Childhood

Heal Our Flashback

Jihoon berlari di tepi pantai di Busan itu, dengan pancingan yang sudah berada di pundak kanannya dan beberapa umpan ataupun jaring untuk meletakkan ikan yang akan ditangkapnya nanti di dalam tas ransel miliknya. Bayangkan saja Jihoon yang dipadu dengan  sepatu kets berwarna merah sama dengan bajunya dan celana chino berwarna putih. Tidak lupa dengan topi kesayangannya berwarna merah putih yang merupakan paduan yang paling cocok dengan rambut hitamnya. Terlebih saat itu Jihoon adalah seorang anak berusia sepuluh tahun yang sangat menggemaskan.

Jihoon dengan nada bicaranya yang lucu menyapa siapapun itu yang berada di jalan. Beberapa nenek menganggapnya adalah seorang cucu yang manis dan kakek-kakek yang berada di kedai menikmati minuman menyejukkan itu menganggap Jihoon itu adalah anak laki-laki yang sopan. Setelah jarak menuju ke tempatnya memancing semakin mengecil, Jihoon berlari semakin cepat. Seketika langkah anak laki-laki itu berhenti, saat melihat seorang anak laki-laki menempati posisi dimana dia duduk biasanya. Jihoon memandanginya sekilas dan kemudian berjalan perlahan mendekati sosok pria itu.

“Kau kenapa?” tanya Jihoon perlahan dan pria itu menatapnya kemudian menggelengkan kepalanya. Pandangannya kembali tertuju ke laut luas yang berwarna biru gelap karena cahaya matahari yang terpantul.

Jihoon menghela napas pelan mendengarnya, “Maaf tapi ini tempatku untuk memancing.”

Pria itu kemudian berpindah posisi dan duduk lebih jauh dari tempat yang biasa Jihoon tempati. Sekilas pria itu memandangi Jihoon yang menurutnya menggemaskan. Tetapi dirinya juga tidak kalah menggemaskan, atau lebih tepatnya menawan untuk sosoknya. Memiliki rambut hitam, mata bulat dengan manik yang sama warnanya dan tidak lupa jika dia tersenyum, ketampanannya meningkat berkali-kali lipat.

Jihoon bosan, bosan tidak ada ikan yang mendekati umpan yang sudah melekat di kail yang sudah dilemparnya ke dalam laut. Di tepi tebing kecil dekat pantai itu, hanya terdapat mereka berdua. Memang musim panas membuat banyak turis berdatangan ke Busan hanya untuk menikmati pemandangan lautnya, tapi saat ini hanya mereka berdua terdapat di sana.

“Kau kenapa ke sini?” tanya Jihoon membuka mulutnya, membiarkannya yang memulai percakapan.

Tidak ada jawaban dari orang yang ditanyakan Jihoon itu awalnya dan beberapa menit kemudian dia membalasnya, “… aku marah.”

“Huh?” tanya Jihoon sambil memandangi kail yang tidak bergerak sama sekali.

“Lupakan hal itu,” jawabnya kesal dengan reaksi Jihoon.

Anak laki-laki berbaju merah itu tersenyum melihatnya, “Aku tidak mau―”

“Katakan itu sekarang juga kepadaku.”

Pria itu memandangi sosok yang menghampirinya itu dengan tatapan keheranan. Bagaimana bisa dia mengatakan sesuatu yang membuatnya marah dengan mudah kepada orang lain. Tetapi ia tidak memiliki pilihan lain.

“Ayahku harus kembali ke Seoul untuk menyelesaikan pekerjaannya. Dan mulai hari ini aku harus menikmati musim panas tanpa ayahku yang biasanya mengajakku kemana pun aku mau,” gerutunya dan Jihoon tertawa mendengarnya.

“Kau tau? Aku hanya dibesarkan oleh kakek nenekku disini karena orang tuaku sibuk mengurus bisnisnya di Jepang ataupun Seoul. Aku hanya bertemu dengan mereka setahun sekali,” dan dengan cepat raut wajah Jihoon menjadi sedikit murung.

Anak laki-laki yang mendengar ceritanya pun terdiam dan kemudian memandangi Jihoon yang masih saja murung. Dia pun kemudian menepuk pelan pundak Jihoon dan mengatakan, “Seharusnya aku yang murung seperti itu, ayolah…”

Dan Jihoon kemudian tersenyum, “Bolehkah aku mengetahui namamu?”

“Huh? Namaku Seungcheol…”

“Aku Jihoon,” jawabnya dan kemudian kail itu bergerak di tangan Jihoon. Dengan cepat Jihoon menarik kailnya dan menyuruh Seungcheol untuk membantunya dengan menarik kailnya itu. Jihoon dan Seungcheol terjatuh setelah tangkapan itu berhasil ditarik oleh mereka.

“Ah…” rintih Jihoon dan kemudian bangkit dengan cepat.

Jihoon dengan cepat berjalan mendekati ikan makarel yang masih bergeliat dan kemudian menunjukkannya ke Seungcheol, “Ini ikan yang sangat besar!”

Seungcheol pun takjub melihatnya, “Aku tidak pernah melihat ibuku memasak yang sebesar ini!”

“Baiklah aku akan memberikannya ke Mingyu untuk dimasak!”

“Mingyu?” tanya Seungcheol dan Jihoon menganggukan kepalanya, “Iya Mingyu! Temanku yang pintar memasak!”

“Huh? Apakah kau yakin?” tanya Seungcheol ragu.

“Bukankah kau adalah temanku?” tanya Jihoon dengan nada polos dan Seungcheol terkejut mendengarnya.

Setelah itu senyuman Seungcheol pun muncul, “Baiklah kalau begitu… aku akan ikut!”

“Ayo!” seru Jihoon dan kemudian membereskan semua peralatan Jihoon maupun pancingannya. Jihoon kemudian dengan iseng berlari menjauhi Seungcheol dan kemudian dia mengejar Jihoon.

 

Jihoon terbangun setelah bermimpi panjang tentang dirinya dan Seungcheol. Sepertinya terlalu banyak hal yang membuatnya memimpikan mereka berdua kemarin malam. Dan sejujurnya Seungcheol saat masih kecil di dalam mimpinya itu sangat menawan dan itu sama hingga sekarang. Perlahan Jihoon membuka matanya karena silau matahari telah menembus dari kamar Seungcheol.

“… hm?” gumam Jihoon setelah melihat ke sekelilingnya, Seungcheol masih saja tertidur dan kemudian bergerak untuk merapatkan tubuhnya ke tubuh Jihoon semakin erat.

Jihoon juga tidak menerimanya dan juga tidak menolaknya, bisa terlihat rona wajahnya yang terlukis dengan cepat sementara Seungcheol menempelkan wajahnya ke atas kepala Jihoon. Jujur saja Jihoon dapat mati dibuat olehnya karena debaran jantungnya yang tidak beraturan. Pria mungil itu kemudian dengan perlahan meraih wajah Seungcheol dengan tangan kirinya, mencoba untuk menepuknya pelan namun Jihoon berhenti, karena deru napas tenang Seungcheol membuatnya damai.

Tetapi karena sudah mendengar suara kaki berjalan mendekati ruangan itu, Jihoon menepuk pelan wajah Seungcheol dan menyuruhnya untuk bangun.

“Hyung…” panggil Jihoon pelan dan Seungcheol membuka matanya, melepaskan pelukan itu dan kemudian memandangi Jihoon yang membalasnya dengan tatapan polos.

“Ini sudah pagi…” lanjut Jihoon dan Seungcheol menganggukan kepalanya tanda mengerti.

Good morning,” ucap Seungcheol dan kemudian beranjak dari tempat tidurnya meninggalkan Jihoon dengan secepat kilat dari kamar itu.

“Aku belum sempat membalasnya good  morning padahal,” gumam Jihoon pelan, sedikit kecewa. Jihoon berpikir sekilas lalu teringat dengan Seungkwan yang ada di rumah maupun Mingyu yang akan datang. Jihoon berjalan keluar dan melihat Chan yang berada di ujung lorong itu.

“Pagi Chan…”

“Pagi juga Jihoon hyung!” balas Chan dengan semangat dan Eun berlari menghampiri Jihoon.

“Pagi Eun,” sapanya dan kemudian mengangkat anak anjing itu ke pelukannya.

Jihoon berjalan dan kemudian melihat Seungcheol yang berada di depan kompor menyala itu. Mengaduk sesuatu tanpa menyadari Chan yang berlari menuju dapur, hendak menghampiri sepupunya itu. Pria mungil itu tersenyum dan berjalan dengan lebih cepat mengingat keadaan kakinya sudah cukup pulih.

“Chan? Jihoon?” panggil Seungcheol setelah mendengar derap kaki berjalan mendekatinya dan Chan menggeleng cepat, “Hyung! Bagaimana kau tidak dapat menebaknya denga tepat!”

Seungcheol terkekeh pelan mendengar sepupunya itu yang sibuk ribut di pagi hari itu, “Maaf, maaf. Tetapi kau akan memaafkanku bukan jika aku membuatkanmu pancake spesial dengan banyak cokelat?”

“Cokelat?!” pekik Chan kegirangan dan dengan cepat dia duduk manis di depan meja itu, menunggu Seungcheol membawakan sarapan kesukaannya itu.

“Dimana Jihoon?” tanya pria itu dan sepupunya menunjuk ke arah Jihoon yang berjalan mendekati meja itu. Seungcheol tersenyum melihat sosok mungil itu dan kemudian membawanya menuju ke tempat duduk di sebelahnya.

Jihoon duduk dan melihat Chan yang menikmati sarapannya dan kemudian menanyakannya, “Jihoon hyung tidak makan?”

Pria itu tersenyum. “Kau makanlah. Aku tidak lapar.”

Chan menggerutu pelan mendengar jawaban yang tidak memuaskan dirinya dan kemudian mengambil potongan pancake itu untuk diberikannya kepada Jihoon.

“Kau harus memakannya! Pancake buatan Seungcheol hyung sangat enak!” ucapnya dan berniat untuk menyuapi Jihoon dengan potongan pancake yang sudah tertusuk di garpunya. Dia tersenyum dan menerima suapan itu dan mengatakan, “Memang enak.”

Seungcheol pun tersenyum setelah mendengar komentar dari sesosok kurcaci itu. Meskipun sejak awal dia hanya melihat interaksi Jihoon dengan Chan maupun sesuatu yang intens antara mereka berdua. Seungcheol sendiri juga berpikir, bagaimana bisa dia cemburu dengan sepupunya yang polos itu karena selalu berhasil mendapatkan atensi Jihoon.

“Aku jadi cemburu kepada Chan,” gumam Jihoon disela-sela keheningan karena anak laki-laki itu sibuk berjalan menuju pintu rumah itu karena seseorang menekan bel. Chan sangat senang jika ada bel berbunyi, menandakan seseorang akan berkunjung ke rumah mereka.

“Kenapa?” tanya pria itu penasaran.

“Karena dia memiliki hyung yang sangat peduli kepadanya.”

Seungcheol mau tidak mau tersenyum lebar mendengarnya, mendengar bahwa Jihoon cemburu kepada Chan karena Seungcheol atau sosok kurcaci itu memuji dirinya, “Kau anak tunggal?”

“Hm, begitulah.”

“Jadi bagaimana seandainya aku tidak mau menjadi hyungmu?”

“Kalau begitu aku akan memanggilmu sunbae lagi.”

“Kau jangan begitu Jihoon-ie,” balas Seungcheol dengan nada yang sedikit bercanda dan Jihoon tertawa kecil.

“Hei Cheol,” dan Seungcheol melihat siapa yang memanggilnya. Joshua yang berdiri di samping Jeonghan dengan senyuman khas miliknya.

“Kenapa kalian tidak mengabariku jika kalian mau datang ke sini?” tanya Seungcheol terkejut, melihat kedua sahabatnya berdiri di hadapannya.

“Kami sudah meneleponmu, mengirimkan pesan dan kau tidak membalasnya,” jawab pria blasteran itu santai dan Jeonghan hanya menundukkan kepalanya setelah melihat pemandangan di depannya.

“Aku mau pulang. Kenalanku hari ini datang ke Seoul,” pinta Jihoon pelan dan Seungcheol membalasnya, “Sekarang?”

Jihoon memandanginya dan kemudian menganggukan kepalanya. Namun Seungcheol memberikan jawaban lain.

“Tapi kau harus mandi dulu,” dan Jihoon menggelengkan kepalanya, “Aku sudah sangat merepotkanmu Seungcheol hyung…”

Mau tidak mau Seungcheol menghela napas pendek, “Baiklah, kalau begitu aku akan mengantarmu pulang.”

Jihoon menganggukan kepalanya, berjalan menuju ke kamar Seungcheol, mengambil pakaiannya yang akan dibawanya pulang. Tipikal seorang Lee Jihoon, tidak mau menyusahkan orang lain. Jihoon berjalan keluar dari kamar itu, turun ke bawah dan melihat Jisoo yang duduk di sofa empuk itu tanpa Jeonghan di sekitarnya.

Jihoon pamit dengan Jisoo maupun Chan yang bermain dengan Eun di kamarnya. Jihoon sendiri mencoba memakai sepatunya meskipun hanya sebelah dan membiarkan kakinya yang terkilir bebas begitu saja. Jihoon membuka pintunya perlahan dan terlihatlah Seungcheol masih berada di taman itu.

“Choi Seungcheol,” ucap seseorang yang berhadapan di hadapan Seungcheol.

“Hm?” tanyanya datar. Jeonghan menghela napas, cepat atau terlambat semua itu harus mencapai titik akhirnya.

“Aku  menyukaimu,” pengakuan yang biasa, “Aku menyukaimu sejak beberapa kali kita bertemu oke? Setelah kita masuk kuliah.”

Seungcheol terdiam maupun Jihoon yang mendengarnya. Dia tidak memiliki maksud untuk mencuri dengar maupun melihat pernyataan cinta orang lain. Jihoon memandangi Seungcheol yang masih saja terus diam memandangi sahabatnya sendiri. Jeonghan sendiri sudah menunggu jawabannya meskipun ia sepertinya tau jawabannya.

“… maaf,” kalimat yang meluncur dengan cepat itu menjadi tanda apa akhir dari cerita cinta Yoon Jeonghan.

“Aku tidak tau apa-apa, tentang perasaanmu, tentang apa yang kurasakan hingga…”

“Aku sadar aku telah jatuh cinta kepada orang lain. Seseorang yang membuatku lebih berani, seseorang yang membuatku nyaman dan seseorang yang selalu membuatku penasaran. Kemarin, kemarin adalah hari dimana aku mengetahui apa yang disebut jatuh cinta,” jelas Seungcheol panjang lebar dan Jeonghan tersenyum mendengarnya.

“Hah… sudah kuduga jawaban itu yang akan kudapatkan. Tetapi aku tidak menyangka kau akan menyadarinya kemarin karena kau tidak menyadari perasaanmu sejak awal,” simpul Jeonghan sambil tersenyum. Jika dibandingkan dengan rasa sakit, rasa lega di hatinya menyelimutinya. Bahkan dia berpikir jika dia tidak akan mencoba untuk menunggu sesuatu yang tidak pasti dan itu akan membuat waktunya terbuang sia-sia.

“Maafkan aku Jeonghan…” ucapan tulus Seungcheol karena menyakiti sahabatnya sendiri dan kemudian menepuk pelan pundaknya.

“Aku tidak akan menjadi orang egois. Jika kau marah dan membenciku karena hal ini, berhentilah menjadi sahabatku,” Jeonghan membalas ucapan itu dengan gelengan.

“Tetapi aku tidak akan pernah melakukannya, bagaimana jika panggilan angel-ku hancur karena itu? Aku pasti akan marah,” Jeonghan tetaplah Jeonghan, hatinya yang sesuci malaikat yang bahkan tidak rela Seungcheol hancurkan.

“Terima kasih…” dan Seungcheol memeluk Jeonghan singkat. Jeonghan tersenyum melihat sahabatnya yang sangat menyayanginya. Tetapi atensi Jeonghan tidak sengaja mengarah ke Jihoon yang memandangi mereka. Seketika Jihoon memalingkan wajahnya dan Jeonghan melepas pelukannya, “Kau harus mengantar Jihoon…”

“Aku tau,” ucap Seungcheol dan kemudian membalikkan badannya, berjalan menuju ke depan pintu setelah melihat Jihoon berada di sana.

“Jihoon? Kapan kau keluar?” tanya Seungcheol dan Jihoon membalasnya dengan kebohongan, “Baru saja.”

Jihoon berpikir, Seungcheol sudah menyukai orang lain, jadi Jihoon ini apa? Setelah kecupan pertama mereka di dapur itu. Jihoon berpikir, bagaimana jika seandainya dia menyukai orang lain, bagaimana jika hubungan mereka akan berakhir dan bagaimana jika Jihoon merasakan hal itu.

Tidak dengan orang lain, namun Seungcheol-lah yang akan membuatnya.

Seungcheol membantunya berjalan perlahan menuju ke mobilnya sementara Jihoon sibuk berpikir, berpikir bagaimana jika.

 


 

Jeonghan duduk di kursi taman itu, melihat langit yang begitu cerah dan sepertinya itu akan membuat hatinya menjadi cerah juga. Tetapi tidak untuk hari ini. Jeonghan memang tersenyum namun pasti ada kesedihan setelah patah hati bukan?

Seseorang menutup matanya dengan kedua telapak tangannya dari belakang dan Jeonghan hanya meraba tangan itu perlahan dengan kedua tangannya. Jeonghan tau dia siapa karena saat ini hanyalah mereka berdua di taman ini.

“Kau sudah berjuang Yoon,” tanyanya tanpa melepaskan kedua tangannya.

“Tentu saja tuan Hong.”

“Kenapa kau tidak menangis?” tanya Jisoo lagi dan Jeonghan diam, diantara tidak bisa menjawab dan memilih untuk diam.

Jisoo merasakan sesuatu yang hangat dan membasahi telapak tangannya. Jisoo melepaskannya dan memeluk sahabatnya itu dari belakang. Dia tidak akan pernah mau melihat sosok sahabat yang sudah seperti soulmate-nya itu menangis.

“Hei Yoon… patah hati itu memang sudah biasa,” gumam Jisoo pelan sambil mengusap puncak kepala sahabatnya itu.

“Kenapa kau tidak menangis di depan Seungcheol?”

“Aku tidak mungkin membuat orang yang kusukai menangis karenaku bukan?” tanya Jeonghan sambil mengusap air matanya yang masih mengalir.

“Kalau begitu, kau jangan menangis lagi angel, aku tidak suka melihatmu menangis…”

“Dan maafkan aku Yoon Jeonghan, tentang seseorang yang menyukaimu itu aku,” pengakuan itu cukup membuat Jeonghan berhenti menangis dan mendongakkan kepalanya, menatap sahabatnya itu tidak percaya.

“Kau tidak berbohong bukan?”

Jisoo menggelengkan kepalanya.

“Se― sejak kapan?” tanyanya terbata-bata dan Jisoo hanya tertawa kecil melihat reaksi sahabatnya.

Dia menangkup wajah pria berambut sebahu itu, “Hm… saat kita masuk SMA mungkin?”

“Hampir lima tahun?!” pekik Jeonghan tidak percaya. Apa yang dilakukan sahabatnya itu lebih ekstrim daripada yang dilakukan olehnya.

“Memangnya salah?”tanya Jisoo tenang dan Jeonghan menggelengkan kepalanya, memukul dada Jisoo, “Kau bodoh…”

“Kau bodoh bodoh bodoh.”

Jisoo tersenyum dan memeluk Jeonghan, “Maafkan aku angel-ya… aku tidak pernah mau menyakitimu. Kau adalah sumber kebahagiaanku. Kau adalah matahari dan aku adalah bulan. Kau yang memberikanku cahaya dan maaf tentang Seungcheol, sepertinya patah hati memang tidak cocok denganmu.”

Jeonghan menggelengkan kepalanya dan kemudian menangis lagi mendengar bahwa sahabatnya berjuang lebih banyak daripada sosoknya untuk mendapatkan kebahagiaannya. Jeonghan tidak dapat berkata apa-apa lagi, sungguh. Di dalam pikirannya hanya terdapat pernyataan sahabatnya yang membuatnya lebih terkejut daripada penolakan dari Seungcheol.

“Jeonghan… tenanglah,” dan Jisoo terus saja mengusap punggungnya pelan.

“Kenapa kau melakukan itu?”

“Karena aku mencintaimu.”

“Apakah kau ini alien?”

“Entahlah Yoon Jeonghan.”

Jeonghan mendongakkan kepalanya, “Maafkan aku untuk semua ini.”

Jisoo tersenyum dan kemudian mengusap kepalanya, “Memang benar aku menyukaimu, tetapi kalau kau menyukai orang lain aku hanya akan merelakanmu. Tetapi apakah kau mau mencobanya?”

“Mencoba apa?” tanya Jeonghan heran.

“Kalau begitu akan kubuat kau jatuh cinta kepadaku,” Jisoo tersenyum lembut dan mengusap kepalanya pelan. Untuk pertama kalinya sahabatnya itu terlihat sangat menawan di mata Jeonghan.

 


 

Jihoon berjalan keluar dari mobil itu setelah mereka sampai, sendirian karena Jihoon sendiri sudah menolak tawaran Seungcheol secara halus.

“Kau tidak perlu turun dari mobil Seungcheol hyung…” gumam Jihoon dan Seungcheol menggelengkan kepalanya setelah keluar dari mobilnya.

“Aku harus mengantarkanmu Jihoon,” tolak Seungcheol dan seseorang memanggil pria manis itu, “Jihoon hyung?”

“Mingyu?!”

 


Special update! HAPPY BIRTHDAY JIHOON-AH <3

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
sseundalkhom
#1
Chapter 26: YA AMPUN TOLONG UPDATE, SEUNGCHEOL AYO BANGUN CHEOL ARGGGGHHHHH
mongiemong
#2
Chapter 25: I think we don't have as much active readers on aff anymore as we used to. the tag isn't as active that's why there's less feedback.

kaget juga tadi pas liat fic ini di update. finally last chapter 1 lagi yaa.. after all the pain and sadness jihoon uda rasa huhu. makasi tetep ngelanjutin fic nya walau udah setahun. this fic deserves an ending for our jicheol ^^
lakeofwisdom
#3
Chapter 24: GANTUNGNYA MANTEP YAAAAA HMMM
Balalala1717 #4
Chapter 22: JIHOOONNYA OMOOOOO ngambek tapi pengen disayang sayang gitu yaa
leejihoon92
#5
Ff kaporit memang ini hehhh....
Balalala1717 #6
Chapter 21: Waaah mind blown mih si mingyu ternyataaaa
lakeofwisdom
#7
Chapter 21: udahlah mingyu kasih tau aja :((
Balalala1717 #8
Chapter 20: LAAAAH JADI SEUNGCHEOL..... ?!!!