memerah.

Ring ring! Ring ring!

“Kalian mengangguku saja. Ada apa?” aku berbicara dengan volume yang sangat kecil.

“Boss, wanita itu datang lagi.”

“Apa? Bukankah aku sudah memberikan uang tunjangan padanya?”

“Tapi dia tidak mau menerima uang itu, boss.”

“Apa?! Lalu apa yang dia inginkan?”

“Dia ingin boss menikahinya..”

“Apa? Itu tidak mungkin! Hanya Sana, satu-satunya wanita yang akan kunikahi.”

“Lalu bagaimana, boss? Dia terus mengancam akan membeberkan hal ini pada media.”

“Dasar wanita sinting. Kalau saja dia tidak hamil, tidak akan ada masalah seperti ini.”

—————————————————————

Happy New Year :D

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
momomoguring
Spin-off: A Poem Titled You
https://www.asianfanfics.com/story/view/1411438/a-poem-titled-you
Mungkin ini termasuk spoiler(?)

Comments

You must be logged in to comment
poplarbear #1
Chapter 30: AAAAAAAAA will you someday update this story? :'))
poplarbear #2
Chapter 12: Soo... Jeongyeon knows about Chae's past??
poplarbear #3
Chapter 10: Wew cerita bagus gini kok upvotesnya kurang yah :')
poplarbear #4
Chapter 2: AAAAAAA
babibu #5
Chapter 30: ah elah jeong udah deh move on aja ntu bukan jodoh elu, gw tabok kalo bikin onar lagi jeong
ini lagi emaknya kyungwan siapa sih? masih kepo nih
Kim6Ex
#6
Chapter 29: Aarrrrrr ga sabar update trozzz min,,,,,
SanaCheeseKimbap_
#7
Chapter 29: PEDANG PEDANGAN HAHAHAHAH
oncezara #8
Chapter 28: aaaaa :'))
Kim6Ex
#9
Chapter 28: Ahh.... Hemmm..... Ga bisa ngomong apa2
babibu #10
Chapter 27: sianjir jitzu angst banget sihh yalord swedih banget gw, ini lagi ceyong nembak aja lemotnya bukan maen malah asal nyosor doang! belum nembak loh, oh ya tuhkan gw sempet lupa kalo nama aslinya sana itu mina