Chapter 6

Irresistible

“Tell me.” Kata-kata yang langsung terucap oleh Kim saat aku buka pintu rumahku untuknya. Aku memang belum cerita pada Kim tentang apa yang aku rasakan kemarin. Tetapi Kim sangat mengenalku. Aku tidak bisa menyembunyikannya. Hari ini aku dan Kim harus ke studio. Kim datang ke rumahku lebih awal untuk menanyakan apa yang terjadi denganku kemarin.

Aku dan Kim berjalan menuju kamarku dan aku cerita tentang apa yang aku rasakan kemarin. Tentang Melanie.

“Melanie? Melanie who?” Tanya Kim sambil berpikir seperti mengingat-ingat sesuatu.

“Aku juga tidak tahu. Seperti belum pernah melihatnya.”

Tiba-tiba Kim mengambil laptopku yang aku letakkan di atas meja. Entah apa yang Kim ketik.

“Got it.” Kim memberikan laptop itu padaku dan aku dapat melihat di layar laptopku biodata Melanie dalam sebuah web. Sepertinya web resmi kampus tetapi untuk autoritas yang berbeda.

“Anak Musik juga.” Kataku sambil terus membaca data-data Melanie pada web itu.

“Tenang saja. Dia tidak ada apa-apanya dibangding kau, Cam. Dan seperti yang kau tau, Liam kan memang sangat suka menolong orang-orang yang membutuhkan. Salah satunya Melanie.”

“Kau benar, Kim. Tetapi sikap Liam seperti agak aneh sejak…”

“Sejak?” Kim beranjak dari sofa dan duduk di sebalahku di tempat tidurku.

“Tapi tidak mungkin!”

“Kau bicara apa, Cam?” Kim terlihat sangat bingung.

“Louis.” Jawabku sambil menutup wajahku dengan kedua tanganku.

“Louis? Ada apa dengan Louis? Kejadian yang waktu itu?”

“Kemarin sebelum aku masuk kelas aku bertemu Liam. Dia membahas tentang kejadian kemarinnya. Dia memastikan apakah aku baik-baik saja karena kau tidak bisa menghubungiku saat aku pergi dengan Lou.” Aku terdiam tidak melanjutkan kata-kataku.

“And then?”

“Saat dia minta maaf karena asik ngobrol dengan Niall aku malah bilang tidak apa-apa untungnya ada Louis yang mengajakku bicara dan pergi. Setelah aku bilang begitu respon Liam langsung berbeda. Tapi aku rasa itu bukan hal yang besar.”

“Mungkin dia tersinggung.”

“Kenapa dia harus tersinggung? Ah sudahlah, aku tak mau pusing memikirkannya. Aku bingung. Dan melihatnya bersama Melanie.”

“Liam hanya membantunya, Cam. Tidak lebih. Percaya padaku.”

“Kenapa kau bisa yakin itu, Kim?”

Kim hanya mengedipkan satu matanya kepadaku dan melihat kea rah jam dinding. “Ayo kita berangkat.”

Kami bersiap-siap dan berangkat dengan mobilku ke studio.

5 jam kemudian…

Aku dan Kim melihat-lihat hasil pemotretan kami. Aku dan Kim dipasangkan menjadi wajah baru Topshop. Pengalaman yang sangat baru untuk kami. Dan aku sangat menyukai barang-barang milik Topshop. Dalam beberapa hari wajah kami akan berada di papan-papan iklan Topshop. Wow! Aku tidak sabar. Saat kami lagi asik melihat hasil-hasil foto, handphone Kim berdering. Kim mengambil handphone nya dari dalam tas nya dan raut wajah nya langsung berubah. Kim menunjukkan layar handphonenya kearahku. Sudah aku duga, aku dapat melihat nama Harry muncul di layar.

“Jawab saja.” Aku menyuruh Kim sambil sedikit menahan tawa. Tetapi Kim malah memasukkan handphonenya kembali ke dalam tas nya.

“Biar saja.”

Kami pun melanjutkan melihat hasil foto kami. Belum satu menit aku rasa, handphone Kim kembali berbunyi. Aku pun tertawa.

“Sudahlah, Kim. Dijawab saja.”

Kim mengambil handphonenya dengan malas dan menjawab telpon dari Harry. Kim beranjak dari kursi dan berjalan keluar ruangan sambil berbicara dengan Harry. Aku tidak dapat mendengar dengan jelas pembicaraan mereka. Kenapa Kim harus berbicara di luar? Apa Kim tidak ingin aku mendengarnya? Aku seperti tertawa di dalam hati dan tersenyum sendiri. Mungkin Kim sudah menyadari bahwa mereka memang berbeda dengan yang lainnya.

Kim kembali ke dalam ruangan setelah beberapa menit berlalu. Kim hanya berdiri depan pintu sambil mengutak-utik handphonenya.

“Ada apa, Kim?”

“Dia hanya bertanya beberapa hal tentang proyek yang kami kerjakan.” Jawab Kim tanpa melihat kearahku dan tetap berkutat dengan handphonenya.

Beberapa detik kemudian Kim kembali duduk disampingku.

“Cam, Starbucks yuk.”

“Nah, baru saja aku mau mengajakmu. Yuk!”

Kami pun beranjak dari kursi dan berjalan keluar gedung IMG. Kami memang hampir setiap pulang dari kantor duduk-duduk dulu di Starbucks. Dengan hanya menyebrang jalan saja kami sudah sampai disana. Kami mengambil tempat yang berada di luar setelah memesan minuman.

“Apa yang sebenernya terjadi antara kau dan Harry?” tanyaku pada Kim tiba-tiba dan membuat Kim sedikit terkejut dengan pertanyaanku. Aku sebenarnya hanya iseng karena lucu saja melihat sikap Kim pada Harry.

“Maksudmu apa? Tidak terjadi apa-apa antara aku dan Harry.”

Seketika itu juga seorang barista mengantarkan pesanan kami.

“Terima kasih.” Kataku sambil tersenyum kepada barista itu. “Yang benar saja?” tanyaku kembali pada Kim dan tertawa. Aku mengambil Caramel Macchiato ku dari atas meja dan meneguknya.

“Kau jelas-jelas tau kan kalau urusanku dengan Harry hanya sebatas proyek saja.” Jawab Kim sambil memain-mainkan segelintir rambut pirangnya.

“Iya deh iya sebatas proyek.” Aku kembali meneguk minumanku.

“Cam, lihat itu Melanie yang kau maksud kan?”

Aku mengubah pandanganku kearah yang sama dengan pandangan Kim. Aku melihatnya di seberang jalan. Melanie berjalan keluar dari Franco Manca, restaurant kecil di sebelah gedung IMG.

“Iya Kim, itu dia.” Jawabku sambil terus memperhatikan Melanie yang sepertinya akan menyebrang jalan dan aku pun langsung mengalihkan pandanganku seketika. “Dia tidak berjalan kea rah sini kan, Kim?”

Kim juga mengalihkan pandangannya setelah aku bertanya.

“Sepertinya dia akan kesini.” Kim meneguk minumannya.

“Semoga dia tidak melihatku disini.” Aku menggoyangkan gelasku yang dapat kurasakan tinggal sedikit, aku meneguknya sekali dan meletakkan gelasku di atas meja. “Kita pergi saja yuk, Kim!” ajakku sambil mencangklongkan tas ke pundakku.

“Wow, kau tak akan sempat, Cam.” Jawab Kim yang tidak melakukan pergerakan apapun.

“Maksudmu?” Tanya ku heran. Belum sempat Kim menjawabku, ada yang menepuk pundakku dari belakang.

“Cam! Hai!” Tidak salah lagi, Melanie. Ternyata maksud Kim aku tidak akan sempat kabur dari Mel. Kim sudah melihatnya terlebih dahulu.

“Oh hai, Mel!”

“Hai!” sapa Mel kepada Kim sambil langsung mengulurkan tangannya. Aku dapat melihat ekspresi Kim yang sedikit aneh sebelum Kim menanggapinya.

“Kim.” Kim menjabat tangan Melanie sambil tersenyum.

“Melanie.” Mel tersenyum pada Kim dan Kim melepaskan tangannya. “Oh, wait! Kau Kimberly Barker?”

“Uh.. Iya.” Jawab Kim aneh. Mel mengenal Kim?

“Kau yang mengerjakan project web charity kan?”

“Um..Iya. Kau anggota Student Action juga?”

“Iya, Harry cerita padaku tentang proyeknya dan siapa yang mengerjakan.”

Kim hanya tersenyum pada Mel. Liam, Harry, apa Mel juga kenal dengan Niall dan Lou? Oh ya mungkin saja, mereka sama-sama di departemen Musik. Tetapi entah mengapa aku tak suka melihatnya.

“Yuk, Kim.” Aku beranjak dari kursi. “Mel, kami duluan ya.” Aku segera mungkin pergi dari hadapan Mel sebelum hal-hal aneh lainnya terjadi. Ya, hal-hal aneh bagiku.

“Sampai ketemu lagi, Cam, Kim!”

Kami berjalan menyebrang ke tempat parkir mobilku.

“Aku tidak suka Melanie.” Kataku tiba-tiba saja setelah menyalakan mesin mobilku dan mulai melaju.

Kim tertawa kecil. “Karena Liam?”

“Mungkin. Tapi aku tidak suka saja. Harry kenapa harus cerita tentang proyek itu?”

“Cam, calm down. Ya wajar saja, Mel kan anggota juga. Mungkin juga Harry menyampaikannya pada seluruh anggota.”

Kim terlihat santai saja. Kim kan memang tidak ada perasaan apa-apa pada Harry, jelas saja dia bisa menanggapi dengan santai. Apa aku yang berlebihan? Aku hanya tidak suka melihatnya bersama Liam kemarin, ditambah hari ini dia juga seperti dekat dengan salah satu sahabat Liam.

“Cam? Kau mau kemana?”

Aku tiba-tiba sadar aku menyetir pun tidak berpikir hanya karena Melanie. “Kenapa kita sudah sampai di jalan ini?”

“Aku pun bingung. Dari tadi aku sibuk dengan handphoneku tidak memperhatikan jalan.”

Tanpa sadar aku sudah menyetir sampai di New Bond Street.

“Cam! Victoria’s Secret lagi big sale tuh!” Kim menunjuk ke arah bangunan di sudut jalan. Toko Victoria’s Secret favoritku disini. Interior nya sangat bagus. Aku segera memarkir mobilku. Kami pun turun dan memasuki toko yang lumayan ramai. Aku memilih beberapa piyama, bra, dan celana yoga. Aku menghampiri Kim di etalase parfum. Wow, Kim memborong lebih banyak daripada aku.

“Kau yakin hanya mengambil itu?” Tanya Kim heran saat melihat barang-barang ku pilih yang sepertinya setengah kalinya barang-barang yang dia pilih.

Aku tertawa. “Aku yakin rasanya. Kalau sampai rumah merasa kurang, aku tinggal menjemputmu untuk menamaniku kembali kesini.” Kami pun tertawa. Kim mengambil satu paket Bombshell dan kami pun menuju kasir.

“Cam, jalan-jalan dulu yuk. Mumpung sudah disini.” Kata Kim saat kami keluar dari VS.

“Okay.” Kami pun menaruh tas belanja kami di dalam mobil dan melanjutkan berjalan kaki di sepanjang New Bond Street yang kebanyakan berisi butik-butik terkenal. Kami memasuki beberapa butik saat melihat ada sesuatu yang menarik. Ada yang kami beli ada juga yang tidak. Tidak terasa kami sudah berjalan terus sampai di Old Bond Street. Tiba-tiba Kim menghentikan langkahnya.

“Tunggu disini, Cam. Tunggu, sebentar saja.” Aku hanya terdiam sedikit kaget campur aneh. Kim berjalan cepat memasuki butik Saint Laurent. Aku hanya memperhatikannya dari luar. Kim menghampiri seseorang yang aku rasa…. Harry! Tidak lama setalah itu Kim berjalan ke luar butik diikuti oleh Harry.

“Kim?” Aku bingung antara mau tertawa atau apa melihat Kim.

“Hai, Cam!” sapa Harry dengan senyumnya yang sangat lucu.

“Hai, Harry. Ada apa?” tanyaku. Kim hanya berdiri diam saja di sampingku.

“Aku mengajak Kim ke Charity Party hari Sabtu besok di Student Action Main Hall. Kalau kau tidak sibuk atau ada waktu luang kau ikut juga ya, Cam.” Kata Harry ditutup dengan senyuman.

“Harry? It’s Okay kok kalau kau hanya mengajak, Kim. Tidak masalah bagiku.” Jawabku heran. Aku tidak tau jawabanku sebenarnya nyambung atau tidak. Aku tidak tau kenapa Harry harus mengajakku dan kenapa tidak Kim yang langsung mengajakku. Aku menoleh kearah Kim yang hanya mengangkat bahu saat aku melihatnya.

“Bukan begitu, Cam. Bukan itu maksudku. Ada yang mengiginkanmu untuk datang juga.” Harry tertawa kecil yang sedikit aneh.

Jantungku seperti berhenti sejenak saat mandengar perkataan Harry. Satu nama yang langsung terlintas dipikiranku. Liam. Apa Liam yang menginginkanku untuk datang? Kenapa dia tidak mengajakku langsung?

“Berhubung aku yang membuat acara ini jadi aku disuruh mengundangmu. Aku harap kau datang ya, Cam. Aku duluan ya. Bye Cam.” Harry menoleh kearah Kim setelah berpamitan denganku. “Bye, Kim!” Harry menepuk pundak Kim saat berpamitan dengan senyumnya itu lagi. Bagaimana bisa Kim tidak meleleh. Harry pun berlalu.

“Apa maksudnya, Kim?” Tanyaku heran sambil kami berjalan berbalik arah ke tempat mobilku diparkir.

“Kau ikut aku besok hari Sabtu.”

“Liam yang ingin aku datang?” tanyaku sedikit bersemangat. Kim hanya tersenyum melihatku. “Ayolah Kim, katakan padaku.” Kataku sambil menggoyang-goyangkan tangan Kim.

“Aku tidak tahu, Cam. Harry tidak bilang apa-apa padaku.”

“Bohong. Harry pasti bilang padamu.” Kim tidak menjawab. “Bukan Liam? Siapa?” tanyaku penasaran dan sedikit sedih.

“Sungguh aku tidak tahu, Cam. Aku saja baru dengar tadi kalau ternyata ada yang ingin kau datang. Sebelumnya Harry hanya memaksa aku untuk memaksamu datang. Akhirnya aku suruh dia bilang sendiri padamu.”

“Kau datang?”

“Tentu! Aku jadi ingin tahu juga siapa yang menunggumu nanti. Selain itu juga ada sedikit perkenalan tentang proyek yang aku kerjakan. Makanya Harry mengajakku.”

Kami pun sampai di tempat aku memarkir mobilku. Kali ini Kim yang menyetir pulang, katanya daripada nanti salah jalan ke tempat lain lagi. Sesampainya kami dirumahku, Dad, Mom, Ava, dan Jo sedang berkumpul di ruang tamu.

“Hei kalian, mari duduk-duduk dulu disini. Sudah lama kami tak mengobrol dengan Kim.” Kata Dad yang menghentikan langkah kami menuju kamarku. Aku dan Kim ikut bergabung dengan mereka di ruang tamu.

“Jadi, kapan kami bisa melihat wajah-wajah kalian di papan iklan kota ini?” Tanya Mom sambil memainkan rambut Ava, aku rasa dia mengepang rambut Ava.

“Secepatnya.” Jawabku bangga.

“Kenapa wajah Cam ada di papan iklan, Mom?” Tanya Ava dengan polosnya.

“Karena kakakmu ada model yang sangat cantik, begitu juga Kim.” Jawab Mom yang aku rasa tidak nyambung dengan pertanyaan Ava. Tapi Ava hanya mengangguk dan menoleh ke arah Kim.

“Kim, kapan Landon akan datang?” Tanya Ava sambil memainkan kepangan rambutnya yang sudah jadi.

“Oh iya, kapan mereka datang, Kim?” belum sempat Kim menjawab Ava, Dad juga bertanya hal yang sama.

“Mereka akan tiba di London hari Kamis.” Jawab Kim lalu tersenyum pada Ava dan Dad.

“Wow, baguslah. Aku akan mengajak Travis untuk bergabung dengan bisnis-bisnisku disini. Ava dan Jo akan senang bisa bermain lagi bersama Landon. Semua baik-baik saja kan, Kim?”

“Iya, semua sangat baik, Mr. DeLonge. Aku rasa kami bertiga sudah bisa memulai hidup yang baru.” Kim tersenyum. Kali ini aku sedikit sedih melihat Kim. Aku tau Kim belum benar-benar bisa memulai hidup yang baru, tapi paling tidak dia sudah mau berusaha dan mulai melupakan hal-hal yang sudah berlalu. Ibu Kim bercerai dengan Ayah Kim yang aku tau sangat merusak hidup Kim. Ibu nya berselingkuh dengan seorang petinju Amerika. Kami sekeluarga pun sangat kaget mendengar beritanya waktu lalu.

“Aku akan main kerumah Landon kalau dia sudah datang, Kim.” Kata Ava bersemangat dan berpindah duduk ke sebelah Kim.

“Aku juga mau ikut, Kim.” Jo akhirnya bersuara.

Kim tertawa melihat mereka. “Kalian boleh datang ke rumah kami kapan saja kalian mau.”

Sekitar satu jam berlalu Kim pulang dengan sepedanya. Aku hanya berbaring di tempat tidurku tidak bisa berhenti berpikir tentang orang yang menginginkan aku datang. Besok aku ada kelas Musik, mungkin aku bisa bertemu Harry dan bertanya padanya. Asalkan Harry tidak bersama teman-temannya.

Aku berjalan menuju kelasku di gedung music. Aku rasa aku datang terlalu cepat. Aku berjalan pelan melewati koridor berharap tidak sengaja bertemu Harry. Langkahku terhenti di depan pintu sebuah ruangan. Aku membaca plang di atas pintu yang bertuliskan Studio 8. Aku terhenti karena aku rasa aku mengenal suara orang yang ada di dalam. Aku sedikit mendekatkan kepalaku ke pintu dan dapat mendengar pembicaraan di dalam ruangan.

“Harry, kau ulang bagian mu. Jangan salah lagi.” Aku tau itu suara Liam. Aku melihat sekelilingku, koridor yang sepi. Aku tetap berdiri disitu kembali mendengarkan suara dari dalam ruangan.

“Mulai dari kau saja, Li.” Mungkin itu Niall.

“And now I'm one step closer to being two steps far from you….” Oh My God. Itu suara Liam. Aku dapat merasakan kupu-kupu di perutku saat aku mendengarnya bernyanyi. Suara nya sangat membuatku meleleh. Aku kembali mendekatkan kepalaku ke pintu.

“How many nights does it take to count the stars? That's the time it would take to fix my heart...” aku dapat mendengar suara Harry yang begitu kuat. Sudah bukan Liam lagi yang bernyanyi. Tetapi aku tetep berdiri disitu menunggu suara Liam. Tiba-tiba pintu studio terbuka dan aku sangat kaget. Aku berusaha bersikap normal. Aku dapat melihat Lou di pintu.

“Cam? Apa yang kau lakukan disini? Aku kira siapa yang mengintai kami.” Tanya Lou heran dan tertawa kecil.

“Oh hai, Lou.” Aku sangat malu. Aku merasakan wajahku panas memerah. “Aku hanya berjalan ke kelasku dan aku berhenti karena aku mendengar ada yang bernyanyi dari dalam dan aku ingin mendengarnya karena terdengar sangat bagus.” Aku berusaha memberikan alasan biarpun aku tau bahasaku sangat campur aduk.

“Kau berbicara dengan siapa di pintu, Lou?” aku mendengar suara dari dalam yang aku rasa Niall. Benar, Niall pun menghampiri Lou. “Oh dia temanmu, Li.” Niall kembali ke dalam studio. Dan apa yang dia katakan? Dia memberitahu Liam?

“Kau mau masuk? Aku rasa mendengar langsung di dalam akan lebih bagus.” Lou tersenyum.

“Aku mau ada kelas, Lou. Aku ke kelas saja.” Aku melangkahkan kakiku tapi terhenti karena Lou menahanku. Dia memegan pergelangan tanganku.

“Kelas Prof. Barnes?” Tanya Lou dan melepaskan genggamannya.

“Iya, Lou. Kau tahu?”

“Aku ikut kelasnya hari ini. Masih 30 menit lagi kan? Ayo masuk saja, nanti kita bersama masuk kelas.” Lou menggandengku masuk. Apa-apaan ini. Aku mau menolak tapi tidak bisa.

Aku berada di sebuah ruangan dengan dinding kayu. Terasa nyaman dan sejuk berada di dalam ruangan ini. Aku baru pertama kali ini masuk ke dalam Studio 8. Liam, Harry, dan Niall duduk membentuk lingkaran. Aku dan Lou kemudian bergabung di dalamnya. Niall mengalunkan music dari gitar yang dipegangnya dan tersenyum melihatku datang.

“Hai, Cam!” Harry menyapaku.

“Cam.” Liam hanya menyebut namaku dan tersenyum. Aku tersenyum kepada mereka. Aku duduk diantara Harry dan Lou. Liam diantara Harry dan Niall.

“Aku mendengar kalian dari luar. Sangat bagus.”

“Kau mau ikut bernyanyi?” Liam bertanya padaku sambil memberikan sebuah kertas yang aku rasa lirik lagu kepadaku.

Aku mengambil kertas itu dari tangannya. “Wow, aku sama sekali tidak bisa menyanyi.”

“Kau ada di departemen music biarpun tidak seutuhnya, paling tidak kalau menyanyi saja kau bisa.” Liam tersenyum kepadaku. Senyum itu. Aku kembali merasakan kupu-kupu itu datang lagi.

“Liam akan mengajarimu untuk menyanyikan bagiannya.” Kata Harry lalu dia tertawa diikuti Niall dan Lou.

“Aku dan Liam menyanyikan bagian yang sama. Aku juga bisa mengajarimu kalau kau mau.” Lou tersenyum kepadaku.

Aku tertawa pada mereka. “Okay, lebih baik aku mendengar kalian menyanyikannya dulu.”

Niall mulai memainkan gitar nya dan bernyanyi. Pandanganku terpaku hanya pada Liam. Sampai pada suatu saat tiba-tiba Liam melihat kearahku dan aku tertangkap sedang memperhatikannya. Aku langsung mengalihkan pandanganku ke arah lain. Ya Tuhan, aku pasti terlihat sangat bodoh dan memalukan. Lou mulai menyanyikan bagiannya sambil menunjukkan lirik bagian yang dia dinyanyikan di kertas yang aku pegang. Aku menoleh ke arahnya dan dia tersenyum padaku, aku pun membalas senyumannya. Aku merasakan perilaku Lou yang sedikit berbeda kepadaku. Lagu yang mereka nyanyikan pun selesai ditutup oleh sentuhan suara Harry yang kuat tapi lembut.

“Sangat bagus, aku suka sekali mendengarnya. Apa kalian berlatih untuk suatu acara?”

“Iya, untuk Charity Party hari Sabtu besok.” Jawab Harry sambil mengedipkan satu matanya kepada entah apa maksudnya.

“Hanya satu lagu?” tanyaku lagi.

“Kami menyiapkan beberapa lagu tapi belum pasti yang akan kami nyanyikan nanti berapa lagu. Mungkin satu atau dua saja. Kalau kebanyakan nanti dikira konser.” Jawab Liam disambut tawa oleh teman-temannya dan juga aku.

Mereka pun mulai menyanyikan lagu-lagu yang lain. Aku terus mendengarkan dengan sangat senang. Sekali-kali aku memperhatikan Liam dan berusaha untuk tidak tertangkap lagi.

“Cam, ayo ke kelas.” Ajak Lou.

Aku melihat jam tanganku. Lima menit lagi kelas dimulai. Tidak terasa. “Oh, okay!”

Kami pun beranjak dari kursi dan berpamitan dengan yang lain lalu berjalan ke luar studio.

“Kau memang ikut kelas ini? Aku rasa minggu-minggu lalu kau tidak ada.” Tanyaku pada Lou di jalan kami menuju kelas.

“Oh, iya, aku minggu lalu ketinggalan kelas karena harus ada di lapangan. Jadi aku ikut kelas yang sekarang supaya tidak tertinggal.”

“Wow, kau rajin sekali.”

“Iya, mau tidak mau, karena aku bakal banyak di lapangan berlatih untuk pertandingan bulan depan. Daripada sering tidak masuk kelas.”

“Oh iya, UL Trophy ya?” Lou menganggukkan kepalanya dan tersenyum. UL Trophy adalah kejuaraan sepak bola yang antar kampus di University of London. Kami sudah sampai di kelas. Aku dapat melihat Blanca sudah ada di dalam. Aku berpisah dengan Lou dan duduk bersama Blanca, begitu juga Lou yang duduk bersama teman-temannya yang lain.

“Kau bersama Lou?” Tanya Blanca langsung saat aku duduk di sebelahnya.

“Kami bertemu di koridor.” Aku tersenyum pada Blanca.

“Dan kau berjalan bersamanya? OMG, Cam. He’s so hot and I’m a fan. Aku tidak pernah melewatkan satu pun pertandingan sepak bola nya.” Blanca sangat antusias. Dan aku tidak heran. Semua gadis pasti memandang Lou seperti itu.

“Iya, iya, aku mengerti.” Aku kembali tersenyum pada Blanca.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet