Hurt

Salty Salt

Aku harap kalian ga bingung karna kali ini banyak pergantian sudut pandang :)

——————

 

“Apa lagi ya yang harus kubawa? Apa semua ini cukup?” tanya Sana yang sedang mengepak barang-barangnya.

“Sana, kau di Jeju hanya untuk beberapa hari saja. Jangan membawa barang berlebihan,” ucapku memperingatinya.

“Ya, sudahlah. Rasanya ini sudah cukup,” ucap Sana lalu duduk di atas tempat tidurnya. “Ugh, kenapa Jeongyeon harus datang di saat aku pergi sih?”

“Bulan depan kan kalian akan bertemu juga,” jawabku berusaha menghiburnya.

“Tapi itu masih lama.. ah, rasanya aku menyesal pergi Jeju besok,” gerutu Sana.

“Masa kau tidak mau pergi ke pernikahan sepupumu sendiri?”

“Yah.. iya juga sih.”

“Sudahlah, Sana. Kau kan masih bisa bertemu Jeongyeon nanti,” ucapku lalu duduk di sampingnya.

 

Buzz buzz

 

From: Jeongyeon

Hei, kau harus melihat boneka penguin ini. Benar-benar sangat lucu!

 

Jeongyeon sent a picture.

 

Melihat foto yang dikirim oleh Jeongyeon membuatku tersenyum manis dan melupakan keberadaan Sana yang berada di sampingku. Aku pun segera membalas pesannya dengan cepat.

(Kali ini aku buat dalam bentuk yang agak berbeda ya)

 

///

Mina: 

Benar-benar sangat lucu! Aku jadi ingin memilikinya :(

 

Jeongyeon:

Tenang saja. Besok dia akan tidur di sampingmu ;)

 

Mina:

Kau membelinya??

 

Jeongyeon:

Tentu saja! Aku juga membelikan Sana sebuah boneka squirrel.

 

Jeongyeon sent a picture. 

///

 

Entah mengapa perasaanku yang tadi senang, tiba-tiba berubah menjadi sedikit kecewa. Mengapa aku begitu berharap Jeongyeon hanya membelikan boneka untukku? Sudah jelas Jeongyeon juga akan membelikannya untuk Sana. Betapa bodohnya aku.

“Mina, ada apa?” tanya Sana yang membuatku menyadari keberadaannya. “Raut wajahmu tiba-tiba berubah. Siapa sih yang mengirimimu pesan?” tanyanya lagi lalu berusaha melihat layar ponselku

“Ah, bukan siapa-siapa!” ucapku sambil menyembunyikan ponselku.

“Aku tahu kau sedang dekat dengan seseorang, Mina. Dia orang yang menghabiskan malam bersamamu waktu itu, kan?”

Seketika aku mengingat malam itu. Malam di mana ‘kecelakaan’ itu terjadi. Malam yang paling ingin kulupakan. Mengingatnya membuat jantungku berdetak dengan kencang. Gelisah dan khawatir meliputiku. Apalagi apa yang dikatakan Sana itu benar. Mereka adalah orang yang sama. Jeongyeonlah orangnya.

“Kau masih belum mau bercerita denganku?” tanya Sana yang tampak kecewa. “Rasanya telah banyak hal yang kita rahasiakan satu sama lain, bukan?”

Aku hanya terdiam, memikirkan jawaban apa yang akan kuberikan pada Sana. Rasanya begitu banyak hal rumit yang tidak bisa kujelaskan kepadanya. Aku bingung bagaimana harus mengatakannya pada Sana.

“Sana, kau percaya padaku, kan?” tanyaku sembari menatapinya.

“Tentu saja, Mina. Aku selalu percaya padamu,” jawabnya sambil tersenyum manis.

“Kalau begitu, percayalah aku akan mengatakan semuanya suatu saat nanti,” aku memberikannya senyuman pahit yang kuharap tidak akan disadarinya.

 

—————————————————————

***

—Apartement Momo—

 

Terlalu banyak hal rumit yang memasuki hidupku belakangan ini. Mulai dari ingatan Chaeyoung hingga kemampuan Jihyo yang membuatku tak mampu berkata-kata. Aku tidak pernah menyadari bahwa dunia ini begitu rumit dan kompleks. Apakah aku yang selama ini memang bodoh?

 

—Flashback—

“Baiklah! Jadi, warna pakaian dalammu..” belum selesai Jihyo berbicara, tangan Chaeyoung telah menutupi mulut Jihyo rapat-rapat.

“Jihyo, apa kau melupakan kami, manusia berbatang yang berada di samping dan di depanmu ini? Bisa-bisanya kau membahas pakaian dalam wanita di depan kami,” gerutu Chaeyoung.

“Ber..batang?” aku kebingungan mendengar perkataan Chaeyoung.

“Ah, tidak-tidak! Yang dimaksudkan Chaeyoung itu.. eh..” kulihat Dahyun tampak kebingungan untuk menjelaskannya padaku. Aku lalu melihatnya seperti mengumpat pada Chaeyoung.

“Iya, iya! Aku tidak akan mengatakannya. Dasar kalian lelaki mesum,” ujar Jihyo dengan kesal. Aku bisa melihat Chaeyoung dan Dahyun tidak terima dicap seperti itu.

“Ya, sudah begini saja. Aku akan menebak apa yang kau lakukan tadi pagi. Kalau itu benar, kau harus percaya padaku dan Chaeyoung,” ucap Jihyo lalu tampak serius menatapku. “Ibumu menelponmu tadi pagi. Dia membahas tentang kakakmu, bukan?”

Aku mendengarnya dengan begitu jelas. Dia menebaknya dengan tepat. Benar-benar tepat! Tidak, kurasa ini bukan lagi menebak. Dia sungguh bisa melihat masa laluku!

“I-iya.. itu benar,” hanya itu yang dapat kukatakan.

“Kalau begitu, kau harus percaya pada kami!” ucap Jihyo dengan antusias.

—Flashback End—

 

Aku berbaring di atas tempat tidurku sambil menatapi sebuah foto yang berada di ponselku. Foto itu diambil sewaktu kami masih SMA. Aku, Jeongyeon, Sana, dan Mina berada dalam foto itu. Bisa kulihat betapa bahagianya kami di foto itu. Entah mengapa aku merasa aku akan merindukan masa-masa itu. Padahal kami berempat masih sering bertemu, tetapi rasanya seperti.. kami akan berpisah jauh.

“Dunia ini memang aneh. Begitu banyak hal rumit yang tidak bisa kumengerti,” gumamku sambil tersenyum.

 

—————————————————————

***

—Keesokan harinya, Apartement Sana & Mina—

 

“Sana, kau melupakan charger ponselmu!” teriak Mina sambil membawa charger ponsel Sana.

“Ah, benar!” ucap Sana yang baru menyadarinya.

“Hampir saja kau tidak bisa menghubungi siapapun karna kehabisan baterai,” ujar Mina sambil menyarahkan charger itu.

“Maafkan, aku yang ceroboh ini~ Ya, sudah. Aku berangka dulu ya, Mina. Bye~~”

“Dah~ kabari aku kalau kau sudah sampai!”

“Tentu saja~”

Setelah Sana meninggalkan apartemen mereka, Mina duduk di sofa sembari menonton reality show kesukaanya. Tak lupa ia menyatap cemilan sambil menikmati hiburannya itu. Menurutnya, itu adalah yang paling nikmat untuk dilakukan di waktu senggang.

 

Ring! Ring!

 

“Yeoboseo?” jawab Mina.

“Mina, aku sudah sampai di bandara! Aku akan ke apartemenmu sekarang,” ucap Jeongyeon dengan antusias.

“Kau sudah sampai?!” Mina tampak terkejut mendengar perkataan Jeongyeon.

“Kau senang ya karna aku sudah sampai? Baiklah, aku harus jalan sekarang. Dah~” Jeongyeon langsung memutuskan panggilan itu tanpa mendengar jawaban Mina terlebih dahulu.

‘Kenapa dia langsung ke apartementku?’ tanya Mina dalam hati.

 

—Satu jam kemudian—

 

Ting tong! Ting tong!

 

Mina langsung berlari menuju pintu dan membukanya. Ia lalu mendapati Jeongyeon yang tersenyum manis sembari menunjukkan sebuah boneka penguin.

“Hai, apa kabar? Aku penguin! Senang bertemu denganmu,” Jeongyeon berpura-pura menjadi boneka penguin yang dipegangnya.

“Jeongyeon, apa yang kau lakukan?” tanya Mina sembari terkekeh-kekeh. Jeongyeon kemudian terlihat senang melihat tawa Mina.

“Ini buatmu,” Jeongyeon menyerahkan boneka penguin itu pada Mina. Mina lalu menerima boneka itu dengan senang hati.

“Apa setelah ini kau akan ke apartementmu?” tanya Mina dengan penasaran

“Tidak, aku ingin mengajakmu makan sekarang. Apa kau sudah sarapan?”

“Sejujurnya, aku belum sarapan. Tapi, bagaimana dengan barang bawaanmu? Bagaimana kalau kau menaruhnya dulu di apartementmu?”

“Tenang saja! Aku cuma bawa tas ransel ini. Aku bisa menitipnya di sini, kan?” Jeongyeon lalu menunjukkan tas ransel yang berada di punggungnya.

“Tentu saja,” jawab Mina sambil tersenyum manis.

“Kalau begitu, ayo kita pergi sarapan!”

 

—————————————————————

***

—Tom Cafe, 8.45 A.M.—

 

“Hei! Lagi-lagi kau melamun. Memikirkan Sana?” tanya Jihyo yang meggodaku.

“Tidak-tidak, aku sedang tidak memikirkan Sana,” jawabku sambil menopang daguku di atas meja konter.

“Kau lagi memikirkan kejadian malam itu, bukan? Saat kau dipukul oleh Jeongyeon karna berdansa dengan Sana,” Jihyo seperti dapat membaca pikiranku.

“Aku bingung sekarang. Kau sebenarnya bisa membaca masa lalu atau membaca pikiran sih.”

“Aku bisa membaca masa lalu dari perspektif orang yg kulihat. Jadi, apa yang kau pikirkan beberapa saat lalu dapat kuketahui. Kenapa? Apa kau takut aku mendapatimu berpikiran mesum?”

“Aku tidak pernah berpikiran mesum, Jihyo.”

“Sungguh? Bukankah waktu itu kau membayangkan pakaian dalam Momo?” Jihyo lagi-lagi menggodaku.

“Itu karena kau yang mebahasnya, Jihyo. Sudahlah, aku tidak mau membahas itu lagi,” ucapku dengan kesal.

“Baiklah, baiklah. Kau nampaknya begitu penasaran tentang Jeongyeon. Apa kau ingin tahu apa yang kulihat di masa lalunya?” tanya Jihyo yang membuat perhatianku teralih padanya.

“Kau melihat masa lalunya??”

 

—————————————————————

***

“Ah, aku kenyang sekali,” ucapku sambil menyentuh perutku yang terasa buncit.

“Aku tidak menyangka kau makan sebanyak itu, Jeongyeon,” ucapnya sembari menggelengkan kepala.

“Kau seperti tidak pernah melihatku makan saja,” ucapku lalu meneguk segelas air. “Jadi, sekarang kita akan ke mana?”

“Kau tidak ada urusan di kantor?”

“Tidak, hari ini aku kosong. Besok baru aku datang ke kantor. Jadi, apa kau mau pergi ke suatu tempat?”

“Hmm.. sejujurnya, aku tidak menyangka bahwa hari ini aku akan keluar denganmu. Jadi, aku tidak tahu kita harus kemana.”

“Bagaimana kalau kita jalan-jalan di sekitar sini saja? Lagipula cuaca hari ini cukup cerah.”

“Boleh-boleh saja,” ucapnya sambil mengangguk-ngangguk.

Setelah aku membayar tagihannya, kami berdua berjalan di pertokoan yang tak jauh dari rumah makan itu. Sepanjang jalan aku terus bercerita tentang pengalamanku selama bekerja di kantor ayah. Entah mengapa aku begitu antusias saat menceritakan hal itu pada Mina.

“Aku benar-benar terlihat seperti orang bodoh saat berada di ruang rapat waktu itu. Sangat sulit untuk memahami apa yang mereka katakan,” aku menceritakannya dengan begitu menggebu-gebu.

“Kau kan masih belajar. Jadi, wajar saja masih sulit untukmu,” aku bisa melihat senyumnya yang begitu manis. “Oh! Liat!”

Kumelihatnya berlari menuju salah satu kios kecil yang berada di pinggir jalan. Aku lalu mengikutinya pergi ke kios itu. Kulihat dia tampak begitu tertarik dengan beberapa kaos kaki yang dijual di kios itu.

“Semuanya sangat lucu! Aku jadi ingin membeli semuanya,” ucap Mina yang tampak begitu senang.

“Lima pasang untuk 10.000 won!” ucap seorang ahjussi yang merupakan pemilik kios itu.

“Aku, kau, Sana, Momo, dan Chaeyoung.. Oh! Kalau begitu, aku akan membelinya,” ucap Mina lalu merogoh tasnya untuk mencari dompetnya.

Sebelum Mina berhasil meraih dompetnya, aku telah mengeluarkan dompetku. Aku lalu membayar kaos kaki itu tanpa disadari oleh Mina.

“Sepuluh ribu won, bukan? “ tanya Mina sembari mencari uang di dalam dompetnya.

“Nona, pacarmu ini sudah membayarnya,” ucap ahjussi itu yang membuatku terkejut. ‘Pacar’ katanya?

“Kau membayarnya? Kau kan tadi sudah membayar makanan kita. Ini, aku ganti uangmu,” Mina memberiku selembar uang 10.000 won.

“Tidak usah, Mina. Sekarang pilih saja kaos kaki yang kau mau,” aku menolak uang itu.

“Tidak, tidak. Ambil uang ini,” Mina meletakkan uang itu di tanganku. Sebelum aku mengembalikannya, ia langsung mengalihkan perhatiannya pada kaos kaki-kaos kaki itu. Akhirnya, aku menyerah dan menerima uang itu.

“Kau sebenarnya tidak perlu membayarnya, Mina,” ucapku lalu mengacak-ngacak rambutnya.

“Kalian sudah berpacaran berapa lama?” tanya ahjussi itu sambil tersenyum. Kalian pasti tahu apa reaksi kami setelah mendengar hal itu.

 

—————————————————————

***

“Apa? Apa? Cepat katakan padaku!” aku tidak sabar untuk  mendengar apa yang akan dikatakan Jihyo.

“Kemari, kemari,” dia menyuruhku untuk mendekatinya. Aku lalu mendekatinya dan memasang telingaku agar dia bisa berbisik padaku. Beberapa detik aku menunggunya, tetapi dia belum juga berbisik di telingaku. Aku pun mulai heran.

.

.

.

 

“AHHH!!” 

“Astaga! Apa-apaan ini?!” gerutuku sambil memegang telingaku yang terasa sakit akibat teriakannya. (Ga teriak aja udah keras, apalagi kalau teriak pas di telinga ya XD)

“Senangnya mengerjaimu, Chaeyoung,” aku melihatnya tertawa terbahak-bahak. Dasar Jihyo!!

“Aku benar-benar tidak bisa mempercayai omonganmu!” aku mengomelinya.

“Maaf, maaf. Jadi, apa kau benar-benar ingin tahu?” tanya Jihyo masih sambil tertawa. Ini membuatku sulit untuk memerpercayainya lagi.

“Aku sudah tidak percaya padamu,” ucapku sembari membuang mukaku.

“Ya, sudah. Sejujurnya, aku tidak membaca masa lalunya waktu itu dan sekarang aku menyesal karena tidak melakukannya. Padahal, mungkin saja aku menemukan hal menarik.”

Aku hanya terdiam dan tidak ingin berkata apa-apa. Mungkinkah Jihyo akan menemukan hal menarik jika ia melihat masa lalu Jeongyeon? Entahlah.. aku tidak tahu dan tidak ingin mengetahuinya.

 

—————————————————————

***

Buzz buzz

 

From: Sana

Mina, aku sudah sampai!!

 

“Sana sudah sampai rupanya,” ucapku sembari membalas pesan Sana.

“Benarkah? Syukurlah kalau begitu,” ucap Jeongyeon yang berjalan di sampingku. “Hmm, Mina.”

“Ya? Ada apa?” tanyaku lalu memalingkan wajahku ke arahnya.

“Bagaimana kalau kita pergi nonton? Karena ini musim panas, sebaiknya kita nonton film horror!” ucapnya dengan antusias.

“Bukankah kau takut nonton film horror?”

“Itu dulu! Sekarang aku sudah tidak takut lagi! Lagipula film itu hanya buatan manusia, bukan?” Jeongyeon tampak menyangkal dirinya.

“Baiklah.. bagaimana kalau kita mengajak Momo dan Chaeyoung juga?”

“Kurasa kita tidak punya cukup waktu untuk menunggu mereka,” ucapnya sembari melihat jam yang berada di pergelangan tangannya. Aku pun hanya mengangguk-ngangguk.

Kami kemudian pergi ke sebuah bioskop yang berada di dalam sebuah mall. Kami memilih untuk menonton film horror yang saat ini sedang banyak dibicarakan orang, Hereditary. Ada yang mengatakan film itu seram, tetapi ada juga yang mengatakan film itu sama sekali tak seram. Yang mana yang benar menurutku itu tergantung pendapat masing-masing.

Kami memilih untuk duduk di pojok atas sebelah kiri. Aku duduk di sebelah kirinya dan dia duduk di sebelah kananku. Ketika film itu dimulai, seluruh isi studio menjadi hening. Pada awalnya, aku belum merasa tegang ataupun takut karena suasana filmnya masih biasa saja. Kemudian, perlahan-lahan suasana film itu pun berubah karena malam pun tiba. (Tipikal film horror XD)

“Kenapa rumah mereka gelap sekali sih? Apa mereka tidak bayar listrik?” bisik Jeongyeon kepadaku. Aku hanya terkekeh-kekeh mendengar itu.

.

.

.

“AH! Sial! Neneknya datang!” Jeongyeon tampak terkejut dan begitu juga dengan para penonton yang lain.

Suasana kembali menjadi hening lagi setelah itu. Semua penonton tampak serius menonton dan tak ada satupun yang berbicara. Aku sesekali melirik ke arah Jeongyeon untuk memastikan apakah dia masih baik-baik saja. Aku pun mendapati wajahnya yang begitu tegang.

“Kau baik-baik saja?” bisikku. Dengan tangannya, ia lalu memberikan gestur OK kepadaku.

.

.

.

PLAKKK!!

 

“AH! Sial! Sial! Burung sialan!” Jeongyeon mengumpat sembari menggenggam tanganku dengan erat. Sebenarnya, aku tahu dia masih takut untuk menonton film horror.

“Kau takut, kan?” bisikku sambil berusaha menahan tawa.

“Tidak, aku tidak takut! Aku hanya terkejut!” dia masih berusaha menyangkal walaupun aku bisa merasakan tangannya yang bergetar.

Aku membiarkannya menggenggam tanganku sampai film itu selesai. Setiap kali muncul sesuatu yang menakutkan, ia memperkuat genggamannya atau bisa kubilang dia meremas tanganku! Walaupun dia terus menyangkal, aku tahu betapa takutnya dia.

“Akhirnya, kita bisa keluar!” ucapnya dengan lega. Aku bisa melihat wajahnya yang begitu pucat.

“Seharusnya kau tidak perlu memaksakan diri. Lihatlah tanganku sampai merah begini gara-gara kau remas,” ucapku sambil menunjukkan tanganku yang diremasnya.

“Maaf, maaf.. Baiklah, kuakui kalau aku memang takut,” akhirnya dia mau mengakui ketakutannya itu. Aku kemudian tertawa melihat wajahnya yang begitu lemas.

“Oh! Jeongyeon, Mina!” aku mendengar seseorang memanggil kami. Aku memalingkan wajahku untuk melihat siapakah orang itu. Tidak kusangka ternyata dia adalah..

“Nayeon? Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Jeongyeon yang terkejut melihat Nayeon bersama seorang pria.

“Tentu saja aku di sini untuk nonton film, Jeongyeon,” jawab Nayeon. “Oh, iya! Di mana Sana? Aku tidak melihatnya.”

“Dia sedang tidak berada di Seoul sekarang,” jawabku.

“Oh, jadi cuma kalian berdua saja?” tanyanya lagi.

“Iya, cuma kami berdua saja. Memangnya kenapa?” ujar Jeongyeon.

“Yah, tidak apa-apa. Aku cuma penasaran saja. Kalau begitu, aku permisi dulu ya. Dah~~” Nayeon melambaikan tangannya lalu pergi bersama pria yang sama sekali tak kukenali itu. Tatapan pria itu begitu dingin membuatku segan terhadapnya.

“Siapa ya pria itu? Dia terlihat begitu dingin,” ucap Jeongyeon setelah Nayeon pergi meninggalkan kami.

“Mungkin itu pacarnya?” jawabku dengan ragu.

“Ya, sudahlah. Selanjutnya kita akan ke mana? Apa jalan-jalan di mall ini saja?” 

“Kurasa itu ide yang bagus,” ucapku sembari mengangguk.

Selanjutnya, kami berjalan-jalan mengelilingi mall itu hingga malam pun tiba. Kami kemudian memilih untuk makan malam di sebuah kios pinggir jalan yang tak jauh dari mall itu. Sembari kami makan malam, kami meminum soju untuk menghangatkan badan kami di malam yang begitu dingin itu.

“Minum soju memang paling enak di malam seperti ini,” ucapnya lalu meneguk segelas soju. “Ah.. nikmatnya!”

Aku hanya tersenyum melihatnya lalu menyantap makanan yang kupesan. Aku bisa melihatnya tampak begitu bersemangat meminum soju.

“Andaikan seteguk soju bisa menyelesaikan satu masalahku, pasti aku tidak punya masalah lagi!” seketika suasana langsung berubah setelah ia mengatakan hal itu. Aku hanya terdiam menunggunya untuk berbicara lagi.

“Mina.. aku benar-benar stress,” ucapnya lalu meneguk segelas soju lagi.

“Kau masih belum menemukan wanita itu?” aku menanyainya dengan khawatir.

“Belum.. dia pergi begitu saja. Bahkan aku sudah mengerahkan seluruh anak buahku, tapi tidak ada satu pun yang menemukannya. Dasar wanita j*lang itu!” lagi-lagu ia meneguk segelas soju.

Aku kemudian terdiam sejenak memikirkan perkataan apa yang dapat membantunya atau setidaknya menghiburnya. Aku bisa melihat kegelisahan yang mendalam dari wajahnya. Itu membuatku ikut merasakan kesedihannya.

“Memangnya.. barang bukti apa yang dipunyainya?” tanyaku sambil menatapnya dengan khawatir.

“Video.. dia punya video saat kami berhubungan. Aku tidak tahu bagaimana dia bisa merekam semua itu. Bodohnya aku begitu lengah!” ucap Jeongyeon lalu memukul-mukul dirinya sendiri. Aku kemudian berusaha untuk menghentikannya.

“Jeongyeon.. Jeongyeon!” aku berteriak dengan keras. “Tidak ada gunanya kau memukul-mukul dirimu sendiri.”

“Maaf, maafkan aku..” ia menundukkan kepalanya sembari mengepalkan tangannya.

“Jeongyeon.. semakin kau menunda untuk mengatakannya, semakin berat beban yang kau rasakan. Katakanlah pada Sana yang sejujurnya,” ujarku sembari menggenggam kepalan tangannya.

“Tapi aku tidak bisa.. Sana pasti akan meninggalkanku,” ucapnya sambil terisak-isak.

“Kenapa kau selalu berpikiran seperti itu? Sana pasti akan mengerti, Jeongyeon.”

“Tidak.. kau tidak mengerti!!” aku cukup kaget saat dia meneriakiku seperti itu. “Maaf.. maaf, aku lepas kendali.”

“Kalau ada yang tidak kumengerti, jelaskanlah padaku!” aku mulai kesal terhadap Jeongyeon.

“Aku.. aku tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya. Yang jelas Sana pasti akan meninggalkanku, Mina..” kulihat air mata telah membanjiri pipinya dan matanya merah bagai darah. Seketika aku merasa telah membuatnya semakin menderita. Aku lalu mengenggam tangannya dengan erat seolah-olah ingin memberikannya kekuatan.

“Semuanya akan baik-baik saja, Jeongyeon. Semuanya akan baik-baik saja..”

 

—————————————————————

***

—Di sebuah taman—

 

“Berapa lama lagi kau harus membuatnya menunggu, Tzuyu?” tanya seorang wanita yang duduk di samping Tzuyu.

“Ini merupakan bagian dari hukumannya,” jawab Tzuyu dengan dingin.

“Apa kau tidak kasihan dengannya? Bukankah nasib kalian kurang lebih sama sekarang?” tanya wanita itu lagi.

Tzuyu hanya terdiam dan tidak ingin menjawab pertanyaan itu. Wanita itu lalu tersenyum dan melihat langit yang berada di atasnya.

“Kau tidak ingin cepat-cepat bereinkarnasi?” wanita itu bertanya lagi. Namun, sekali lagi Tzuyu tidak ingin menjawab. “Aku tahu kau sudah menemui wanita itu.”

“Lalu, memangnya kenapa kalau aku sudah bertemu dengannya?” Tzuyu akhirnya membuka mulutnya.

“Bukankah itu semakin membuatmu ingin segera bereinkarnasi?” tanya wanita itu lalu menatap Tzuyu. Lagi-lagi Tzuyu tidak ingin menjawab. “Ah, aku seperti berbicara dengan batu,” wanita itu tampak kesal.

“Aku tahu kau ingin segera bereinkarnasi. Melihat kemajuan ‘mereka’ yang begitu pesat, aku tahu kau ingin segera mengakhiri peranmu sebagai ‘Amor’, “ ujar Tzuyu tanpa memalingkan wajahnya ke arah wanita itu.

“Bukankah semua ‘Amor’ seperti itu? Kau juga pasti ingin segera bereinkarnasi, kan?”

.

.

.

 

“Aku tidak ingin segera bereinkarnasi. Aku hanya ingin.. melihatnya bahagia di kehidupan ini, tidak seperti di kehidupan sebelumnya..”

 

—————————————————————

***

—Apartement Sana & Mina—

 

“Terima kasih untuk hari ini!” ucap Jeongyeon sambil tersenyum. “Lain kali kita harus jalan seperti ini lagi!”

“Tentu saja,” ucapku sembari tersenyum. Ia lalu berjalan meninggalkanku. Namun, baru beberapa langkah ia berjalan, dia langsung berhenti tanpa alasan. Ia tiba-tiba membalikkan badannya lalu berlari ke arahku. Ia kemudian melakukan hal yang tidak kusangka. Ia memelukku dengan erat.

“Terima kasih, Mina.. terima kasih..” kudengar suaranya yang begitu lembut. Aku pun membalas pelukannya.

“Aku akan selalu ada untukmu, Jeongyeon,” aku memeluknya dengan erat seolah-olah itu dapat mengangkat bebannya. Kemudian, kami melepaskan pelukan itu. Kami saling menatap dalam waktu cukup lama.

.

.

.

 

Aku merasa de javu karena hal ini pernah terjadi sebelumnya. Hal yang kutolak mentah-mentah saat itu. Namun, yang berbeda adalah kali ini aku tidak menolaknya. Dia menciumku.

 

——————

Wah, aku rasa ini chapter yg paling panjang untuk saat ini XD

Maaf karna ini mungkin bakal jadi cerita yang panjang. Moga-moga kalian masih kuat ngikutinnya(?)

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
momomoguring
Spin-off: A Poem Titled You
https://www.asianfanfics.com/story/view/1411438/a-poem-titled-you
Mungkin ini termasuk spoiler(?)

Comments

You must be logged in to comment
poplarbear #1
Chapter 30: AAAAAAAAA will you someday update this story? :'))
poplarbear #2
Chapter 12: Soo... Jeongyeon knows about Chae's past??
poplarbear #3
Chapter 10: Wew cerita bagus gini kok upvotesnya kurang yah :')
poplarbear #4
Chapter 2: AAAAAAA
babibu #5
Chapter 30: ah elah jeong udah deh move on aja ntu bukan jodoh elu, gw tabok kalo bikin onar lagi jeong
ini lagi emaknya kyungwan siapa sih? masih kepo nih
Kim6Ex
#6
Chapter 29: Aarrrrrr ga sabar update trozzz min,,,,,
SanaCheeseKimbap_
#7
Chapter 29: PEDANG PEDANGAN HAHAHAHAH
oncezara #8
Chapter 28: aaaaa :'))
Kim6Ex
#9
Chapter 28: Ahh.... Hemmm..... Ga bisa ngomong apa2
babibu #10
Chapter 27: sianjir jitzu angst banget sihh yalord swedih banget gw, ini lagi ceyong nembak aja lemotnya bukan maen malah asal nyosor doang! belum nembak loh, oh ya tuhkan gw sempet lupa kalo nama aslinya sana itu mina