1 2 dan 3

Kekasih Sepenggalah

   

            Aku begitu bodoh? Tentu!

            Malam-malam berisi tentang penyesalan

            Kenapa kau muncul?

            Kenapa kesadaran itu harus muncul?

            Kenapa aku harus menyesal?

            Dan kenapa kau selalu terjebak dalam mimpi sesalku?

            Membuat mesin di kepalaku dipaksa memutar kenangan pahit yang kuberikan

padamu. Pada kita.

 

            Pahit

            Sangat

            Dan terlalu.

            Jika boleh, aku lebih rela meminum obat terpahit yang diciptakan dokter bodoh sahabatku.

            Kau tahu?

            Kau membunuhku!

            Kenangan buruk yang kuciptakan untukmu, membunuhku!

            Aku menyesal

            Sungguh,

           

            Maaf.

            Kata hina yang tak pantas diucapkan oleh sosok sepertiku.

            Kau mengacuhkanku, disaat mata ini mulai selaras dengan sang hati

            Maaf,

----

 

            Tahun kedua penyesalanku.

           

            Hanya diam, dan menunggu

            Apa lagi yang bisa dilakukan oleh sosok berdosa sepertiku?

            2 tahun kurasakan sakit ini

            Sesak yang begitu mendera

 

            Ya.

            Rasa yang dengan bodohnya baru kusadari

            Aku kehilanganmu.

           

            Sesal,

            Aku bahkan menyesali sejak kali pertama kita bertemu.

 

            Kau yang terasingkan,

            Kau yang dihinakan,           

            Bahkan aku sering kali mengecilkan eksistensimu.

 

            Inikah karma Tuhan?

            Bukan, bukan karena jabatan itu!

            Bukan karena ketenaran itu!

            Hanya diriku saja yang terlambat menyadari

            Harusnya hati ini dari dulu memang milikmu.

 

            Kau,

            Sosok berpunggung lebar, dengan tutur kata lembut

            Tak pernah marah padaku.

            Kau,

            Bahkan yang selalu menatapku dengan penuh luka,

            Masihkan benda yang namanya PLESTER dapat menyembuhkan luka semacam itu?

            Jika iya, bisakah TUHAN memberiku waktu menjadi PLESTERmu?

----

 

            Tiga tahun, dan Do’a.

           

            Apalagi yang bisa dilakukan oleh sosok sepertiku?

            Aku merusak segalanya

            Do’a, apa kata itu masih ampuh?

 

            Tidak! Bukan aku meragukan kuasaNya,

            Aku hanya tak mampu!

            Diriku terlalu kecil untuk menyadarkanmu kembali,

            Berusaha menangkap mata teduhmu memandang kasih padaku.

           

            Hey,

            Jaringan cacing dikepalaku tak akan sembelit kan,

            Jika disetiap do’aku ada pujian baik untukmu?

            No!

            Aku tak berharap kau memandangku,

            Aku hanya meminta si KEKAL untuk menuntun kita ke jalan yang benar

            Jalan yang seharusnya kita tapaki

            Terlepas dari IYA dan TIDAKnya kita bersama.

 

            Hey,

            Aku bahkan tak berani menyebut namamu

            Bahkan setelah 3 tahun penyesalan ini.

            Terlalu pecundang!

            Setidaknya, mari bertemu di relung pujian Tuhan,

 

            Trak!

            “hmmhh..”

            Mata itu terpejam tak rela. Barisan kata demi kata yang bahkan ditulis tak beraturan itu membuat pusing dikepala wanita dengan rambut bergelung hitam. Ia tahu tulisan itu pastilah tak dibuat secara sadar. Entah dalam keadaan mabuk atau rasa pilu yang begitu mendera. Tapi satu hal yang menjadi titik utama disetiap barisan asal tulisan tangan itu, penyesalan. Wanita dengan kerutan yang mulai terlihat di sudut matanya masih setia memejamkan mata. Memijit tipis pelipisnya yag berkedut.

            “dia selalu datang di hari yang sama sejak tiga tahun ini, nyonya” suara wanita paruh baya lainnya turun meramaikan ruangan yang sudah lama tak terjamah, kecuali di satu hari yang sama dalam tiga tahun ini. hari penyesalan Cho Kyuhyun.

            “entahlah. Aku- bahkan tak pernah membayangkan hubungan mereka, Kim” suar itu serak, penuh kegetiran.

            “maaf. Aku tak memberitahumu dari awal” wanita satunya menunduk sesal. Ia mengetahui hampir sebagian besar, bagaimana putra asuhnya memandang cinta pada sosok sepenggalahnya. Dan ia terlalu pecundang untuk mengakui kebenaran. Bahwa tuan mudanya menaruh cinta yang salah.

            “apa surat ini baru saja dibuatnya?”

            “dia pergi pagi-pagi sekali setelah merapikan kamar ini sejak kemarin sore, nyonya”

            “tsk!” nyonya besar di mansion ini berdecak! “Apa yang sebenarnya diinginkan putra sulung Cho itu? Menyesal ya menyesal saja!”

            Lagi. Kembali pelayan utama di mansion itu tertunduk sesal. Beranikah ia mengatakannya? “kurasa, tuan Cho sama terlukanya dengan Tuan muda, nyonya. Ia bahkan jauh terlihat menyedihkan dari keadaan yang sebenarnya”

            Sret!

            Kepala si nyonya besar menengadah, memandang penuh wanita yang telah lama  mengabdi pada keluarganya.

            “aku melihatnya begitu terpuruk di tahun pertama. Ia sering mabuk dan tertidur di gerbang mansion. Bahkan di tahun kedua, Tuan Cho jauh terlihat kurus dan pucat dari biasanya. Kami bahkan tak pernah menghitung kali keberapa ia terlibat adu mulut dengan nona muda. Kurasa kini Tuan Cho tak pernah mengindahkan umpatan dan penolakan dari nona Liu ketika ia memaksa mengunjungi kamar Tuan muda. Tuan Cho, ia masih berharap ketika ia kemari, Tuan muda telah  kembali”

            Nyut!

            Kepala itu kembali berdenyut meminta dipijit oleh pemiliknya. Ia tahu putri angkatnya selalu pasang badan untuk keselamatan keluarga. Terlebih ia dan suami tak berada di negeri leluhurnya. Liu Wen, wanita lembut dengan kepribadian menawan bahkan rela menjadi wanita dingin bertangan besi untuk mempertahankan keamanan dan kejayaan Choi Grup selagi putra mereka tak ada. Wajar jika si putri begitu keras terhadap sosok itu. Pria itulah yang membuat anaknya terluka, fisik dan batinnya.

            “maafkan aku, nyonya. Aku dan pelayan lainlah yang selalu mengizinkah Tuan Cho tetap bisa masuk ke mansion ini meski telah mendapat peringatan keras dari nona Liu. aku tak bisa melihat mata penuh sesal itu menatap dengan mohon kepadaku”

            Hening.

            Si nyonya bahkan enggan menanggapi permohonan pelayan terbaiknya. Ia hanya butuh waktu meresapi segala peristiwa yang terjadi belakangan ini. marah? Tentu saja! Ibu mana yang tak terluka mendapati anaknya diperlakukan buruk oleh orang lain. Terlebih ketika anaknya dinilai begitu hina dengan penyakit dan orientasi seksual menyimpang yang melekat di dirinya. Ibu mana yang tak sakit ketika anaknya mendapat dilimpahi kesalahan yang bahkan tak diperbuat olehnya. Ibu mana yang tak sakit ketika selama 3 tahun ini bahkan tak pernah melihat kehidupan di mata satu-satunya buah cinta ia dan sang panutan keluarga.

            “Kim. Aku ibu yang seperti apa?”

            “nyonya-“

            “anakku- apa yang telah ku perbuat sehingga Siwon-“

            “oh nyonya-“

            Grep!

            Pelayan itu memeluknya. Memeluk wanita bersetelan mahal yang kini menangis sesenggekan dalam dekapannya. Lenyap sudah strata yang menghalangi mereka. Demi Tuhan mereka sahabat sejak kecil. Dimana yang satu selalu melayani dan yang satu selalu melindungi.

            “Siwon- putraku..”

----

 

            “hik” cegukan itu datang lagi.

            Tap. Tap. Tap.

            BRUGH!

            “yaissshhh! Hik-“

            “CHO KYUHYUN!”

            Tap. Tap. Tap.

            Langkah tegas itu berjalan tergesa mendapati sosok yang dikenalnya terjatuh di pinggiran pertokoan kecil dekat rumah sakit.

            “demi Tuhan! Tak bosankah kau mabuk hah, pecundang!”

            “khe khe khe, hik- Donghae-ya, Lee Donghae, hik-“

            GREP!

            Tangan kekar pria bersetelan biru laut ini mengapit ketiak si pemabuk, menyampirkan tangan satunya ke pundak lemas itu. Makin hari pria di pelukannya ini makin berat saja. Selalu. Entah sejak kapan profesinya bertambah menjadi tukang angkut pemabuk di tengah jalan.

            “Donghae-ya, aku merindukannya hik-“

            “berhenti bicara dan kita pulang. Oke!”

            “pulang? Pulang kemana hik- “

            “pulang ke rumahmu! Demi Tuhan, diamlah Cho! Kau selalu membuatku pusing”

            “rumah? Apa Siwon sudah pulang? Hik- ayo cepat Donghae-ya, aku tak mau ia marah karena aku belum pulang!”

            Brugh!

            Donghae menghempaskan paksa pria di pelukannya ke atas jok penumpang kuda hitamnya. Lagi. “Kyuhyun, kapan kau akan bangkit” mata itu memandang sendu sosok yang kini akrab dengannya.

            “Donghae-ya, Lee Donghae hik- cepaaat~ Siwon pasti belum makan jika aku tak memasak untuknya hik-“

            Tes!

            Donghae. Dokter muda itu memanjat masuk ke dalam kuda besinya. Memasang sabuk pengaman dengan air mata yang setiap malam akan mengalir karena tingkah sahabatnya.

            “Donghae-ya, oh tidak! Tidak! Aku mabuk hik-, bagai hik- mana ini? Siw-“

            “BERHENTI MENYEBUT NAMA SIWON, CHO KYUHYUN!!” pria itu meninju kuat stir yang ada di depannya. Ia menangis, tentu saja untuk sahabatnya. Kapan pria pucat itu akan berubah? “demi Tuhan ini sudah tiga tahun, Kyu. Siwon tak disini. Cobalah menata hidupmu kembali, kawan”

           

            DUAGH!

            “KEPARAT!”

            “paman!”

            “diam kau, Donghae!”

            Bungkam, hanya itu yang bisa ditunjukkan oleh Lee Donghae. Sahabatnya, pasti akan berakhir begini jika bertemu dengan si tua Il Woo. Satu-satunya tetua yang disisakan Tuan Cho untuk keturunannya.

            BRAK!

            PLAK!

            “BANGUN CHO! BANGUN BRENGSEK!”

            Mata teduh itu memandang nanar tubuh sahabatnya yang baru saja menghantam dinding ruang tengah kediaman Cho.

            PLAK!

            “paman! Astaga, dia bisa mati jika kau menghajarnya terus-terusan”

            “MAKA MATILAH!” Il Woo meraung. Pria paruh baya ini mengerang frustasi. “lebih baik dia mati daripada hidup seperti ini” lirihnya.

            “paman-“

            “tidakkah kau lihat, Donghae! Bukan hanya dia yang terluka! Aku juga terluka! Aku tak bisa menjaga permata-permata Cho yang berharga. Kakakku pasti menangis di atas sana! Siapa yang mengajarinya jadi banci seperti ini?”

            “paman”

            “harusnya dia mati saja bersama si Choi brengsek itu! Mati saja! Lebih baik daripada harus hidup sebagai pemabuk yang dibutakan cinta gila, sepertinya!” mata pria itu memerah. Penuh amarah dan lemah. Ia menyayangi keponakannya? Tentu saja! Tapi ia tak dapat menerima kenyataan atas pengakuan penerus lelaki satu-satunya di keluarga ini. tentang perasaannya. Rasa menyimpang yang dipendamnya untuk pria angkuh pemegang puncak kerajaan bisnis Korea.

            “harusnya pria tua ini sadar dari dulu, Donghae-ya. Harusnya aku sadar niat buruk dari Choi itu adalah menguasai keponakanku. Demi Tuhan ia memperkosa Kyuhyunku, Donghae-ya! Demi Tuhan, hiks”

            Jung Il Woo jatuh. Terduduk disamping Kyuhyun yang sudah pingsan lebih dulu karena pukulan demi pukulan yang selalu diterimanya dari sang paman. Donghae disana, melangkah berat mendekati pria tua yang tengah menangisi keadaan.

            “kakak, aku berdosa kepamu. Aku tak bisa menjaga keluarga” suara tua itu begitu membuat sesak dan memaksa buliran bening kembali menumpuk di kedua mata teduh sang dokter muda.

            “paman” Donghae memeluk tubuh kurus itu. Tubuh yang bergetar kehilangan asa terhadap hidupnya.

            “Kyuhyun.  Kyuhyun kami yang malang, Kyuhyun kami yang bodoh-“

            “Siwonh-“

            Donghae dan pria tua di dalam dekapannya menatap pria dengan lebam biru di wajahnya menggumam tak jelas dalam  tidurnya.

            “bahkan nama itu tak pernah lepas dari mulutnya. Bocah nakal”

----

            “jae-“

            Merasa dipanggil, sosok yang tengah sibuk dengan mesin kasirnya memutar tubuh, menghadap ke sumber suara.

            “astaga, Kyuhyun! apa lagi itu?”

            “khe khe khe, seperti biasa, si kayu lapuk itu kembali menghajarku”

            “tsk!” wanita cantik ini berdecak. Sosok pucat yang pernah menghiasi tahun-tahunnya pagi ini kembali datang. Dengan wajah tak berdosa yang kembali dihiasi lebam biru di bagian tubuhnya.

            “suamiku akan membunuhmu jika tahu kau selalu mengganggu kehidupanku!”

            “heii,, aku hanyamembeli kopi!”

            “ya ya ya, minum kopi di pagi hari, kemudia bekerja seperti robot dan menghabiskan hari dengan mabuk dan berakhir dalam sepak terjang si kakek tua! Oh Tuhan, Kyuhyun! kapan kau akan hidup dengan baik”

            “khe khe khe, ingatlah jika keesokan harinya pria pemabuk ini akan mampir ke kafemu untuk memesan secangkir kopi panas”

            “dan hampir dua tahun, koreksi kata-kataku jika salah, kau akan mengacaukan pagiku hanya untuk merengek meminta kopi panas dengan berjuta keluhan yang kau layangkan untukku. Ah, kau juga selalu mengungkit tentang perselingkuhanku!”

            “kau memang berselingkuh, jadi- mana kopiku?”

            Jaena. Wanita itu melotot, sedikit membanting cangkir putih yang ia letakkan di atas meja kasir untuk tamu terhormatnya. Ya. Sudah menjadi kebiasaan Kyuhyun untuk meminum kopi tepat di samping meja kasir, hanya untuk mengobrol dan mengacaukan pagi wanita yang pernah menghiasi tahun-tahunnya. Dua tahun sejak kedai kopi ini dibuka.

            “berhenti mengolokku! Setidaknya aku melakukan hal benar karena ternyata suamiku adalah jodohku. Bukan pria pemabuk sepertimu!”

            “khe khe khe,  ayolah, kau bahkan pernah memuji tubuhku dulu”

            “YAAKK!” Jaena tersenyum masam. Membungkuk maaf pada pelanggang di kedainya. “itu dulu, bodoh! Ketika kau masih tampan!” umpat wanita bersuami ini dengan nada sekecil mungkin.

            “jadi kau bilang aku tidak tampan lagi?”

            “pria tampan mana yang setiap akhir pekan selalu mengganggu hari tenangku bersama suami hanya untuk memijat wajah berjerawatmu!”

            “aku sudah tidak berjerawat!”

            “dan well, kalau kau mau berterima kasih, wanita inilah yang telah membuat cantik kulit pucatmu!”

            “hei aku tampan!”

            “oh astaga! Bahkan kau selalu menyebut pria di layar ponselmu sebagai pria tertampan di dunia”

            “hei! Dia memang tampan. Dan aku setelahnya!”

            “pria tampan tak akan pusing soal jerawat, tuan Cho!”

            “aku hanya merawat diriku! Dan ingatkan aku untuk mengatakan jika semua itu adalah saranmu!”

            “aku mengatakan untuk menata hidupmu, Tuan Cho! Bukan wajahmu!”

            Sluurp!

            Beginilah sejak satu tahun terakhir. Si pembangkang yang akan selalu mengalihkan pembicaraan jika disinggung soal hidup.

            “kau tak lihat betapa bengkaknya tubuhm itu eh? Berhenti minum bir! Ini sudah 3 tahun Cho, dan kau masih saja menjadi pecundang! Terpuruk dalam penyesalan dan-“

            “aku selalu mencarinya, Jae-“ lirih Kyuhyun, memotong ucapan wanita diseberang tempat duduknya.

            “Kyuhyun” ucap wanita itu lembut. Bukan ia tak tahu tentang usaha Kyuhyun mencari kata maaf dari sosok yang dicintainya, ia sangat tahu. Tak sedikit biaya dan tenaga yang dikeluarkan pria malang itu untuk menyewa jasa pelacak demi bertemu dengan cintanya.

            Katakan jika Jaena gila. Mendukung penuh pria yang pernah menjadi kekasihnya untuk mencintai pria lain. Ia sama dengan manusia lainnya di awal, memasang garis keras tentang perasaan menyimpang yang diakui Kyuhyun di tengah mabuknya tiga tahun yang lalu. Tapi siapa dia, menghakimi seseorang yang memiliki cinta? Ia bahkan bertindak bodoh dengan menyemangati Kyuhyun untuk memperjuangkan perasaannya. Tapi bolehkah wanita ini berkata bahwa ia lelah? Ia lelah melihat Kyuhyun yang tak bisa kembali dalam kehidupan normalnya. Ia lelah melihat Kyuhyun yang berubah-ubah, kadang asa kadang nelangsa. Ia lelah melihat Il Woo yang terlihat makin kurus karena beban moral dan perusahaan yang ditanggungnya. Kyuhyun benar-benar tak membantu soal itu. Kerjanya hanya mabuk-mabukan dan menghabiskan uang untuk mencari sosok yang dicintainya. Beruntung di tahun ini Kyuhyun mau mendengarkan ucapan adiknya untuk kembali menginjakkan kaki di perusahaan. Demi apapun Il Woo tak mampu bekerja sendiri. Dia butuh Kyuhyun, meski pria ini bekerja bak robot yang tak memakai hati.

            “jadi, apa yang akan kau lakukan dengan  lebammu itu?” wanita ini mengalah. Lebih baik mengalihkan pembicaraan daripada terikat dalam kondisi sesak ini.

            Kyuhyun mendongak, menatap wanita yang memandangnya dengan raut tak terbaca. “untuk itulah aku kemari. Bisakah kau mengurangi warnanya? Aku ada rapat siang ini hehehe” Kyuhyun melebarkan mulutnya, tersenyum penuh harap bak bocah yang merengek minta permen.

            “ck! Pakai saja cream yang kuberikan padamu!”

            “habis hehe”

            “kau ini! wanita saja tidak seboros dirimu, bodoh!”

            “salahkan pak tua yang selalu menghajarku, jadi aku harus memakai riasan untuk menyamarkan luka di wajahku”

            “berhenti menyalahkan paman! Salahmu sendiri selalu buat malu dengan mabuk-mabukan! Kalau habis ya tinggal beli. Aku bukan penjual kosmetik!”

            “tapi aku malu! Kau kan wanita, pasti punya banyak”

            “yak! Aissh kau ini!” Jaena kalah, seperti biasa. Kyuhyun selalu memanfaatkannya untuk memoles tubuhnya. “ikut aku ke ruanganku dan berhenti tersenyum bodoh seperti itu.”

----

 

            “selesai!” ucap Jaena, memandang puas pada hasil kerjanya.

            Pria di sampingnya akhirnya bisa membuka mata setelah semenit lalu dipaksa menutup mata oleh sahabatnya.

            “YAKK! APA-APAAN INI?”

            “hahahah! Sudahlah, yang penting lebammu hilang kan?!” kena kau Cho Kyuhyun! batin wanita ini dalam hati.

            “aku hanya minta BB creammu untuk memperhalus lebam diwajaku bukan mendandaniku seperti banci begini!”

            “HAHAHHA demi Tuhan kau terlihat manis, Cho! Oh aku menyesal pernah menganggapmu  tampan jika sebenarnya kau memendam kecantikan luar biasa seperti ini!”

            “kau!”

            “sudah sudah! Yang penting kan lembammu hilang. Heii kau itu duduk jauh dari relasimu! Mereka tak akan melihat bulu mata lentikmu!”

            “hapus!”

            “tidak!”

            “kubilang hapus! Kau membuatku terlihat seperti banci!”

            “tidak! Jika dihapus muka pucatmu itu akan terlihat semakin aneh dengan fondation setebal ini, Cho! Percaya kataku! Wajahmu terlihat normal”

            “normal katamu? Aku terlihat seperti perempuan menor begini?”

            “kau seperti artis, Kyu! Percaya saja!”

            “sudahlah! Aku pergi! Dan ingat, aku pasti akan menghajar suamimu jika orang-orang mengataiku banci karena polesanmu!”

            Kyuhyun pergi. Berjalan dengan angkuh menjauh dari ruangan itu. “heuuhh~ kau bahkan tak mengucapkan terima kasih atas usahaku, Cho” sebal Jaena.

----

 

            Kyuhyun memijit pelipisnya. Hari yang melelahkan dan penuh beban  mental. Ia tak tahu jika efek rapat hari ini dapat membuat anggota tubuhnya mati rasa karena bertemu dengan sosok itu. Sosok yang begitu ia takuti untuk bertemu dengannya. Ibu Siwon.

            “Tuan Cho” Kyuhyun mendongak. Pamannya berdiri disana, memanggilnya dengan suara datar. “

            Tap. Tap.

            BANG!

            Sosok yang begitu tak ingin ia temui berdiri disana.

            “nyonya Choi ingin bertemu denganmu” lanjut Il Woo. Masih dengan ekspresi tak terbaca dengan wanita bersetelan mahal tepat disampingnya.

----

 

            “Liu?”

            Donghae. Dokter muda itu memicing, menangkap sosok tinggi berpunggung sempit ya ia yakini adik Siwon.

            “sedang apa dia disini?” Donghae bergumam. Wanita itu tentu saja tak menyadari keberadaannya.

            Tap. Tap. Tap.

            “petugas Park,” ujar Donghae, ketika menghampiri meja resepsionis khusus di Seoul Hospital.

            “Dokter Lee, kebetulan yang sangat mengejutkan anda berkunjung ke tempat kami. Ada obat yang kau butuhkan dari luar?”

            “ah, bukan. Aku ingin melihat daftar pengiriman obat ke luar” Donghae tertawa gugup, memutar otak mencari jawaban yang rasional. Petugas baris pertama itu mengernyitkan dahi, sejak kapan Dokter Spesial sepertinya mengecek daftar pengiriman obat ke luar?”

            “oh, hal yang membingungkan”

            “jangan tersinggung, aku hanya ingin melihat apakah anak magang ditempatku mengirim obat racikan ke alamat yang benar”

            “kalau begitu sebutkan saja nama pasiennya, kami akan meninjau-“

            “bisakah aku melihat daftarnya?” tukas Donghae. Kelihatan sekali nada gusar dalam suaranya.

            “petugas Park” Donghae dan petugas yang namanya disebut menoleh ke asal suara baru. “ah Dokter Lee, kebetulan yang menyenangkan bertemu anda disini, tapi aku sedang ada urusan dengan bagian ini” ucap suara itu menyenangkan. “petugas Park, apa bagian pengiriman sudah melakukan  proses kirim obat-obatan ke Hongkong atas nama Huang Lao, pasienku bilang obatnya belum ia terima sampai saat ini”.

            Donghae menyeringai. Kebetulan yang menyenangkan. Ia jadi punya alibi untuk melihat daftar pengiriman barang ke luar. “nah, petugas Park. Kurasa kasus kami hampir sama, bisakah kami melihat daftar pengiriman barang. Hanya memastikan apakah telah tercantum dengan benar”

            Apalah kedudukan petugas itu jika berani menolak permintaan dua dokter berpengaruh di rumah sakit ini. terlebih ini menyangkut reputasinya sebagai seorang yang profesional. “maafkan aku, silahkan dilihat apa pesanan kalian sudah tercantum dengan benar. Kurasa pengiriman pekan ini sedang overload

            “paket apa ini?” Donghae berusaha senetral mungkin ketika menunjuk tabel bergaris biru dengan nama Liu Wen disana.

            “ah, itu paket khusus untuk Dokter Jung di Swiss. Dia membutuhkan beberapa bahan untuk terapi disana”

            “hahaha lucu sekali. Sudah tinggal di Swiss masih membutuhkan obat herbal dari Korea” canda dokter muda lainnya, yang kini menandai beberapa nama dari list pesanannya. Lain halnya dengan kedua tokoh medis yang tengah tertawa, Donghae, pria itu memucat seketika. Tak salah lagi, dengan cepat ia berusaha menghapal sederet alamat yang tertera di list khusus berwarna biru itu.

            “petugas Park, Dokter Oh, saya permisi. Kurasa anak magangku bekerja dengan baik dalam hal ini” Donghae tersenyum profesional, sebelum melenggang menjauhi dua pria yang masih sibuk dengan listnya.

            Pip. Pip. Pip.

            Jemari panjang itu dengan tergesa mencari nama sahabatnya di kontak ponsel canggihnya. Cho Kyuhyun.

            “Donghae-ya”

            “aku menemukannya, Kyuhyun. Siwon, aku menemukannya”

            “aku tahu, Dongahe-ya. Aku tahu”

            Kedua pria itu sama-sama tersenyum haru. Dengan salah satu masih terisak di ujung sana.

----

 

            “kau terlihat berbeda dari 3 tahun yang lalu, Kyuhyun” wanita itu menyeruput kopinya. Menikmati sore tenangnya di Korea.

            Kyuhyun disana masih diam, tegang dan bersalah.”ingin sekali aku mengatakan baik” cicitnya kemudian. Ia kalah. Dengan pesona dan intervensi wanita matang di seberang tempat duduknya.

            “well, mabuk hampir di setiap malamnya ku rasa bukan hal yang baik, nak” suara itu menggema berat. “apa kau mulai berdandan sekarang?” mata angkuh wanita matang itu menyusuri setiap inci tubuh di hadapannya.

            “sedikit berlebihan kurasa, tapi hanya ingin menutupi memar di wajahku” Kyuhyun memerah. Sungguh ia merutuki perbuatan wanita sialan itu, sahabatnya.

            “dapat kulihat pamanmu tak memakai kelembutan dalam mendidikmu” sentilan itu makin membuat Kyuhyun enggan menatap langsung wanita yang telah melahirkan sosok yang dicintainya. “dan kurasa aku bisa saja membunuhmu”

            Kyuhyun mendongak. Akhirnya! Kemarahan seorang ibu. Apakah ini saatnya?

            “ibu-“

            “jangan memanggilku ibu, Cho! Aku bukan ibumu!” tegas wanita itu. Penuh luka dan angkuh. “Kyuhyun, mengertilah. Kau begitu menyakitiku. Aku memberikan kepercayaan padamu. Siwon. anakku bahkan tak bisa berada dekat denganku, dengan keluarga kandungnya. Tapi denganmu, ia bahkan mau berbagi atap dan ranjang. Ku kira aku bisa menitipkan anakku pada sosok sahabat sepertimu. Tapi aku salah, aku salah karena membuat hubungan kalian menyimpang dari jalan Tuhan dan berakhir dengan penghakimanmu”

            Kyuhyun menutup wajah dengan kedua tangannya. Cukup! Ia tak mau dengar lagi. Terlebih dari seorang wanita yang begitu dihargainya. “bahkan sejak awal pertemuan kami adalah kesalahan!” tukas Kyuhyun. ia tak ingin mendengar lagi. Ia ingin meluapkan segala rasa sakitnya pada wanita ini. memulai perang pada takdirnya.

            “aku yang menyetujuinya. Menyetujui perjanjian kotor itu demi keluargaku. Aku yang bersedia melayaninya. Tapi demi apapaun aku mencintainya!”

            “cinta dan sesal adalah sesuatu yang berbeda, Kyuhyun!”

            “tapi penyesalanlah yang menyadarkan hatiku bahwa aku mencintainya, bu”

            “kau begitu naif, Kyuhyun. dan aku bukan ibumu!”

            “maka biarkan aku melamarmu untuk menjadi ibuku!”

            Wanita itu tersedak, bukan karena rasa pahit kopi yang diseruputnya. Mata yang mulai cekung itu melotot bengis pada sosok di depannya.

            “aku melamar Siwon padamu”

            “kau gila, Kyuhyun!”

            “dan biarkanlah kegilaanku mengubah takdirku. Aku mencintai anakmu, dan aku membutuhkan restu darimu, ibu”

            “khe khe khe. Kau butuh psikiater sepertinya, Cho! Otakmu perlu dikembalikan ke takdirnya”

            “takdirku adalah mencintai anakmu. Dan itu sudah cukup”

            “bagaimana jika anakku sudah tidak mencintaimu?”

            Kyuhyun bungkam. Ia begitu percaya diri dengan segala ucapannya. Tapi bagaimana jika Siwon benar-benar sudah tidak mencintainya bahkan melupakannya?

            “anak bodoh!”

            Sruk-sruk!

            Kyuhyun tercekat. Wanita itu mengusap puncak kepalanya. Sejak kapan nyonya Choi beranjak dari kursinya.

            Niederdorfstrasse 48, Zurich.

            Drrrt. Drrrt.

            “Donghae-ya”

            “aku menemukannya, Kyuhyun. Siwon, aku menemukannya” ujar pria di seberang sana. Takdir yang menyenangkan.

            “aku tahu, Dongahe-ya. Aku tahu”

 

edisi msim hujan~

selalu kebelet pipis yuppieeee~~~

Donghae dan Kyuhyun tau,, ini sutradaranya lagi didera kegalauan air mani yang luar biasa..

naah jadi sampai jumpa tahun depan

readersku yang penyayang pasti tak lupa meninggalkan komentar semangat 45 nya di setiap chapter hehe

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Arifa17 #1
Chapter 41: Tetep ku tunggu kak
alfireindra #2
Chapter 40: Author lanjt
cacanaruchan #3
Chapter 41: ka ditunggu update selanjutnya, ga sabar banget hihihi semangat kaa
PathofLight
#4
Chapter 41: semangatttttttttt
Dust17 #5
Chapter 39: Masih nungguin sekali 🧘🏻‍♀️
hani1709
#6
Chapter 40: Disapa author nya 1 th yg lalu,, update lg ntar th dpn lg ya eonn 😹😹
Lizy01 #7
Chapter 40: ya ampun kak di lanjut atuh ceritanya, ini kita para reader kekasih sepenggalah masih nungguin sampe lumutan, berasa digantung brp lama kyk jemuran :(
hani1709
#8
Chapter 40: Kak..kirain mau dilanjutin cerita nya,, qt dah nunggu ampe tahunan nih bwt baca kelanjutannya
Chotuyun #9
Chapter 40: Lanjut Dong hehehe
fukuyasachi #10
Chapter 40: Yaampun kemana aja aku, ceritanya sebagus ini 😭👍
Ditunggu kelanjutannya ya kakk 🥰💙