Chapter 18

Irresistible

Aku bersiap-siap untuk pergi ke UL Student Union. Aku mendengar bel rumahku berbunyi. Itu pasti Liam. Aku mengambil jaket denim milik Saint Laurent ku di atas tempat tidur dan memakainya sambil berjalan keluar kamar menuju pintu depan. Aku membuka pintu dan melihat Liam di depanku mengenakan jeans hitam dan kemeja denim biru muda.

"Wow. Kita tidak janjian kan?" tanyaku. Jacket denimku membuat aku seperti memakai baju yang sewarna dengan Liam, ya, aku juga mengenakan ripped jeans warna hitam. Liam hanya tertawa. "Kau mau pamit dulu dengan orang tuaku?"

"Tentu." Jawab Liam dengan senyumannya yang membuatku meleleh. Aku dan Liam masuk ke dalam rumah. Liam berpamitan dengan Dad yang ada di ruang keluarga. Mom sepertinya ada di kamar. Kami kembali berjalan ke luar rumah.

Pada saat kami berada di teras rumahku, langkah Liam terhenti. "Ada apa?"

Liam membalikkan tubuhnya ke hadapanku. "Cam, aku harap kau tidak marah."

"Marah? Ada apa, Liam?" tanyaku heran.

Liam menundukkan kepalanya dan melihatku. "Di mobil ada Stella." Ekspresi wajah Liam berubah, begitu juga aku.

"Stella?" tanyaku sedikit emosi sambil mencoba melihat ke arah mobilnya tapi aku tidak dapat melihat bayangan Stella karena kaca mobilnya yang gelap.

"Maaf aku tidak sempat memberi tahumu, Cam. Bisa aku jelaskan nanti? Karena kita hampir terlambat."

Aku masih diam memandang aneh pada Liam. Ya, aku marah, aku sebal. Kenapa harus ada Stella? Kenapa Liam tidak bilang padaku sebelumnya?

"Kalau begitu, kau sama dia saja. Dia sudah menjadi wakil dari Fashion Club juga." Memang aku jadi tidak ingin pergi.

"Cam, please." Liam meraih tangan kiriku dengan tangan kanannya. "Kau harus ikut." Wajah Liam memelas dan membuatku sedikit luluh.

"Fine." Jawabku dengan nada sebal.

"Smile...." kata Liam dengan senyumnya yang lebar sambil membentuk senyum di wajahku dengan kedua telunjuknya. Aku pun tersenyum dengan terpaksa.

Liam menggandengku ke mobil. Aku masih sebal, tapi aku juga senang. Aku hanya tidak bisa membayangkan akan bagaimana di dalam mobil bersama Liam dan Stella. Aku bahkan belum mengenalnya. Tapi menurut cerita Blanca dia sangat menyebalkan. Liam menuntunku ke pintu depan dan membukakan pintu mobilnya. Aku lega aku duduk di depan, bukan Stella. Aku masuk ke dalam mobilnya dan Liam menutup pintuku.

"Hai, Cameron." sapa Stella ketika aku masuk ke dalam mobil Liam. Aku melihat ke arahnya dan dia mengulurkan tangannya. "Stella. Stella Maxwell."

Aku menjabat tangannya. "Hai. Cameron DeLonge." Kami tersenyum satu sama lain dan melepaskan tangan kami. Liam masuk ke dalam mobil dan mengendarai mobilnya.

"Kalian sudah saling kenal?" tanya Liam.

"Tentu." Jawab Stella dari kursi belakang. Aku tetap mengahadap ke depan tidak menoleh sedikitpun. "Cam, sorry. Tapi Presiden Trustee Board mengharuu untuk ikut ambil bagian dalam acara ini. Dan seharusnya memang aku dan Liam."

"Stella, kalian sudah tidak aktif lagi." Aku tahu Liam mencoba mencegah Stella bicara hal-hal yang tidak aku inginkan. Tapi kalimat tadi sudah sangat membuat aku sebal.

Aku hanya diam. Stella pun diam. Kami pun tiba di gedung UL Student Union. Kami turun dari mobil. Liam berjalan di depan kami. Stella tiba-tiba merain tanganku. Kami pun berhenti tepat di depan pintu masuk. Liam sudah masuk terlebih dahulu.

"Cam, tidak seharusnya kau yang bersama Liam disini. Kau kira dengan wajahmu berada di seluruh kota ini kau bisa seenaknya mengambil sesuatu yang bukan hak mu?"

Aku sangat marah tapi aku tidak ingin berdebat disini. Bagaimana kalau dilihat banyak orang. "Stella, asal kau tahu, Liam yang mengajakku. Aku sama sekali tidak tahu apa-apa sebelumnya. Liam yang menginginkan aku berada disini bersamanya. Apa maksudmu aku mengambil sesuatu yang bukan hakku?"

"Berada disini bersama Liam. Ini UL Fashion Week. Dan kau tidak pernah berurusan dengan fashion stuffs di RH. Sedangkan aku, aku adalah ketua Fashion Club di RH. Kau bukan siapa-siapa."

"Oh." Aku melihat kedua tanganku. "Kasihan ya Fashion Club? Apa karena kau ketuanya jadi Fashion Club tidak aktif lagi? Sampai-sampai Liam beberapa kali menyuruhku masuk klub untuk membangun kembali." Tanya ku sinis yang membuat Stella sebal dan tidak bisa berkata-kata. "Aku gerah disini. Aku akan masuk ke dalam gedung." Kataku sambil meninggalkan Stella di luar gedung. Aku berjalan memasuki ruang rapat dan duduk di sebelah Liam.

"Ada apa? Kau baik-baik saja kan dengan Stella?" tanya Liam yang sepertinya menyadari raut wajahku yang sedang tidak baik. Aku hanya diam dan memandang lurus ke depan. Aku tidak menjawab Liam. Kemudian Stella masuk ke ruangan dan duduk di sebelah Liam juga, di sisi yang lainnya, sehingga Liam berada di tengah-tengah kami.

Rapat pun dimulai. Masing-masih kampus menyampaikan gagasan mereka untuk UL Fashion Week. Giliran RH, Liam menyampaikan rangkuman dari ide-ide yang aku sampaikan di pertemuan sebelumnya. Liam memperkenalkan Stella sebagai ketua Fashion Club RH karena pertemuan yang lalu Stella tidak hadir.

Para wakil kampus mulai menyusun rangkaian acara UL Fashion Week. AKu menyampaikan pendapatku agar menyatukan live music dengan walking on the runway. Aku terinspirasi dari Victoria's Secret Fashion Show. Semua setuju kecuali Stella. Stella berpendapat kalau menyatukan live music fokus penonton akan bercabang. Aku tetap mempertahankan pendepatku, aku menyampaikan Kalau live music tidak akan mendominasi runway karena inti acara ini acara fashion bukan acara musik. Mereka hanya sebagai pengiring saja. Aku jadi berargumen sendiri dengan Stella. Aku lama-lama menyadari ini membuat kampus lain melihat bahwa RH tidak kompak. Sesama wakil RH malah berdebat sendiri. Liam yang sepertinya menyadarinya juga mencoba menengahi kami. Liam yang bertanggung jawab atas RH dalam hal ini. Akhirnya aku dan Stella terdiam saat Liam mulai berbicara. Liam melakukan perhitungan suara dan hanya Stella yang tidak setuju dengan ideku, karena itu ideku tetap dipakai. Aku tersenyum penuh kemenangan dan dapat melihat Stella yang semakin sebal denganku. Aku tidak peduli. Akhirnya rapat ini selesai.

Kami berjalan menuju mobil Liam. Mobil Liam berjalan meninggalkan gedung. Stella mulai mengoceh masalah rapat tadi.

"Kau tahu, Liam, tidak bisa menyatukan live music dengan walking on the runway. Ide yang tidak masuk akal."

Aku hanya diam. Aku tahu Liam sempat menoleh ke arahku tadi aku tetap memandang lurus ke depan.

"Sudahlah, Stella. Kampus yang lain setuju kok. Hanya kau saja yang tidak setuju."

"Liam, aku yang mewakili Fashion di RH. Seharusnya aku yang menyampaikan ide-ide dari RH. Bukan Cameron."

"Dan kenapa kau tidak menyampaikan apa-apa tadi? Kau hanya menyelaku." Akhirnya aku berbicara karena aku sudah tidak dapat menahan emosiku.

"Kau bisa menyampaikan di rapat berikutnya, Stella. Kalau kampus lain setuju akan idemu, pasti idemu akan dipakai juga." Liam lagi-lagi mencoba untuk menengahi kami.

Kami pun terdiam. Liam menyetir tidak ke arah rumahku. Liam berhenti di depan sebuah rumah yang aku rasa pasti rumah Stella. Stella turun dari mobil. Liam mengikutinya. Aku sebal sekali melihatnya. Aku memperhatikan mereka dari dalam mobil. Mereka terlihat sedikit berdebat di depan pintu rumah Stella sampai akhirnya Stella masuk ke dalam rumahnya dan Liam kembali ke mobil. Liam menyalakan mesin mobilnya dan mulai melaju.

"Cam, kau marah padaku?"

Aku memang sama sekali tidak memulai pembicaraan dengan Liam. "Kau lihat sendiri kan apa yang dia perbuat?" tanyaku dengan suara meninggi.

"Cam..."

"Kau juga tidak bilang apa-apa. Kalau aku tau akan ada Stella, aku tidak akan ikut."

"Justru karena itu, Cam. Aku tidak mau kau tidak ikut. Matthew menegurku." Matthew adalah presiden di Trustee Board kami. "Matthew bilang padaku kalau Fashion Club harus terlibat dan dia menyarankanku untuk mengajak Stella." Aku tetap diam dan memandang lurus ke depan. "Aku sudah menjelaskan bagaimana keadaan Fashion Club sekarang, dan aku juga menjelaskan siapa orang yang aku ajak, yaitu kau, dan bagaimana saat rapat pertama semua ide-idemu mereka terima. Tetapi Matthew tetap menyalahkanku."

"Karena aku bukan siapa-siapa? Karana aku tidak pernah terlibat dalam urusan fashion di RH?" tanyaku masih emosi.

"Cam, tenang dulu. Aku juga tidak tahu harus bagaimana."

"Urus saja Fashion Week dengan Stella!" Kali ini aku benar-benar terdengar sangat marah.

Liam menepikan mobilnya mendadak dan menghentikan mobilnya. "Okay."

"Okay?" Aku terkejut dengan jawaban Liam.

"Okay, kalau itu yang kau mau. Aku akan bersama Stella." Liam menghela nafas. "Aku benar-benar bingung. Semua yang aku sampaikan adalah idemu dan aku tidak ingin membuatmu kecewa. Tapi kau tidak mau kalau ada Stella. Dan Matthew menyuruhku untuk mengajak Stella."

Aku hanya diam. Liam benar-benar akan mengurus Fashion Week bersama Stella. Padahal aku berharap dia mempertahankanku. Aku memandang lurus kedepan menahan air mataku yang sudah mau menetes dari mataku.

"Sekarang, kau sendiri yang menyuruhku untuk mengurus ini dengan Stella. Jadi aku harap kau sudah tidak mempermasalahkan ini lagi. Karena aku juga bingung harus bagaimana. Aku akan bilang pada Matthew. Aku minta jangan bahas ini lagi, Cam. Karena semua sudah jelas keputusan apa yang harus aku ambil. Dan aku sangat berterima kasih untuk semua ide dan gagasanmu. Akan tetap aku cantumkan namamu di proposal."

Aku tidak percaya dengan semua yang Liam katakan. Liam kembali melajukan mobilnya. Air mataku akhirnya menetes. Tapi Liam tidak melihatnya karena Liam terus melihat kedepan tidak menoleh sedikitpun padaku. Aku menghapus air mataku saat mobil Liam berhenti di depan rumahku. Aku turun tanpa berkata apapun pada Liam. Aku berharap Liam mengikutiku turun seperti biasanya. Tetapi aku mendengar suara mobil melaju. Aku menoleh ke belakang dan melihat mobil Liam sudah berlalu. Liam tidak turun. Air mataku kembali menetes. Aku memasuki rumahku dan sedikit berlari masuk ke dalam kamarku. Aku menjatuhkan tubuhku ke tempat tidurku dan merasakan air mataku terus mengalir jatuh ke bantalku.

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet