Osaka, Japan

Heal Our Flashback

“Jihoon-ah! Istana pasir ini sangat keren!” ucap Seungcheol ketika melihat hasil kerja keras mereka berdua. Anak kecil itu menganggukkan kepalanya dengan semangat, “Sangat keren jika kita berdua memiliki istana sehebat ini…”

Mereka masih memandangi hasil karya mereka berdua dengan perasaan puas, namun langit senja berwarna oranye dan semilir angin hangat yang menggelitik kulit mereka seolah-olah menyuruh mereka untuk kembali ke rumah.

“Sudah larut sore sekali Hoon-ah.” Kata anak berambut hitam itu sambil melihat matahari yang mulai terbenam.

“Sepertinya kita harus kembali sekarang,” gumam Jihoon dan mereka bangkit. Mereka memandangi ombak yang beradu menyapu bibir pantai, semakin lama semakin dekat dengan mereka. Seungcheol perlahan berjalan menjauhi istana pasir itu dan ia memandangi Jihoon yang belum bergerak dari tempatnya.

“Ada apa Jihoon?” dan anak laki-laki itu menggelengkan kepalanya, “Istana pasirnya pasti akan hancur tersapu ombak…”

Jihoon menundukkan kepalanya, melihat istana itu kembali. Seungcheol menghampirinya dengan menepuk pelan pundaknya, mendekatkan wajahnya dan tersenyum, “Jika aku bisa membuat istana yang sama kerennya dengan ini ketika kita sudah dewasa, apakah kau masih akan bersedih?”

Yang ditanya seketika mendongakkan kepalanya dengan cepat. Matanya berbinar mendengarkan pertanyaan Seungcheol “Kau serius?”

“Tentu saja! Aku berjanji!”

“Janji?” yang lebih muda mengeluarkan jari kelingkingnya terlebih dahulu, sedangkan yang bersumpah atas janji itu tertawa lalu membalas tautan itu dengan jari kelingkingnya.

“Janji.”

 


 

Pria mungil itu terbangun dengan perasaan lelah yang tidak dapat ia gambarkan. Rasa lelahnya karena otaknya memilih untuk bekerja dan menghasilkan mimpi mengenai masa kecilnya atau terlalu lama menunggu Seungcheol semalam di depan asramanya. Mengingat semalam, membuat Jihoon sedikit kaget karena tidak menyangka bahwa Jeonghan akan keluar mencarinya.

“Jihoon? Kenapa kau masih saja di luar?” tanya Jeonghan ketika mendapati Jihoon berada di luar asrama dengan keadaan terduduk di dinding bangunan tersebut. Pria mungil itu menengadahkan kepalanya, memandangi Jeonghan dengan ekspresi yang tidak dapat dimengerti oleh pria dengan rambut sebahu itu.

“… hanya mencari angin malam.” Balas Jihoon dan perlahan bangkit dari posisi awalnya. Jeonghan menepuk pelan lengan pria mungil itu, “Jangan terlalu larut Jihoon-ah, besok pagi kita harus berangkat ke Osaka.”

“Aku mengerti.”

Dan mereka berdua pun kembali ke kamar asrama mereka.

Ia mencoba mendudukan tubuhnya, perlahan meregangkan kedua lengannya yang kaku itu sembari melihat cahaya matahari yang perlahan menyilaukan matanya itu. Jihoon merogoh smartphone di sampingnya, melihat notifikasi yang muncul di layar benda kecil itu. Ada beberapa pesan dari teman jurusannya, chat dari Mingyu dan beberapa notifikasi yang ia rasa tidak terlalu penting. Iris matanya menelusuri hingga ke bawah notifikasi dan tidak menemukannya.

Tidak ada pesan maupun chat dari Seungcheol.

Bodoh pikirnya, untuk apa menunggu pesan dari orang yang tidak dapat menepati janjinya. Bahkan pria tampan itu tidak datang dan muncul hanya untuk meminta maaf.

Helaan napas berat keluar dari mulutnya, ia langsung bangkit dan melempar benda kecil itu di kasur. Beranjak ke kamar mandi dan mendapati Jeonghan yang sedang bersiap-siap sebelum keluar dari asrama.

“Satu jam lagi kita akan berangkat Jihoon-ah,” ucapnya dan pria mungil itu mengangguk sebelum menutup pintunya. Jihoon menanggalkan seluruh pakaiannya, memutar keran shower dan membiarkan sekujur tubuhnya dihujani air. Perlahan ia menutup matanya, memikirkan bagaimana dirinya harus menghadapi sosok yang membuat ketakutannya itu terjadi mulai dari hari ini.

Rintik-rintik air yang jatuh di ruangan itu terdengar terlalu deras di telinga Jihoon hingga ia tidak menyadari panggilan telepon yang jarang diterima olehnya di pagi hari.

 

3 panggilan tidak terjawab: Jisoo Hyung (1), Jeonghan Hyung (2)

 

From: Jisoo Hyung

Jihoon, kami ke klinik terdekat di luar universitas terlebih dahulu.

Seungcheol ditemukan tidak sadarkan diri di kamarnya.

 


 

Pria mungil itu berlari dengan tergesa-gesa menuju ke meja resepsionis, persiapannya ternyata memakan waktu terlalu banyak hingga ia hampir terlambat berkumpul di luar gedung universitas itu.

“Maaf, aku hampir terlambat,” ucap Jihoon sembari mengatur deru napasnya supaya stabil. Semua orang memandanginya dan membuat ia mengernyitkan alisnya, “Apakah kita semua terlambat karenaku?”

“Tidak, Jihoon.” balas Soonyoung dan membuatnya semakin kebingungan. Ada keheningan di lingkaran itu dan Jihoon mengamati satu per satu orang yang ada.

Chanyeol, Jeonghan, Jisoo, Soonyoung dan kemana Seungcheol?

Jisoo membuka suara, “Apakah kau membaca pesan yang sudah kukirimkan?”

“Pesan?” ia merogoh smartphone yang tidak ia sentuh semenjak mandi dan membaca pesan dari Jisoo. Perlahan ia mencerna isi pesan tersebut dan dengan sedikit bergetar ia bertanya, “Apa yang terjadi?”

Chanyeol menghela napas berat, “Ia terjatuh setelah mengalami sakit kepala yang luar biasa… aku menemukannya di pagi hari saat hendak menemuinya di kamar.”

Jihoon mengangkat kepalanya, raut wajah kebingungan dan khawatir muncul begitu saja, “Lalu apa yang dikatakan dokter?”

“Sakit kepala yang dialami oleh Seungcheol bukanlah sakit kepala biasa, namun dari diagnosis dokter, dia tidak mengalami hal yang buruk pada kepalanya. Dokter sudah berpesan kepada kami dan pihak universitas bahwa dia akan diperiksa lebih lanjut selama beberapa hari ini dan akan menunda keberangkatan Seungcheol ke Osaka.”

Pria mungil itu mengangguk pelan tanda mengerti, ada sedikit perasaan lega namun masih dihantui oleh rasa kalut yang tidak bisa ia tuang dalam kata-kata. Ia menarik napas dalam, “Bagaimana dengan kondisinya?”

“Masih belum sadarkan diri,” jawab Jisoo dan mengusap pelan punggung Jihoon.

“Kami menghubungimu supaya kau dapat melihatnya sebelum berangkat ke Osaka, namun waktunya terlalu singkat dan pihak universitas sudah memesan tiket shinkansen untuk keberangkatan pagi ini.”

“Kami yakin Seungcheol akan baik-baik saja, Jihoon. Jadi kau akan bertemu dengannya ketika dia sudah membaik… dia juga pasti ingin menemuimu dan kami…” timpal Soonyoung sembari menenangkan Jihoon.

“Aku akan menjaga Seungcheol disini, kalian tidak perlu terlalu khawatir.” ucap Chanyeol.

Pria mungil itu memandangi sekelilingnya dan tersenyum lemah. Setidaknya ada Soonyoung, Jisoo maupun Jeonghan di dalam perjalanan ini dan Chanyeol beserta pihak universitas menjaga Seungcheol yang harus beristirahat.

“Baiklah… kalau begitu, kita berangkat.”

Mereka mengangkat koper mereka masing-masing dan memasukkannya ke dalam bagasi van. Jihoon menghampiri Chanyeol sebentar dan bergumam pelan, “Terima kasih untuk bantuanmu, Chanyeol hyung. Tolong jaga Seungcheol hyung selama kami di Osaka.”

 


 

Perjalanan mereka berempat kali ini terasa terlalu lama dan hening. Jihoon duduk di samping Soonyoung yang terlelap sedangkan Jeonghan dan Jisoo membicarakan materi yang didapatkan oleh mereka selama pertukaran pelajar. Pria dengan surai coklatnya itu memandangi pemandangan gunung fuji yang menjulang tinggi itu dan melewati hamparan sawah hijau yang terbentang selama musim panas di Jepang.

Melihat teriknya matahari mengingatkannya kepada musim panas sepuluh tahun lalu. Jihoon sendiri mulai bertanya-tanya kepada sosok kecilnya dulu, apa yang ia rasakan ketika musim panas itu dan bagaimana perasaannya di saat mereka menghabiskan waktu bersama.

Pikirannya mulai larut di dalam ingatan-ingatan masa lalunya dulu hingga smartphone yang ada di sakunya itu berdering.

 

Chanyeol hyung: Seungcheol masih tertidur, dokter menyarankan CT scan untuk mengetahui apakah ada yang salah dengan otaknya.

Jihoon membalas pesannya dengan segera.

Lee Jihoon: Apakah ada benturan keras mengenai kepalanya?

Chanyeol hyung: Menurut dokter tidak, tapi sakit kepalanya mungkin berhubungan dengan trauma yang dialaminya dulu.

Lee Jihoon: Trauma?

 

Jihoon berpikir sekilas, yang pria berambut hitam itu takuti hanya anjing. Lalu apa yang membuat otaknya kaget hingga tidak sadarkan diri?

Dengan cepat ia menekan nomor telepon yang sudah lama dihapal olehnya. Tidak perlu lama menunggu, panggilan itu terhubung.

“Halo?”

Jihoon mengernyitkan dahinya, “Seungkwan? Kemana Mingyu? Dan kenapa smartphone-nya ada di tanganmu?”

“Umm… Mingyu hyung lupa membawa smartphone-nya dan sekarang ia sedang keluar…”

“Ke?”

“Universitas, ah maaf… aku cukup sibuk sekarang. Sudah dulu ya Jihoon hyung, nanti kusuruh Mingyu hyung hubungi kembali ketika ia sudah kembali. Bye…”

Panggilan itu terputus begitu saja dan membuat Jihoon terheran-heran, “Apa yang sedang terjadi?”

 


 

Seungkwan mengakhiri panggilan itu dengan rasa gugup, sesekali matanya melirik ke pria jakung yang sedang mengemasi pakaian-pakaian yang akan ia pakai. Ia menarik lengan kaosnya pelan, “Mingyu hyung, kau serius?”

Yang ditanya membalasnya, “Kwan-ie, aku akan berangkat sekarang dan kembali paling lama besok malam.”

“Apa kau harus menyusul Seungcheol hyung?” tanya pria berwajah chubby itu dan Mingyu menghela napasnya panjang, “Setidaknya aku harus menemui Seungcheol hyung terlebih dahulu sebelum mengatakan apa yang terjadi ke Jihoon hyung.”

“Lalu bagaimana dengan keadaan Seungcheol hyung di sana?” tanya Seungkwan khawatir.

Mingyu melihat adiknya itu lalu mengusap kepalanya pelan, “Seungkwan-ie, dia pasti baik-baik saja, hanya otaknya pasti kaget menerima informasi sebanyak itu dalam waktu semalaman.”

“Ah… semua ini karenaku juga, aku tidak menyangka bahwa ia akan membuka suratnya sehari sebelum ke Osaka dan efeknya akan seperti ini.”

Mingyu terdiam setelah melanjutkan jawabannya itu. Isi pikirannya penuh dengan kabar Seungcheol yang tidak sengaja ia dapatkan dari staff universitas ketika sedang memberikan dokumen administrasi perkuliahannya.

Mahasiswa bernama Choi Seungcheol sedang dirawat di salah satu klinik di Tokyo dikarenakan tidak sadarkan diri. Penyebab utamanya adalah sakit kepala yang luar biasa. Kami sudah menghubungi orang tuanya dan mengabari bahwa Seungcheol akan dijaga oleh pihak Universitas Tokyo selama beberapa hari melihat jadwal mahasiswa seharusnya berangkat ke Osaka. Untuk jadwal keberangkatan ke Osaka dan kepulangan Choi Seungcheol akan diaturkan kembali nantinya.

Seungkwan kembali memeluknya dan mengusap punggung lebarnya itu, “Ingatlah Kim Mingyu, semua ini bukanlah salahmu… pada akhirnya Seungcheol hyung akan mengingatnya juga.”

Mingyu memejamkan matanya dan membiarkan Seungkwan menepuk pelan punggung yang kokoh itu. Tautan itu berlangsung lima menit hingga Mingyu melepaskannya, “Terima kasih Seungkwan-ah, aku berangkat dulu.”

“Hati-hati di jalan Mingyu hyung. Semoga semuanya berjalan dengan apa yang sudah ditakdirkan.”

 


 

Setelah perjalanan yang memakan waktu lama, akhirnya mereka sampai di Osaka. Turun dari shinkansen itu, mereka mencoba mencari tahu orang yang akan menemani mereka selama perjalanan di Osaka.

“Yang akan mendampingi kita untuk liburan kali ini bernama Do Kyungsoo.” Gumam Jisoo setelah membaca pesan singkat yang dikirimkan Chanyeol pada pagi hari itu. Mereka mengamati sekeliling dan mencoba mencari sosok yang sudah diinfokan oleh pria jakung itu.

Mata pria mungil itu tertuju ke seseorang, sosok yang cukup tinggi dengan rambut hitamnya. Orang yang dipandang oleh Jihoon juga memandangi kelompok mereka, di tangannya ada kertas yang bertuliskan ‘mahasiswa pertukaran dari Universitas Tokyo’.

Jeonghan menghampirinya dengan perlahan, “Permisi, dengan Do Kyungsoo-ssi?”

Pria itu tersenyum kecil, “Benar, kalian adalah mahasiswa yang disebutkan oleh Chanyeol bukan?”

Mereka semua menganggukan kepalanya dan Kyungsoo tersenyum, “Selamat datang ke Osaka.”

“Terima kasih Kyungsoo sunbae,” balas Soonyoung.

“… hyung.”

“Panggil aku Kyungsoo hyung saja.”

“Baiklah Kyungsoo hyung.” Timpal Jeonghan dan Kyungsoo perlahan berjalan di depan mereka.

“Ayo segera naik ke mobil dan letakkan barang kalian di hotel, aku akan memandu kalian selama berada di Osaka.”

 


 

Hiruk piruk kota di pinggir laut itu membuat mereka takjub. Banyak sekali street food dan kawasan hiburan hingga tata kota yang penuh budaya menjadi ikon kota Osaka.

Jihoon melihat sekelilingnya, banyak sekali muda-mudi yang berjalan di sekitar Glico Dotonbori. Ia mulai melihat Soonyoung yang heboh dengan memperagakan sosok pria dengan kedua tangan dan kaki kiri terangkat, meniru papan reklame tersebut.

“Jisoo hyung, ayo cepat ambil fotoku!” hardik Soonyoung dengan semangat. Jeonghan tertawa melihat suasana heboh itu dan berjalan menghampiri Soonyoung.

“Sekarang giliranku!” ucap Jeonghan dan melakukan pose yang sama. Setelah beberapa shoot, Jeonghan memanggil pria mungil itu, “Jihoon-ah!”

“Ayo foto seperti ini juga!” bujuknya dan Jihoon tersenyum kecil, “Tidak apa-apa, kalian saja yang berfoto.”

Soonyoung menarik sosok pria itu, “Tidak boleh, setidaknya harus ada satu foto di depan Glico!”

“Atau kita foto berempat saja?” tawar Jisoo dan semuanya setuju. Jihoon hanya pasrah, menghela napas pendek lalu tersenyum di hadapan kamera yang dipegang Kyungsoo.

“Satu… dua… tiga… senyum!”

 


 

Setelah seharian mengelilingi kota Osaka, Kyungsoo membawa mereka ke restoran langganannya untuk makan malam. Soonyoung yang bersemangat pun mencoba menyeruput ramen, mencoba mencerna rasanya dan mulai membayangkan bagaimana ia akan membuat ramen setelah kembali ke Korea. Jeonghan dan Jisoo asik meneguk sake yang dihidangkan, sedangkan Jihoon dan Kyungsoo menikmati makan malam mereka dengan tenang.

“Kudengar Chanyeol tidak jadi ikut karena menjaga teman kalian ya?” buka Kyungsoo setelah menghabiskan makan malamnya itu.

“Begitulah,” imbuh Jisoo dan memandangi sekilas pria mungil itu.

“Tidak ada kabar dari Chanyeol ya?”

“Belum…”

Jihoon yang hanya menyimak pun tidak mengatakan sepatah kata apapun. Jeonghan dengan segera merangkul Jihoon, “Wah! Bagaimana ya dia sekarang? Apakah ia sudah bangun dan mencari-cari kita?”

“Sepertinya kau sudah mabuk, Jeonghan hyung.” Balas pria mungil itu dan mendapati Soonyoung yang mulai meminum sake dalam jumlah yang tidak normal.

“Tidak, ah mari kita bersenang-senang terlebih dahulu dan menunggu kabar dari Chanyeol saja.”

Soonyoung menimpali dengan wajahnya yang sudah memerah itu, “Wahahahaha! Dia kan super-coups, pasti akan datang secepat kilat kalau sudah bangun!”

“Benar Soonyoung, ayo satu sloki lagi!”

Cheers!”

Mereka berdua mengambil sake itu dan meneguknya hingga habis. Ketiga orang yang masih sadar itu hanya dapat menggelengkan kepalanya melihat mereka sudah mulai mabuk. Acara makan malam itu berakhir dengan keadaan Soonyoung dan Jeonghan mabuk parah.

 


 

Jihoon memasuki kamarnya dengan membopong Soonyoung yang sudah mabuk itu. Dengan kasar ia merebahkan temannya itu di ranjang.

“Bau sekali…” imbuhnya dan merebahkan dirinya ke tempat tidur. Ia memandangi langit-langit ruangan itu dan pikiran mengenai keadaan Seungcheol melintasi benaknya.

Bagaimana dengan kondisi Seungcheol hyung?

Smartphone-nya bergetar ketika pria mungil itu terlarut dalam pikirannya. Dengan malas ia membuka layar benda itu dan mendapati pesan dari Chanyeol.

Chanyeol hyung: Jihoon? Kau sudah tidur?

Jihoon dengan cepat membalasnya.

Lee Jihoon: Belum, ada apa hyung?

Chanyeol hyung: Hanya ingin mengabari keadaan Seungcheol, dia masih tertidur tapi kondisinya sudah cukup baik hanya saja…

Lee Jihoon: sesuatu yang buruk terjadi kepadanya?

Pria mungil itu menelan ludahnya dengan kasar, takut akan ada hal buruk yang terjadi.

Chanyeol hyung: tidak… ia tertidur tapi memanggil namamu di dalam tidurnya.

Chanyeol hyung: sent a voice note.

Dengan jari bergetar, Jihoon menekan tombol play. Ia tau bahwa ia tidak akan siap mendengar suara pria itu namun indera pendengarannya itu merindukan suara berat itu.

Jihoon… hng… Jihoon, maaf… maafkan aku… Jihoon-ie.

Jihoon tidak dapat berkata apa-apa, perlahan air mata memenuhi pelupuk matanya. Badannya melengkung, seolah rapuh mendengar suara itu dan kalimat yang Jihoon ingin dengar. Bohong jika sosok mungil itu membencinya. Jihoon merindukannya, merindukan sosoknya yang masih kecil ataupun yang sudah dewasa. Ingin sekali ia merasakan pelukan hangat yang pernah Seungcheol berikan di malam saat badai petir itu terjadi. Napasnya tercekat dan perlahan namun pasti.

Ia terisak diam di malam itu.

 


 

Pria jakung itu memasuki klinik yang dibuka selama 24 jam. Bertanya dengan sopan kepada resepsionis dimana pasien yang ia cari berada. Perlahan, sosok itu berjalan dan memasuki kamar dimana Seungcheol beristirahat. Kalut terpancar dari matanya namun ia dengan tenang mengambil posisi duduk di samping ranjang Seungcheol.

“Aku tau bahwa aku berhutang satu penjelasan kepadamu, jadi segera bagun dan dengarkan apa yang harus aku ungkapkan nantinya,” ucap Mingyu.

 

Mingyu sendiri tidak tau apakah ia dapat menjelaskannya atau…

Memperbaiki hubungan mereka bertiga.

 


Halo, dengan Scoupstu, tidak terasa sudah 5 tahun ya aku nganggurin works ini. Karena ada dorongan dari diri sendiri untuk melanjutkan cerita ini, akhirnya story ini dapat dilanjutkan sebagaimana planning-ku. Well, kelanjutan fics ini bisa disebut sebagai keajaiban karena setelah aku beranjak dewasa dan meluangkan waktu untuk membaca tulisanku pada saat umur 17 tahun? Lupa kurang lebih umur berapa mulai works ini. Lastly, hope you guys like this works! Aku berencana membuat ini sebagai chapter terakhir tapi ternyata waktuku tidak cukup buat ngelanjutin, jadi kuberikan dulu ya 50% dari last chapter yang udah kurencanakan.

xoxo,

 

scoupstu

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
sseundalkhom
#1
Chapter 26: YA AMPUN TOLONG UPDATE, SEUNGCHEOL AYO BANGUN CHEOL ARGGGGHHHHH
mongiemong
#2
Chapter 25: I think we don't have as much active readers on aff anymore as we used to. the tag isn't as active that's why there's less feedback.

kaget juga tadi pas liat fic ini di update. finally last chapter 1 lagi yaa.. after all the pain and sadness jihoon uda rasa huhu. makasi tetep ngelanjutin fic nya walau udah setahun. this fic deserves an ending for our jicheol ^^
lakeofwisdom
#3
Chapter 24: GANTUNGNYA MANTEP YAAAAA HMMM
Balalala1717 #4
Chapter 22: JIHOOONNYA OMOOOOO ngambek tapi pengen disayang sayang gitu yaa
leejihoon92
#5
Ff kaporit memang ini hehhh....
Balalala1717 #6
Chapter 21: Waaah mind blown mih si mingyu ternyataaaa
lakeofwisdom
#7
Chapter 21: udahlah mingyu kasih tau aja :((
Balalala1717 #8
Chapter 20: LAAAAH JADI SEUNGCHEOL..... ?!!!