Double Date

Salty Salt

“Tuan muda, dia bukan ibumu!” tegur Paman Kim. Hal itu langsung menghentikan langkah Kyungwan. Paman Kim kemudian segera menghampiri Kyungwan dan menggendongnya. “Tuan muda, sebaiknya kita pulang sekarang,” ucap Paman Kim lalu berjalan menuju pintu keluar.

“Tidak! Aku mau ke sana!!” Kyungwan membantah perkataan Paman Kim. Dengan sekuat tenaga, Kyungwan meronta-ronta agar segera diturunkan.

“Tuan muda, dia bukan ibumu! Sungguh!” Paman Kim berusaha meyakinkan. Tanpa mereka sadari, saat ini mereka menjadi pusat perhatian. Semua mata tertuju pada mereka, tak terkecuali Sana dan Jihyo.

“Pak Kim?” Sana tiba-tiba menyela pembicaraan mereka berdua. Paman Kim kemudian menyadari bahwa mereka telah menjadi tatapan setiap orang. “Astaga, maafkan saya, nona,” ujar Paman Kim lalu membungkuk di depan Sana.

“Apa aku boleh tahu ada apa ini?” tanya Sana yang ingin memastikan situasi yang sedang terjadi.

“Tuan muda hanya salah orang saja. Maafkan saya karna telah membuat kekacauan ini,” jawab Paman Kim lalu membungkuk lagi.

“Apa itu anak Jeongyeon?” Jihyo menyeletuk. Ia kemudian menyadari bahwa pertanyaan itu tidak pantas untuk ditanyakan. Ia langsung menutupi mulutnya dengan kedua tangannya dan mengutuki dirinya sendiri.

.

.

.

.

 

“Ini segelas cokelat untukmu,” ujar Jihyo sambil meletakkan segelas cokelat di hadapan Kyungwan. Ia lalu mencubit pipi Kyungwan yang tampak begitu menggemaskan. “Kau imut sekali,” ucap Jihyo lalu berjalan meninggalkan mereka bertiga.

“Hmm, ini enak sekali!” seru Kyungwan setelah mencicipi minuman cokelat yang dibuat Jihyo.

“Kau benar-benar anak yang imut,” ucap Sana sambil membersihkan sisa-sisa cokelat yang berada di bibir Kyungwan.

“Tentu saja, eomm..”

“Tuan muda..” sela Paman Kim.

“Eh, maksudku teman Jeongyeon! Aku memang anak yang imut! Guruku selalu mengatakan itu padaku!” Kyungwan mengatakannya dengan begitu antusias. Hal itu membuat Sana tertawa dan mencubit pipi Kyungwan.

“Terima kasih atas cokelatnya, nona,” ujar Paman Kim sembari tersenyum. “Maaf atas perbuatan Kyungwan tadi,” lanjutnya.

“Tidak apa-apa. Dia tidak salah apa-apa. Mana mungkin anak seimut ini bisa bersalah?” balas Sana lalu mengelus kepala Kyungwan.

“Aku akan bilang pada Jeongyeon bahwa aku bertemu dengan temannya yang sangat cantik,” ucap Kyungwan dengan wajah polosnya. Tanpa Kyungwan sadari, perkataannya itu membuat suasana menjadi canggung.

“Eh, sebaiknya tuan muda jangan memberitahu ini pada Tuan Jeongyeon,” ujar Paman Kim dengan khawatir.

“Huh? Kenapa?” tanya Kyungwan yang tidak mengerti apa-apa.

“Biar Jeongyeon tidak cemburu padamu, Kyungwan. Dia pasti akan cemburu kalau kau bertemu dengan temannya. Jadi, janji tidak memberti tahu Jeongyeon?” jawab Sana lalu mengeluarkan kelingkingnya.

“Oh, aku mengerti! Aku janji!” balas Kyungwan lalu mengaitkan kelingkingnya pada kelingking Sana.

“Baiklah, tuan muda. Sudah saatnya kita pergi. Nyonya besar sudah mencarimu,” ujar Paman Kim lalu bangkit berdiri dan menarik tangan Kyungwan. Kyungwan kemudian ikut bangkit berdiri.

“Terima kasih banyak, nona. Saya dan Kyungwan permisi dulu,” ujar Paman Kim sembari memberi hormat.

“Sama-sama, Pak Kim,” balas Sana. Ia kemudian mendapati Paman Kim dan Kyungwan berjalan menjauhinya. Sambil memandangi mereka berdua, Sana tersenyum miris mengingat semua kenangan pahitnya bersama Jeongyeon. Namun, dia tidak merasa marah ataupun kesal. Dia malah merasa kasian terhadap Kyungwan. Menurutnya, Kyungwan anak yang sangat baik dan imut. Sayangnya, Kyungwan adalah alasan mengapa hubungan Sana dan Jeongyeon berakhir. Sana merasa Kyungwan tidak pantas menjadi alasan semua ini terjadi. Dia anak yang begitu baik.

“Anak itu benar-benar imut ya,” komentar Jihyo yang tiba-tiba sudah berada di samping Sana.

“Entah mengapa aku merasa jahat,” balas Sana tanpa mengalihkan pandangannya.

“Kau tidak jahat dan anak itu juga tidak salah apa-apa. Yang bersalah adalah Jeongyeon,” Jihyo berusaha menghibur Sana. “Ayo kembali bekerja,” lanjutnya sambil menepuk-nepuk pundak Sana.

 

—————————————————————

***

Hari yang kutunggu-tunggu telah tiba. Dengan penuh rasa gugup, aku melangkahkan kakiku menyusuri sebuah lorong yang tampak begitu sunyi. Jantungku berdegup dengan kencang dan tanganku terasa begitu dingin. Aku bahkan hampir menjatuhkan buket bunga yang sedang kupegang.

Setelah beberapa saat menyusuri lorong itu, aku akhirnya melihat tempat tujuanku. Tepat di sana, aku melihat sesesok orang yang tak asing bagiku. Dia juga memegang sebuket bunga yang tampak begitu indah. Jauh lebih besar dari milikku. Aku bisa menebak buket bunga itu jauh lebih mahal dari buket bunga yang kubeli. Sejujurnya, itu membuatku sedikit tidak percaya diri.

“Hai,” sapaku.

“Buket bunga yang bagus,” komentar Tzuyu sambil memandangi buket bunga yang pegang.

“Punyamu jauh lebih bagus,” balasku sambil menundukkan kepalaku.

 

Krekk

 

“Oh! Rupanya Chaeyoung sudah datang juga,” ujar Jihyo saat melihat kehadiranku. “Tunggu! Aku akan memanggil Sana,” lanjutnya lalu berbalik arah. Namun, sebelum ia melangkahkan kakinya, Tzuyu langsung menarik tangannya.

“Bunga untukmu,” ucap Tzuyu sembari menyerahkan buket bunga yang dibelinya.

“U-untukku?” Jihyo tampak terpercaya dengan apa yang ada di hadapannya.

“Tentu saja. Kau yang akan berkencan denganku, bukan?” jawab Tzuyu sembari tersenyum. Aku bisa melihat bahwa Tzuyu menjadi lembut jika berhadapan dengan Jihyo.

“Thanks,” balas Jihyo lalu menerima buket bunga itu. Wajah Jihyo tampak memerah saat menerimanya. “Akan kupanggilkan Sana,” ujar Jihyo lalu memasuki apartemennya lagi.

“Aku ingin kau lebih berani lagi karna sudah tidak ada yang menghalangimu,” ujar Tzuyu secara tiba-tiba. Ia lalu memegang pundakku dan berbisik, “Ini kesempatanmu.”

Aku kemudian hanya mengangguk sambil memegang erat buket bunga yang kubeli. Aku menyetujui setiap perkataan Tzuyu. Ini memang adalah kesempatanku dan tidak boleh kusia-siakan. Aku tidak akan lagi menyia-nyiakan waktuku seperti yang kulakukan sebelumnya.

“Chaeyoung!” panggil Sana lalu tiba-tiba memelukku. Sontak aku terkejut dan hampir saja aku menjatuhkan buket bunga itu.

“I-ini bunga untukmu,” ujarku setelah Sana melepaskan pelukannya.

“Oh! Kau juga memberiku bunga! Terima kasih, Chaeyoung!” ujar Sana lalu menerima buket bunga pemberianku. “Kalian pergi saja dulu! Kami akan menyusul kalian,” ucap Sana pada Jihyo dan Tzuyu. Ia lalu berlari memasuki apartemennya lagi.

“Baiklah. Kami akan pergi duluan,” ujar Tzuyu lalu menarik tangan Jihyo. Entah mengapa aku mendapati Jihyo merasa panik karena hal itu.

“Sampa jumpa nanti,” balasku sembari tersenyum. Mereka berdua kemudian berjalan menjauhiku hingga akhirnya aku tinggal sendirian di depan apartemen Jihyo dana Sana.

“Mereka sudah pergi?” suara Sana tiba-tiba mengagetkanku. “Ayo kita pergi juga!” ujarnya lalu tiba-tiba menarik tanganku. Aku kemudian dibawanya dengan penuh antusias.

 

—————————————————————

***

Di dalam mobil Tzuyu

 

Alunan musik dari radio pada mobil Tzuyu menemani perjalan mereka menuju Everland. Sembari memandangi pertokoan yang berada di pinggir jalan, Jihyo mengingat kembali ingatan asing yang tiba-tiba memasuki kepalanya. Dia sangat ingin menanyakan hal itu pada Tzuyu. Namun, entah mengapa dia tidak berani untuk melakukannya.

“Tanpa berkatapun, aku tahu apa yang sedang kau pikirkan,” ujar Tzuyu memulai pembicaraan.

“Lalu, kenapa kau tidak menjelaskan apa-apa padaku? Ingatan apa itu?” tanya Jihyo sambil melirik Tzuyu. Namun, Tzuyu tidak menjawab pertanyaan itu. Ia hanya memandangi jalan yang berada di depannya sambil mengemudikan mobil yang mereka tumpangi.

“Tentu saja kau tidak mau menjelaskannya,” komentar Jihyo lalu kembali memandangi pertokoan yang berada di sampingnya.

“Kau tidak pernah mencobanya, bukan? Dengan kemampuanmu,” Tzuyu akhirnga mengucapkan sesuatu. Hal itu langsung memberi ide pada Jihyo.

“Oh! Aku akan mencobanya sekarang!” ucap Jihyo lalu menutup kedua matanya.

“Jangan sekarang!” sela Tzuyu lalu memegang tangan Jihyo. Hal itu langsung mengalihkan perhatian Jihyo.

“Kenapa?” tanya Jihyo dengan bingung.

“Aku tidak ingin mengacaukan kencan ini. Aku ingin ini menjadi kencan yang menyenangkan. Kau bahkan tidak perlu mengetahuinya. Hal itu bukan sesuatu yang penting di kehidupanmu yang sekarang ini,” Tzuyu mulai mengoceh dan itu membuat Jihyo sangat terkejut. Untuk pertama kalinya Jihyo melihat Tzuyu mengatakan banyak hal seperti itu

“Sejujurnya, aku jadi tambah ingin mencobanya. Tapi, aku akan menahan keinginanku karna kau tampak khawatir,” balas Jihyo sembari melirik Tzuyu. Ia lalu mengalihkan pandangannya pada jalanan yang berada di depan mereka. Sejenak ia memikirkan sesuatu yang tiba-tiba terlintas di pikirannya.

“Tentang Sana dan Chaeyoung?” sela Tzuyu yang mengetahui pikiran Jihyo.

“Wah, sungguh mengerikan. Kau bisa tahu seluruh isi pikiranku,” komentar Jihyo sambil menggelengkan kepalanya. “Baiklah, aku ingin bertanya padamu. Apakah mungkin Sana akan mengingat Chaeyoung? Karna Sana selalu merasa familiar terhadap Chaeyoung,” akhir Jihyo mengeluarkan pertanyaan yang mengganjal pikirannya.

“Otak bisa melupakan, tetapi jiwa tidak akan pernah melupakan,” jawab Tzuyu yang tetap fokus berkemudi.

“Jadi, jiwa Sana mengingat Chaeyoung, tapi otaknya tidak? Apa begitu maksudmu?” tanya Jihyo yang masih bingung dengan perkataan Tzuyu.

“Tentu saja. Namun, aku tidak bisa menjamin apakah suatu saat otaknya bisa mengingat Chaeyoung,” jelas Tzuyu yang kemudian diikuti anggukan dari Jihyo.

“Lalu, kenapa otak Chaeyoung bisa mengingat Sana?” tanya Jihyo lagi.

“Segala hal yang kau perbuat akan berakibat pada dirimu sendiri. Apa yang diperbuat Chaeyoung di masa lalu berakibat pada masa kini.”

“Maksudmu otaknya bisa mengingat Sana karna perbuatannya di masa lalu?” tanya Jihyo memastikan pemahamannya. Tzuyu kemudian mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Jihyo. “Apakah perbuatannya itu baik hingga dia memiliki kemampuan untuk mengingat masa lalunya?” lagi-lagi Jihyo bertanya.

“Apakah kau pernah melihat Chaeyoung bahagia karna hal itu?” Tzuyu balik bertanya.

“Tidak.. tunggu! Kalau begitu dia bebuat hal jahat hingga mendapat karma buruk?!” Jihyo mulai menebak-nebak.

“Kau pernah melihat masa lalu Chaeyoung, bukan? Harusnya kau tahu apa yang diperbuatnya.”

“Apa yang diperbuatnya..” Jihyo berusaha mengingat-ingat apa yang pernah dilihatnya pada masa lalu Chaeyoung. Namun, Jihyo tidak menemukan satu pun perbuatan keji dari Chaeyoung.

“Kau hanya melewatkannya,” ujar Tzuyu berusaha membantu Jihyo mengingat hal itu. “Sudah lupakan saja. Kita sudah sampai,” lanjutnya setelah memarkirkan mobilnya. Ia kemudian segera keluar dan meninggalkan Jihyo sendirian di dalam mobil. Jihyo saat itu masih terdiam memikirkan segala kemungkinan yang ada. Segala kemungkinan menyangkut perbuatan di masa lalu. Bukan perbuatan Chaeyoung, melainkan perbuatannya.

‘Heol.. itu berarti aku juga melakukan sesuatu di masa lalu,’ pikir Jihyo.

 

Pluk!

 

Suara pintu itu langsung membuyarkab pikiran Jihyo dan mengalihkan perhatiannya. Ia kemudian mendapati Tzuyu sedang membukakan pintu untuknya. Sembari tersenyum, Tzuyu mengulurkan tangannya agar dapat diraih oleh Jihyo.

“Jangan pikirkan apa-apa lagi. Nikmati saja kencan ini,” ujar Jihyo yang masih mengulurkan tangannya untuk Jihyo.

 

—————————————————————

***

@Everland

 

Dengan penuh antusias, Sana menarik tanganku dan membawaku menuju Jihyo dan Tzuyu yang berada tak jauh dari kami. Sana tampak begitu senang dengan double date ini. Mungkin lebih tepatnya dia begitu senang untuk menjalankan rencananya.

 

FLASHBACK

 

Kegugupanku membuat mulutku terkunci dengan rapat. Otakku serasa tak mampu memikirkan kata-kata. Fokusku hanya pada jalanan yang berada di depanku. Sejujurnya, itu hanyalah alasan agar bisa menghindari percakapan dengan Sana. Otakku terlalu buntu untuk bertukar kata dengannya.

“Chaeyoung, kau harus membantuku nanti,” ucapan Sana itu seperti menyihir otakku untuk bekerja kembali.

“Membantu apa?” tanyaku. Akhirnya, aku berani membuka mulut.

“Kita harus membuat Jihyo dan Tzuyu jadian!” jawabnya dengan antusias. Sana kemudian menjelaskan rencananya kepadaku. Begitu banyak hal yang ia katakan padaku. Namun, intinya hanyalah membiarkan Jihyo dan Tzuyu berduaan.

“Baiklah,” balasku sembari mengangguk.

“Tapi, jangan lupa kita juga berkencan,” ujar Sana lalu tiba-tiba mencubit pipiku. Hal itu langsung membuat wajahku memerah. Perbuatan kecil yang dilakukannya selalu berdampak besar padaku. Sejak dulu, fakta itu tidak pernah berubah.

 

FLASHBACK END

 

Setelah kami saling menyapa, Sana langsung menuntun kami bertiga ke tempat yang ingin dikunjunginya. Sana terlihat paling siap untuk mengunjungi Everland. Dia bahkan memiliki daftar tempat yang akan dikunjungi secara terurut. Beda halnya dengan kami bertiga. Kami sama sekali tidak tahu harus ke mana. Taman hiburan itu begitu besar hingga kami bertiga hanya bisa tertegun melihatnya.

Dari pintu utama, kami berjalan menyusuri sebuah pertokoan kecil. Pertokoan itu tampak ramai dikunjungi turis. Namun, Sana sama sekali tidak tertarik mengunjungi toko-toko itu. Begitu pun dengan kami. Oleh karena itu, kami hanya berjalan melewati pertokoan itu. Setelah melewati pertokoan itu, terlihatlah beberapa wahana besar yang tampaknya sangat memacu adrenaline. Saat melihat wahana-wahana itu, Sana tampak begitu antusias dan langsung mengajak kami untuk menaiki setiap wahana yang dilihatnya. Sejujurnya, aku sangat payah dalam hal ini. Namun, bagaimana mungkin aku menolak Sana?

.

.

.

 

“Son Chaeyoung!” panggil Jihyo sambil menepuk pundakku. “Kau tidak apa-apa?” tanyanya dengan khawatir. Tentu saja dia khawatir. Wajahku tampak begitu pucat setelah menaiki sebuah wahana bernama Rolling X-Train —sebuah roller coaster—

“Maafkan aku, Chaeyoung. Harusnya kau bilang kalau kau tidak kuat naik wahana ini,” ujar Sana yang tampak merasa bersalah.

“Tidak, tidak! Aku baik-baik saja!” aku berusaha mengelak. “Tapi, kurasa aku tidak ingin lagi memacu adrenalineku,” ujarku sambil menggaruk tengkukku. Pada akhirnya, tidak mampu menyembunyikan kelemahanku.

“Baiklah.. sebaiknya kita ke Zoo Topia saja!” seru Sana.

Kami lalu mengikutinya menuju sebuah tempat bernama Zoo Topia. Seperti namanya, tempat ini mirip dengan kebun binatang. Begitu banyak hewan yang bisa kami dapati. Aku, Sana, dan Jihyo tampak begitu antusias menyusuri kebun binatang mini itu. Namun, Tzuyu tidak ikut menunjukkan keantusiasannya. Wajahnya tetap datar sembari berjalan di samping Jihyo. Kurasa hal ini memang bukan sesuatu yang dapat menarik perhatian Tzuyu.

“Wah, ternyata sudah tidak ada lagi,” ujarku setelah kami selesai menyusuri Zoo Topia.

“Sekarang saatnya!” Sana lagi-lagi tampak begitu antusias. Jihyo yang melihat itu hanya bisa menggelengkan kepalanya.

“Kali ini apa lagi, tour guide?” tanya Jihyo dengan nada bercanda.

“Kita akan ke Rose Garden. Kebetulan saat ini ada Rose Festival!” jawab Sana lalu mulai berjalan lagi. Kami bertiga lagi-lagi hanya mengikuti Sana ke tempat yang diinginkannya. Aku tidak punya bayangan tempat apa yang ditujunya. Yang kupahami adalah tempat itu pasti berhubungan dengan bunga mawar.

“Heol..” aku dan Jihyo sama-sama terkejut melihat tempat itu. Tidak ada kata-kata yang dapat mendeskripsikan tempat itu. Kami berdua hanya bisa tertegun melihatnya.

“Wah, tempat ini sangat romantis!!” seru Sana lalu tiba-tiba merangkul lenganku. “Untuk beberapa saat, kita terpisah dulu ya! Nikmati momen romantis ini!” ujar Sana lalu menarikku untuk meninggalkan Jihyo dan Tzuyu.

“Kita tidak boleh mengganggu momen mereka dan kita harus menikmati momen kita!” ucap Sana masih sambil merangkul lenganku. Aku kemudian hanya memangguk menyetujui perkataannya.

Kami mengitari kebun mawar itu sembari menikmati pemandangan yang begitu indah. Suasananya begitu romantis hingga tak heran begitu banyak pasangan kekasih yang berada di kebun mawar itu. Bermesraan di sebuah kebun mawar memang bukan sesuatu hal yang tak wajar.

“Son Chaeyoung!” tiba-tiba Sana memanggilku.

“Ada apa?” tanyaku. Ia kemudian tiba-tiba berhenti dan berbalik ke arahku.

“Apakah aku tipemu?” pertanyaan Sana itu seperti sihir yang membuat mulutku sulit berkata-kata.

“E-eh.. k-kurasa seperti itu,” jawabku dengan terbata-bata. Entah mengapa rasanya begitu sulit untuk mengatakan ‘ya’ dengan tegas.

“Sejujurnya, kau benar-benar tipe idealku! Dari dulu, aku selalu bermimpi untuk memiliki pacar sepertimu,” balas Sana sembari tersenyum lebar. Sebenarnya, aku tidak mengerti pembicaraan ini mengarah ke mana.

“T-thanks?” ujarku dengan terbata-bata.

“Baiklah.. ayo kita jalan lagi!” ucap Sana lalu menarik tanganku lagi. Sejujurnya, aku tidak mengerti mengapa tiba-tiba dia mengatakan hal itu.

 

—————————————————————

***

Memandangi kebun bunga ini membuatku  teringat akan kenangan itu. Aku seolah-olah bernostalgia. Semua momen ini terasa begitu familiar denganku. Apakah ini membuktikan kenangan itu memang adalah milikku?

“Aku sangat merindukan momen seperti ini,” ujar Tzuyu yang berada di sampingku. “Bolehkah aku menggenggam tanganmu?” tanyanya sembari mengulurkan tangannya. Entah mengapa tanganku langsung meraih tangannya. Tidak ada rasa keberatan sama sekali.

“Kelihatannya kau dan Sana sedang bertukar profesi,” aku memulai topik pembicaraan baru.

“Maka dari itu, aku akan berterima kasih padanya,” balas Tzuyu sambil tersenyum. “Kau tidak keberatan jalan bersamaku seperti ini?” tanyanya sambil melirikku.

“Tidak sama sekali,” jawabku. Sejujurnya, aku juga bingung mengapa aku tidak keberatan berjalan bersamanya. Aku bahkan merasa nyaman berjalan bersamanya.

“Boleh aku memelukmu sebentar?” tanya Tzuyu tiba-tiba. Ia lalu menghentikan langkah kami dan menatapku. Aku membatu seketika itu juga. “Hanya sebentar saja, Jisoo..” lanjutnya lalu tiba-tiba memelukku.

Di dalam dekapannya, aku merasakan kehangatan tubuhnya yang mulai mengalir ke tubuhku. Detak jantungnya terdengar begitu kencang dan nafasnya terdengar tidak beraturan. Semakin lama aku mendengarnya, semakin mengalir air mataku. Awalnya aku tidak mengerti mengapa. Namun, perlahan-lahan aku mulai mengetahui alasanya. Air mata ini mengalir tidak dengan sia-sia. Air mata ini mengalir karena.. memoriku perlahan-lahan kembali.

 

FLASHBACK

 

Cipratan darah telah memenuhi wajahku. Bajuku yang awalnya berwarna putih, kini berubah menjadi merah. Ketika aku memandangi sekelilingku, aku mendapati seluruh keluargaku sudah tak berkepala. Tinggal tunggu waktu saja, kepalaku juga akan terlepas dari tubuhku.

“Tunggu!!” aku mendengar suaranya. Suara yang selalu membuatku senang setiap kali mendengarnya. “Jauhkan tangan kotormu itu dari, ratuku!” pintanya lalu tiba-tiba bangkit berdiri.

“Yang Mulia! Kita tidak bisa mengampuninya! Keluarga mereka telah berkhianat pada Yang Mulia!” ucap penasihat raja dengan begitu menggebu-gebu.

“Aku tahu! Oleh karena itu, aku sendirilah yang akan menghukumnya!” ucapnya lalu berjalan mendekatiku. Setiap langkahnya membuat jantungku berdebar-debar. Bukan karena takut, tetapi karena aku senang. Aku senang bisa melihatnya secara dekat untuk terakhir kalinya.

Aku melihatnya mengambil sebuah pedang dari tangan prajuritnya. Ia lalu berlutut agar tinggi kami menjadi sama. Walaupun dia bilang ingin menghukumku, aku tahu dia sama sekali tidak ingin melakukannya. Semua itu terlihat dari tatapan matanya.

“Sejujurnya, aku tidak bisa,” bisiknya dengan mata yang berkaca-kaca. Ia kemudian meletakkan kepalanya pada pundakku. Ia berusaha menyembunyikan tangisannya.

“Lakukanlah sebelum kau semakin tidak tega melajukannya,” ucapku sembari tersenyum. Air mataku sudah tak terbendung lagi.

“Aku sangat menyayangimu,” ujarnya sambil terisak-isak.

“Kumohon jangan buatku semakin tersiksa dengan emosi ini, Yang Mulia,” aku memohon padanya. Ia lalu mengangkat wajahnya dan berhadapan denganku. Cukup lama ia memandangi wajahku seolah-olah waktu sedang berhenti.

“Maafkan aku, Jisoo,” ujarnya lalu menutup matanya dengan rapat. “Mari bertemu di kehidupan selanjutnya,” lanjutnya lalu menembuskan pedang itu pada dada kiriku.

“Ya, mari bertemu lagi,” itu adalah kalimat terakhir yang kuucapkan padanya. Aku kemudian menarik tangannya yang masih memegang pedang itu. Akhirnya, pedang itu menusukku semakin dalam. Kurasa itu dapat mempercepat kematianku.

Tidak berapa lama kemudian, aku sudah tidak kuat lagi menopang tubuhku. Aku terjatuh dalam pelukannya yang hangat. Dalam dekapannya itu, aku dapat mendengar suara detak jantungnya yang begitu kencang dan suara nafasnya yang tidak beraturan

“Aku akan menemukanmu,” itu adalah ucapan terakhir yang dapat kudengarkan.

 

FLASHBACK END

 

“Aku telah menepati janjiku. Aku menemukanmu,” ujar Tzuyu lalu melepaskan pelukannya. “Aku sangat merindukanmu,” ujarnya lagi lalu mencium bibirku. Kali ini, aku langsung membalas ciumannya. Tentu saja karena aku juga sangat merindukannya.

 

—————————————————————

***

Mataku terbuka dengan lebar dan mulutku menganga melihat pemandangan yang tak terduga. Melihat adegan ciuman memang sudah biasa, kecuali jika kau tidak menduga pelakunya. Melihat Jihyo dan Tzuyu berciuman sungguh membuatku sangat terkejut.

“Waahh... kita berhasil!!” seru Sana sambil memukul-mukul lenganku. Ia tampak begitu senang karena rencananya berhasil.

“Sebenarnya, aku masih tidak percaya dengan apa yang kulihat,” komentarku terhadap adegan yang terjadi di depan kami.

“Ini memang di luar dugaan kita!” balas Sana. Ia lalu melirikku sambil tersenyum. Tatapannya itu seperti sihir yang membuatku tidak bisa beralih darinya. Sejenak kami terdiam dan hanya saling menatap satu sama lain.

‘Sekarang atau tidak sama sekali,’ hati kecilku mulai bersuara.

“Sana,” panggilku.

“Ya, Chaeyoung?” balasnya.

“Aku ingin..” aku tidak dapat menyelesaikan kalimatku. Mulutku seperti mengkhianatiku.

“Ingin apa?” tanya Sana yang penasaran dengan kelanjutan kalimatku.

Beberapa detik serasa beberapa jam saat kau ingin menyatakan perasaanmu. Bukankah begitu? Itulah yang kualami sekarang. Waktu serasa melambat saat kata-kata sudah di ujung mulut.

“Aku menunggumu untuk mengatakannya. Gunakan waktu selama yang kau mau. Aku akan menunggumu dengan sabar,” ujar Sana lalu tersenyum dengan lebar. “Tapi.. sebelum itu, biarkan aku melakukan ini dulu,” lanjutnya.

Dia tiba-tiba berjinjit dan menarik tubuhku hingga wajahku mendekatinya. Hal yang terjadi selanjutnya adalah bibir kami saling bersentuhan. Namun, hal itu hanya terjadi dalam sekejap. Sana langsung menjauhkan wajahnya dariku dan tersenyum kepadaku. Sejujurnya, aku belum puas dengan ciuman kilat itu. Oleh karena itu, aku menariknya agar kami bisa berciuman lagi. Aku begitu merindukan bibir wanita ini. Sangat merindukan momen seperti ini.

 

FLASHBACK

 

Perlahan-lahan aku meletakkan tubuh Sana di atas tempat tidurku. Dia telah tertidur pulas setelah meminum berbotol-botol soju hingga mabuk. Dia terlihat begitu lelah setelah menjalani kencan yang tidak terduga ini.

“Tak menyangka aku ada kesempatan untuk bertemu denganmu lagi,” ucapku pada Sana yang sedang tertidur.

Tidak berapa setelah itu, Sana tiba-tiba melingkarkan tangannya pada leherku. Ia kemudian menarikku hingga bibir kami saling bersentuhan. Sontak aku terkejut, tetapi bukan berarti aku langsung menjauhinya. Aku malah membalas ciumannya. Memang bukan sesuatu yang pantas. Tidak seharusnya aku menciumnya saat mabuk seperti ini. Namun, aku tidak dapat menahannya lagi. Aku sangat merindukannya. Tidak pernah sekali pun, aku tidak merindukannya.

“Aku sangat merindukanmu, Mina,” ujarku sambil menyandarkan dahiku pada dahinya. Air mataku mulai berjatuhan membasahi pipinya. Aku tidak dapat menahan apa-apa lagi. “Sangat, sangat merindukanmu,” lanjutku lalu mencium bibirnya lagi.

Emosi mulai mengendalikan diriku. Aku menciumnya seolah-olah hidupku bergantung pada itu. Menciumnya seolah-olah aku tidak akan pernah bertemu dengannya lagi.

Setelah mencium bibirnya, aku mulai memberikan kecupan pada lehernya. Kemudian, bibirku mulai meraih pundaknya dan memberi kecupan pada tempat itu. Saat itulah, Sana tiba-tiba mengerang dan itu langsung menyadarkanku. Menyadarkanku dari nafsu yang telah menghilangkan pikiran jernihku.

“Bodoh! Aku tidak boleh melakukan ini!” ujarku lalu menghentikan segala perbuatanku.

 

FLASHBACK END

 

Setelah kami selesai berciuman, Sana langsung tertawa entah karena apa. Untuk kesekian kalinya, aku dibuat terbingung-bingung olehnya.

“Jadi, ini hari pertama kita?” tanyanya sembari tersenyum.

“Hari pertama?” aku bertanya dengan bingung.

“Hari pertama kita pacaran!” jawabnya dengan antusias. “Benar, bukan?”

Sejenak aku terdiam seolah-olah sedang memikirkan jawabannya. Padahal jawaban dari pertanyaannya itu sudah sangat jelas.

“Tentu saja,” balasku lalu menciumnya lagi. Aku tidak pernah membayangkan akan memiliki kesempatan kedua setelah semua hal yang pernah terjadi antara aku dan Jeongyeon. Apakah tidak akan ada lagi halangan? Apakah kisahku ini akan berakhir dengan bahagia? Aku sendiri belum dapat menjawabnya sekarang.

 

————————

“Tidak semudah itu ferguso,” jawab author kepada Chaeyoung. Hahahaha

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
momomoguring
Spin-off: A Poem Titled You
https://www.asianfanfics.com/story/view/1411438/a-poem-titled-you
Mungkin ini termasuk spoiler(?)

Comments

You must be logged in to comment
poplarbear #1
Chapter 30: AAAAAAAAA will you someday update this story? :'))
poplarbear #2
Chapter 12: Soo... Jeongyeon knows about Chae's past??
poplarbear #3
Chapter 10: Wew cerita bagus gini kok upvotesnya kurang yah :')
poplarbear #4
Chapter 2: AAAAAAA
babibu #5
Chapter 30: ah elah jeong udah deh move on aja ntu bukan jodoh elu, gw tabok kalo bikin onar lagi jeong
ini lagi emaknya kyungwan siapa sih? masih kepo nih
Kim6Ex
#6
Chapter 29: Aarrrrrr ga sabar update trozzz min,,,,,
SanaCheeseKimbap_
#7
Chapter 29: PEDANG PEDANGAN HAHAHAHAH
oncezara #8
Chapter 28: aaaaa :'))
Kim6Ex
#9
Chapter 28: Ahh.... Hemmm..... Ga bisa ngomong apa2
babibu #10
Chapter 27: sianjir jitzu angst banget sihh yalord swedih banget gw, ini lagi ceyong nembak aja lemotnya bukan maen malah asal nyosor doang! belum nembak loh, oh ya tuhkan gw sempet lupa kalo nama aslinya sana itu mina