Vacation -part 1-

Salty Salt

Seminggu telah berlalu sejak kejadian itu. Aku sama sekali tidak menghubungi Jeongyeon dan begitu juga sebaliknya. Aku tidak tahu apa dia masih marah denganku atau tidak. Jujur, aku tidak punya keberanian untuk mendatanginya. Namun, aku tidak ingin hal ini berlarut-larut dan membuat hubungan kami menjadi renggang.

Ting tong! Ting tong!

Sebenarnya, aku tidak mengharapkan apa-apa dari suara bel itu. Namun, semuanya di luar dugaanku.

“Sana.. dan Jeongyeon...?” ucapku yang masih terkejut.

Dalam sekejap mata, Jeongyeon langsung memelukku dengan erat. Aku terkejut dan tidak bisa berkata apa-apa.

“Sudah lama tidak bertemu, sobat,” ucap Jeongyeon yang masih memelukku. “Maaf karena aku telah memukulmu.”

“Tidak apa-apa. Justru aku juga ingin meminta maaf padamu,” ucapku sambil tersenyum.

“Oh, ya. Aku dan Sana membawakan strawberry cheesecake kesukaanmu. Bagaimana kalau kita makan di dalam?” ucap Jeongyeon sementara Sana menunjukkan sebuah kantongan yang berisi kue.

“Baiklah!” ucapku dengan sedikit bersemangat.

.

.

.

.

.

.

.

.

 

“Jadi, bagaimana? Kau mau ikut, kan?” tanya Jeongyeon lalu memakan sesendok kue.

“Yah.. kurasa aku juga tidak ada kegiatan liburan ini,” ucapku dengan sedikit ragu-ragu.

“Kuanggap itu sebagai iya,” ucap Jeongyeon yang tidak mau ambil pusing.

“Momo juga akan mengajak sahabatmu itu,” ucap Sana menambahi.

“Sungguh? Wah, baiklah, aku akan ikut,” ucapku dengan antusias.

—————————————————————

—Jepang, Juni 2018—

Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Aku, Momo, Jeongyeon, Mina, dan Sana baru saja mendarat di bandara Tokyo. Ya, hanya kami berlima. Dahyun tidak bisa ikut dengan kami. Alasannya? Karena ia sibuk mengurus bar miliknya itu. Aku sedikit kecewa, tetapi apa boleh buat.

“Selamat siang, Tuan Muda. Mobilnya sudah siap,” ucap seorang pria paruh baya.

“Baiklah, ayo kita pergi!” ucap Jeongyeon yang tampak bersemangat.

Mungkin aku belum pernah menceritakan ini sebelumnya. Ayah Jeongyeon adalah seorang pebisnis yang sukses dan kaya raya. Bisa dibilang seluruh Korea Selatan mengenal ayah Jeongyeon. Saat ini, ayah Jeongyeon sedang menetap di Jepang karena urusan bisnis. Ibu Jeongyeon pun ikut menetap di Jepang. Lalu, siapa pria paruh baya ini? Tentu saja, ia adalah salah satu pelayan di rumah orang tua Jeongyeon.

“Apa Tuan Muda ingin duduk dibelakang?” tanya pria paruh baya itu.

“Ah, tidak, aku akan duduk di sampingmu,” jawab Jeongyeon sambil tersenyum.

Jeongyeon lalu duduk di samping pria paruh baya itu, sedangkan Momo, Sana, dan Mina duduk di kursi tengah dan aku duduk di kursi belakang. Perjalanan kami pun di mulai menuju sebuah villa milik keluarga Jeongyeon. Ya, kami akan tinggal di villa, bukan di rumah orang tua Jeongyeon.

“Jeongyeon, tolong nyalakan radionya,” pinta Sana.

“Baiklah, baiklah,” ucap Jeongyeon lalu menyalakan radio.

—————————————————————

—Villa, 4.00 P.M.—

Akhirnya, kami sampai di villa milik keluarga Jeongyeon. Villa yang cukup luas dengan pantai sebagai halaman belakangnya. Benar-benar sangat mewah.

“Woah.. akhirnya sampai juga!” ucap Jeongyeon yang baru saja keluar dari mobil.

“Pak Kim, bisakah kau menurunkan barang-barang kami lalu membawanya ke dalam?” tanya Jeongyeon.

“Ah, tentu saja, Tuan Muda,” ucap Pak Kim lalu segera berjalan menuju bagasi mobil. Tanpa berpikir panjang, aku pun langsung membantu Pak Kim untuk mengangkat barang-barang kami.

“Tidak usah, tuan. Saya bisa mengangkatnya sendiri,” ucap Pak Kim yang mencegahku untuk membantunya.

“Tidak apa-apa. Biarkan aku membantumu, Pak Kim,” ucapku lalu mengangkat beberapa barang dari bagasi.

“Terima kasih, tuan,” ucap Pak Kim sambil tersenyum.

“Hei, apakah ada yang bisa kubantu?” tanya Sana yang tiba-tiba muncul di sampingku.

“Iya, apakah kami bisa membantu kalian?” tanya Mina.

“Tidak usah, kalian masuklah duluan,” ucapku menolak bantuan mereka.

“Sini, biar kuangkat beberapa barang,” ucap Momo sambil berusaha mengambil beberapa barang.

“Tidak usah, nona. Sebaiknya, nona-nona masuk saja. Lagipula Tuan Muda sudah masuk duluan,” ucap Pak Kim sambil mengambil kembali barang-barang yang ada di tangan Momo.

“Kami berdua sudah cukup untuk mengangkat barang-barang ini,” ucapku meyakinkan mereka.

“Hmm.. baiklah. Terima kasih, Pak Kim dan juga Chaeyoung,” ucap Sana sambil tersenyum. Mereka pun masuk ke dalam villa mengikuti Jeongyeon.

.

.

.

.

.

.

.

.

 

“Terima kasih, Pak Kim,” ucapku lalu membungkuk sebagai tanda hormat.

“Aigoo.. seharusnya saya yang berterima kasih pada Anda,” ucap Pak Kim lalu membungkuk juga padaku. “Kalau begitu, saya permisi dulu.”

Setelah Pak Kim pergi, aku pun menyusul mereka yang saat ini sedang berada di ruang tengah. Nampaknya mereka sedang bermain kartu tanpaku.

“Kau jahat sekali!” ucap Sana sambil memukul-mukul Jeongyeon.

“Maafkan aku, Sana. Inilah yang dinamakan permainan,” ucap Jeongyeon lalu menjulurkan lidahnya.

“Hei, kalian memulainya tanpaku!” ucapku yang berpura-pura kesal.

“Kau yang terlalu lama,” balas Jeongyeon.

“Bersabarlah. Sebentar lagi permainan ini akan selesai,” ucap Momo sambil melihat-lihat kartu yang ada di tangannya.

Aku pun menonton permainan mereka hingga selesai dan tak disangka yang menang adalah Mina. Selanjutnya adalah giliranku untuk ikut main dalam permainan ini. Kami pun terus bermain hingga malam pun tiba.

—7.00 P.M.—

“Hei, kita akan makan malam apa?” tanya Jeongyeon yang sedang duduk bersantai di sofa.

“Ah, aku malas keluar. Kau saja yang beli makan untuk kita,” jawab Momo.

“Apa?” tanya Jeongyeon dengan terkejut.

“Aku mau sushi!” ucap Sana dengan antusias.

“Kedengarannya ide yang bagus!” balas Momo yang juga ikut antusias.

“Hei, hei! Masa aku sendiri yang pergi,” ucap Jeongyeon yang tidak terima.

“Aku bisa menemanimu,” ucap Mina.

“Nah, sekarang pergilah. Aku mau tidur sebentar,” ucap Momo lalu berjalan meninggalkan kami.

“Sana?” Jeonyeon menatap Sana dengan penuh harap.

“Hehehe.. maaf, Jeongyeon. Aku sedang ingin nonton tv,” jawab Sana.

“Hmm.. baiklah. Bagaimana denganmu, Chaeyoung?” Jeongyeon bertanya padaku.

“Eh.. sejujurnya, aku juga lagi malas keluar. Apa tidak apa-apa..?” jawabku dengan sedikit ragu.

“Baiklah, baiklah. Ayo kita pergi, Mina,” ucap Jeongyeon lalu mereka pun pergi meninggalkan kami.

Sana melanjutkan tontonannya, sedangkan aku mencoba untuk menggambar sesuatu di skecthbook-ku. Sesekali aku memerhatikannya tanpa sadar dan aku tersenyum setiap kali melihat wajahnya. Aku tidak tahu apa dia menyadariku atau tidak.

—7.30 P.M.—

Akhirnya, aku telah menyelesaikan gambarku. Suatu gambar yang sangat abstrak. Aku sendiri pun tidak tahu benda apa yang telah kugambar ini. Aku lalu melirik Sana untuk memastikan apakah dia masih menonton tv atau tidak. Yah.. seperti yang kuduga, ia sudah tertidur dengan pulas. Aku kemudian membaringkannya agar ia dapat tidur dengan baik. Kulihat wajahnya yang tampak begitu lelah. Aku pun mengelus pipinya dan tersenyum.

 

Sana’s POV

~~~~~

Aku melihat dari jauh sebuah rumah yang tampak terbuat dari kayu. Aku terus berjalan mendekati rumah itu. Entah mengapa merasa sangat familiar. Aku lalu memasuki rumah itu. Rumah itu tampak berantakan layaknya badai telah masuk ke dalam rumah itu. Aku tidak mengapa aku tiba-tiba menangis seperti sesuatu hal buruk telah menimpaku.

“Ayah! Ayah!” aku tidak tahu mengapa aku berteriak seperti ini.

(Dalam bahasa Jepang)

~~~~~

End of Sana’s POV

 

“Ayah! Ayah!” (Dalam bahasa jepang) kudengar Sana berteriak-teriak dengan begitu keras. Aku pun menjadi panik dan langsung menghampirinya. Tampaknya dia sedang bermimpi buruk.

“Sana! Sana!” aku berusaha membangunkannya dari mimpi buruk. Ia pun terbangun dan langsung memeluk.

“Chaeyoung..” dia menangis dalam pelukanku.

“Ada apa?” aku menanyainya dengan lembut.

“Aku tidak tahu.. aku tidak tahu..” dia bergumam.

“Tenanglah, ada aku di sini,” ucapku berusaha menenangkannya.

 

***

Aku terbangun karena teriakan Sana yang mengagetkanku. Aku menjadi khawatir lalu meninggalkan kamar untuk memeriksa apa yang terjadi. Aku kemudian mendapati Sana sedang menangis.. menangis dalam pelukan Chaeyoung. Tiba-tiba hal itu mengingatkan pada sesuatu. Aku pun berjalan kembali menuju kamar dan membiarkan berdua di ruang tengah.

—————————————————————

***

—Sushi Restaurant—

“Ini pesanannya,” ucap salah satu pelayan sambil menyerahkan pesanan kami.

“Terima kasih banyak,” ucap Mina lalu menerima pesanan kami itu.

Setelah itu, kami pun berjalan meninggalkan restauran itu. Aku lalu menyarankan Mina untuk tidak segera pulang. Alasannya? Biar saja mereka kelaparan. Enak saja mereka menyuruh kami berdua pergi, sedangkan mereka bersantai di villa.

“Lalu, kita akan ke mana?” tanya Mina.

“Yah.. jalan-jalan saja,” jawabku dengan santai.

Kami berdua berjalan menyusuri seluruh pertokoan yang ada di tempat itu. Saat itu benar-benar sangat ramai hingga aku harus menggenggam tangan Mina dengan erat. Tidak lama kemudian, aku menemukan sebuah gang kecil di tempat itu. Aku pun menarik Mina untuk memasuki gang itu. Akhirnya, kami bisa terlepas dari kesesakan.

“Akhirnya aku bisa bernafas,” ucapku dengan lega. Kemudian, aku menyadari bahwa aku masih menggenggam tangan Mina. Aku pun segera melepaskan genggaman itu.

“Maafkan aku,” ucapku dengan tersipu malu.

“Tidak apa-apa..” ucapnya yang juga tersipu malu.

Akhirnya, suasana pun menjadi canggung dan entah mengapa aku jadi berdebar pula. Aku bisa merasakan wajahku yang mulai memerah. Jujur, aku benci situasi seperti ini.

“Tempat ini benar-benar sangat ramai ya. Seperti lautan manusia,” aku mencoba memulai pembicaraan.

“Iya, tempat ini memang selalu ramai seperti ini,” ucapnya lalu.. suasana menjadi canggung lagi. Ugh, ada apa dengan kami..

“Kenapa kita jadi canggung seperti ini? Seperti baru kenal saja,” aku mencoba memulai pembicaraan lagi.

“Iya.. entah mengapa kita jadi canggung begini,” ucapnya dengan suaranya yang begitu lembut.

“Banyak hal sudah terjadi semenjak kalian kembali ke korea,” aku berusaha agar pembicaraan kami tidak berakhir lagi.

“Iya, banyak sekali.. kejadian yang sudah terjadi.”

“Dan aku sangat berterima kasih padamu,” aku tersenyum sambil menatapnya.

“Huh? Kenapa?”

“Karena kau membantuku di masa-masa terberatku,” aku mencondongkan badanku ke arahnya. Wajahku semakin mendekati wajahnya. Aku bisa merasakan nafasnya yang begitu hangat.

Tolong salahkan hormonku. Ya, tolong salahkan hormonku yang telah membuatku menjadi gila. Aku mencium bibirnya.

—————————————————————

***

—Villa, 9.00 P.M.—

“Hei, kalian dari mana saja? Kami sudah hampir mati kelaparan di sini,” Momo tampak begitu kesal.

“Siapa suruh kalian tidak mau ikut,” jawab Jeongyeon dengan nada mengejek.

“Jadi, kau sengaja, huh?” Momo langsung menjewer telinga kiri Jeongyeon.

“Ouch! Ouch!” Jeongyeon berteriak kesakitan.

“Sini biar kutambahi,” ucap Sana lalu menjewer telinga kanan Jeongyeon. “Teganya kau membiarkan pacarmu kelaparan.”

“Ya, ya, maafkan aku,” ucap Jeongyeon memohon ampun pada mereka. Aku dan Mina hanya bisa tertawa melihat itu.

“Jeongyeon selalu saja begitu,” ucapku pada Mina.

“Yeah, tidak ada yang berubah,” ucap Mina sambil tersenyum melihat mereka.

Setelah itu, kami makan malam bersama di ruang makan. Makan malam kami pun tak luput dari percakapan. Tawa dan canda kami bahkan terdengar sampai di luar villa. Untung saja tidak ada orang lain yang tinggal di sekitar villa ini.

Setelah makan malam selesai, kami langsung memilih untuk tidur. Jeongyeon dan aku tidur sekamar, sedangkan Momo, Sana, dan Mina mereka tidur di kamar lain. Hari yang benar-benar sangat melelahkan.

—Kamar, 11.00 P.M.—

“Hari ini benar-benar melelahkan sekali,” ucap Jeongyeon sambil berbaring di atas tempat tidur. Oh, ya, mungkin aku lupa mengatakan ini. Semua tempat tidur di villa ini adalah double bed. Ya, aku akan tidur seranjang dengan Jeongyeon.

“Tidurlah,” ucapku sambil mengganti bajuku. Kemudian, Jeongyeon tiba-tiba menghadapkan badannya ke arahku dan berpose layaknya seorang model di majalah fashion.

“Tidur? Tidak, mari kita bersenang-senang malam ini,” ucap Jeongyeon dangan wajahnya yang sangat menjijikan.

“Jangan harap,” ucapku lalu melemparkan bantal tepat di wajahnya.

“Ahh.. aku ingin Sana di sini.”

“Dasar mesum.”

“Memangnya itu salah? Dia kan pacarku.”

“Yah, yah.. baiklah.”

Pacar yah.. ya, dia memang pacar Sana dan aku bukanlah siapa-siapa. Lebih tepatnya, aku bukan lagi siapa-siapa.

.

.

.

.

.

.

.

~~~~~

(Semua pembicaraan di sini dalam bahasa Jepang)

Aku berjalan pulang dengan gembira sambil memegang sebuah jepitan kecil yang baru saja kubeli tadi. Aku tidak sabar untuk memberikannya pada Mina. Akhirnya, aku pun berlari dengan harapan agar aku segera sampai dan bertemu dengan Mina. Namun, semuanya tidak seperti yang kuharapkan. Kenyataan pahitlah yang muncul di depan mataku.

“Paman! Mina!” aku berteriak memanggil nama mereka. Kulihat seluruh rumah tampak berantakan seperti seseorang telah datang mengacak-ngacaknya.

“Diam di situ!” kudengar seseorang meneriakiku dari belakang. Aku pun membalikkan badanku dan kudapati.. begitu banyak pria bersenjata mengepungiku. “Kau kami tahan!”

“Di mana mereka? Cepat katakan kepadaku di mana mereka!”

“Mereka sebentar lagi akan dipenggal.”

“Apa?!”

~~~~~

“Tidak.. tidak.. tidak!” (dalam bahasa Jepang) aku terbangun dari mimpi burukku itu. Mengapa..? Padahal sudah lama sekali aku tidak memimpikan hal itu. Mengapa aku memimpikannya lagi?

Aku kemudian bangkit dari tempat tidur dan berjalan meninggalkan kamar di mana aku dan Jeongyeon tidur. Aku pergi mencari udara segar di pantai yang berada di belakang villa. Awalnya, kupikir hanya akan ada aku seorang, tetapi nampaknya ada orang lain yang akan menemaniku di tengah malam begini.

“Tidak bisa tidur?” aku memulai pembicaraan.

“Kurasa aku sudah kebanyakan tidur,” jawab Momo yang sedang duduk di atas pasir. Aku pun ikut duduk di sampingnya dan menikmati langit yang saat itu benar-benar indah.

“Kau sendiri?” tanya Momo masih sambil menatap langit.

“Aku habis bermimpi buruk,” jawabku.

Sejenak, kami terdiam menikmati malam yang begitu tenang. Suara ombak dan suara serangga-serangga kecil di malam hari membuatku teringat akan hari itu. Hari di mana aku bertemu dengan Mina untuk pertama kalinya.

“Chaeyoung..”

“Ya?”

“Sebenarnya siapa wanita yang kau sukai itu?”

Aku terdiam sejenak karena tidak bisa menjawab pertanyaan itu.

“Apakah aku mengenalnya?”

Aku ingin menjawab ‘iya’, tetapi mana mungkin aku bisa mengatakan hal itu.

“Baiklah.. aku akan mulai menceritakannya dari awal. Tapi, aku sendiri tidak yakin apa kau  akan percaya.”

Momo tidak berkata apa-apa dan tampak memerhatikanku dengan serius.

“Aku pertama kali bertemu dengannya di sebuah pantai. Di situlah, aku jatuh cinta padanya. Jatuh cinta pada pandangan pertama.”

Momo masih menyimakku dengan serius dan ini membuatku semakin berdebar.

“Awalnya, semua berjalan dengan baik. Aku semakin dekat dengannya dan bahkan kami sudah saling mengetahui perasaan kami satu sama lain. Namun, ternyata.. kami tidak mendapat sebuah akhir yang bahagia.”

“Kalian berpisah?” tanya Momo.

“Ya, berpisah. Berpisah dengan cara yang paling tragis.”

“Lalu, setelah sekian lama berpisah, kau bertemu dengannya lagi, bukan?”

“Ya, aku bertemu dengannya, tapi dia sudah bersama orang lain.”

“Chaeyoung.. apakah mungkin orang itu adalah Sana? Apa sebelumnya kau pernah bertemu dengannya?”

“Huh?!”

 

—————————-

ga tau kenapa kali ini aku ga bisa buat kata2 jadi bold ataupun italic. Jadi, ada beberapa kata yg ga bisa kutekankan :(

Terima kasih buat yang udah baca sampe sejauh ini :D

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
momomoguring
Spin-off: A Poem Titled You
https://www.asianfanfics.com/story/view/1411438/a-poem-titled-you
Mungkin ini termasuk spoiler(?)

Comments

You must be logged in to comment
poplarbear #1
Chapter 30: AAAAAAAAA will you someday update this story? :'))
poplarbear #2
Chapter 12: Soo... Jeongyeon knows about Chae's past??
poplarbear #3
Chapter 10: Wew cerita bagus gini kok upvotesnya kurang yah :')
poplarbear #4
Chapter 2: AAAAAAA
babibu #5
Chapter 30: ah elah jeong udah deh move on aja ntu bukan jodoh elu, gw tabok kalo bikin onar lagi jeong
ini lagi emaknya kyungwan siapa sih? masih kepo nih
Kim6Ex
#6
Chapter 29: Aarrrrrr ga sabar update trozzz min,,,,,
SanaCheeseKimbap_
#7
Chapter 29: PEDANG PEDANGAN HAHAHAHAH
oncezara #8
Chapter 28: aaaaa :'))
Kim6Ex
#9
Chapter 28: Ahh.... Hemmm..... Ga bisa ngomong apa2
babibu #10
Chapter 27: sianjir jitzu angst banget sihh yalord swedih banget gw, ini lagi ceyong nembak aja lemotnya bukan maen malah asal nyosor doang! belum nembak loh, oh ya tuhkan gw sempet lupa kalo nama aslinya sana itu mina