Gift
The Adventure of LoveSeorang pria muda berkaos hitam dan berjaket merah terlihat berdiri di depan sebuah kamera yang dipegang oleh temannya, sedangkan seorang lainnya sibuk melihat kertas-kertas yang sedang ia pegang sambil memberikan arahan kepada pria berkaos hitam agar laporan yang ia berikan sesuai dengan skrip yang sudah ditetapkan.
Presenter berkaos hitam itu menjelaskan sebuah pemandangan diatas tebing dekat bibir pantai itu dengan lugas dan pasti meskipun ini adalah tahun pertamanya dalam membawakan petualangan itu. Ditengah-tengah liputan tiba-tiba ia menarik seorang pengunjung wanita yang sedang melintas didekatnya, masuk ke dalam kamera untuk ia wawancarai. Dan itu membuat wanita dengan skrip ditangannya kesal akan tindakannya tersebut.
"Hei... Bukankah sudah kubilang, jangan main sendiri. Ikuti skrip, dan wanita itu tak termasuk didalamnya. Kamu lupa dengan briefing yang baru saja kita lakukan tiga puluh menit yang lalu huh?!" kesal wanita ber-skip yang menjabat sebagai staff kreatif untuk acara tersebut sesaat setelah liputan di tempat itu selesai.
"Eiiihh... Luna, kita perlu pengunjung lain untuk membuat acara kita lebih hidup." kilah sang presenter.
"Stupid Llama!! Dibilangin malah bantah terus." kesal Luna memukul kertasnya pada orang didepannya itu.
"Percuma Lun ngomong sama Amber. Batu kaya gitu diajak ngomong. Ya pasti mental, susah tembusnya." sang camera man mulai angkat suara sambil merapikan kamera besar nan berat itu untuk dibawa ke spot liputan berikutnya.
"Henry.!! Kau itu teman atau musuhku?!" pekik Amber melihat sahabatnya yang seakan membela Luna.
"Musuh..!! Kenapa? Mau jotosan sekarang?!" Henry menjulurkan lidahnya mengejek Amber sahabatnya sejak kuliah itu. Amber yang kesal pun melemparkan semua umpatannya pada Henry, bukannya kesal Henry malah tertawa cekikikan.
Sudah tiga tahun Amber menjadi seorang reporter di stasiun TV itu. Namun ini adalah tahun pertamanya membawakan acara petualangan karena sebelumnya ia membawakan acara memancing di stasiun TV yang sama.
~
Ruangan rapat di sebuah perusahaan elektronik ternama di Seoul Korea Selatan itu terlihat mencekam. Sepuluh anggota team pemasaran sedang mendengarkan dengan seksama murka dari ketua team mereka, karena penjualan pada tiga bulan terakhir ini terus menurun dan itu adalah kegagalan bagi sang ketua.
"Aku tidak ingin hal ini terjadi lagi. Besok kita akan membahas mengenai rencana marketing untuk produk terbaru kita yang akan segera diluncurkan, dan aku ingin kalian membawa ide baru. Jika tidak lebih baik ajukan surat pengunguran diri kalian." suara tegas wanita yang sedang memimpin rapat itu menciutkan nyali para staffnya. Setelah selesai dengan rapat yang panjang lebar itu sang ketua team melangkahkan kakinya menuju kafetaria kantor untuk membeli kopi sebagai penambah dayanya karena saat ini ia terasa sangat lelah dan pusing dengan semua urusan kantor yang ia tanggung.
Seorang wanita muda mendekati pimpinan team pemasaran yang tengah duduk seorang diri di salah satu meja kafetaria. Menyapanya dengan ramah dan senyum di wajahnya.
"Oi... Ketua Jung. Kenapa wajahmu mengkerut seperti itu?" sapa wanita muda itu sesaat setelah duduk di depan ketua team pemasaran.
"Kau tahu alasannya kenapa sok bertanya seperti itu?! Minta di pukul ya Ssul?" Krystal Jung mengepalkan tinjunya di depan Sulli Choi, sahabatnya.
Sulli tertawa dengan keras setelah meminta maaf kepada Krystal yang terlihat kesal itu.
"Jangan terlalu keras, kasihan anak buahmu."
"Ini adalah kegagalan pertamaku Ssul. Sebelumnya aku sudah memperhitungkan dan membuat rencana sebaik mungkin. Tapi hasilnya, asssshhhh." kesal Krystal menggebrak mejanya.
"Tidak ada yang sempurna Krystal. Belajar dari kegagalan, mereka adalah guru terbaik." Sulli mencoba menenangkan Krystal atas kegagalan pertamanya sejak tiga tahun bekerja di perusahaan itu.
Krystal mencoba menghilangkan rasa kecewanya dengan saran yang terus keluar dari mulut Sulli. Setelah berbincang cukup lama mereka berdua pun kembali ke kantor mereka masing-masing untuk kembali melanjutkan pekerjaan yang masih menumpuk.
~
Jam sembilan malam Krystal baru sampai di rumahnya karena harus lembur untuk menyelesaikan semua laporannya. Setelah memakirkan mobilnya Krystal mulai masuk ke dalam lift, naik untuk sampai di apartemennya yang berada di lantai 36. Sepanjang jalan Krystal mencoba menelfon seseorang namun telfon itu tak kunjung tersambung.
"Sial... Kemana dia.?! Dua hari menghilang tak memberi kabar, pergi ke pelosok mana lagi dia?" Kesal Krystal melihat layar ponselnya. Krystal beranjak dari duduknya menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang sudah seharian berkutat dengan debu dan keringat.
Krystal kembali mencoba menelfon nomor tadi, dan hal yang sama terulang kembali. Tak ada jawaban dari seberang karena telfonnya tak pernah terhubung.
"Damn.!! Mungkinkah dia lupa besok itu hari apa?! Awas saja kalau kau pulang. Aku cincang kau.!" Krystal membanting ponselnya ke atas ranjang yang besar itu dengan kedua sungutnya karena emosi. Sesaat kemudian ia ganti membanting tubuhnya sendiri di atas ranjang untuk kemudian memasuki dunia mimpi, mengistirahatkan mata serta punggungnya.
~
Tengah malam di sebuah penginapan yang berada di kaki gunung Sami terlihat seorang pemuda yang sedang mondar mandir sambil mengangkat ponselnya ke udara.
"Oi stupid..!! Ngapain kamu? Percuma, di sini tidak ada sinyal." teriak Henry melihat Amber yang terlihat gusar.
"Hash... Kenapa sejak kemarin sinyalnya sulit. Isshhh..."
"Tahan, besok lusa juga pulang."
"Jadwal syuting kita besok sampai jam berapa?" Amber mendekati Henry dan ikut duduk di sampingnya.
"Kamu tidak baca skip dan jadwal kita lagi ya? Senang sekali melihat Luna marah. Besok rencananya kita selesai sore sekitar jam tiga. Kenapa?!"
"Besok setelah syuting selesai aku mau langsung pulang saja. Tidak apa-apa kan?"
"Yakin? Tidak capek apa?" Henry mengernitkan dahinya bingung pada Amber.
"Besok sebelum tengah malam aku harus sudah sampai di Seoul, jika tidak mati aku."
"Pasti ini ada hubungannya dengan nyonya Jung. Iya kan?!"
"Tahu saja. Haha~ Aku tak masalah jika pulang harus pakai uang sendiri. Pokoknya aku harus pulang." Amber menegaskan niatnya untuk pulang seakan itu adalah sebuah kewajiban.
Sesuai rencana setelah Amber selesai dengan syuting di spot terakhir, ia bergegas mengemasi barangnya dan pulang ke Seoul meninggalkan Luna dan Henry
Comments